Anda di halaman 1dari 4

List RM Minggu 2

1. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada pasien DM? (Nailah)


2. Bagaimana gejala klinik dari DM? (Titin)
3. Apa saja faktor resiko penyakit DM? (nita)
4. Bagaimana cara mencegah penyakit DM? (Rifqa)
5.Apa saja klasifikasi dari DM? Icut
6.Apa saja komplikasi pada DM? (Ghina)
7. Bagaimana etiologi DM tipe 1 seperti yang diderita oleh pasien dalam skenario? (Puan)
8. Apa perbedaan diabetes tipe 1 dan tipe 2? (Farhan)

1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan glukosa darah, yaitu glukosa darah sewaktu >200 mg / dl, glukosa darah puasa >126
mg / dL (puasa berarti tidak ada asupan makanan selama 8 jam), glukosa darah dalam dua jam pasca
glukosa glukosa oral> 200 mg / dl.
• Pemeriksaan HbA1C,dengan kadar >6,5%
menegakkan diagnosis DM, tetapi kadar HbA1C <6,5% tidak mengeksklusi DM tipe 1. Kadar HbA1C
dipengaruhi oleh hemoglobin. Pada pasien yang telah terdiagnosis dan dalam terapi, pemeriksaan
HbA1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan untuk menilai penyakit dalam waktu 3 bulan sebel
• Pemeriksaan autoantibodi pancreas hanya ditemukan positif pada sekitar 70-80% pasien DM tipe 1
sehingga tidak menjadi syarat diagnosis mutlak. Pemeriksaan insulin dan peptida C dengan kadar
rendah mendukung diagnosis DM tipe 1 dan perbedaannya dari DM tipe 2. Pemeriksaan penunjang
lain dikerjakan untuk mencari komplikasi DM tipe 1:
• Funduskopi untuk memeriksa tanda retinopati diabetes (lihat bab Retinopati).
• Rasio albumin-kreatinin dalam urin 24 jam bertujuan pemeriksaan mikroalbuminuria dan diminta
pada anak berusia minimal 10 tahun atau telah mengalami pubertas dan telah didiagnosis dengan
DM tipe 1 selama minimal 5 tahun. Rasio normal albumin-kreatinin adalah <3,4 mg / mmol.
• Profil lipid, dimulai saat anak berusia 10 tahun atau saat memasuki pubertas. Pemeriksaan dapat
lebih awal jika terdapat faktor risiko kardiovaskular lain seperti obesitas dan riwayat penyakit
kardiovaskular pada keluarga. Jika hasil LDL <100 mg / dl, pemeriksaan ulangi setiap 5 tahun. Jika
HbA1c> 9% disarankan diulang setiap 2 tahun. Jika LDL >100 mg / dl, pemeriksaan yang disarankan
diulang setiap tahun.
• Pemeriksaan kaki menyeluruh dimulai saat awitan pubertas atau saat pasien berusia >10 tahun jika
pasien telah terdiagnosis selama minimal 5 tahun. Pemeriksaan termasuk inspeksi, palpasi, dan
pemeriksaan sensorik propriosepsi, fibrasi, dan monofilamen.
• Pemeriksaan thyroid stimulating hormone (TSH) yang dijaga penyakit tiroid autoimun yang dapat
ditemukan pada 17-30% pasien dengan DM tipe 1. Sebaiknya dilakukan setiap 1-2 tahun atau ada
tanda hipotiroidisme dan pembesaran pengawasan tiroid.
2.

3. FAKTOR RISIKO
• Genetik:Risiko DM tipe 1 tanpa riwayat keluarga adalah 0,4%. Pada kedua orang tua dengan DM
tipe 1, risiko DM tipe 1 pada anaknya sekitar 30%.
• Etnis:Di Amerika, prevalensi DM tipe 1 lebih tinggi pada etnis kulit putih non-Hispanik, diikuti oleh
Afrika- Amerika, Hispanik, Asia Pasifik, dan India.
• Faktor lingkungan:Beberapa faktor lingkungan yang berhubungan antara lain: infeksi virus
(terutama enterovirus dan virus coxsackie), diet (terutama paparan terhadap susu sapi lebih awal),
obesitas, status sosial ekonomi tinggi, defisiensi vitamin D, faktor perinatal (preeklamsia dan ikterus
neonatorum). Berat badan lahir rendah ditemukan risiko DM tipe 1.

4.
6. KOMPLIKASI
• Hipoglikemia pada DM pasien tipe 1 meningkat jika asupan makan tidak teratur, penggunaan
insulin berlebihan, dan melakukan berlebihan. Hipoglikemia biasanya terjadi pada malam hari
terutama pada anak yang berusia lebih muda. Hipoglikemia berat dicegah dengan memberi makan
karbohidrat yang lambat diserap pada malam hari seperti susu, roti, pisang, dan apel dan
memastikan kadar glukosa pada tengah malam sekitar 120-180 mg / dl. Pasien DM tipe 1 juga perlu
meninggal mengenai tanda dan gejala hipoglikemia serta dibekali permen atau atau tablet glukosa
yang siap makan jika gejala hipoglikemia muncul.

• Ketoasidosis diabetik (KAD). Pasien DM tipe 1 memiliki risiko lebih tinggi mengalami KAD
dibandingkan DM tipe 2 (gejala lihat pada Tabel 8.1). Faktor risiko KAD adalah usia muda saat
diagnosis, diagnosis yang berdasarkan, faktor sosioekonomi rendah, penghentian insulin karena
berbagai alasan, hambatan akses pelayanan kesehatan, dan gangguan terhadap pemberian insulin
pada pasien yang menggunakan pompa insulin.

Menurut konsensus International Society for Pediatric and Adolescent Diabetes, diagnosis KAD
ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
• Hiperglikemia (glukosa darah> 200 mg / dl).
• pH vena <7,3 atau bikarbonat serum <15 mmol / I.
• Ketonemia (kadar beta-hidroksibutirat darah >3 mmol / L) atau ketonuria sedang sampai berat.

Pada praktik di lapangan, keton urin (asetoasetat) adalah modalitas yang lebih sering diperiksa.
Interpretasi pemeriksaan ini harus hati-hati karena benda keton yang predominan di tubuh adalah
beta-hidroksibutirat (B-OHB). Pada terapi KAD yang berhasil, akan berhasil mengubah B-OHB
menjadi asetoasetat. Oleh karena itu, keton urin tidak terlalu baik dalam menggambarkan derajat
keparahan KAD dan respons terapi. Kadar keton darah lebih baik dalam menentukan respons terapi
dibandingkan keton urin.

7. Kerusakan sel beta pankreas disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor genetik seperti
polimorfisme human leukocyte antigen (HLA), gen insulin, dan PTPNN22 yang berperan
dalam produksi autoantibodi terhadap sel B. pankreas. Paparan faktor lingkungan tertentu
dapat menangani respons autoimun. Kerusakan ini juga dimediasi sistem imun seluler. Sel T
pasien DM tipe 1 memiliki reaktivitas terhadap autoantigen pada sel B pankreas
8.

Anda mungkin juga menyukai