Anda di halaman 1dari 10

RSIA PKU TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS

MUHAMMADIYA
H CIPONDOH No.Dokumen : No. Revisi : Halaman :
124/SPO/RSIA- 01 1/7
PKUM/XI/2023

Tanggal Terbit Ditetapkan,


PANDUAN PRAKTIK 25/11/2023 Direktur
KLINIS

dr. Andi Rahmat Saleh, MM


Penyakit tuberculosis (Tb) adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Pengobatan Tb
pada kondisi khusus antara lain Tb milier, Tb pada pasien hamil
dan menyusui, Tb pada pasien pengguna kontrasepsi, Tb pada
pasien kelainan hati, Tb pada pasien gangguan fungsi ginjal, dan
Tb pada pasien diabetes mellitus. Pengobatan Tb pada kondisi
khusus tersebut memerlukan perhatian dan penanganan yang
sedikit berbeda dari tuberkulosis secara umum.
 Tuberkulosis milier
Tuberkulosis milier adalah kelainan patologis yang
menggambarkan granuloma berukuran sebesar benih millet (1-
2 mm), berwarna kekuningan, yang dapat ditemukan di
beberapa organ tubuh yang disebabkan penyebaran
Mycobacterium tuberculosis secara hematogen dan limfogen.
Tuberkulosis milier yang tidak diobati secara adekuat akan
berakibat fatal sehingga diagnosis dan pemberian obat
antituberkulosis segera dapat menyelamatkan nyawa.
 Tuberkulosis pada pasien hamil
RSIA PKU TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
MUHAMMADIYA
H CIPONDOH No.Dokumen : No. Revisi : Halaman :
124/SPO/RSIA- 01 2/7
PKUM/XI/2023

Pengobatan Tb pada pasien hamil dan menyusui secara prinsip


tidak berbeda dengan pengobatan Tb pada umumnya. Menurut
WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan kecuali
golongan aminoglikosida seperti streptomisin, kanamisin
karena dapat menimbulkan ototoksik permanen pada bayi dan
dapat menembus barrier plasenta. Semua OAT aman untuk ibu
menyusui sehingga seorang ibu menyusui harus mendapat
OAT secara adekuat sekaligus merupakan cara terbaik untuk
mencegah penularan kuman Tb pada bayi. Rifampisin
berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi sehingga penderita Tb
sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-hormonal.
kontrasepsi sehingga penderita Tb sebaiknya menggunakan
kontrasepsi non-hormonal.

● Tuberkulosis pada pasien dengan hepatitis akut

Pengobatan OAT pada pasien dengan hepatitis akut dan atau


klinis ikterik ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pasien dengan pembawa virus hepatitis, riwayat
hepatitis akut, dan saat ini sebagai pecandu alkohol dapat
diberikan pengobatan OAT yang biasa dengan pengawasan
karena risiko hepatotoksik OAT sering terjadi. Pemeriksaan
fungsi hati harus dilakukan pada pasien penyakit hati kronik
sebelum memulai pengobatan Tb. Prinsipnya semakin berat
penyakit hati yang diderita pasien Tb maka semakin sedikit
OAT hepatotoksik yang digunakan.

● Tuberkulosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal


RSIA PKU TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
MUHAMMADIYAH
CIPONDOH No.Dokumen : No. Revisi : Halaman :
124/SPO/RSIA- 01 3/7
PKUM/XI/2023

● Tuberkulosis pada pasien dengan DM

Pasien Tb-DM infeksinya lebih berat, muatan M.Tb lebih


banyak, tingkat kegagalan lebih tinggi dan waktu konversi
lebih lama. Penanganan Tb-DM difokuskan pada diagnosis
awal, pengendalian kadar gula darah dan monitoring ketat
klinis dan pengobatan. Paduan OAT pada prinsipnya sama
dengan Tb tanpa DM dengan syarat kadar gula darah
terkontrol tetapi jika kadar gula darah tidak terkontrol maka
lama pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan
Anamnesa 1. Gejala respiratorik:
a. Batuk berdahak 2 minggu.
b. Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk
darah.
c. Sesak napas
d. Nyeri dada atau pleuritic chest pain
2. Gejala sistemik:
a. Demam
b. Gejala sistemik lain adalah malaise, berkeringat malam,
nafsu
c. Makan menurun, berat badan menurun.

3. Gejala sakit berat Tb milier seperti demam tinggi, gejala


toksik, sesak napas, gejala meningitis. Riwayat kehamilan,
penyusui dan pemakaian kontrasepsi. Gejala dan tanda khusus
gangguan fungsi hati, ginjal, dan DM.
RSIA PKU TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
MUHAMMADIYA
H CIPONDOH No.Dokumen : No. Revisi : Halaman :
124/SPO/RSIA- 01 4/7
PKUM/XI/2023

Pemeriksaan 1. Laboratorium klinik:


Penunjang Darah rutin, differential counting, LED I, SGOT/SGPT,
bilirubin total/ direk/ indirek, albumin, HbsAg, APTT/ PPT/
INR, ureum/ kreatinin, GDS/ GDP/ 2JPP.
2. Pemeriksaan Bakteriologik:
Kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman
dari spesimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu (pada
awal sebelum terapi, setelah fase intensif, akhir pengobatan).
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala
IUATLD (rekomendasi WHO).
3. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain
atas indikasi : foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.

Kriteria Diagnosa Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang


Diagnosa Banding
● Pneumonia

● Bronkiektasis

● Bronkiolitis

● Tumor paru

Penyulit
Terapi Tujuan pengobatan
1. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan
2. produktifitas pasien.
3. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
4. Mencegah kekambuhan TB.
5. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
6. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.

RSIA PKU TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS


MUHAMMADIYAH
CIPONDOH
No.Dokumen : No. Revisi : Halaman :
124/SPO/RSIA- 01 5/7
PKUM/XI/2023

Terapi Prinsip-prinsip terapi Tb pada kelainan khusus


1. Pasien Tb milier : perawatan inap untuk perbaikan kondisi
umum dan penanganan kegawatvdaruratan, paduan obat
2RHZE/4RH, fase lanjut dapat diperpanjang pada pasien sakit
berat, dan kortikosteroid prednisone 30-60 mg sekali sehari
pada pagi hari. Kortikosteroid yang diberikan sampai atau
lebih dari 4 minggu maka dosis diturunkan bertahap.
2. Pasien Tb ibu hamil, menyusui dan kontrasepsi : paduan obat
2RHZE/4RH tanpa pemberian golongan aminoglikosida.
Pemberian piridoksin 50 mg/hari, vitamin K 10 mg/hari juga
dianjurkan apabila rifampisin digunakan pada trimester 3
kehamilan menjelang partus. Pengobatan pencegahan dengan
isoniazid diberikan pada bayi sesuai berat badan. Pasien
kontrasepsi sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-
hormonal.
3. Pasien Tb kelainan hati: pemberian OAT pada hepatitis akut
atau klinis ikterik ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Paduan OAT tetap diberikan pada pasien carier
virus hepatitis, riwayat hepatitis akut maupun saat terapi masih
sebagai pecandu alkohol.
4. Pasien Tb dengan penyakit hati kronik, pemeriksaan fungsi
hati > 3x nilai normal sebelum pengobatan maka digunakan
paduan OAT sebagai berikut:
a. Dua obat yang hepatotoksik : 2HRSE/6HR, 9HRE
b. Satu obat hepatotoksik : 2HES/10HE
RSIA PKU TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
MUHAMMADIYAH
CIPONDOH
No.Dokumen : No. Revisi : Halaman :
124/SPO/RSIA- 01 6/7
PKUM/XI/2023

Terapi 5. Pasien Tb gangguan fungsi ginjal : panduan OAT


2HRZE/4HR dengan mempertimbangkan bahwa H dan R
diekskresi melalui empedu sehingga tidak perlu perubahan
dosis sedangkan Z dan E harus disesuaikan karena diekskresi
melalui ginjal. Dosis yang dianjurkan pada pengobatan pasien
Tb dengan penyakit ginjal kronik sebagai berikut:
OAT Stadium 1-3 Stadium 4-5
Isoniazid 300 mg/hari 300 mg/setiap kali
pemberian,
diberikan
3x/minggu
Rifampisin <50 kg: 450 mg/hari <50 kg: 450
mg/hari
50 kg: 600 mg/hari
50 kg: 600 mg/hari

Pirazinamid <50 kg: 1,5 g/hari 25-30


50 kg: 2 g/hari mg/kgBB/hari,
diberikan
3x/minggu
Etambutol 15 mg/kgBB/hari 15-25
mg/kgBB/hari,
diberikan
3x/minggu
6. Pasien Tb-DM: panduan OAT sama dengan paduan OAT
bagi pasien TB tanpa DM dengan syarat kadar gula darah
RSIA PKU TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
MUHAMMADIYAH
CIPONDOH
No.Dokumen : No. Revisi : Halaman :
124/SPO/RSIA- 01 7/7
PKUM/XI/2023

terkontrol, jika kadar gula tidak terkontrol lama pengobatan


dilanjutkan sampai 9 bulan.
Edukasi
● Penjelasan tentang penyakit

● Cara minum OAT yang benar --> (single dose, multi drug,

long time)

● Prognosis penyakit

● Komplikasi penyakit

● Cara batuk yang benar

● Cara memakai masker

● Diet

● Ventilasi di rumah

Penyulit
Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Kepustakaan
● Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman

diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI;


2010.

● Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.


Jakarta: Dirjen P3L Kemenkes; 2014.

● Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International

Standards for TuberculosisCare (ISTC). 3rd Ed. Tuberculosis


Coalition for Technical Assistance. The Hague. 2014.

● Kementerian Kesehatan RI. Pedoman nasional pelayanan

kedokteran tata laksana tuberkulosis. 2013.

Anda mungkin juga menyukai