TB RO IMPLEMENTASI DI RS DAN PUSKESMAS DALAM PEMANTAUAN EFEK SAMPING SELAMA PENGOBATAN TB RO
• Pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan setiap
hari. • Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang menangani pasien (case manager dan / dokter) dan juga oleh pasien serta keluarganya. • Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat dalam formulir efek samping obat. Prinsip pengelolaan Efek Samping Pengobatan TB RO • Identifikasi dini (monitoring pengobatan) dan segera lakukan penanganan secara adekuat. • Cari penyebab / komorbiditas lainnya, misalnya ketidakseimbangan elektrolit, hepatitis virus dan penyebab yang mendasari munculnya Efek Samping. • Pertimbangkan interaksi obat-obat • Beberapa efek samping - dapat hilang atau berkurang seiring waktu / bisa ditoleransi dengan adanya dukungan psikososial • ES ringan sampai sedang – ancillary drugs • Penurunan dosis permanen atau penghentian permanen • (Keputusan untuk penghentian secara permanen oleh TAK) Pengobatan Pasien TB RO Paduan Jangka Pendek
4-6 Km-Mfx-Eto(Pto)-HDT-Cfz-E-Z / 5 Mfx-Cfz-E-Z
Tahap Awal Tahap Lanjutan
Tahap Awal Tahap Lanjutan (diberikan setiap hari selama 4–6 bulan) (diberikan setiap hari selama 5 bulan)
2. Ukurlah interval QT mulai dari awal kompleks QRS sampai dengan akhir gelombang T. Ini adalah uncorected QT. Ambillah 3 kompleks PQRST sebagai perbandingan regularitasnya. Ambil yang paling panjang. Masing-masing kotak kecil = 1 mm Kecepatan EKG 25 mm/detik Sehingga 1 kotak kecil = 0,04 detik
QT interval = 0,04 detik x 8 kotak kecil = 320 mdetik
RR interval = 0,04 detik x 20 kotak kecil = 0,8 detik HR= 1500 / Jumlah kotak kecil RR = 1500 / 20 = 75 kali/menit Cara menghitung QTcF dengan cara:
1. Dengan tabel QTcF dengan melihat Interval RR dan HR.
2. Dengan menghitung manual. 3. Dengan kalkulator QTcF. 2. Dengan rumus QTcF Pertimbangkan kemungkinan penyebab lain : • Hipokalemia • Hipomagnesemia • Hipocalsemia • Myocardial iskemia MONITORING EFEK SAMPING OBAT SECARA AKTIF (MESO aktif)
Active Drug Safety Monitoring
(aDSM) MESO Aktif (1) Manajemen efek samping obat secara aktif (active drug-safety monitoring and management / aDSM) di Indonesia lebih dikenal dengan monitoring efek samping obat secara aktif (MESO-aktif) proses penilaian klinis dan laboratorium secara aktif dan sistematis pada semua pasien yang mendapatkan pengobatan TB dengan paduan baru. MESO Aktif (2) • Tujuan : mendeteksi, menatalaksana dan melaporkan kejadian tidak diinginkan (KTD) obat manajemen klinis secara tepat dengan memperkuat pencatatan dan pelaporan MESO. • Pencatatan dan pelaporan MESO serius dan non serius mengikuti alur yang sudah berjalan selama ini yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI. • Pelaksanaannya dilakukan oleh seluruh fasyankes TB RO dengan petugas kesehatan sebagai pelaksana. • Pengumpulan dan pelaporan data menggunakan formulir yang telah ditentukan dan sistem informasi e-TB Manager semua pihak yang berkepentingan dapat mengakses data dengan mudah, akurat, valid dan terkini. Penyelenggaran MESO 1. Penemuan KTD/ ESO (Kejadian Tidak Diinginkan) 2. Pencatatan 3. Manajemen KTD/ ESO 4. Pelaporan 1. Penemuan KTD / ESO • KTD : semua kejadian medis yang tidak diinginkan yang terjadi pada pasien setelah mendapatkan obat dan tidak selalu memiliki hubungan kausalitas dengan obat tersebut. • Gejala KTD : seperti mual, muntah, diare, nyeri kepala, pusing dan sebagainya, • Tanda: perubahan TD, suhu, ruam kulit dan sebagainya, perubahan nilai uji lab. yang bermakna secara klinis, atau suatu diagnosis yang terjadi setelah penggunaan obat. • Hubungan temporal: kondisi atau diagnosis KTD terdeteksi setelah pemberian obat. 1. Penemuan KTD / ESO (2) • Manifestasi KTD/ESO dapat berupa kejadian medis yang bersifat serius dan non serius (ringan). • KTD/ESO serius adalah KTD yang menyebabkan hal-hal berikut: 1. kematian 2. keadaan yang mengancam jiwa 3. kecacatan permanen 4. memerlukan perawatan di rumah sakit 5. memerlukan perpanjangan waktu perawatan di rumah sakit 6. kelainan kongenital pada bayi 7. kejadian medis lainnya yang bermakna secara klinis 1. Penemuan KTD / ESO (3) • Penilaian medis dan ilmiah harus dilakukan dalam menentukan gejala efek samping obat yang dialami pasien yang merupakan kategori serius (tetapi tidak masuk dalam kategori serius poin a, b, c, d, e, f tersebut di atas. ) • Contohnya adalah pengobatan intensif di ruang gawat darurat pada pasien dengan alergic bronchospasm tetapi tidak memerlukan rawat inap. 2. Pencatatan (1) • Pencatatan rekam medis pasien harus mempertimbangkan hak-hak privasi pasien (confidential). • Pengisian formulir MESO-aktif dilakukan oleh petugas farmasi atau farmasi klinis berkoordinasi dengan tim ahli klinis di fasyankes. 2. Pencatatan (2) • Berdasarkan penemuan KTD/ESO tersebut, dilakukan pencatatan terhadap: a. Karakteristik individu : Nama, JK, alamat, Umur, BB, TB, status kehamilan, dll b. Nama obat, bentuk sediaan, dosis dan cara pemberian, tanggal awal dan akhir pemberian obat, frekuensi, dicatat pengobatan yang tidak lengkap/selesai dan alasannya c. Manifestasi KTD/ESO : deskripsi manifestasi, tanggal mulai, tanggal selesai, riwayat KTD/ESO yang pernah dialami, data uji laboratorium jika tersedia d. Hasil pemeriksaan lab e. Informasi lainnya dari pewawancara f. Keterangan tambahan: ditulis kemungkinan ada kaitannya secara langsung atau tidak langsung dengan gejala efek samping obat 3. Manajemen KTD/ESO • Tata laksana ESO harus mempertimbangkan keamanan pasien dan pengobatan yang diperlukan. • Untuk ESOringan, pasien perlu dimotivasi agar tetap teratur melanjutkan pengobatannya; • ESO yang memerlukan pemeriksaan dan pengobatan tambahan, pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan yang diperlukan harus tersedia dan diberikan oleh program. • Bila obat yang diduga menyebabkan ESO perlu dihentikan/dikeluarkan dari paduan pengobatan, obat pengganti mungkin saja diperlukan, terutama pada fase intensif dimana bacillary load masih tinggi. • Penggantian obat harus mempertimbangkan kondisi klinis dan status bakteriologis pasien. • Pastikan bahwa pada paduan terdapat setidaknya 4 obat yang diketahui efektif. 4. Pelaporan (1) • KTD/ESO yang dilaporkan: KTD/ESO serius • Cara pelaporan: melalui eTB Manager (http://indonesia.etbmanager.org) oleh petugas farmasi atau farmasi klinis • Waktu: Dalam waktu 24 jam sejak terjadinya KTD tersebut • KTD serius non fatal dilaporkan sesegera mungkin tidak lebih dari 15 hari kalender sejak terjadinya KTD tersebut • Sistem informasi eTB manager akan menginformasikan secara real time kepada semua pihak berkepentingan yang memiliki akses. 4. Pelaporan (2) • Setiap KTD/ESO diverifikasi oleh tim verifikator dari Tim Farmakovigilans Badan POM dan Subdit TB Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI. • Investigasi dan pengkajian akan dilakukan apabila terdapat laporan KTD / ESO serius, dilakukan oleh tim dari Badan POM, Kemenkes dan Komite Farmakovigilans TB Resistan Obat, dan tim terkait lainnya. • Proses penilaian kausalitas per individu dilakukan secara rutin setiap enam bulan sekali. 4. Pelaporan (3) • Apabila diperoleh signaling risiko keamanan obat maka akan dilakukan pengkajian risiko manfaat oleh tim ahli dan hasil pengkajiannya akan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada Badan POM dan Ditjen P2P Kemenkes. • Setiap laporan KTD serius yang diterima, setelah dilakukan evaluasi hubungan kausalitas dan signaling, secara berkala dikirimkan ke WHO Uppsala Monitoring Centre yang mengelola database WHO ICSR (Individual Case Safety Report). Alur Informasi Data Stuktur Pelaksanaan Meso Aktif TB RO Form MESO.doc