Secara umum, perawatan harus diarahkan kepada etiologi yang mendasari, sesuai
kebutuhan, setelah diagnosis dibuat. Jika penyebab pasti belum dapat ditentukan, beberapa
penelitian menyarankan pengecualian terhadap pendekatan umum ini, seperti:
Pada pasien dengan granuloma hepatik, sekitar 50% pasien sembuh secara
spontan, sementara 50% lainnya memerlukan pengobatan kortikosteroid
(Prednison 1-2mg/kgBB/hari, max 80mg durasi terapi mulai dari beberapa
minggu hingga beberapa tahun).
Pasien dengan giant cell arteritis harus diobati dengan steroid dosis tinggi
(Prednison 1-2mg/kgBB/hari, max 80mg), dan steroid intravena harus diberikan
jika pasien sangat kesakitan atau memiliki gangguan penglihatan yang signifikan.
Hati-hati dalam memonitor pasien, karena perawatan yang tidak memadai dan
toksisitas steroid (misalnya, hipertensi, diabetes, dispepsia, pengeroposan tulang,
psikosis, katarak) dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan.
Pada polymyalgia rheumatica, perawatan terdiri dari perbaikan gejala dengan
terapi steroid (Prednison 1-2mg/kgBB/hari, max 80mg atau prednisolon 0,1-
2mg/kgBB/hari, max 80mg) dan pemantauan ketat.
Ketika obat dicurigai, hentikan obat yang terlibat.
Terapi Percobaan
Menurut pendapat umum, sebaiknya terapi percobaan tidak boleh diberikan pada saat
sedang mencari penyebab demam tanpa kausa jelas. Pendapat ini berdasarkan bahwa obat
yang diberikan akan mempersulit pemeriksaan lebih lanjut, kadang-kadang dapat sangat
menganggu. Beberapa antibiotik seringkali menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang
berakibat menimbulkan demam, timbulnya ruam kulit, kelainan darah atau kadangkala
menyebabkan kegagalan fungsi organ tertentu. Antibiotik spektrum
luas juga dapat mengurangi kepekaan terhadap pemeriksaan biakan. Hal ini terutama terjadi
pada demam enterik (salmonelosis, shigelosis) dan streptococcus pyogenes.
Pemberian antibiotik salep pada abses tidak dapat menyembuhkan tanpa dilakukan
drainase,sehingga demam tidak akan segera turun. Pemberian obat anti tuberkulosis
(rifampisin atau streptomisin) akan mempengaruhi hasil biakan bakteri piogenik. Tetrasiklik
dan kotrimoksazol akan menghambat sebagian pertumbuhan parasit malaria atau
protozoalain sehingga manifestasi klinisnya menjadi tidak khas lagi. Hal lain yang penting
adalah pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid dapat menghambat respons imun sehingga
menganggu hasil uji serologik dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (misalnya uji
tuberkulin). Dengan menghambat respons inflamasi dan memberikan perbaikan semu,maka
kortikosteroid (Prednison) dapat menyebabkan infeksi tetap berlangsung dan
cenderungmenjadi berat sehingga mudah terjadi penyulit seperti perforasi dan meluasnya
infeksi.4
Risiko pemberian terapi percobaan:
1. Mengurangi kepekaan pemeriksaan biakan
2. Mengubah perjalanan penyakit, tetapi tidak sembuh
3. Reaksi samping obat mengecohkan penyakit dasar
4. Kortikosteroid menurunkan kepekaan uji serologic
5. Kortikosteroid menyebabkan perjalanan penyakit lain parah tanpa gejala klinis
yang jelas.
Pengobatan juga harus segera diberikan apabila keadaan umum pasien sangat berat
dan kritis, tetapi spesimen pemeriksaan harus diambil terlebih dahulu sebelum pengobatan
diberikan. Penting puladiingat bahwa pemberian pengobatan harus sesuai panduan baik
dosis maupun lama pemberian, jangan sekali-kali mengganti antibiotik setiap saat tanpa
panduan yang jelas. Bagan suhu merupakan salah satu alat pemantau terpenting dari awal
keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan penunjang lain seperti
CRP atau LED dapat dipergunakanuntuk memantau. Untuk penyakit kolagen, LED atau
kadar auto antibodi dapatdipergunakan sebagai alat pemantau.
Penggunaan obat penurun panas bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh dan
membuat anak merasa lebih nyaman, namun tidak efektif untuk mencegah kejang demam.
Tirah baring:
Aktifitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan suhu tubuh anak dengan demam dan
tanpa demam. Walaupun demikian, pergerakan anak yang demam selama aktivitas normal
tidak cukup menyebabkan demam. Memaksakan anak demam untuk tirah baring tidak
efektif, tidak disenangi dan mengganggu secara psikologis. Suatu penelitian kontrol-kasus
dari 1082 anak dengan demam, ditemukan bahwa tirah baring tidak menurunkan suhu secara
signifikan.13
3.7. Prognosis
Prognosis prolonged fever pada anak lebih baik (dubia ad bonam) daripada pasien
dewasa karena rendahnya frekuensi kasus keganasan. Banyak kasus di mana diagnosis tak
dapat ditegakkan, tetapi demam dapat sembuh secara spontan. Sebanyak 25% kasus dengan
demam yang persisten, penyebab demam masih tetap tak diketahui meskipun telah melalui
evaluasi yang menyeluruh.14,18