Anda di halaman 1dari 56

TB dengan Komorbid

dan Kondisi Khusus

Dr Fauzar, SpPD-KP
• komorbid • Kondisi khusus
– Diabetes melitus – Kehamilan
– Gagal ginjal – Menyusui
– Gangguan hati – Pemakai kontrasepsi
– Geriatri – dll
– dll
TB DENGAN KOMORBID
Pasien TB dengan DM
Gejala Klinis dan Diagnosis TB pada Pasien DM

• Penyakit TB pada pasien DM lebih parah


– Pasien DM lebih sering BTA +
– Kaviti di paru (lebih banyak dan lebih sering
ditemukan di bagian bawah paru dibanding pasien
tanpa-DM)
– Lebih sering batuk darah
– Lebih sering demam
• Akibat keterlambatan diagnosis atau
perkembangan penyakit yang lebih cepat?
Pengaruh DM Terhadap Hasil Pengobatan TB

• Dooley et al., Am J Tropical Medicine, 2009


– Selama pengobatan, pasien TB dgn DM punya
kemungkinan meninggal 2x dibanding pasien
tanpa DM
– Pasien TB dgn DM cenderung konversi dahak lebih
lambat, gagal obat, walaupun tidak signifikan
secara statistik
Mengapa lebih susah mengobati pasien DM?
Hipotesa…

• Nijland, et al., CID 2006. Tingkat rifampisin


pada pasien DM dgn TB sangat rendah
dibanding pasien TB tanpa DM.
– Mekanisme? glucose meningkatkan pH
gastrik -> mungkin menurunkan serapan
rifampisin
– Dosis fixed drug combination, berat badan
pasien DM dgn TB lebih tinggi dibanding
pasien TB tanpa DM
Mengapa lebih susah mengobati pasien
DM? Hipotesa…
• Ada interaksi antara rifampin dan obat2an
diabetes, membuat kontrol DM lebih susah
• Rifampin mempercepat metabolisme
 Sulfonilurea (contoh: glyburide)
 Tiazolidinedion (contoh: rosiglitazone)
• Pengobatan TB bisa menyulitkan kontrol gula
darah
Rekomendasi Pengobatan
• Prioritaskan DOT
• Tatalaksana diabetes secara ketat
• Jika dahak tidak konversi sesudah dua bulan, uji
resitensi lagi
• Perpanjang pengobatan jika konversi lebih lambat
• Hati-hati dengan etambutol pada
diabetes sering terjadi retinopati 
OAT akan memperberat.
Tatalaksana TB pada DM

• Pada pasien DM, tinggi kejadian TB disebabkan


beberapa hal diantaranya : Terjadi kerusakan pada
proses imunologi, gangguan fisiologis paru yaitu
hambatan dalam proses pembersihan sehingga
memudahkan penyebaran infeksi .
• Orang dengan DM memiliki 2 - 3 kali lebih tinggi
berisiko sakit TB dibandingkan dengan orang tanpa
DM
• Orang yang menderita TB dan DM berisiko 4 kali
lebih tinggi terjadi kematian selama pengobatan TB
Tatalaksana TB pada DM

• Konsentrasi OAT dalam plasma pasien TB dengan


DM lebih rendah dibandingkan dengan pasien TB
tanpa DM. Hal ini menyebabkan risiko gagal
pengobatan atau resistensi OAT
• TB dapat memicu timbulnya diabetes, dan
memperburuk kontrol glikemik pada penderita
diabetes dimana obat TB dapat mengganggu
pengobatan diabetes melalui interaksi obat,
• Diabetes dapat mengganggu aktivitas tertentu bagi
obat anti-TB.
Pengobatan TB DM
• Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama
dengan paduan OAT bagi pasien TB tanpa DM
dengan syarat kadar gula darah terkontrol
• Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka
lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan
• Hati hati efek samping dengan penggunaan
Etambutol karena pasien DM sering mengalami
komplikasi kelainan pada mata

BPN 2014
Pengobatan TB DM
• Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena
akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes
(sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan,
atau gunakan gol lain.
• Pemberian insulin sangat dianjurkan untuk
keberhasilan regulasi gula darah
• Target yang harus dicapai yaitu kadar gula darah
puasa <120 mg% dan HbA1c <7% (bila tersedia
fasilitas).

BPN 2014
Konsensus pengelolaan tuberculosis dan
diabetes melitus (TB-DM) di Indonesia
PENDAHULUAN
• Indonesia menempati peringkat keempat sebagai
negara terpadat di dunia (>250 juta penduduk).
• Jumlah penderita DM di seluruh dunia 285 juta orang,
di Indonesia sebanyak sekitar 9,1 juta orang.
• Kasus DM di Indonesia tahun 2030 diperkirakan akan
mencapai angka 21.3 juta orang.
• Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013,
– Hanya 30% dari penderita DM yang terdiagnosis di
Indonesia,
– Hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang
menjalani pengobatan.
– Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya
sepertiganya saja yang terkendali dengan baik.
PENDAHULUAN
• DM merupakan faktor risiko penting untuk perkembangan
TB aktif (3 kali lebih tinggi untuk menderita TB aktif).
• Hasil pengobatan TB pada penderita TB -DM lebih banyak
mengalami kegagalan dibandingkan dengan yang tidak
DM.
• Upaya pengendalian TB di Indonesia dapat terhambat
akibat terus meningkatnya jumlah penderita DM di
Indonesia.
• WHO: pengelolaan TB-DM harus sesuai dengan pedoman
tatalaksana TB dan standar internasional.
• Kemenkes : konsensus TB-DM di Indonesia
KONSENSUS PENGELOLAAN TB-DM PADA
PASIEN DEWASA
• PENAPISAN
• DIAGNOSIS
• PENGOBATAN
• RUJUK-RUJUK BALIK
PENAPISAN
• Penapisan TB untuk penyandang DM dan
penapisan DM untuk pasien TB di fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL)
dilakukan segera setelah ditegakkan diagnosis
salah satu penyakit tersebut.
Penapisan TB pada DM
Penapisan TB pada penyandang DM adalah dengan melaksanakan
kedua langkah berikut:
• Wawancara untuk mencari salah satu gejala/faktor risiko TB di bawah
ini:
• Batuk, terutama batuk berdahak ≥ 2 minggu
• Demam hilang timbul, tidak tinggi
• Keringat malam tanpa disertai aktivitas
• Penurunan berat badan
• Benjolan di leher atau bagian tubuh lain yang tidak diketahui
penyebabnya
• Sesak, nyeri saat menarik napas, atau rasa berat di satu sisi dada
• Kontak erat dengan pasien TB
• Pemeriksaan foto toraks untuk mencari abnormalitas paru apapun.
• Jika salah satu langkah di atas memberikan hasil
positif, maka tatalaksana selanjutnya mengacu pada
buku pedoman penanggulangan TB nasional dilakukan
penegakan diagnosis.
 
• Jika hasil penapisan negatif, penapisan TB pada
penyandang DM dilakukan setiap kunjungan
berikutnya dengan menelusuri gejala/faktor risiko
diatas. Pemeriksaan foto toraks ulang ditentukan oleh
dokter atas indikasi medis.
Penapisan DM pda TB
Penapisan DM pada pasien TB adalah dengan pemeriksaan kadar Gula
darah puasa (GDP) dan/atau Gula Darah Sewaktu (GDS) atau 2 jam
setelah makan pada semua pasien TB dengan spesimen darah kapiler
atau vena.

Diagnosis DM ditegakkan bila :


a) Gula darah Puasa : ≥126mg/dl
b) GDS atau 2 jam setelah makan: ≥ 200 mg/dl.

Untuk menegakkan diagnosis dibutuhkan nilai yang berasal dari dua


pemeriksaan yang berbeda waktu.
 
DIAGNOSIS
Diagnosis TB pada DM
• Untuk semua kasus DM terduga TB hasil
penapisan, diagnosis dilakukan dengan
pemeriksaan dahak mikroskopis.
• Untuk semua kasus DM terduga TB hasil
penapisan dengan gejala dan tanda TB
ekstra paru maka pasien dirujuk ke FKRTL
untuk upaya diagnosis selanjutnya.
Diagnosis DM pada TB
• Untuk semua kasus TB terduga DM ,
penapisan sekaligus diagnosis dilakukan
dengan pemeriksaan Gula Darah Puasa (GDP)
dan/atau Gula Darah Sewaktu (GDS) atau 2
jam setelah makan spesimen darah kapiler
atau vena untuk menegakkan diagnosis
dibutuhkan nilai yang berasal dari dua
pemeriksaan yang berbeda waktu.
PENGOBATAN
Pengobatan
•Pasien yang telah didiagnosis TB dan DM pengobatan TB sesuai PNPK
Tatalaksana TB dan pengobatan DM sesuai PNPK Tatalaksana DM.
•Pada pasien TB dan DM dengan kadar glukosa darah tidak terkontrol,
maka pengobatan TB dapat diperpanjang sampai 9 bulan dengan tetap
mendasarkan pada mempertimbangkan kondisi klinis pasien*)
•Pengobatan TB dan DM mengikuti strategi DOTS.
•Untuk kendali gula darah, pasien TB dengan DM di FKTP mendapatkan
pengobatan satu Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang tersedia di FKTP
atau kombinasi 2 OHO. Jika pada pemantauan di 3 bulan pertama
kadar gula darah tidak terkontrol maka pasien dirujuk ke FKRTL.
•Untuk kendali gula darah pada pasien TB dengan DM di FKRTL
merujuk pada PNPK DM dan PNPK TB yang sudah ada.
Rujukan dan rujukan balik
Rujukan dan rujukan balik
• Semua pasien yang telah didiagnosis TB dengan DM
tanpa penyulit di FKTP tanpa faktor risiko TB resisten
obat dan dengan kadar gula darah terkontrol,
mendapatkan tatalaksana TB dan tatalaksana DM di
FKTP.
• Semua pasien yang telah didiagnosis TB dengan DM di
FKTP, perlu dirujuk ke FKRTL untuk evaluasi lainnya.
• Pasien TB dengan DM yang didiagnosis di FKRTL atau
dirujuk dari FKTP dapat dirujuk balik ke FKTP sesuai
pertimbangan dokter di FKRTL.
 
TB dengan kelainan hati
Pasien TB dengan hepatitis akut atau ikterus
• Pemberian OAT ditunda sampai hepatitis nya mengalami
penyembuhan.
• Bila perlu sekali dapat diberikan etambutol dan
streptomicin selama mak 3 bulan, setelah itu lanjutkan
RH 6 bulan
• Sebaiknya dirujuk ke fasyankes rujukan untuk
penatalaksanaan spesialistik.
Pasien dengan kondisi berikut dapat
diberikan paduan pengobatan OAT sesuai
standar :
• Pembawa virus hepatitis
• Riwayat penyakit hepatitis akut
Namun tetap waspada dan dengan pengawasan karena
kemungkinan terjadi reaksi hepatotoksis terhadap OAT
Pasien TB dengan kelainan hati kronik
• Dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB
• Bila SGOT, SGPT < 3x  teruskan pengobatan, dengan
pengawasan ketat
• Bila SGOT dan SGPT meningkat > 3 kali  OAT tidak diberikan
dan bila pengobatan telah berlangsung, harus dihentikan
• Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan

Pilihan paduan OAT yang dapat dipertimbangkan:


• 2 obat yang hepatotoksik
 2 HRSE / 6 HR
 9 HRE
• 1 obat yang hepatotoksik
 2 HES / 10 HE
• Tanpa obat yang hepatotoksik
 18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon
(ciprofloxasin tidak direkomendasikan karena potensimya
sangat lemah).
Semakin berat penyakit hati yang diderita pasien TB,
harus menggunakan semakin sedikit OAT yang
hepatotoksik.
 Konsultasi dengan seorang dokter spesialis sangat
dianjurkan,
 Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan dengan
seksama,
 Pada panduan OAT dengan penggunaan etambutol lebih
dari 2 bulan diperlukan evaluasi gangguan penglihatan.
Pasien TB dengan gangguan
fungsi ginjal
Tatalaksana TB pada Gagal Ginjal
•  Hindari penggunaan Streptomisin, karena bersifat
nefrotoksik
• Paduan OAT yang dianjurkan adalah pada pasien TB dengan
gagal ginjal atau gangguan fungsi ginjal yang berat:
2 HRZE/4 HR.
• H dan R diekskresi melalui empedu sehingga tidak perlu
dilakukan perubahan dosis.
• Z dieksresi terutama melalui empedu tetapi metabolitnya
sebagian dikeluarkan melalui ginjal sehingga harus dengan
penyesuaian dosis .
• E dieksresi melalui ginjal sehingga harus dengan
penyesuaian dosis
Z da E Diberikan secara intermiten 3 x /minggu
(Z : 25 mg/kg BB dan E : 15 mg/kg BB )
Dosis OAT untuk Pasien Gagal Ginjal

• Dosis disesuaikan dalam keadaan berikut:


– Hemodialisis
– Creatinine clearance <30ml/menit
– Dialisis peritoneum
• Dosis TIDAK perlu diatur jika
– Ada continuous dialysis - CVVHD (misalnya pasien di ICU
dgn pressors)
• Tes konsentrasi OAT di darah pasien jika pasien tidak
menjadi sembuh atau respons pengobatan tidak begitu
baik
Prinsip Pengobatan TB utk Pasien Ginjal
• Creatinine clearance < 30 ml/menit
– INH dan RIF tidak terpengaruh, dosis tidak perlu diubah
(metabolisme obat oleh liver)
– EMB, PZA dan levofloksasin: dosis tetap, tetapi
kurangkan frekuensi jadi 3x seminggu
• PZA harus minimum 25 mg/kg, bukan 20-25 mg/kg
– Beri semua obat langsung setelah dialisis
– Dosis moksifloksasin tidak perlu diubah

• Creatinine Clearance > 30 tapi <70 ml/menit


– Dengan EMB awaskan ketat neuropathy mata
Gagal Ginjal Membuat Pengobatan TB
Lebih Rumit
• Pada umumnya, pasien TB dgn gagal ginjal
lebih lemah dan sakit dibanding pasien TB
biasa
• Toxicity beberapa OAT yg dieksresi oleh ginjal
lebih tinggi (EMB, PZA)
• Dialisis membuang beberapa OAT
• Mual bisa disebabkan uremia atau hepatitis
• Jangan lupa vitamin B6
TB PADA KONDISI KHUSUS
KEHAMILAN
1. Kehamilan
Semua jenis OAT lini pertama aman untuk
perempuan hamil, kecuali golongan aminoglikosida
(streptomisin ). Streptomisin tidak dapat dipakai
pada perempuan hamil karena bersifat permanent
ototoxic.
TB Pada Kehamilan
• Prinsip pengobatan sama
• Tidak ada indikasi pengguguran
• OAT dapat terus diberikan kecuali
aminogklikosid seperti streptomisin,
kanamisin ototoksik menembus barier
placenta  gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi
• Keberhasilan pengobatan sangat penting
Pengaruh TB pada Kehamilan

• Bertambah resiko aborsi spontan


• Bertambah resiko perinatal mortality,
penurunan berat badan dan ukuran bayi
• TB kongenital ( jarang)
Pengobatan TB Selama Kehamilan
• Harus dimulai secepatnya
• Pada umumnya OAT tidak membahayakan ibu
atau fetus
• PZA digunakan diluar AS, tapi tidak digunakan di
AS karena toxicity pada fetus tidak deketahui
• B6 dibutuhkan lebih banyak utk pertumbuhan
fetus dan penyusuan selama pengobatan
Penundaan Pengobatan TB Selama
Kehamilan
• Kapankah pengobatan layak ditunda sampai sesudah
kelahiran?

• Penundaan pengobatan bisa mengakibatkan masalah


apa?
– Ibu dan bayi harus dipisah sesudah kelahiran
– Perkembangan penyakit, diseminasi, TB penyakit
bawaan, berat badan bayi waktu lahir rendah
OAT Aman (Tidak Teratogenic)
Selama Kehamilan

• WHO regimen: INH, RIF, EMB, PZA


– PZA tidak dianjurkan di AS karena kurang data,
tapi mungkin aman
OAT yg Dihindarkan Selama Kehamilan

• Tuli congenital dan tuna rungu:


– Streptomisin
– Kanamisin (tidak terbukti)
– Amikasin (tidak terbukti)
– Kapreomisin (tidak terbukti)
• Perkembangan sendi
– Fluorokuinolon (menyebabkan arthropathy di
hewan muda, belum terbukti di manusia)
Monitoring Selama Kehamilan
• Liver Function Test setiap bulan dan awasi
tanda2 nefrotoksik
• Ingatlah: gejala dini nefrotoksik mirip dengan
gejala mual dari kehamilan (“morning
sickness”)
• DOT cara yang paling baik untuk menentukan
kepatuhan pasien dan mengawasi gejala
keracunan obat
2. IBU MENYUSUI DAN BAYINYA
Ibu menyusui dan bayinya
Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
Seorang ibu menyusui yang menderita TB
harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan
berat badannya.
Pengobatan TB dan Penyusuan Bayi

- Prinsip pengobatan sama


- Semua jenis OAT aman
- Dapat menyusui bayinya
- Propilaksis INH pada bayi
Pengobatan TB dan Penyusuan Bayi

• Tetap anjurkan ibu untuk menyusui bayi


• OAT ada di ASI dalam konsentrasi rendah, tidak
membahayakan bayi
• OAT di ASI tidak cukup utk pengobatan bayi
• Kalau ibu sangat sungkan, berikan alternatif:
– Menyusu bayi sebelum minum OAT
– Minuman bayi pertama sesudah minum OAT dari
botol/formula, bukan ASI
3. Pasien TB pengguna
kontrasepsi
Pasien TB Perempuan pengguna kontrasepsi
• Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi
hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB),
dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi
tersebut.
• Sebaiknya menggunakan kontrasepsi non
hormonal
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai