Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kesehatan Pharmasi (JKPharm) Vol.3 No.

1 Juni 2021

PERESEPAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA PASIEN RAWAT JALAN


DI PUSKESMAS SIMPANG PERIUK KOTA LUBUK LINGGAU

PRESCRIPTION OF CORTICOSTEROID DRUG IN OUTPATIENT


PATIENTS IN PUSKESMAS SIMPANG PERIUK LUBUK LINGGAU CITY

Zulia Lestari¹, Sarmalina Simamora²


¹ ² Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Palembang
*
Email : sarmalina@poltekkespalembang.ac.id

Diterima:10 April 2021 Direvisi: 05 Mei 2021 Disetujui: 15 Juni 2021

Abstrak
Latar Belakang : Obat kortikosteroid diresepkan sebagai antiinflamasi, antialergi, pengobatan artritis dan
asma. Obat kortikosteroid mempunyai banyak efek samping yang membahayakan apabila digunakan
dalam dosis tinggi dan jangka panjang, terutama pada anak-anak dan lansia, juga mempunyai potensi
interaksi dengan obat-obat lain.
Metode : Penelitian adalah penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriftif retrospektif,
dilakukan pada bulan Mei-Juni 2020 di Puskesmas Simpang Periuk Kota Lubuklinggau, dengan sampel
data sekunder yaitu lembar resep yang terdapat obat kortikosteroid. Jumlah sampel 162 lembar resep.
Hasil : Persentase peresepan obat kortikosteroid dalam periode Juli-Desember 2019 sebanyak 405 lembar
resep (27,80%). Obat kortikosteroid yang banyak diresepkan adalah metilprednisolon sebesar 33,73%
dengan jumlah item obat kortikosteroid 166 item (26,69%). Diagnosa terbanyak yaitu Faringitis Akut
23,45%. Pasien dengan jenis kelamin laki-laki 40,12% dan perempuan 59,88%. Kelompok usia yang
paling banyak mendapat peresepan obat kortikosteroid adalah kelompok umur dewasa (15-64 tahun)
berjumlah 124 orang (76,54%). Peresepan obat kortikosteroid yang berpotensi terjadinya interaksi obat
sebesar 25,9%.
Kesimpulan : Peresepan obat kortikosteroid di Puskesmas Simpang Periuk ditujukan pada pengobatan
inflamasi dan antialergi sesuai dengan indikasi dari sebagian besar obat kortikosteroid, akan tetapi dapat
pula terjadi potensi interaksi obat pada kombinasi obat kortikosteroid dengan jenis obat yang lain meliputi
interaksi farmakodinamik atau interaksi farmakokinetik.
Kata kunci : Kortikosteroid ; resep ; efek samping ; interaksi

Abstract
Background : Corticosteroid drugs are prescribed as anti-inflammatory, allergy, treatment of arthritis
and asthma. Corticosteroid drugs have many dangerous side effects when used in high doses and in the
long term, especially in children and the elderly, also have the potential for interactions with other drugs.
Methods : This research is a non-experimental study with a retrospective descriptive design, conducted
in May-June 2020 at Puskesmas Simpang Periuk, Lubuklinggau city, with a secondary data sample,
namely a prescription sheet containing corticosteroid drugs. A total of samples is 162 sheets of recipes.
Main result : The percentage of corticosteroid drug prescriptions in the July-December 2019 period was
405 prescriptions (27,80%). The most widely prescribed corticosteroid drug was methylprednisolone at
33.73% with the number of items of corticosteroid drugs 166 items (26,69%). Most diagnosis is Acute
Pharyngitis 23.45%. Patients with male gender 40.12% and 59.88% female. The age group that received
the most prescribed corticosteroid drugs was the adult age group (15-64 years) totaling 124 people
(76.54%). Prescribing corticosteroid drugs with the potential for drug interactions by 25.9%.
Conclusion : Prescription of corticosteroid drugs at Puskesmas Simpang Periuk aimed at treating
inflammation and allergy according to the indications of most corticosteroid drugs. However, there could
also be potential drug interactions in the combination of corticosteroid drugs with other types of drugs,
includes pharmacodynamic interactions or pharmacokinetic interaction.
Keywords: Corticosteroids; interactions:prescription ; side effects

17
1
Jurnal Kesehatan Pharmasi (JKPharm) Vol.3 No.1 Juni 2021

PENDAHULUAN

Kortikosteroid merupakan derivat hormon memiliki efek buruk : retardasi/keterlambatan


kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar pertumbuhan pada anak-anak, imunosupresi,
adrenal. Hormon ini memainkan peran hipertensi, hiperglikemi, penghambatan
penting termasuk mengontrol respons penyembuhan luka, osteoporosis, gangguan
inflamasi. Kortikosteroid hormonal dapat metabolisme, gloukoma dan katarak (Russo,
digolongkan menjadi glukokortikoid dan dkk, 2013). Dari efek samping ini juga
mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid muncul perasaan nyaman atau nafsu makan
adalah kortikosteroid yang efek utamanya meningkat sehingga pasien juga sering
terhadap penyimpanan glikogen hepar dan meminta untuk diresepkan oleh dokter atau
khasiat inflamasinya nyata. Golongan membeli sendiri di apotek.
mineralokotikoid adalah kortikosteroid yang Penggunaan kortikosteroid secara
mempunyai aktivitas utama menahan garam bersamaan dengan obat-obat lain juga dapat
dan terhadap keseimbangan air dan elektrolit. berpotensi terjadi interaksi obat, misalnya
Umumnya golongan ini tidak mempunyai penggunaan bersamaan dengan antasida,
efek inflamasi yang berarti, sehingga jarang deuretika penurun kalium, seperti thiazide dan
digunakan (Johan, 2015). furosemid,dan juga pencahar dapat
Kesetaraan dosis kortikosteroid sebagai menyebabkan tubuh terlalu banyak
antiinflamasi, yaitu : Prednisolon 5 mg, kehilangan kalium dan menahan terlalu
betametason 750 mcg, deksametason 750 mg, banyak natrium. Kombinasi kortikosteroid
hisrokortison 20 mg dan metilprednisolon 4 dengan aspirin dapat menyebabkan efek
mg. Dosis tidak memperhitungkan efek aspirin berkurang dan juga meningkatkan
mineralokortikoid dan juga tidak melihat lama resiko perdarahan lambung dan pembentukan
kerjanya (PIONAS BPOM, 2015). Pemberian tukak.
kortikosteroid dibedakan menjadi 4 spektrum Kortikosteroid dapat merubah respon
dosis yaitu rendah (kurang dari 10mg/hari), antikoagulan, menurunkan efek obat dari
intermediate (10-20mg/hari), tinggi (20- antidiabetes dan antihipertensi. Bersamaan
60mg/hari) dan sangat tinggi (100mg- dengan pemakaian barbiturat atau rifampisin
1000mg/hari). Pembagian dosis ini berguna dapat mengurangi efek kortikosteroid,
sebagai terapi serta untuk memperkirakan sebaliknya efek kortikosteroid dapat
efek samping yang terjadi. Pada pemakaian meningkat dengan kombinasi pil KB atau
dosis rendah, walaupun kadar ini sama estrogen (hormon kelamin wanita) (Harkness,
dengan kadar normal tubuh, akan didapatkan 1989). Tujuan penelitian ini adalah
efek samping obat jika digunakan jangka menghitung persentase lembar resep yang
lama (Mamfaluthi, 2018). terdapat obat kortikosteroid, merekapitulasi
Pemberian kortikosteroid menghasilkan jenis obat kortikosteroid yang paling banyak
kejadian yang tinggi tentang peningkatan diresepkan dan merekapitulasi jumlah obat
suasana hati, kepuasan dan optimisme. Lebih kortikosteroid pada tiap lembar resep,
jarang euforia, insomnia dan peningkatan mengidentifikasi jenis diagnosa, jenis kelamin
aktivitas motorik dapat terjadi. Penggunaan dan usia pasien yang mendapatkan obat
kortikosteroid sangat terkait dengan kortikosteroid, serta menganalisa peresepan
pengembangan efek samping obat kortikosteroid yang berpotensi terjadi
psikiatri/neurologis. Kortikosteroid juga interaksi obat.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian non retrospektif, dilaksakan di Puskesmas


eksperimental dengan rancangan deskriptif Simpang Periuk kota Lubuklinggau.

18
Jurnal Kesehatan Pharmasi (JKPharm) Vol.3 No.1 Juni 2021

Sampel berjumlah 162 lembar resep dari dalam penelitian ini adalah lembar resep, jenis
populasi yang berjumlah 405 lembar resep obat kortikosteroid, jumlah obat, diagnosa
rawat jalan yang memuat obat kortikosteroid dokter, dan potensi interaksi obat. Data diolah
yang di resepkan dokter dan dokter gigi di secara deskriptif, meliputi mean dan modus.
bulan Juli – Desember tahun 2019. Variabel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adalah perhitungan persentase lembar kortikosteroid pada apotek HS 23 sebanyak


resep yang terdapat obat kortikosteroid pada 53 orang dari 80 orang responden atau sebesar
pasien rawat jalan di Puskesmas Simpang 66,25%. Besarnya penggunaan obat
Periuk selama periode Juli sampai Desember kortikosteroid pada apotek HS 23 Prambanan
2019, dengan sampel resep pada hari senin dikarenakan pasien yang mengkonsumsi obat
dan selasa. Perhitungan dilakukan pada tersebut adalah pasien tetap di Apotek HS 23
jumlah lembar resep. Dari hasil penelitian dan mereka sering membeli obat dan
persentase peresepan obat kortikosteroid intensitas penggunaan yang sering. Pasien
terbanyak terjadi di bulan oktober dan dari mengonsumsi obat pertama kali dari dokter
total peresepan selama bulan Juli sampai dan mereka merasa cocok lalu membeli
dengan Desember 2019 persentase peresepan sendiri di Apotek serta rendahnya tingkat
obat kortikosteroid sebesar 27,80%. pengetahuan pasien tentang informasi dan
Hal ini jauh lebih sedikit dibandingkan efek samping obat kortikosteroid karena
dengan penelitian dari Kumala dan pengetahuan tentang obat kortikosteroid
Widianingtyas tahun 2018 yang berjudul bukan pengetahuan sosial yang semua pasien
evaluasi penggunaan obat kortikosteroid di mengetahui, tetapi harus dengan informasi
apotek HS 23 Prambanan periode Februari- dan konseling dari sumber yang kompeten
April 2018, dimana penggunaan obat dibidangnya.

300
250
200
150
100
50
0
Juli 28,35 % Agustus September Oktober 25 November Desember
34,68 % 25,42 % % 25,56 % 27,8 %
resep kortikosteoird resep seluruh
Gambar 1. Persentase Lembar Resep Obat Kortikosteroid

Distribusi jenis obat kortikosteroid Pada penelitian ini identifikasi jenis


adalah rekapitulasi tentang jenis/nama obat obat kortikosteroid berdasarkan nama obat
kortikosteroid yang paling banyak diresepkan yang diberikan dan dihitung berdasarkan
dihitung berdasarkan jumlah R/ obat jumlah R/ dalam tiap lembar resep, diperoleh
kortikoteroid di dalam lembar resep. Obat 166 R/ obat kortikosteroid. Obat
kortikosteroid yang tersedia di Puskesmas kortikosteroid yang paling banyak diresepkan
Simpang Periuk terdapat lima macam item adalah metilprednisolon 4mg. Adapun alasan
obat yaitu Metilprednisolon 4mg, Prednison pemakaian metilprednisolon adalah karena
5mg, Deksamethasone 0,5 mg, Betametason obat tersebut memiliki banyak kegunaan
krim dan Hidrokortison krim. dalam terapi berbagai jenis penyakit.

19
Jurnal Kesehatan Pharmasi (JKPharm) Vol.3 No.1 Juni 2021

Menurut Drug.Com menjelaskan bahwa glukokortikoid/antiinflamasi dengan kerja


metilprednisolon adalah obat kortikosteroid pendek dan efek mineralokortikoid ringan.
yangdigunakan untuk mengobati berbagai Sehingga metilprednisolon menjadi pilihan
kondisi peradangan seperti radang sendi, pertama dari beberapa jenis obat
lupus, psoriasis, kolitis ulserativa, gangguan kortikosteroid lainnya. Dosis umum untuk
alergi, gangguan kelenjar (endokrin), dan pemakaian oral adalah 2-40 mg/hari, melalui
kondisi yang mempengaruhi kulit, mata, paru- intramuskular atau intravena lambat atau infus
paru, perut, sistem saraf, atau sel darah. Serta dosis awal 10-500mg/hari.
memiliki aktivitas utama
Jenis Obat Kortikosteroid
40
30
20
10
0
Metilprednisolon Deksamethason Betamethason Prednisone tab Hidrokortison
tab 56 (33,73%) tab 53 (31,93%) krim 38 (22,9%) 18 (10,84%) krim 1 (0,6 %)
Gambar 2. Jenis Obat Kortikosteroid Yang Diresepkan

Distribusi jumlah obat kortikosteroid dibandingkan dengan jenis obat lain. Obat
adalah persentase jumlah obat kortikosteroid kortikosteroid diberikan sebagai antiinflamasi
yang diresepkan bersama dengan obat lain dan antialergi. Kortikosteroid secara
pada lembar resep periode Juli sampai signifikan mengurangi manifestasi
desember 2019. peradangan yang terkait dengan kondisi
Dari hasil penelitian didapatkan jumlah obat inflamasi seperti kulit kemerahan,
kortikosteroid yang diresepkan pada resep pembengkakan dan nyeri pada tempat
rawat jalan periode Juli sampai dengan peradangan.
Desember 2019 adalah sebesar 26,69%

Jumlah Obat Kortikosteroid

Obat
Kortikosteroid 166
(26,69%)
Obat Lain 456
(73,31%)

Gambar 3. Jumlah Obat Kortikosteroid


Distribusi diagnosa pasien adalah terapi pengobatan reaksi alergi, asma,
rekapitulasi diagnosa pasien yang mendapat rheumatoid arthritis, gangguan inflamasi dan
resep obat kortikosteroid yang ditulis penulis pada beberapa jenis kanker seperti leukemia.
resep di lembar resep. Peradangan yang dimaksud selain yang terkait
Obat kortikosteroid merupakan obat yang dengan rhumatoid arthritis juga pada
mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang peradangan atau inflamasi kulit seperti
sangat luas dan sering juga disebut life saving dermatitis, psoriasis, sclerosis, keloid,
drug. Obat kortikosteroid digunakan dalam lyhphome dan vitiligo.

20
Jurnal Kesehatan Pharmasi (JKPharm) Vol.3 No.1 Juni 2021

Obat kortikosteroid juga dipakai pada diagnosa dan pengertian dijelaskan dalam
penyakit auto imun seperti lupus.Perlu lampiran.
pengawasan terus menerus pada penggunaan Terdapat satu diagnosa yaitu tinea, dimana
obat kortikosteroid untuk pasiendengan obat kortikosteroid betamethason krim di
sejarah tuberkulosis, hipertensi, infark kombinasikan dengan ketokonazole krim.
miokard, diabetes melitus, osteoporosis, Menurut artikel yang ditulis oleh Johan
glaukoma dan tukak lambung. Obat R tahun 2015 yang berjudul “Penggunaan
kortikosteroid tidak boleh digunakan pada kortikosteroid topikal yang tepat”, kombinasi
infeksi jamur sistemik. kortikosteroid dengan antimikroba atau
Terdapat 46 jenis diagnosa pada penelitian antijamur dibolehkan dengan alasan tertentu
ini. Sebanyak 64,8% adalah diagnosa dengan dan hanya digunakan dalam waktu singkat
peradangan, mulai dari faringitis akut, yaitu 1-2 minggu. Efek yang diinginkan
dermatitis, otitis media, bronchitis, adalah mengatasi inflamasi terlebih dahulu,
konjungtivitis,ptiregium, skleritis, kemudian dihentikan dan dilanjutkan dengan
limfadenitis dan myositis, obat kortikosteroid obat antijamur. Akan tetapi terdapat anggapan
dalam hal ini dipakai sesuai dengan indikasi bahwa pemberian preparat kombinasi
obat kortikosteroid yaitu sebagai antiinflamasi kortikosteroid dengan antimikroba atau
atau meredakan peradangan. antijamur berdampak menyuburkan
Obat kortikosteroid juga dipakai tumbuhnya mikroba dan jamur. Bila tidak ada
sebagai anti alergi pada diagnosa rhinitis indikasi harus dihindari menggunakan
alergi , urtikaria,comond cold dan asma preparat kombinasi obat kortikosteroid
bronkial. Sehingga dalam penelitian ini dengan antimikroba dan antijamur, juga
sebagian besar pemakaian obat kortikosteroid hindari untuk ruam yang tidak terdiagnosis
tepat sesuai peruntukkannya dengan diagnosa karena akan mengaburkan diagnosis.
yang ditulis oleh dokter penulis resep. Jenis

Diagnosa
40

35

30

25

20

15

10

21
Jurnal Kesehatan Pharmasi (JKPharm) Vol.3 No.1 Juni 2021

Gambar 4. Jenis Diagnosa Pasien

Dari hasil penelitian didapatkan jenis mendapatkan pengobatan dengan obat


kelamin yang lebih banyak mendapatkan kortikosteroid adalah pada pasien usia dewasa
pengobatan dengan obat kortikosteroid adalah atau produktif.
jenis kelamin perempuan. Untuk Sedikitnya penggunaan pada balita dan anak-
pengelompokan usia dalam penelitian ini anak karena obat kortikosteorid pada
dikelompokkan berdasarkan Profil Kesehatan pemakaian dosis tinggi dan jangka panjang
Indonesia Tahun 2018 (Kemenkes RI, 2019). dapat menghambat pertumbuhan dan dapat
Pengelompokan usia dibagi dalam lima mempengaruhi perkembangan pubertas.
kelompok yaitu balita (0-4 tahun), anak-anak Begitu juga pada usia lanjut dapat
(5-12 tahun), usia muda (13-14 tahun), usia mengakibatkan osteoporosis yang berbahaya,
dewasa/produktif (15-64 tahun) dan usia non seperti dapat terjadi fraktur osteoporotik pada
produktif (≥65 tahun). Hasil dari penelitian ini tulang panggul dan tulang belakang.
kelompok usia yang paling banyak

Jenis Kelamin Kelompok Usia (Tahun)


0 - 4 = 7 (4,32%)
Laki-laki 65 5 - 12 = 15 (9,26%)
orang (40,12%)
13 - 14 = 6 (3,7%)

Perempuan 97 15 - 64 = 124
orang (59,88%) (76,54%)

Gambar 5. Sebaran Jenis Kelamin dan kelompok Usia

Distribusi potensi interaksi obat adalah yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat
persentase resep yang berpotensi dapat terjadi mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme,
interaksi obat antara obat kortikosteroid atau ekskresi obat lain. Dengan demikian
dengan obat lain yang terdapat di lembar interaksi ini meningkatkan atau mengurangi
resep. jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh)
Dua atau lebih obat yang diberikan pada untuk dapat menimbulkan efek
waktu bersamaan dapat memberikan efek farmakologinya.
masing-masing atau saling berinteraksi. Berdasarkan klasifikasinya atau
Interaksi tersebut dapat bersifat potensiasi tingkat keparahannya interaksi obat dapat
atau antagonis satu obat oleh obat lainnya, diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu
atau kadang dapat memberikan efek yang mayor, moderat dan minor (Drug.com).
lain. Interaksi obat dapat bersifat interaksi Tingkat mayor memiliki risiko interaksi lebih
farmakodinamik atau interaksi farmakokinetik besar daripada manfaatnya, sehingga dapat
(PIONAS, 2015). membahayakan pasien, hindari kombinasi
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi obat. Tingkat moderat biasanya menghindari
yang menimbulkan efek-efek obat seperti kombinasi, digunakan hanya dalam keadaan
adiktif, sinergis, potensiasi atau antagonis. khusus. Tingkat minor memiliki resiko yang
Interaksi ini dapat disebabkan karena ringan dan dampak klinis kurang signifikan.
kompetisi pada reseptor yang sama, atau Dalam penelitian ini penulis menggunakan
terjadi antara obat-obat yang bekerja pada Drug Interation Chekeer dari Medscape dan
sistem fisiologik yang sama.Sedangkan Drug Interaction Report dari Drug.com untuk
interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang mengetahui apakah obat kortikosteroid
dapat terjadi pada fase-fase farmakokinetik,

22
Jurnal Kesehatan Pharmasi (JKPharm) Vol.3 No.1 Juni 2021

berinteraksi dengan obat lain yang terdapat NSAIDs (asam mefenamat /ibuprofen /Na.
didalam resep. Diklofenac) dapat meningkatkan toksisitas
Dari hasil penelitian didapatkan yang lain dengan sinergisme farmakodinamik.
sejumlah resep yang memiliki potensi Gabungan obat kortikosteroid dengan
interaksi obat yaitu sebesar 25,9%. Interaksi erytromisin stearat terjadi interaksi tingkat
obat seperti pada peresepan ciprofloksasin mayor, dapat mengurangi tingkat atau efek
dengan metilprednisolon atau pemberian dari erytromisin stearate dengan
antibiotik kuinolon dan kortikosteroid secara mempengaruhi enzim hati / usus dan akan
bersamaan terjadi interaksi tingkat mayor meningkatkan level atau efek dari
yang dapat meningkatkan resiko ruptur kortikosteroid sehingga perlu dihindari atau
tendon. Pemberian obat kortikosteroid dengan gunakan obat alternative lain.
alternatif lain.
Potensi Interaksi Obat

Ada Potensi
Interaksi
42(25,9%)

Tidak ada
potensi interaksi
120 (74,1%)

Gambar 6. Potensi Interaksi Obat

KESIMPULAN dapat meningkatkan atau bahkan mengurangi


efek dari obat utama ataupun sebaliknya pada
Kortikosteroid umumnya diberikan obat kortikosteroid itu sendiri, dengan
untuk hampir semua jenis peradangan, baik tingkatan interaksi mayor, moderat dan minor.
yang terjadi di saluran pencernaan, saluran
pernafasan, saluran kemih , mata, kulit, sendi SARAN
dan telinga, terbanyak digunakan untuk Hasil dari penelitian ini dapat
radang tenggorokan dan dermatitis, dijadikan sebagai bahan informasi bagi
peresepannya mencapai 27,80% dalam Puskesmas Simpang Periuk Kota
setahun. Perempuan dewasa adalah kelompok Lubuklinggau tentang apa saja obat
yang paling banyak menerima peresepan obat kortikosteroid yang diresepkan dan dapat
kortikoteroid. Terdapat sebesar 25,9% resep menjadi masukkan bagi dokter penulis resep
yang berpotensi terjadi interaksi obat. dalam menentukan kebijakan peresepan obat
Interaksi obat terjadi antara obat kortikosteroid yang tepat dan rasional dengan
kortikosteroid dengan jenis obat lain yang mempertimbangkan tingkat keamanan dan
digunakan secara bersamaan dalam lembar indikasi maupun kontra indikasi serta efek
resep. Potensi interaksi yang mungkin terjadi samping dan potensi interaksi obat yang
adalah interaksi farmakodinamik atau terjadi dan bagi pengelolah obat Puskesmas
interaksi farmakokinetik, diantaranya terjadi Simpang Periuk dapat menjadi rujukan dalam
sinergis, potensiasi atau antagonis dan juga pengadaan obat kortikosteroid.

23
Jurnal Kesehatan Pharmasi (JKPharm) Vol.3 No.1 Juni 2021

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, M., 2016. Review Kortikosteroid Standar Pelayanan Kefarmasian Di


Induksi Sindrom Psikotik. Jurnal wiyata, Rumah Sakit. Kemenkes Republik
Vol. 3 No. 1. Hal 31-37. Indonesia. Indonesia.
Badan POM RI, 2015. Pusat Informasi Obat Menteri Kesehatan RI, 2019. Peraturan
Nasional. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-6- Nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat
sistem-endokrin/63-kortikosteroid, Kesehatan Masyarakat. Kemenkes
Diakses 24 April 2020). Republik Indonesia.
Drug.Com, 2020.A-Z Drug Index Notoatmodjo,S., 2012. Metodologi Penelitian
(https://www.drugs.com/methylpredn Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
isolone.html Diakses18 Juli Indonesia
2020). Kemenkes RI, 2019. Profil Kesehatan
Harkness, R., 1989. Drug interactions Indonesia Tahun 2018. Kementerian
handbook. Terjemahan Oleh : Agoes, Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
G., dan Widianto, M. Penerbit ITB Indonesia.
Bandung, Indonesia, hal. 17 – 23. Russo,E., Ciriaco,M., Ventrice, P., Russo, G.,
Farikhah, H, N., 2018. Evaluasi Interaksi Scicchitano, M., Mazzitello, G., &
Obat Potensial pada pasien Gastritis Scicchitano, F., 2013. Corticosteroid-
dan Dispepsia di Rawat Inap RSUD Related Central Nervous System Side
dr.Moewardi tahun 2016. Effects. Journal of Pharmacology and
Eprints.UMS.ac.id. 2018. Pharmacotherapeutics, Vol 4. Hal. 94-
Johan,R., 2015. Penggunaan Kortikosteroid 98. Italy.
Topikal yang Tepat. Continuing Sani,F,K., 2016. Metodologi Penelitian
Professional Development Education, Farmasi Komunitas dan Eksperimental.
CDK-227/ Vol. 42 N0.4, Hal 308-312. Deepublish.
Indonesia. Suzannawati., 2018. Peresepan Obat
Kumala,A,P., dan Widianingtyas., 2018. Kortikosteroid Oral di Puskesmas
Evaluasi Penggunaan Obat Payaraman Ogan Ilir Semester II (Dua)
Kortikosteroid di Apotek HS 23 Periode tahun 2017. Karya Tulis Ilmiah, Prodi
Februari-April 2018. Karya Tulis DIII Farmasi STIFAR Riau, Pekanbaru
Ilmiah, Prodi DIII Akademi Farmasi (tidak dipublikasikan), hal 53.
Indonesia Yogyakarta. AKFARINDO Syamsuni., 2006. Ilmu Resep. Penerbit EGC.
Vol.3 No.2. Indonesia. Jakarta. Indonesia.
Mamfaluthi, T., 2018. Penggunaan Wilson, L, M., dan Price, S, A., 2006.
Kortikosteroid dalam Praktek Klinik. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, Proses Penyakit Vol. 1 & 2. Edisi 6.
Vol 1. No. 1, hal 70-74. Indonesia. TerjemahanOleh : Pendit,B,U dan
Menteri Kesehatan RI, 2017.Peraturan Hartanto, H.Penerbit Buku Kedokteran
Menteri Kesehatan Republik Indonesia EGC.
Nomor 72 Tahun 2016 Tentang

24

Anda mungkin juga menyukai