Anda di halaman 1dari 11

M.

Raihan Zulfikar

Resume Farmakoterapi II

Tuberkulosis paru – paru :

● Infeksi akibat menghirup droplet mengandung mycobacterium tuberculosis

● M. tuberculosis memiliki faktor yang mempersulit makrofag alveolar mengeliminasinya

● Faktor tersebut yaitu kandungan asam mikolat tinggi, cord factor dan pencegah formasi
fagolisosom

● Manifestasi akibat kontak pertama disebut TBC primer (membentuk ghon kompleks dan
berstatus laten)

● TBC merupakan reaksi HS IV

Tuberkolosis tulang :

● Timbul saat infeksi primer, bakteri menyebar secara hematogen kemudian menginfeksi
bagian muskoskletal tertentu.

● M. tb pada peredaran darah yang bersifat laten, teraktivasi kembali

● Dapat mencapai berbagai bagian tubuh karena melalui vena batson secara occult

● Bagian paling sering terinfeksi yaitu tulang belakang (Pott’s Disease)

Tuberkulosis otak :

● Mekanisme terinfeksi M. tb sama seperti tuberculosis pada paru-paru

● Karena faktor pasien, system imun tubuh menyebabkan perpindahan bakteri

● Meskipun telah di fagositosis, bakteri dapat keluar dari fagosom ke sitosol karena lokus
gen yang dimilikinya (RD1) sehingga dapat bereplikasi kembali

● Untuk menembus pelindung CNS, M. tb memiliki 3 mekanisme yaitu migrasi transelular


diperantarai reseptor, paraselular dan “kuda troya”
Tujuan terapi Tuberkulosis :

1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup, dan produktivitas pasien

2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan

3. Mencegah kekambuhan TB

4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain

5. Mencegah perkembangan dan penularan resistensi obat

Prinsip terapi Tuberkulosis :

1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi

2. Diberikan dalam dosis yang tepat

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat)
sampai selesai masa pengobatan.

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta
tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
Alur Diagnosis dan Terapi Tuberkulosis :
LINI TERAPI

1. Lini terapi pertama

2. Lini terapi kedua


Alur Diagnosis TB untuk Fasilitas Kesehatan tanpa TCM

Alur Pengobatan TB Resisten Obat


TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT

1. Monoresisten  resisten pada salah satu obat tb (isoniazid)


2. Poliresisten  resisten pada > 1 obat tb selain kombinasi rifampicin dan isoniazid,
misalnya HE, RE, HES, RES
3. MDR  resistensi pada kombinasi isoniazid dan rifampicin baik dengan oat lain atau
tidak, misalnya HR, HRE, HRES
4. XDR  MDR yang disertai resistensi pada obat golongan fluorokuinolon dan OAT lini
kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)
5. RR  resisten yang terdeteksi oleh metode fenotip dan genotip

Terapi Obat yang diberikan :

1. Terapi jangka pendek ditujukan pada pasien RR


 Durasi total pengobatan adalah 9–11 bulan
• durasi tahap awal 4–6 bulan
• tahap lanjutan 5 bulan
 Intoleransi Z tidak boleh mendapatkan paduan jangka pendek.
 Intoleransi / resistansi terhadap E, paduan jangka pendek diberikan tanpa
Etambutol
 Capreomisin dapat menggantikan kanamisin apabila muncul efek samping di
dalam masa pengobatan.
2. Terapi jangka Panjang ditujukan pada pasien XDR, MDR, gagal terapi jangka
pendek, putus obat, MDR kambuh
 Pengobatan dilakukan setidaknya menggunakan lima obat
• 3 obat group A dan 2 group B, misal (6 bedaquilin, lefofloksasin, linezolid,
clofazimine, dan cycloserine) dan (14 lefofloksasin, linezolid, clofazimine, dan
cycloserine)
 Jika tidak bisa, maka ditambahkan obat group C, missal (6 bedaquilin,
lefofloksasin, clofazimine, cycloserine, dan etambutol) dan (14 lefofloksasin,
clofazimine, cycloserine, etambutol)
 Lefo/moksi/linezolid wajib untuk pasien MDR dan RR
 Bedaqulline wajib untuk MDR usia >18
 Cfz dan cs/E/Delanamid/Z dapat dimasukkan untuk MDR dan RR, Delanamid
khusus untuk anak usia 3 th atau lebih
 Durasi pengobatan tidak membutuhkan tahap awal dengan durasi 19-20 bulan
TERAPI TB SSP DAN MENINGEN

 Durasi pengobatan minimal 12 bulan. Fase intensif selama 2 bulan


 Isoniazid dan pirazinamid memiliki berat molekul yang kecil dan terikat lemah dengan
protein plasma, sehingga lebih mudah untuk menembus sawar darah otak.
• Urutan penetrasi OAT standar yang baik ke dalam CSS ialah
isoniazid>pirazinamid>rifampisin
• etambutol dan streptomisin memiliki kemampuan sangat rendah untuk menembus
sawar darah otak.
 Meningkatkan dosis rifampicin. 20-30 mg/kgBB maksimal 1200 mg/hari atau
penggunaan rifampisin intravena. Penggunaan dosis tinggi pada rifampisin cukup aman
dan ditoleransi pasien

TERAPI TB TULANG DAN SENDI

Pengobatan memakai OAT standar yaitu 2 RHZE 10-16 RH, harus diberikan 1 tahun sampai 18
bulan di beberapa kasus.

PERAN APOTEKER DALAM EDUKASI PASIEN

1. Pentingnya adherence, motivasi agar penderita patuh, efek samping, perilaku hidup sehat
dll
2. Peran dalam mendeteksi penderita TB
3. Peran dalam memantau adherence penderita, adanya efek samping , adanya interaksi
dengan obat lain.
4. Peran secara keseluruhan, apoteker harus berperan secara aktif mencegah terjadinya
resistensi, kekambuhan, kematian
a. Pengamatan langsung:
5. Ikut mengamati jalannya Program DOTS
6. Memeriksa bekas kemasan obat (bekas blister yang sudah dipakai)
MONITORING

● Efek samping obat


● Respons terhadap pengobatan pada pasien dengan TB paru harus dimonitor dengan
pemeriksaan mikroskopis lanjutan pada saat selesainya fase intensif (dua bulan)
● Rifampisin mengurangi efektivitas obat oral antidiabetes (golongan sulfonilurea)
sehingga diperlukan monitoring kadar glukosa darah lebih ketat atau diganti dengan anti
diabetik lainnya seperti insulin

MONITORING DAN EVALUASI

● Monitoring kemajuan hasil pengobatan pada penderita TB dewasa dengan pemeriksaan


ulang dahak mikroskopis pada akhir tahap awal (akhir bulan ke-2) dan akhir tahap
lanjutan (akhir bulan ke-6).
● Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibanding pemeriksaan radiologis
dalam monitoring terapi.
● Evaluasi terapi TB untuk penentuan hasil pengobatan penderita TB

HEPATITIS IMBAS OAT

● Ditemukan gejala klinis (Ikterik), gejala mual/muntah  OAT dihentikan.


● Ditemukan gejala klinis disertai peningkatan SGOT dan/ SGPT> 3 kali,  OAT
dihentikan.
● Bila tidak ditemukan gejala klinis, OAT dihentikan apabila hasil laboratorium bilirubin
>2, atau SGOT, SGPT >5 kali. Apabila SGOT, SGPT >3 kali,  pengobatan
dilanjutkan, dengan pengawasan.
● Cara pemberian OAT yang dianjurkan:
Hentikan OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ, monitor gejala klinis dan laboratorium.
Bila gejala klinis dan laboratorium kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka
mulai diberikan rifampisin
REAKSI ALERGI PADA KULIT

● Gatal tanpa ruam dan tidak ada penyebab yang jelas selain OAT mencoba pengobatan
simtomatik dengan antihistamin dan pelembab kulit, dan pengobatan TB dapat
dilanjutkan sambil dimonitor.
● Jika terjadi ruam kulit, semua obat anti-TB harus dihentikan.

TB TULANG DAN SENDI

Respons klinis paling baik dinilai melalui indikator klinis seperti nyeri, gejala konstitusional,
mobilitas dan tanda neurologis.

EVALUASI TERAPI

● Pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) dilakukan pada akhir fase intensif. Sputum
BTA yang positif pada akhir fase intensif dosis OAT yang kurang, kepatuhan minum
obat yang buruk, adanya komorbiditas, atau adanya resistensi terhadap obat lini pertama.
● Pemeriksaan sputum BTA dilakukan kembali pada akhir pengobatan TB. Jika sputum
menunjukkan hasil positif,  pengobatan gagal dan pemeriksaan resistensi obat perlu
dilakukan. Pada pasien dengan sputum BTA negatif di akhir fase pengobatan intensif dan
akhir fase lanjutan, pemantauan sputum lebih lanjut tidak diperlukan

KONSELING APOTEKER PADA PASIEN TB

Three Prime Questions pada kunjungan pertama:

1. Bagaimana penjelasan Dokter tentang obat Anda?


a) pengobatan penyakit TB membutuhkan waktu lama (6-12 bulan)
b) Bila patuh minum obat, dalam 2-4 minggu penderita akan merasa nyaman, tetapi obat
masih harus diteruskan sampai Dokter menghentikannya.
c) Bahaya bila tidak patuh yaitu resisten
d) Akibat dari resistensi kuman
e) Efek samping yang mungkin akan dialami serta tindakan yang perlu diambil jika
mengalaminya
2. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
a) INH, rifampisin sebaiknya diminum pada saat perut kosong (1 jam sebelum atau 2
jam sesudah makan)
b) Bila pencernaan terganggu (mual dsb) dapat diminum 2 jam sesudah makan.
c) Ethambutol & pirazinamid sebaiknya diminum saat perut isi
d) Bila perlu minum antasida, beri antara beberapa jam
e) Bila lupa minum obat, minum sesegera mungkin, tetapi bila dekat waktu dosis
berikutnya, kembali ke jadwal semula jangan didobel dosisnya.

PENYEBAB KEGAGALAN TERAPI TB


1. Dari sisi Pasien
• Sosio-demografi dan Ekonomi
• Masalah pemahaman dan persepsi
• Kurangnya Dukungan
• Efek samping pengobatan
2. Dari sisi PMO
• Edukasi kurang optimal
• Kurangnya pemantauan
• Kominukasi dengan pasien kurang
3. Dari sisi Obat
• Tertunda/Belum ada suplai dari pemerintah
• Cara penyimpanan tidak tepat (suhu tidak terlalu dingin maupun panas)

Anda mungkin juga menyukai