Anda di halaman 1dari 37

TATALAKSANA TB PARU DALAM

KEADAAN KHUSUS

RS PARU SURABAYA 2017


PENDAHULUAN
TUJUAN PENGOBATAN TB
 Menyembuhkan penderita
 Mencegah kematian
 Mencegah kekambuhan
 Menurunkan tingkat penularan
 Mencegah terjadinya dan penularan TB resistensi obat.

• Ada bbrp kondisi khusus yg perlu mendapat perhatian


dalam pengobatan .
PRINSIP TERAPI TB
KOMBINASI OBAT

2 FASE

FDC

DOT
Pembahasan

 TB-Diabetes Melitus
 TB-Kehamilan, menyusui dan pengguna
kontrasepsi
 TB-Gagal ginjal
 Pasien TB dengan tambahan kortikosteroid.
 TB-Kelainan fungsi hati
 Pasien TB dengan indikasi operasi
 TB milier
 TB - HIV
1. TB dg Diabetes Melitus (DM)

 DM  salah satu faktor risiko tersering pada


pasien TB paru.
 Prevalens TB paru ↑ seiring dg pe-↑ prevalens
psn DM
 Frekuensi DM pd psn TB 10-15%
 prevalens penyakit TB paru 2-5 x lebih tinggi
pd psn DM dibandingkan dg non-DM
Lanj…
 Pasien TB-DM :
- infeksinya > berat
- muatan mycobacterial > banyak
- waktu konversi > lama
- Pe ↑ risiko kegagalan dan kematian dlm Tx.
- Pe ↑ risiko relaps
- Setelah 1 tahun, pasien TB-DM cenderung >
banyak yg mjd MDR dibanding TB non DM
- Tjd keterlambatan pemulihan indeks massa
tubuh dan kadar hemoglobin
Tatalaksana TB dg DM
• Fokus penanganan TB-DM :
- diagnosis DM > awal
- pengendalian kadar gula darah
- serta monitoring ketat klinis dan pengobatan.

Rekomendasi pengobatan TB - DM
• Prinsip paduan pengobatan : SAMA dg pasien tanpa DM 
syarat : kadar gula darah terkontrol
• Jika kadar gula ≠ terkontrol  LAMA PENGOBATAN spi 9 bln
• Hati-hati ES Etambutol, krn psn DM >> komplkasi pada mata
• Rifampisin  mengurangi efektifitas OAD (gol. Sulfonil Urea)
• Pengobatan selesai  perlu pengawasan  deteksi dini jika kambuh
• Pengelolaan DM pd kasus TB harus agresif
• Terapi insulin hrs dimulai sjk awal  direkomendasikan 
analog insulin  > dapat diprediksi dalam pemberiannya &
< meE/ hipoglikemia.
• Psn dgn neuropati perifer ok DM  wajib diberikan
pyridoxine
• Obat hipoglikemik oral  KI pd kasus TB berat .
• Indikasi Insulin:
1 ) infeksi tuberkulosis berat
2 ) Hilangnya jaringan dan fungsi pankreas
a) kekurangan endokrin pankreas
b ) pankreatitis tuberkulosis
3) Kebutuhan diet tinggi kalori , tinggi protein
4 ) Perlu untuk efek anabolik
5) Interaksi OAT dgn OAD
6) penyakit hati terkait dg OAD
Interaksi OAT dgn OAD
• Pd psn DM Rif mempercepat metab.bbrp hipoglikemik
oral (sulphonylureas dan biguanides) me-↓ kadar plasma
 hiperglikemia .
• Psn non-DM Rif  menambah penyerapan glukosa di
usus mensimulasikan G/ diabetes .

• Psn DM  INH  menghambat metabolisme agen


hipoglikemik oral dan dapat meE/ peningkatan kadar
plasma obat i( sulphonylureas ) memperburuk kontrol
glikemik pd penderita diabetes
• Psn non DM  INH merusak rilis insulin  menyE/
hiperglikemia
2. TB pada kehamilan

• Tb maternal berhubungan :
- pe ↑ risiko abortus spontan
- mortalitas perinatal
- dan berat badan lahir rendah.
Tatalaksana TB pada kehamilan

• Prinsip Pengobatan : Tidak berbeda


• WHO Semua OAT aman kec. Golongan aminoglikosida
( streptomisin atau kanamisin)  Tidak direkomendasikan

-Dapat menembus barier placenta


- permanent ototoxic  ggn keseimbangan dan
pendengaran yg menetap pada
bayi
• INH  Piridoxin 50 mg/hr.
• Rifampisin  trimester III s/d partus  vit K 10 mg/hr
3. TB pada Ibu menyusui dan
Bayinya
• Prinsip Pengobatan : tidak berbeda
• Semua OAT aman untuk ibu menyusui
• OAT disekresi pada ASI  Konsentrasi nya sangat rendah 
≠ bisa diandalkan untuk terapi TB pada bayi.
• Jika bayi perlu terapi TB maupun profilaksis  harus diberikan
paduan obat standar yg dosisnya sesuai dgn BB
• Ibu dan bayi ≠ dipisahkan
• Profilaksis TB  6 bulan dgn INH 10 mg/kgBB/hari jika terbukti
tidak menderita TB , diikuti dg vaksinasi BCG.
4. Pasien TB pengguna kontrasepsi

• Prinsip Pengobatan : Tidak berbeda


• Rifampisin berinteraksi dg kontrasepsi hormonal

Menurunkan efektifitas kontrasepsi

• sebaiknya gunakan kontrasepsi non hormonal


5. Pasien dg kelainan hati
a). Hepatitis Akut
- Hepatitis akut dan /klinis ikterik  TUNDA OAT
- Rujuk ke Fasyankes rujukan  tatalaksana spesialistik

b). Pasien dg kondisi :


1. Pembawa virus hepatitis
2. Riwayat peny.hepatitis akut ≠ Kondisi kronis
3. Pecandu alkohol

Paduan OAT sesuai


program
Pasien …
c). Hepatitis kronis
-Sebelum mulai pengobatan  HARUS periksa fungsi hati
- Jika hasilnya > 3x normal, pertimbangkan paduan OAT:
1). 2 obat yang hepatotoksik : 2HRSE/6HR, 9 HRE
2). 1 obat yang hepatotoksik : 2 HES/ 10 HE
3). Tanpa obat yang hepatotoksik : 18-24 SE + salah satu gol.
flurokuinolon
-Rujuk ke fasyankes lanjutan  tatalaksana spesialistik
- Pemantauan klinis dan LFT  harus seksama
- Paduan OAT dg etambutol > 2 blm  evaluasi ggn penglihatan

INGAT !! ..Semakin berat / tidak stabil peny.hati yg diderita, HARUS


Semakin sedikit OAT yg hepatotoksik.

— DIH
—. keparahan
apakah pasien
keparahan
dalam dari
fase intensif
penyakit
TBnya
atau sendiri
lanjutan?
livernya

ke
ma
mp
uan
uni
t
kes
eha
tan
unt
uk
me
nan
gan
i
efe
k
sa
mp
ing
tera
pi
TB
ters
ebu
t

(WHO, 2010)
 Diduga karena OAT obat harus distop.
 Jika TB nya sangat parah regimen
nonhepatotoksik (streptomycin, ethambutol
dan fluoroquinolone) harus mulai
Definition of hepatotoxicity according to the WHO
Adverse Drug ReactionTerminology

JournalofGastroenterologyandHepatology 23 (2008)192–202
 Hepatitis (asymptomatic elevation AST/ALT
occurs in 20% patients on 4 drugs)
 Drug induced hepatitis =  AST or ALT 3 times
upper limits of normal in the presence of symptoms
OR  >5 times if asymptomatic
 INH, PZA and RIF can all cause hepatotoxicity
– Hepatitis from INH is age related, from PZA is dose
related, and RIF is unpredictable and less common
TB Treatment and Hepatitis
 If  3x normal with symptoms or >5x normal
without symptoms:
 stop all anti-TB medications and evaluate patient

 refer patient to doctor for clinical evaluation

 try to rule out other causes of acute liver disease

 if severely ill, may start 3 non-hepatotoxic drugs

 after AST <2 times upper limit of normal —


rechallenge drugs one-by-one starting with drugs
that are not hepatotoxic
Regimen Alternatif.

 Tergantung obat penyebab hepatitis


 Rifampisin penyebabnya: 2SHE/10HE

 Jika Isoniazid tidak dapat diberikan:


rifampisin 6-9 bulan, pirazinamid dan
etambutol dapat dipertimbangkan.
 Ikterus (fase intensif) dengan terapi RHZE
hepatitis membaik mulai obat yang sama
kecuali Z, digantikan oleh S sampai selesai
fase intensif, diikuti R, H selama 6 bulan (fase
lanjutan)
Nonhepatotoksik yang
H maupun
terdiri dari R
tidak dapat
streptomycin,
ethambutol dan
digunakan
fluoroquinolone

T
ot
al
18
-
2
4
b
ul
a
n
6.Pasien dengan ggn. fungsi Ginjal

• Paduan yg di anjurkan : 2 HRZE/ 4 HR


- H dan R  ekskresi mll empedu  perubahan dosis ≠
- Z dan E  ekskresi mll ginjal  dosis HARUS disesuaikan
■ Z : 25 mg/kg BB  3x seminggu
■ E : 15 mg/kg BB  3x seminggu
• Perlu tambahan piridoksin ( vit.B6) cegah neuropati perifer
• Hindari penggunaan streptomisin, jika harus diberikan 15 m/kg BB
2-3x seminggu.
• konsul ke fasyankes  perlu tatalaksana spesialistik
• Penilaian tingkat kegagalan fungsi ginjal  pemeriksaan kreatinin.
Lanj..
7.Pasien TB yg perlu kortikosteroid

• Kortosteroid HANYA digunakan pada keadaan khusus yang


membahayakan jiwa, yaitu :
1. Meningitis TB dg ggn. Kesadaran dan dampak neurologis
2. TB milier dengan atau tanpa meningitis
3. Efusi pleura dgn. ggn. Pernafasan yg berat atau efusi pericardial
4. Laringitis dg obstruksi sal. Nafas atas, Tb sal. Kencing,
pembesaran KGB dg penekanan pd bronkus / pembuluh darah
5. Hipersensitivitas berat terhadapOAT
6. IRIS
• Dosis dan lama pemberian  tergantung berat dan ringannya
keluhan serta respons klinis
Lanj…

Prednisolon PO :
- Anak anak  2 mg/kg BB , sekali sehari pada pagi hari
- dewasa  30 – 60 mg, sekali sehari pada pagi hari

- jika pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu


dosis harus tappering off
8.Pasien TB dg indikasi operasi

• Pasien yg yg perlu mendapat tindakan operasi ( misalnya reseksi


paru ) :
a). Untuk TB paru :
- Pasien batuk darah berat yg tidak dapat diatasi dg konservatif
- Pasien dg fistula bronkopleura dan empiema yg tidak
dapat diatasi scr konservatif.
- Pasien TB MDR dg kelainan paru yg terlokalisir
b). TB ekstra paru :
- Pasien TB ekstra paru dg komplikasi, misalnya pasien TB tulang
yg disertai kelainan neurologik.
9. Tuberkulosis Milier

 Diagnosis TB milier  tantangan


 Manifestasi klinis  tidak spesifik, gbr foto toraks
tipikal kemungkinan tidak ditemukan sebelum
mencapai stadium lanjut, HRCT relatif sensitif
dan menunjukkan gambaran nodul milier .
 Tuberkulosis milier yang tidak diobati akan
berakibat fatal
 Komplikasi : gagal napas, koroid tuberkel dan
tuberkuloma otak.
 Pengobatan TB milier:
• Rawat inap
• Paduan obat: 2 RHZE / 4 RH
• Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung
keadaan klinis, radiologi dan evaluasi pengobatan,

pengobatan lanjutan dapat diperpanjang


• Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya
diberikan pada keadaan
- tanda / gejala meningitis
- sesak napas
- tanda / gejala toksik
- demam tinggi
10 Tuberkulosis Paru dengan HIV /
AIDS
 Deteksi dini tb pada pasien HIV harus teliti
dan diperlukan pengalaman praktisi
 Diagnosis TB pd psn HIV berbeda dgn
diagnosis TB pada umumnya krn gejala TB pd
psn HIV tdk spesifik (.TB ekstraparu >> )
 Diagnosis : Gambaran klinis, Sputum BTA,
Xpert MTB/RIF, Foto toraks,
Pengobatan tuberkulosis pada pasien
HIV
 Pengobatannya: SAMA dg pasien TB tanpa HIV
 tapi > sulit, krn sistem imunitas yg rendah dan
>> sering ditemukan infeksi hepatitis  >> ESO
 Prinsip pengobatan pasien TBHIV 
mendahulukan pengobatan TB.
 Pengobatan ARV)dimulai sesegera mungkin
setelah dapat ditoleransi dalam 2-8 minggu .
 Pengobatan ARV sebaiknya hanya diberikan
oleh dokter yang telah dilatih khusus HIV
 profilaksis kotrimoksazol direkomendasikan
untuk pasien HIV –TB
menurunkan infeksi oportunistik:
Pneumocystis jiroveci pneumonia,
toxoplasmosis infection, malaria

menurunkan mortalitas 50%.


Resiko peripheral neuropathy

 Malnutrisi
 ketergantungan alkohol kronik
 infeksi HIV
 Hamil
 Menyusui
 gagal ginjal atau diabetes

Pyridoxine, 10 mg perhari
 Dosis rutin (pada standart kesehatan
masyarakat rendah) : direkomendasikan 25
mg/hari
 Peripheral neuropathy sudah nyata
pyridoxine 50–75 mg perhari
DATA PASIEN YANG DIOBATI DI RS PARU SURABAYA
TAHUN 2017 ( Per tgl 11/8/17)
No Jenis Kasus TW I TW II TW III TOTAL
1. TB paru BTA (+) + DM 14 6 8 28
2. TB Paru BTA (-) + DM - - 2 2
3. TB Paru BTA (+) + HIV 1 1 - 2
4. TB Paru BTA (-) + HIV 1 - - 1
5. TB Paru BTA (+) + DIH 3 3 1 7
6. TB Paru BTA (-) + DIH 1 2 3 6
7. Pleuritis TB + DIH - 2 2 4
8. Alergi OAT FDC - 2 - 2
9 TB Paru (BTA+) CKD 1 1 - 2
10 TB + meningitis TB 2 1 - 3
Jumlah 23 18 16 57
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai