Anda di halaman 1dari 38

STUDI KASUS

Kasus 1
Pasien seorang wanita bernama Hannah berusia 54
tahun memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2
selama 5 tahun. Beratnya 82 kg dan memiliki BMI
sebesar 32,2 kg/m2 termasuk kategori obesitas.
Meskipun Hannah menunjukkan keinginan dan
kesiapan untuk menurunkan berat badan serta telah
mengikuti konseling mengenai gizi, dia tidak dapat
mengubah kebiasaan hidupnya.Tingkat glukosa darah
puasa yaitu 174 mg/dL, kadar glukosa postprandial
240 mg/dL, dan kadar A1C 8,6%.
Terapi Farmakologi
Pada kasus ini pasien diresepkan metformin dengan
dosis 1000 mg sekali sehari selama 4 tahun. dosis
maksimum yang diperbolehkan dalam terapi
menggunakan metformin yaitu 2550 mg/hari.
Metformin biasanya digunakan pada pasien yang
memiliki kelebihan berat badan atau obesitas.
Mekanisme kerjanya yaitu menekan produksi glukosa
hepatik, meningkatkan sensitivitas insulin,
meningkatkan penyerapan glukosa oleh fosforilasi
faktor GLUT-enhancer, meningkatkan oksidasi asam
lemak dan mengurangi penyerapan glukosa dari
saluran pencernaan (Dipiro, 2015).
Kasus 2
Seorang laki-laki berusia 56 tahun mengeluhkan badan sering
kesemutan sejak 2 bulan belakangan, awalnya kesemutan hanya
ditelapak kaki , namun makin lama menyebar ke bagian tubuh lainya,
pasien juga mengeluhkan sering kencing, haus sejak 4 bulan
belakangan, nafsu makan meningkat sejak 1 tahun yang lalu tapu
berat badan menurun sejak setahun terakhir. Keluhan lain seperti
penurunan penglihatan, mual muntah disangkal oleh pasien, BAB
juga tidak ada kelainan.

Subyektif:
Pasien mengeluhkan bada sering kesemutan terutama dibagan tangan dan kaki
yang muncul sejak 2 bulan belakangan, pasien juga mengeluhkan sering
kencing, haus dan lapar namun BB menurun sejak 1 tahun terakhir
Objektif:
− Hasil pemeriksaan fisik : tekanan darah 120/70 mmHg, suhu : 37°C, TB : 165
cm, BB : 67 kg, BMI : 24,6 kg/m2.
− Pemeriksaan penunjang : kadar GDP : 302 mg/dl
Assessment:
Diagnosa ditegakkan melalui gejala klinis yang dijumpai pada pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. DM tipe 2 dapat ditegakkan

Plan:
Pasien diminta kontrol bila obat habis, memanta ulang kGD setiap 2 minggu
sebagai tahap awal, memantau HBA1C , dan gejala komplikasi yang dirasakan
menggangu. Namun apabila gejala memberat dapat langsung dibawa
kepelayanan kesehatan.
Penatalaksanaan:
 Farmakologis
− Metformin tab 3 × 500 mg (bersamaan dengan asupan makan pertama)
− Glibenclamid ½- 0-0 (pagi hari)
− Vit B Kompleks 1× 1 tab
 Non farmakologi
− Edukasi : meliputi pemahaman tentang pemantauan penyakit DM,
intervensi farmakologis, dan non farmakologis meliputi indikasi,
kontraindikasi dll
− Terapi gizi medis (TGM) : Mengatur jadwal makan, jenis dan jumlahnya
dengan komposis yang seimbang
− Olahraga : menyarankan untuh berolahraga 3-4 kali seminggu.
Kasus 3
Tuan SP (54 Tahun, TB: 167 cm, BB: 91 kg, BMI: 32,63 kg/m2),
seorang pekerja kantoran, sehingga jarang berolahraga dan
lebih sering menghabiskan waktu diakhir pekan dengan tidur
dirumah. Hasil pemeriksaan tuan SP: tekanan darah 130/80
mmHg, glukosa plasma sewaktu 221 mg/dL, glukosa plasma 2
jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral 226 mg/dL, glukosa
plasma puasa 146 mg/dL dan HbA1c 7 % . Setelah 8 bulan
hasil pemeriksaan tuan SP menunjukkan kenaikan, dengan
tekanan darah 140/90 mmHg, glukosa plasma sewaktu 255
mg/dL, glukosa plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral 262 mg/dL, glukosa plasma puasa 174 mg/dL dan HbA1c
7,9%. Dari hasil pemeriksaan pasien mengaku tidak melakukan
modifikasi gaya hidup karena terlalu sibuk dan lelah bekerja,
tetap tidak bisa mengurangi porsi makan dan tidak punya
waktu berolahraga.
Subyektif:
Sejak 6 Bulan sebelumnya mulai merasakan sering buang air kecil terutama
dimalam hari, tetap merasa lapar meskipun telah makan banyak dan mudah
lelah. Delapan bulan kemudian sering merasa kesemutan hingga pandangan
menjadi kabur saat bekerja. Riwayat Keluarga ayah tuan SP meninggal 6 tahun
yang lalu karena menderita DMT2 selama 10 tahun, dan saat ini adik pasien
sedang menjalani terapi DMT2
Objektif:
Assessment:
Diagnosa ditegakkan melalui gejala klinis yang dijumpai pada pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang memiliki riwayat keluarga yang menderita DMT2
dan mengalami obesitas.
Plan:
Terapi yang ingin dicapai adalah menormalkan glukosa plasma dan tekanan
darah pasien, memperbaiki kualitas hidup pasien dan mengurangi risiko
komplikasi akut pada pasien
Penatalaksanaan:
 Farmakologis
− Metformin: 3 x sehari 500 mg untuk monoterapi menurunkan kadar gula
darah
− Lisinopril: 1 x 10 mg sehari untuk menormalkan tekanan darah
 Non farmakologi
Edukasi, Terapi Nutrisi Medis (TNM), Pengaturan Diet, dan Olahraga
Monitoring:
Terapi Metformin dan Lisinopril yang direkomendasikan pada tuan SP memiliki
interaksi obat sehingga perlu dilakukan monitoring pada pengobatan pasien.
Monitoring dilakukan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan
yang diberikan dan mematau perkembangan penyakit pasien.
Kasus 4
Pasien Ny. R di ruang perawatan kelas III Dahlia kamar 305 di RS
X. Pasien Ny. R dirawat di rumah sakit melalui IGD pada tanggal
28 Februari 2019 jam 20:15 pm dengan keluhan lemas, Nausea,
Vomitus sebanyak 2 kali, BAB cair, meriang 3 hari, napas berat,
pusing berputar. Pada saat masuk IGD dilakukan pemeriksaan
umum dengan hasil tekanan darah 190/119 mmHg dari nilai
normalnya 120/80 mmHg, suhu tubuh 37°C, Nadi 10 x/menit RR
24 x/menit, dan kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium
pasien.
Subyektif:
Pasien mengeluhan lemas, nausea, vomitus sebanyak 2 kali, BAB cair, meriang
3 hari, napas berat, pusing berputar.
Objektif:
Data laboratorium pasien
Penggunaan Terapi Obat
Hasil Pemantauan Kadar Gula
Darah Harian
Hasil Pemeriksaan Fisik

Penggunaan Terapi Obat


Lembar Edukasi Obat Pulang
Assesment dan Planing (Identifikasi, Manajemen dan Planing
DRP with PCNE
Kasus 3
Seorang pria gemuk 57 tahun (BMI : 32 kg/m2), hipertensi
selama sepuluh tahun ( tekanan darah ≥140/90 mmHg) ,dengan
riwayat keluarga positif mengidap diabetes mellitus tipe 2 dari
ayahnya,gejala yang ditimbulkan adalah poliuria, polidipsia,
polyphagia dan fatiguability mudah. Sebuah pengukuran gula
darah acak menunjukkan tingkat 350 mg/dl(19,4 mmol/*) dan
HbA1c 10,2 %.

Subyektif:
Pasien mengeluhkan bada sering kesemutan terutama dibagan tangan dan kaki
yang muncul sejak 2 bulan belakangan, pasien juga mengeluhkan sering
kencing, haus dan lapar namun BB menurun sejak 1 tahun terakhir
Objektif:
− Hasil pemeriksaan fisik : tekanan darah 120/70 mmHg, suhu : 37°C, TB : 165
cm, BB : 67 kg, BMI : 24,6 kg/m2.
− Pemeriksaan penunjang : kadar GDP : 302 mg/dl
Strategi Terapi
Keberadaan diabetes dan hipertensi secara bersamaan
menyebabkan peningkatan risiko penyakit jantung koroner,
hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, stroke, retinopati dan
nefropati hingga 2 kali lipat dibandingkan pada pasien dengan salah
satu kondisi saja. Oleh karena itu pasien diberikan strategi terapi
sebagai berikut :
1. terapi nonfarmakologis
Strategi terapi nonfarmakologis untuk diabetes melitus tipe
2 adalah dengan diet, gerak badan, dan mengubah pola hidup
(misalnya dengan berhenti merokok, bagi penderita yang merokok)
diet dilakukan terlebih dahulu pada pasien yang kelebihan berat
badan dan Makanan juga dipilih secara bijaksana, terutama
pembatasan lemak total dan lemak jenuh untuk mencapai
normalitas kadar glukosa darah, serta hindari juga makan makanan
yang banyak mengandung gula berlebih, gerak badan secara teratur
dapat dilakukan, yaitu seperti jalan kaki, bersepeda, ataupun
olahraga lainnya.
2. Terapi farmakologi
Antidiabetika oral kombinasi Metformin dan glibenklamid
kombinasi ini sangat cocok digunakan untuk penderita
diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang hiperglikemianya tidak
bisa dikontrol dengan single terapi (metformin atau
glibenklamid saja), diet, dan olahraga. di samping itu, kombinasi
ini saling memperkuat kerja masing - masing obat, sehingga
regulasi gula darah dapat terkontrol dengan lebih baik.
kombinasi ini memiliki efek samping yang lebih sedikit,
apabiladibandingkan dengan efek samping apabila
menggunakan monoterapi (metformin atau glibenklamid saja).
Metformin dapat menekan potensi glibenklamid dalam
menaikkan berat badan pada pasien diabetes melitus tipe 2,
sehingga cocok untuk pasien diabetes melitus tipe 2 yang
mengalami kelebihan berat badan (80% dari semua pasien
diabetes melitus tipe 2 adalah terlalu gemuk dengan kadar gula
tinggi sampai 17-22 mmol/l).
Mekanime Kerja Metformin dan
Glibenklamid
• Metformin bekerja dengan cara meningkatkan
efektivitas tubuh dalam menggunakan insulin untuk
menekan peningkatan kadar gula darah.
• Glibenclamide bekerja menurunkan kadar gula darah
dengan cara meningkatkan pelepasan insulin dari
pankreas. Mekanisme ini bergantung pada sel beta
pankreas. Sulfonilurea menempel pada reseptor yang
spesifik di sel beta pankreas dan menyekat pemasukan
kalium melalui kanal ATP-dependent. Aksi ini kemudian
mempengaruhi peningkatan kalsium ke sel beta
pankreas yang menyebabkan kontraksi filamen
aktomiosin yang bertugas untuk memicu eksositosis
dari insulin.
 Antihipertensi
Rekomendasi dari American Diabetic Association (ADA) tahun 2017 pasien dengan tekanan darah
≥140/90 mmHg harus menggunakan obat antihipertensi di samping modifikasi gaya hidup. Pemberian
obat antihipertensi dimulai dengan 1 jenis obat dan dititrasi hingga mencapai target tekanan darah.
Jenis obat antihipertensi yang disarankan adalah:
1. ACE inhibitor (ACEi) ACE inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim dalam tubuh untuk
memproduksi hormon angiotensin II atau zat yang dapat menyempitkan pembuluh darah dan
meningkatkan kerja jantung. Contohnya kaptopril.
2. angiotensin receptor blockers (ARBs), ARB bekerja dengan menghambat efek angiotensin II
atau senyawa yang menyempitkan pembuluh darah. Dengan menghambat zat angiotensin II,
pembuluh darah bisa diperlebar agar sirkulasi darah berjalan lancar sekaligus menurunkan
tekanan darah. Contohnya valsartan, losartan.
3. diuretik serupa tiazid, Obat ini bekerja dengan membuang kelebihan garam (natrium) dan
cairan di dalam tubuh untuk menormalkan tekanan darah contohnya furosemid.
4. calcium channel bloker (CCB) jenis dihidropiridin. Obat ini bekerja dengan menghambat jalan
masuk kalsium ke dalam otot jantung dan dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan
denyut jantung melambat dan pembuluh darah melebar. Contohnya Amlodipin.
Kombinasi obat-obatan ini dapat dilakukan apabila target tekanan darah belum tercapai kecuali
kombinasi ACEi dengan ARB. Kombinasi ACEi dan ARB meningkatkan risiko terjadinya hiperkalemi,
pingsan, dan kerusakan ginjal akut.
Kasus 6
Seorang pasien wanita berusia 55 tahun, rumah sakit
dengan keluhan lemas dan sering buang air kecil dan
sering mengalami haus. berat badan 84 kg. pasien juga
memderita penyakit lain seperti hipertensi dan
dislipidemia.
Hasil pemeriksaan: tekanan darah 140/90 mm/Hg, glukosa
darah puasa 225 mg/dl, glukosa darah post prandial 327
mg/dl, LDL 159 mg/dl, HDL 71 mg/dl, trigliserida 281
mg/dl.
Penatalaksanaan
• Terapi Non Farmakologi
- Olahraga: pasien disarankan untuk berolahraga
secara teratur untuk menjaga kadar glukosa darah tetap
normal
- modifikasi lifestyle: dengan melakukan diet untuk
mengurangi kadar glukosa darah, LDL dan trigliserida
• Terapi Farmakologi
- Glimepirid 1x2 tablet dan insultard untuk
menurunkan kadar gula darah
- Gembifrozil untuk menurunkan kadar trigliserida
- Amlodipin 1x10mg untuk menurunkan tekanan darah
Analisis SOAP
• Subjektif
Pasien wanita berusia 55 tahun mengeluh sering
lemas dan sering buang air kecil dan sering
merasakan haus. Dari hasil pemeriksaan fisik :
- berat badan 84 kg
- tekanan darah 140/90 mmHg
• Objektif
• Assessment
Dari data yang diberikan diketahui pasien menderita diabetes
melitus. Pasien merasakan kelelahan, kehausan, dan sering buang
air kecil merupakan tanda atau gejala dari diabetes melitus yang
diderita.
Penyakit hipertensi pasien merupakan sekunder yang disebabkan
berat badan pasien yang termasuk kategori obesitas kelas I (BMI >
30), pertambahan usia, serta penyakit diabetes melitus.
Diabetes melitus menyebabkan abnormalitas karbohidrat, lemak,
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin
ataupun penurunan sensitivitas insulin. Abnormalitas
metabolisme lemak menyebabkan hiperlipidemia pada pasien
(LDL-c > 100 mg/dl).
• Plan
Pasien diminta kontrol secara teratur dan monitoring kadar
glukosa darah dan perlu melakukan diet untuk membantu
mengurangi kadar glukosa darah, LDL, dan trigliserida untuk
menghindari komplikasi yang makin parah.
Kasus 7
• Tn. S, 60 tahun, seorang wiraswasta datang ke Puskesmas
Kemiling untuk kontrol gula darah dan kolesterol yang pasien
lakukan tiap 3 bulan sekali. Saat melakukan kontrol, pasien
mengeluhkan kedua telapak kaki terasa seperti tebal yang
dialaminya sejak 2 bulan yang lalu. Pasien belum pernah
merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien memiliki
riwayat diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia yang
didapat sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku bahwa saat
sebelum berwirausaha, pasien bekerja sebagai supir truk dan
pasien sama sekali tidak mengeluhkan adanya keluhan yang
dirasakan saat ini. Pasien biasanya makan empat kali sehari
dengan dua porsi tiap makan. Makanan yang dimakan cukup
bervariasi dan pasien makan‐makanan yang sebagian besar
membeli dari luar rumah. Pasien sering begadang karena
pekerjaannya sebagai supir truk mengharuskan ia untuk menyetir
di malam hari. Pasien tidak pernah berolahraga dan mengatakan
tidak mengkonsumsi alkohol namun merokok 3 bungkus per hari.
Data Hasil Pemeriksaan
• Pada pemeriksaan fisik, didapatkan hasil keadaaan umum
tampak sakit ringan, suhu 36,7°C, tekanan darah 130/80
mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, dan frekuensi napas
18x/menit. Mata, telinga, dan hidung, kesan dalam batas
normal, tekanan vena jugular tidak meningkat. Pada
pemeriksaan dada didapatkan gerak dada dan fremitus taktil
simetris, tidak didapatkan rhonki dan wheezing, kesan dalam
batas normal. Pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan
kelainan, kesan dalam batas normal. Abdomen datar dan
supel, tidak didapatkan organomegali ataupun ascites, kesan
dalam batas normal.
• Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan pasien pada tanggal
28 Desember 2015 di Puskesmas Kemiling ditemukan gula
darah saat puasa yaitu 272 mg/dl dan kolesterol 244 mg/dl.
Berdasarkan literatur, target gula darah adalah <200 mg/dl
dan target kolesterol pada pasien ini adalah <200 mg/dl.
Penegakan Diagnosa
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui 3 cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis diabetes melitus.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan
adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO
dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukan berulang‐ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus
Pengobatan yang diberikan :
1. Metformin tab 2x500 mg
Pasien mendapatkan terapi dengan pemberian metformin.
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati,
serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan. Selain itu, harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan
akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut.
2. Glibenklamid tab 1x5 mg
Pasien juga mendapatkan terapi dengan pemberian
glibenklamid. Glibenklamid merupakan obat golongan
sulfonilurea yang mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan
pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal
dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang
nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonilurea kerja panjang
3. Simvastatin tab 1x10 mg
• Pada kunjungan pasien ke Puskesmas Kemiling, pasien diberi terapi
medikamentosa dengan HMG Co‐A Reductase Inhibitor simvastatin 10 mg,
diminum satu kali setiap malam. Obat ini dikonsumsi terus menerus, sampai
kadar kolesterol pasien mencapai target sistem saraf pusat. Tujuan pemberian
simvastatin adalah menurunkan jumlah kolesterol dengan cara menurunkan
sintesis kolesterol di hati. Terdapat beberapa macam obat yang bekerja dengan
mekanisme yang sama dengan simvastatin, misalnya lofastatatin dan atrovastatin.
Dibandingkan kedua obat ini, simvastatin memiliki kelebihanya itu absorpsinya
tidak dipengaruhi oleh intake makanan.
• Kelebihan simvastatin dibandingkan obat‐obat tersebut yaitu statin merupakan
obat yang cocok untuk pasien dengan masalah hiperkolesterolemia yang lama
dan sulit dikontrol, namun dengan berbagai kelebihan tersebut simvastatin tetap
memiliki efek samping. Efek samping simvastatin yang tidak diharapkan di
antaranya yaitu adanya miositis yang ditandai dengan nyeri otot dan timbulnya
gangguan fungsi hati. Oleh karena itu, penting untuk memantau fungsi hati dalam
masa terapi farmakologis. Dalam melakukan penatalaksanaan
hiperkolesterolemia, selain diberikan terapi farmakologis, pasien perlu diberikan
terapi nonfarmakologis
Kasus 8
Nyonya SK umur 72 tahun mengeluhkan kesemutan sejak 2
bulan yang lalu, Kesemutan ini biasanya muncul saat Ny. SK
melakukan aktifitas. Kesemutan terjadi di keempat ekstrimitas
namun paling sering dirasakan pada kedua kaki. Pada awalnya
pasien akan berhenti melakukan aktifitas jika merasa
kesemutan,. Kesemutan yang dirasakan tidak begitu
mengganggu aktivitasnya sehari-hari karena Ny. SK masih bisa
menahannya.
Pasien pertama kali dating ke UGD 4 bulan yang lalu dengan
keluhan lemas dan pusing berputar yang tidak hilang dengan
beristirahat. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun pada
malam hari untuk kencing, dalam sehari pasien dapat kencing
sebanyak 8-10 kali dengan volume lebih dari 200 cc tiap kalinya.
Pasien juga mengatakan saat itu sering merasa haus sehingga
sering minum, hingga lebih dari 2000 cc tiap hari. Berat badan
juga dikatakan menurun sebanyak 6 kg dalam sebulan walaupun
nafsu makan pasien dikatakan baik
Setelah dilakukan pemeriksaan gula darah,
didapatkan hasil kadar gula darah tinggi (285 mg/dL),
gula darah puasa (174 mg/dL), 2PP (199 mg/dL), Hb-
A1c (7,9%) sehingga pasien didiagnosis DM Tipe 2.
Pasien juga mengalami hipertensi stage II (160/100
mmHg), Dislipidemia karena trigliserida tinggi (163)
dan rawat inap selama 7 hari
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
• Edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien beserta
keluarganya tentang Diabetes Melitus
• Menyadarkan pasien beserta keluarganya akan pentingnya menjaga kesehatan
dengan memenuhi kebutuhan nutrisi, beraktivitas dengan baik.

Farmakologi
1. Metformin 3 x 500 mg per oral
2. Glimepiridine 1 x 1 mg
3. Simvastatin 1x20 mg per oral
4. Amlodipin 1x 10 mg per oral
5. Vitamin B Complex 1 x 1 tablet
• Sujektif
Pasien mengeluhkan kaki kesemutan, lemas dan pusing
berputar yang tidak hilang dengan beristirahat. Pasien juga
mengeluhkan sering kencing, sering merasa haus sehingga
sering minum, Berat badan juga dikatakan menurun sebanyak
6 kg dalam sebulan terakhir.
• Objektif
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan hasil kadar gula
darah tinggi (285 mg/dL), gula darah puasa (174 mg/dL), 2PP
(199 mg/dL), Hb-A1c (7,9%) sehingga pasien didiagnosis DM
Tipe 2. Pasien juga mengalami hipertensi stage II (160/100
mmHg), Dislipidemia karena trigliserida tinggi (163)
• Asassment
Diagnosis :
• Diabetes Melitus Tipe 2
• Neuropathy
• Hipertensi (Terkontrol)
• Dislipidemia
• Planing
Monitoring :
1. Cek glukosa darah puasa, 2PP, Urine Lengkap
2. HbA1C
3. Tanda vital dan keluhan
4. Konsul Poli Mata

Anda mungkin juga menyukai