Tn. Kumar, 55 tahun yang bekerja sebagai buruh bangunan datang ke Puskesmas dengan keluhan
batuk dan terasa berat saat bernafas serta mengeluhkan suara parau yang dialaminya sejak 1 tahun
terkahir. Keluhan tersebut bertambah berat dalam 1 bulan terkahir. Tn Kumar diketahui merupakan
seorang perokok berat sejak masih berusia 15 tahun. Ia juga mulai merasakan kesulitan saat
menelan makanan dan berat badan yang terus berkurang serta nyeri pada tenggorokan. Dokter yang
memeriksa Tn. Kumar mendapatkan hasil dari pemeriksaan fisik berupa konjungtiva anemis, faring
hiperemis dan limfadenopati di regio colli sinistra dua buah, terfiksir dengan konsistensi keras.
Dokter merujuk Tn. Kumar ke Rumah Sakit Kabupaten untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan laringoscopy direct supraglottis dan glottis ditemukan massa tumor dengan
permukaan tidak rata, kemerahan dan mudah berdarah. Dokter di RS Kabupaten tersebut
selanjutnya melakukan FNAB kelenjar getah bening dan pemeriksaan rontgen colli dan thorax untuk
mengetahui ada tidaknya metastase. Tn. Kumar teringat pada Ibunya yang meninggal karena kanker
paru yang menyebar ke mediastinum. Pada biopsi terhadap Ibu Tn. Kumar ditemukan massa tumor
dengan karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, berdiferensiasi sedang. Dokter menjelaskan bahwa
Tn. Kumar menderita kanker yang berbeda dengan Ibunya baik jenis maupun stadiumnya. Untuk
pengobatan yang lebih tepat diperlukan penetapan stadium melalui serangkaian pemeriksaan
lanjutan. Dokter berharap bahwa kemoterapi memberikan respon yang baik pada Tn. Kumar.
Bagaimana menjelaskan kondisi yang di alami Tn. Kumar?
JUMP 1: TERMINOLOGI
1. Neoplasma
Sel-sel yang mengalami pertumbuhan yg tidak normal akibat adanya kesalahan saat
pembelahan sel.
2. Konjungtiva anemis
Keadaan saat konjungtiva berwarna pucat pada mukosa mata.
3. Limfadenopati
Kondisi di mana terjadi pembengkakan/ pembesaran kel.getah bening karena bakteri atau
virus dengan ukuran kurang lebih 1 cm
4. Laringoscopy direct
Pemeriksaan untuk melihat bagian belakang tenggorokan
5. Colli
Kata Latin yang memiliki arti bagian dari leher
6. Pemeriksaan FNAB
Pemeriksaan langsung pada benjolan tumor menggunakan jarum kecil, mulai ukuran 23-27
tergantung pada ukuran tumor dengan syarat tumor teraba dan dpt dijangkau jarum
JUMP 2 DAN 3: RUMUSAN MASALAH DAN HIPOTESA
1. Apa hubungan jenis kelamin, usia dan pekerjaan dgn keluhan yg dideritanya?
Jenis kelamin
Laki laki yang mengalami kondisi seperti ini lebih banyak dari pada perempuan dengan
perbandingan 2 : 1
Usia
Penyakit neoplasma pada saluran pernafasan seperti laring ini lebih sering terjadi pada usia
40 tahun ke atas
Pekerjaan
- Pekerjaan yang menggunakan suara yang berlebihan, seperti apenyanyi,
penceramah, dosen.
- Pekerjaan dengan lingkungan tingkat pencemaran polusi yang tinggi, seperti tinggal
di wilayah industri
2. Apa yang menyebabkan tn.kumar mengalami keluhan batuk dan terasa berat saat bernafas serta
mengeluh suara parau sejak 1 thn terakhir?
Suara serak diakibatkan adanya gangguang fungsi fonasi
Sesak terjadi akibat adanya sumbatan jalan nafas oleh massa tumor serta fiksasi pita suara
3. Apakah ada hubungan riwayat merokok tn.kumar terhadap keluhan yang di deritanya?
Ya.
Nikotin dalam darah berikatan dengan reseptor nikotinik asetilkolin (nAChR) dalam sistem saraf
pusat dan berperan penting dalam kecanduan tembakau. Studi terbaru menunjukkan bahwa nikotin
berkontribusi pada metastasis dan resistensi terhadap obat anti-kanker dari berbagai sel kanker.
Sebuah penelitian pertama ini menunjukkan peran nikotin dalam metastasis dan resistensi terapi
anti-EGFR (reseptor permukaan selnya) dari HNSCC (sel karsinoma sel skuamosa kepala dan leher).
Percobaan in vivo mengungkapkan bahwa nikotin meningkatkan metastasis kelenjar getah bening
dari tumor xenograft.Secara keseluruhan, menunjukkan bahwa nikotin meningkatkan aktivitas sel
kanker, menyebabkan metastasis kelenjar getah bening dan berperan dalam resistensi cetuximab.
Apabila kelenjar getah bening yang membesar itu memiliki konsistensi yang keras, itu dapat
menandakan hadirnya sel-sel ganas.Apabila KGB letaknya terfiksir, ada kemungkinan terjadinya
infeksi atau adanya keganasan.
6. Apa tujuan dari pemeriksaan laryngoscopy direct dan FNAB KGB?
Laryngoscopy:
FNAB
11. Apakah terdapat hubungan antara riwayat penyakit ibunya dgn keluhan yg dideritanya?
Ada, salah satu faktor resiko kanker adalah riwayat keluarga
Tumor laring mempunyai prognosis yang paling baik diantara tumor- tumor daerah traktus
aerodigestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan radikal.
JUMP 4 : SKEMA
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang berasal dari permukaan epitelium
nasofaring, yaitu celah sempit di belakang rongga hidung (Fossa Rossenmüller). Karsinoma
ini berbeda dari karsinoma sel skuamosa kepala dan leher lain dalam epidemiologi, histologi,
karakteristik penyakit, dan respons terhadap tata laksana.
EPIDEMIOLOGI
Data dari Global Cancer Statistics (GLOBOCAN) 2012, tercatat sebanyak 87.000 kasus baru
KNF dengan insidensi 0,6%. Angka mortalitas dilaporkan sebanyak 51.000 kasus, atau 0,6%
dari kematian akibat kanker. Kasus ini terjadi endemik di Cina Selatan, termasuk Hongkong,
dengan insidensi 25/100.000 setiap tahunnya. Prevalensi KNF di Indonesia sendiri tahun 2015
mencapai 6,2/100.000 dengan kasus baru sebanyak 13.000. Di Indonesia, KNF menduduki
peringkat keempat kanker yang paling banyak ditemukan, setelah kanker payudara, kanker
serviks, dan kanker paru
FAKTOR RISIKO
• Jenis kelamin. KNF terjadi lebih banyak pada laki- laki (2,3:1)
• Ras Usia: kasus KNF tertinggi ditemukan pada usia 50-60 tahun
• Infeksi EBV
• Infeksi virus Epstein-Barr (EBV). RNA EBV ditemukan pada 91,5% KNF stadium III
• Pola hidup. Pada daerah endemik, banyak makanan dengan kadar garam tinggi yang
terbentuknya menyebabkan pemberian ikan yang diasinkan sejak usia dini, konsumsi
makanan yang diawetkan dan difermentasi (nitrosamin tinggi), penggunaan obat herbal
tradisional yang menginduksi reaktivasi EBV. Kasus KNF di Amerika dan Eropa lebih
dikaitkan dengan konsumsi alkohol dan nitrosamin, rokok.
• Herediter. Individu dengan keluarga inti riwayat KNF, memiliki risiko hingga 7 kali lipat.
Selain itu, KNF juga dikaitkan dengan polimorfisme genetik seperti gen metabolisme
nitrosamin (CYP2A6).
Stadium awal KNF masih dapat bersifat asimtomatik dalam beberapa waktu. Gejala KNF
mencakup (tiga gejala pertama khas pada KNF):
• Leher: muncul benjolan, tampak massa pada Fossa Rosenmüller dengan pemeriksaan
rinoskopi posterior.
• Infiltrasi massa menuju sinus paracavernosus menyebabkan gangguan N II, IV, V, dan VI.
Gejala dapat berupa nyeri kepala, gangguan gerakan bola mata, diplopia, gangguan menelan,
dl.
• Kelenjar getah bening (KGB): KNF memiliki kecenderungan metastasis ke KGB sekitar
pada 70-90% kasus.Sebanyak 50% metastasis KGB terjadi secara bilateral
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis definitif dapat diketahui dengan melakukan biopsi tumor primer dengan bantuan
endoskopi
-MRI dengan pencitraan nervus kranial untuk melihat invasi intrakranial KNF
DIAGNOSIS
Diagnosis KNF dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan patologi anatomi, dan
radiologi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari kanker nasofaring adalah limfoma malignum, proses non keganasan
(TB kelenjar), dan metastasis (tumor sekunder).
KLASIFIKASI
• Karsinoma nonkeratinisasi: terdiferensiasi (tipe II) dan tidak terdiferensiasi (tipe II)
Lokoregional;
• Reiradiasi: terapi radiasi 3D, Intensity modulated radiation therapy (IMRT), bedah
stereotaktik, terapi sinar proton;
• Metastatik;
• Terapi target molekuler: inhibisi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), inhibisi
faktor endotel vaskular (VEGF);
• Imunoterapi;
PENCEGAHAN
Sebagai dokter umum, penting melakukan edukasi menghindari faktor risiko seperti
mengurangikonsumsi makanan berpengawet, ikan asin, rokok, dan alkohol Selain itu,
waspadai gejala pilek yang bercampur darah dan telinga terasa penuh pada satu sisi yang
menetap setelah pemberian terapi antibiotik dan simtomatik selama dua minggu. Bila terdapat
gejala tersebut, anjurkan pasien ke dokter spesialis THT-KL untuk menjalani pemeriksaan
dengan teleskop rigid atau serat optik untuk mengevaluasi daerah nasofaring dengan benar.
KRITERIA RUJUKAN
Adanya kecurigaan klinis ke arah KNF harus dirujuk ke spesialis THT-KL untuk
pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut.
2. Laryng(epidemiologi, etiologi, patofisiologi, pathogenesis, dan faktor resiko, menifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang: patologi anatomi, tatalaksana, prognosis, komplikasi,
rujukan)
DEFINISI
Kanker laring adalah keganasan berupa karsinoma sel skuamosa pada laring. Keganasan
laring lain (sarkoma, limfoma, tumor neuroendokrin) sangat lebih jarang terjadi. Kanker yang
terjadi pada daerah laring dapat menyebar ke organ sekitarnya seperti tiroid, trakea, dan
esofagus.
EPIDEMIOLOGI
Laporan dari Global Cancer Statistics (GLOBOCAN) 2012, sebanyak 157.000 kasus baru
kanker laring, 1,1% dari seluruh kasus kanker baru. Kanker laring ditemukan lebih banyak
pada laki-laki (7:1). Angka mortalitas dilaporkan sebanyak 83.000 kasus, atau 1% dari
kematian akibat kanker dengan 73.000 kasus terjadi pada laki-laki.
Faktor Risiko
Merokok
Konsumsi Alkohol
Kanker laring berawal dari akumulasi progresif perubahan genetik yang membentuk
kumpulan sel- sel yang membelah dan mengalami transformasi. Kanker kepala leher,
termasuk kanker laring memiliki faktor perubahan genetik yang lebih besar dari tumor padat
lainnya. Hal ini menjelaskan periode laten munculnya tumor dalam kurun waktu 20-25 tahun
setelah paparan toksin. Kerusakan, mutasi, dan aduksi DNA menginduksi terjadinya
karsinogenesis. Sel kanker laring berasal dari mukosa pada supraglotis, glotis, dan subglotis.
-Suara serak pada tahap awal,Lesi plica vocalis,lipatan aryepiglotis dan penyebaran tumor
lokal
-Disfagia,odinofagia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• CT scan leher dengan kontras dilakukan sebelum biopsi agar tidak rancu dengan edema
pasca biopsi. Pemeriksaan berfungsi menilai KGB yang dicurigai dan invasi kartilago.
• Pencitraan toraks untuk mengetahui kondisi organ-organ dalam rongga toraks dan menilai
metastasis. Dapat dilakukan dengan foto polos toraks atau CT scan toraks dengan kontras. CT
lebih sensitif dalam mendeteksi metastasis.
• PET/CT scan seluruh tubuh paling sensitif mendeteksi KGB servikal, metastasis jauh,
danmenilai kelainan yang kambuh. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan stadium
awal kanker, menentukan lokasi primer, merencanakan radiasi, dan mengevaluasi respons tata
laksana.
•Biopsi aspirasi jarum halus/fine needle aspiration biopsy (FNAB) diindikasikan pada
pasien dengan massa leher yang teraba. Analisis sitologi dapat digunakan untuk konfirmasi
diagnosis karsinoma sel skuamosa atau malignansi lain. Hasil negatif tidak mengeliminasi
diagnosis kanker.
DIAGNOSIS
Pendekatan terapi dilakukan berdasarkan penentuan stadium kanker laring. Modalitas terapi
diantaranya reseksi pembedahan, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi beberapa terapi.
Selain itu, terapi bicara juga diberikan setelahnya. Pemantauan rutin juga perlu dilakukan,
termasuk pemeriksaan laringoskopi, untuk mengetahui apakah terjadi kekambuhan atau
persistensi. Pencegahan primer mencakup berhenti merokok dan menghindari konsumsi
alkohol. Pencegahan sekunder dilakukan pada penderita yang sudah mengalami kanker kepala
leher termasuk kanker laring, yaitu berhenti merokok untuk menghindari malignansi dan
kekambuhan, serta terapi kombinasi dengan turunan vitamin E, vitamin A dan interferon
(dapat menginduksi apoptosis dan pemberhentian siklus sel pada karsinoma sel skuamosa).
Diagnosis Banding
-Laringitis
-sarkoidosis
Komplikasi
-Disfagia
-kehilangan suara
KRITERIA RUJUKAN
Pasien dengan kecurigaan kanker laring segera dirujuk ke dokter spesialis THT-KL.
PROGNOSIS
Perjalanan penyakit kanker bergantung pada terapi yang diberikan, tetapi hampir semua
pasien mengalami perubahan suara atau afonia. Kesintasan keseluruhan (overall survival)
berdasarkan stadium:
• Stadium I: 90%
Pasien yang mengalami kesintasan dalam 5 tahun tanpa kambuh maka dapat dianggap
sembuh. Risiko kekambuhan lebih tinggi pada pasien yang masih merokok dan pasien
stadium lanjut.
LO 2 Carsinoma saluran nafas bawah
1. Carsinoma paru (epidemiologi, etiologi, patofisiologi, pathogenesis, dan faktor resiko,
menifestasi klinis, pemeriksaan penunjang: patologi anatomi, tatalaksana, prognosis,
komplikasi, rujukan)
Didefinisikan sebagai seluruh keganasan yang terdapat pada paru,baik yang berasal dari
paru(primer)maupun metastasis dari tempat lain(sekunder).
Epidemiologi
Kanker paru merupakan salah satu jenis keganasan tersering dengan prevalensi sebesar 13%
dari seluruh diagnosis kanker. Kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki
dan terbanyak kelima pada perempuan. Data registrasi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais
tahun 2013-2017 menunjukkan bahwa kanker paru, trakea, dan bronkus merupakan penyebab
keganasan kedua terbanyak pada laki-laki (13,4%) setelah kanker nasofaring (13,6%).
Diperkirakan terdapat 213.380 kasus baru dan 160.390 kematian akibat kanker paru di
Amerika Serikat pada tahun 2007.
Faktor Risiko
Kelompok pasien dengan risiko tinggi mencakup pasien usia >40 tahun dengan riwayat
merokok. Faktor risiko kanker paru lainnya adalah pajanan radiasi, paparan okupasi terhadap
bahan kimia karsinogenik, riwayat kanker pada pasien atau keluarga pasien, dan riwayat
penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru.
Patofisiologi
Kanker paru terjadi saat sel-sel mengalami mutasi dan bereproduksi berlebihan . Hal ini
mempengaruhi gen untuk mengaktifkan protooncogen (mediator positif pada proliferasi sel)
dan menonaktifkan gen tumor supresor (mediator negatif dari proliferasi sel) yang bersinergi
dengan genetik lainnya (kromosom) yang mempengaruhi K-ras, p53 dan P16, sehingga terjadi
pertumbuhan sel abnormal juga menjelaskan bahwa mutasi tersebut terjadi pada sel epitel
yang disebabkan karena adanya karsinogenik, dipengaruhi oleh faktor genetik dan terjadi
pertumbuhan neoplastik secara perlahan .
Klasifikasi
Diklasifikasikan menjadi dua:
1.Karsinoma bukan sel kecil/non-small cell lung cancer(NSCLC) Memiliki proporsi lebih
banyak(85%)
2.Karsinoma sel kecil/small cell lung cancer(SCLC) lebih sedikit(15%)
Gejala Tanda
-Batuk(8-75%),sesak nafas(0-68%),nyeri dada(20-49%)
-Sindrom vena kava superior,sindrom Horner,efusi pleura,efusi perikardium
-penurunan berat badan ,demam,lemas,jari tabuh,suara serak
Pemeriksaan fisik
yang perlu dilakukan pada pasien dengan kecurigaaan paru adalah
-tumor kecil biasanya akan menunjukkan hasil normal.Tumor besar akan akan menunjukkan
gejala atelektasis,efusi pleura,SVKS(Peleberan vena di leher dan dada,edema pada wajah dan
ektremitas unilateral) dan sindrom horner(ptosis,miosis,dan anhidrosis)
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
-Foto thorax AP/Lateral
Merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan kecurigaan kanker paru.Gambaran foto
thorax yang meningkatkan kecurigaan adanya massa lesi radioopak ukuran >1 cm ,bersifat
progresif,tepi ireguler,indentansi pleura,dan. Tumor satelit.
-Pemeriksaan CT scan
Digunakan untuk menegakkan diagnosis,menentukan stadium,dan mengedentifikasi
metastasis CT scan
Pemeriksaan Laboratorium
-pemeriksaan meliputi darah rutin,fungsi hati,fungsi ginjal.digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding dan memperkirakan adanya metastasis pemeriksaan tumor marker seperti
carcinoembryonic antigen(CEA) dan cyctokeratin fragments 19(Cyfra 21-1).
Diagnosis
-Diagnosis pasti secara histopatologi
Diagnosis Banding
-Tuberkulosis
-Pneumonia
Pencegahan
Berhenti merokok dan menghindari faktor risiko lain(Pajanan radiasi,bahan kimia,riwayat
penyakit paru ,riwayat kanker pada keluarga)
Komplikasi
-Obstruksi jalan nafas
-gagal nafas
-metastasis
Kriteria Rujukan
Semua pasien yang dicurigai kanker paru harus dirujuk ke dokter spesialis untuk penegakan
diagnosis dan terapi
Prognosis
Kanker Paru bukan sel kecil
Stadium II,Survival 5 tahunnya 45-49%
Stadium II,Survival 5 tahunnya 30%
Stadium III,Survival 5 tahunnya 5-14%
Stadium IV, Survival 5 tahunnya 1-2%
Kanker paru sel kecil survival 5 tahunnya 1-2%
Kanker paru sel kecil memiliki prognosis lebih buruk
LO 3 Tumor mediastinum (epidemiologi, etiologi, patofisiologi, pathogenesis, dan faktor
resiko, menifestasi klinis, pemeriksaan penunjang: patologi anatomi, tatalaksana,
prognosis, komplikasi, rujukan)
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga
yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah
arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya.
Epidemiologi
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF Nedah
Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di
RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah
32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo
menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29%
dan mediastinum posterior 25,5%. Dari kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang
banyak ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma,
Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma jaringan
mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor predisposisi yang
kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker pada
jaringan mediastinum
Klasifikasi
Manifestasi klinik
1,Mengeluh sesak nafas,nyeri dada,nyeri dan sesak pada posisi tertentu
2.Sekret Berlebihan
3.Batuk dengan atau tanoa dahak
4.Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5.Pernapasan tidak simetris
6.wheezing unilateral/bilateral
7.Ronchii
Pemeriksaan Penunjang
1.Hb: menurun/normal
Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
3. Pemeriksaan diagnostik
USG
Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan
jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus
untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat
dalam mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang
ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum
tetap akan ditegaskan.
Penatalaksanaan
1) Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor mediastinum
2) Obat-obatan
3) Immunoterapi
Komplikasi
Obstruksi Trachea
Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda
variai prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostic
spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan
mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik terhadap terapi
konvensional. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan terjadinya berbagai
kelainan mediastinum beragam. (Aru W. Sudoyo, 2006)