Anda di halaman 1dari 27

Pengobatan TB RO dalam

Keadaan Khusus

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Jakarta, April 2021

Disampaikan dalam
Workshop Sosialisasi Juknis TBC RO di Indonesia
29 – 30 April 2021
Outline
Pengobatan TB RO pada :
• Ibu Hamil
• Ibu Menyusui
• Diabetes Mellitus
• HIV
• Gagal Ginjal
• Gangguan Liver

2
Pengobatan TB RO pada Ibu Hamil

3
Prinsip Pengobatan TB RO pada Ibu Hamil
• Direkomendasikan memulai pengobatan segera setelah
diagnosis TB RO ditegakkan, terutama pada ODHA.
• Bila HIV negatif, pengobatan TB RO dapat ditunda sampai
trimester kedua bila kondisi pasien stabil (atau penyakit TB tidak
berat) untuk menghindari terjadinya efek teratogenik.
• Wanita hamil tidak bisa mendapatkan paduan pengobatan TB
RO jangka pendek.
• Obati dengan minimal empat (4) jenis OAT lini kedua oral yang
diperkirakan efektif.

4
Prinsip Pengobatan TB RO pada Ibu Hamil (2)
• Obat TB RO pilihan : Bdq / Dlm (kat. B), serta FQ, Cs dan PAS (kat. C).
• Hindari Eto atau Pto → meningkatkan mual-muntah pada kehamilan,
terdapat efek teratogenik pada percobaan hewan.
• Hindari obat injeksi aminoglikosida → bersifat ototoksik.
• Dianjurkan untuk dilakukan rawat bersama dengan SpOG.
• Bayi yang lahir dari ibu yang sedang menjalani pengobatan TB RO perlu
ditata laksana bersama dengan SpA.

5
Prinsip Pengobatan TB RO pada Ibu Hamil (3)

6
Pengobatan TB RO pada Ibu Menyusui

7
Pengobatan TB RO pada Ibu Menyusui
• Tidak dapat diobati dengan paduan pengobatan TB RO jangka pendek.
• Tidak dapat diberikan obat Bdq dan Cfz; OAT lini kedua lain dapat diberikan.
• Belum ada data tentang distribusi Bdq dalam ASI, efek Bdq pada bayi yang menyusui.
Keputusan untuk memberikan Bdq pada ibu menyusui harus mempertimbangkan:
• manfaat ASI bagi perkembangan dan kesehatan bayi,
• kebutuhan klinis ibu terhadap Bdq,
• kemungkinan kejadian yang tidak diinginkan (KTD) pada bayi karena Bdq
• Cfz diekskresikan dalam ASI dan dapat menyebabkan perubahan warna pada kulit
bayi → pasien disarankan untuk tidak menyusui selama pengobatan dengan Cfz.
• Untuk mencegah penularan penyakit dari ibu ke bayi, pasien TB RO yang sedang
menyusui wajib memakai masker bedah sampai mengalami konversi biakan.
• Diperlukan pemantauan KTD aktif pada bayi, di antaranya hepatotoksisitas
(pemeriksaan fungsi hati selama pengobatan).
8
Pengobatan TB RO pada Diabetes Melitus

9
TB RO dan Diabetes Melitus
• Diabetes melitus (DM) merupakan faktor risiko TB, penyulit terapi TB,
dan faktor prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien TB tanpa
DM.
• Prevalensi DM pada pasien TB: 12-44%
• Diabetes harus dikelola secara ketat selama pemberian OAT lini kedua.
Pemberian obat antidiabetik (OAD) oral bukan kontraindikasi selama
pasien mendapat OAT lini kedua, akan tetapi pasien DM lebih
disarankan menggunakan insulin.
• Pada pasien TB RO dengan DM, dianjurkan rawat bersama dengan
dokter spesialis penyakit dalam.
• Target pengendalian gula darah pada pasien TB RO DM: HbA1C (<7).

10
Interaksi OAT dan OAD
• Interaksi OAD dan OAT (Eto/Pto) akan menyebabkan kadar gula
darah sulit dikendalikan.
• BDQ mempunyai jalur metabolism yang sama di liver dengan bbrp
OAD, sedangkan DLM akan berikatan dgn protein pd bbrp OAD dan
insulin analog.
• Hati-hati penggunaan BDQ / DLM pada pasien > 65 tahun dengan
gangguan liver, renal dan gangguan elektrolit.
• Penggunaan bersamaan BDQ dan DLM dengan analog insulin
maupun OAD yang mempunyai efek memperpanjang interval QT
(misalnya sulfonylurea dan glinide) akan memperberat efek samping
ini.
• Efek samping ggn hepar lebih sering pada penggunaan BDQ, DLM
dengan tiazolinedione dan acarbose.

11
TB RO dan Diabetes Melitus
• DM mencetuskan efek samping OAT yang lebih
berat, terutama pasien DM dengan komplikasi
kronik: makro- atau mikroangiopati.
• Mikroangiopati terdiri dari retinopati, nefropati
dan neuropati.
• Pada setiap pasien TB RO dengan DM harus
dilakukan penilaian awal terhadap status
komplikasinya: apakah ada neuropati,
nefropati, retinopati DM → mempengaruhi
pemilihan obat dan pemantauan selama
pengobatan.

12
TB RO dengan Retinopati DM
• Hati-hati penggunaan etambutol pada pasien dengan retinopati DM
→ menyebabkan toksisitas pada mata
• Perlu pengawasan rutin untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
selama penggunaan obat serta edukasi pasien untuk mengenali:
• Penurunan visus,
• Penurunan lapangan pandang
• Buta warna sangat penting
• Pasien dapat dirujuk ke dokter spesialis mata bila ada keluhan.

13
TB RO dengan Nefropati DM
• Pemantauan kreatinin dan kalium darah harus dilakukan lebih sering:
setiap minggu dalam 1 bulan pertama dan setiap bulan berikutnya,
terutama bila dapat OAT injeksi gol. aminoglikosida.
• Dosis obat TB RO perlu disesuaikan pada pasien dengan nefropati.
Pasien TB RO dengan DM dapat mengalami efek samping gangguan
fungsi ginjal:
• Gangguan elektrolit (hipokalemia, hipomagnesemia)
• Nefrotoksisitas, yang berhubungan dengan OAT injeksi aminoglikosida.
Pemberian aminoglikosida dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal,
dengan rerata kenaikan kreatinin 0,39 mg/dl per bulan.

14
TB RO dengan Neuropati DM
• Gejala neuropati perifer yang sering terjadi: nyeri, rasa
terbakar di kaki, rasa tertusuk di telapak kaki, serta kebas
pada kaki.
• OAT penyebab: Cs, Lzd, INH (tersering); Eto, FQ, Bdq, DLM, Cfz
• Pemberian obat-obat tersebut pada pasien dengan neuropati
DM harus disertai dengan piridoksin (B6) 50 mg setiap Cs 250
mg
• Pasien TB RO dengan neuropati DM harus ditata laksana
bersama dengan dokter spesialis neurologi.

15
Pengobatan TB RO pada ODHA

16
TB RO pada ODHA

• Pasien dengan HIV merupakan kelompok paling rentan untuk


terinfeksi TB, dengan angka kematian yang tinggi
• Penemuan kasus perlu dilakukan sedini mungkin dan menginisasi
pengobatan TB RO secepatnya.
• Pasien TB RO-HIV dianjurkan ditata laksana bersama dengan dokter
spesialis penyakit dalam.
• Prinsip dan paduan pengobatan TB RO pada pasien dengan HIV sama
dengan pasien bukan HIV.

17
Inisiasi Pengobatan TB RO dan ARV
• Bila pasien on ARV: obat TB RO segera diberikan sesudah diagnosis
ditegakkan, ARV diteruskan.
• Bila belum memulai pengobatan ARV: mulai pengobatan TB RO,
pengobatan ARV dimulai dalam 8 minggu setelah pengobatan TB RO
dimulai dan bila toleransi pasien terhadap OAT baik.
• Perlu diperhatikan efek samping yang tumpang tindih akibat ARV dan
OAT lini kedua, serta jumlah pil yang diminum.
• Mempertimbangan risiko terjadinya immune reconstitution
inflamatory syndrome (IRIS)/ SPI (sindrom Pulih Imun}.

18
Pilihan regimen ARV lini pertama
• Prinsip pengobatan:
• 2 nukleosida reverse-transcriptase inhibitor (NRTI) + non-nukleosida reverse-
transcriptase inhibitor (NNRTI).
• Hindari potensi toksisitas dengan OAT lini kedua
• Regimen ARV yang paling umum digunakan untuk pasien TB RO-HIV:
AZT + 3TC + EFV.

19
Prinsip Pemilihan ARV
• Bdq dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 → kadar Bdq dan efek terapetiknya dapat menurun
dengan pemberian inducer CYP3A4.
• Pemberian Bdq dengan inhibitor CYP3A4 meningkatkan kadar Bdq → risiko efek samping obat >>
• Interaksi Bdq dan ARV: efavirenz (inducer) dan lopinavir/ritonavir (inhibitor).
• Tenofovir (TDF) umumnya dihindari karena efek potensiasi toksisitas ginjal dengan obat TB suntik
lini kedua. TDF diperuntukkan untuk kasus resistansi ARV atau jika NRTI lainnya tidak sesuai
karena efek samping berat, seperti anemia (AZT) dan neuropati perifer (d4T).
• Stavudine (d4T) tidak disarankan karena efek neuropati perifer
• Zidovudine (AZT) tidak boleh dimulai pada pasien dengan hemoglobin kurang dari 7 g/dL karena
AZT dapat menyebabkan gangguan hematologi, seperti anemia berat.
• Nevirapine (NVP dihindari karena risiko hepatotoksisitas bila digunakan bersamaan dengan PZA.
• Efavirens (EFV) adalah obat pilihan untuk pasien TB RO yang mendapatkan PZA.

20
Interaksi OAT lini kedua dan ARV
• Kuinolon dan didanosine (DDI)
• FQ jika diberikan bersamaan dengan DDI, maka absorbsi FQ akan menurun
• Sebaiknya DDI diberikan 6 jam sebelum atau 2 jam sesudah pemberian FQ
• Bedaquiline dan efavirens
• Efavirens akan menurunkan kadar Bedaquiline sebanyak 20-50%, sehingga
diperlukan dosis penyesuaian dengan monitoring kadar terapeutik.
• Delamanid dan efavirens
• Pemberian bersama delamanid dan EFV tidak berpengaruh signifikan pada
farmakokinetik kedua obat tersebut.
• Lopinavir (LPV) atau ritonavir (RTV) dapat meningkatkan kadar delamanid
sebanyak 20%, akan tetapi pemberian delamanid 100 mg dua kali sehari
tidak mempengaruhi konsentrasi LPV atau RTV.
21
Pengobatan TB RO pada Gagal Ginjal

22
Prinsip Pengobatan
• Pasien TB RO dengan gagal ginjal tidak bisa mendapatkan paduan
pengobatan jangka pendek.
• Untuk obat TB RO yang dibersihkan melalui ginjal, strategi umumnya
ialah memperpanjang interval pemberian obat dan / menurunkan
dosis sesuai fungsi ginjal.
• Pada kasus gagal ginjal akut, dipertimbangkan menghentikan
sementara pemberian OAT yang bersifat nefrotoksik.
• Pasien TB RO dengan gagal ginjal ditata laksana bersama dengan
dokter spesialis penyakit dalam.

23
Penyesuaian dosis
obat pada pasien TB
RO dengan insufisiensi
ginjal

24
Pengobatan TB RO pada Gangguan Liver

25
Prinsip Pengobatan
• OAT lini pertama hepatotoksik: R, H, Z (paling hepatotoksik). Pasien dengan
penyakit liver kronik tidak boleh mendapatkan pirazinamid.
• OAT lini kedua hepatotoksik: Eto, Pto, PAS. FQ jarang menyebabkan hepatitis.
• Pasien dengan riw. penyakit liver bisa mendapatkan OAT bila bukan merupakan
kasus penyakit liver kronik yang berat, tidak ada riwayat hepatitis akut (yang baru
terjadi), atau tidak mengkonsumsi alkohol secara berlebihan.
• Obat TB yang lain dapat diberikan dengan pemantauan fungsi hati yang ketat.
• Bila terjadi inflamasi liver akut berat, OAT diduga sbg penyebab harus dihentikan.
• Pada kasus dimana TB RO harus diobati meskipun terdapat hepatitis akut, pilih
kombinasi 4 OAT yang tidak bersifat hepatotoksik.
• Hepatitis virus harus diobati bila diindikasikan secara medis dan dapat diberikan
selama pengobatan TB RO.
26
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai