9-16 9
Pemantauan Kadar Fenitoin Melalui Estimasi Kadar Obat Dalam Darah Pada
Pasien Rawat Jalan di RSUD Sekayu Periode Januari-Desember 2022
ABSTRAK
Pemantauan kadar obat dalam darah dapat dilakuakan secara matematika denganpendekatan
farmakokinetika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi kadar obat indeks terapi
sempit di dalam darah sesuai dosis yang diberikan pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Umum Daerah Sekayu. Pemantauan kadar obat dalam darah perlu dilakukan untuk menjamin
tercapainya kadar obat yang cukup ditempat reseptor melalui dosis yang diberikan, sehingga
dapatmencegah terjadinya efek toksik dan mencapai clinical outcome pasien. Subjek penelitian
adalah pasien rawat jalan yang mendapat terapi fenitoin per oral (po) poli saraf RSUD Sekayu
periode Januari-Desember 2021. Penelitian ini menggunakan metode rancangan deskriptik
analitik. Data diperoleh dari rekam medis pasien, kemudian dilakukan perhitungan estimasi
kadar tunak dalam darah (Css) dengan pendekatan secara farmakokinetik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada estimasi kadar fenitoin di dalam darah, sebanyak 40 pasien (81,66%)
berada di bawah rentangterapi (<10 mg/L) dan 20 pasien (18,34%) berada di dalam rentang
terapi (10-20 mg/L) sesuai dosis yang diberikan pada pasien. Kadar obat diluar rentang terapi
dikhawatirkan dapat menimbulkan kejadian toksiksitas pada pasien.
Amelia, dkk
10 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16
adalah obat dengan indeks terapi sempit diterima secara umumuntuk konsenterasi
(Kemenkes, 2019). Indeks terapi sempit fenitoin total dan tidak terikat adalah 10-
adalah jarak antara dosis terapi dengan 20 g/mL dan 1-2 g/mL, masing-masing
dosis toksik pada rentang yeng sempit. untuk pengobatan kejang. Konsentrasi
Penggunaan obat indeks terapi sempit tidak terikat mewakili bagian fenitoin
harus dilakukan pemantauan kadar obat yang ada di keseimbangan dengan sistem
karena dapat berpengaruh terhadapproses saraf pusat dan harus paling akurat
absorpsi, distribusi, eliminasi (ekskresi mencerminkan konsentrasi obat di
dan metabolisme) obat di dalam tubuh, tempat kerja (Bauer, 2008).
sehingga akan meningkatkan risiko efek Pada penelitian Suryoputri et al.,
toksik yang dapat membahayakan (2020)jumlah pasien yang estimasi kadar
keamanan pasien. Contoh obat indeks obat di dalam darah berada di dalam
terapi sempit seperti teofilin, digoksin, rentang terapi adalah 25 pasien (28,7%)
aminoglikosida dan fenitoin (Shargel L, dan jumlah pasien memiliki estimasi
Yu ABC. 2016). kadar obat didalam darah berada diluar
Fenitoin adalah senyawa hydantoin rentang terapi adalah 62 pasien (71,3%)
yang terikat dengan barbiturat yang sesuai dosis yang diberikan kepada
digunakan untuk pengobatan kejang, pasien. Khususnya estimasi kadar obat
golongan antikonvulsan yang efektif fenitoin di dalam darah, sebanyak 8
untuk pengobatan kronis tonik-klonik pasien (28,1%) berada di dalam rentang
(grand mal) atau kejang parsial dan terapi (10-20 mg/L) dan 24 pasien
peengobatan akut status epilepticus (71,9%) berada diluar rentang terapi.
umum (Bauer, 2008). Menurutpenelitian Kadar obat diluar rentang terapi
Tedyanto et al., (2020) padapenggunaan dikhawatirkan dapat menimbulkan
obat fenitoin pada penyakit epilepsi kejadian toksisitas dan kemungkinan
sebesar 31,1% dari 60 sampel. tidak dapat menghasilkan clinical
Penelitian yang dilakukan oleh outcome yang di inginkan. hal ini
Sharma et al., (2015) menyatakan bahwa disebabkan oleh adanya perbedaan
dari pemberian rata-rata dosis fenitoin frekuensi pemberian fenitoin yang dapat
227 mg/hari pada anak-anak, orang berpengaruh pada maintenance dose.
dewasa, dan lansia didapatkan hasil Kadar obat di dalam darah dapat
konsentrasi pada kadar subterapi yakni ditafsirkan dengan melalui pendekatan
sebesar 37,2%, dalam rentang terapi farmakokinetika klinis agar dapat
sebesar 41,3%, supraterapi 18,0%, dan dilakukan perkiraan secara kuantitatif
dalam rentang toksik sebesar 2%. antara dosis dan efek. Perhitungan kadar
Berdasarkan hasil penelitian (Rahmatulla obat dalam darah dapat mengasumsikan
WS et al, 2013) perkiraan kadar fenitoin hubungan yang dapat ditentukan antara
dalam darah rata-rata adalah 5,30 mg/L. dosis dan konsentrasi obat dalam darah
hasilyang didapat pada kelompok pasien pada fase farmakokinetika dan clinical
yang mendapat monoterapi sebesar outcome fase farmakodinamik
71,83% memberikan hasil terapi yang (Setiabudy, 2011). Penentuan kadar obat
baik, dan 28,17% memberikan hasil didalam darah melalui estimasi kadar
terapi tidak baik. Retang terapi yang obat dapat menggunaka
Amelia, dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16 11
Amelia, dkk
12 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16
Tabel 1. Data Karakteristik Pasien jumlah pasien laki-laki lebih banyak yaitu 17
Karakteristik Demografi Jumlah Persentase pasien (54,8%), dibandingkan dengan pasien
(=60) (%) perempuan 14 pasien (45,2%), hal ini
dikarenakan adanya perbedaan morfologi
Usia 20-35 16 26,66
Tahun otak, hubungan struktual dan fungsional
36-45 7 11,67 sehingga membuat laki-laki dan perempuan
Tahun
memiliki risiko yang berbeda terhadap
46-55 24 40
Tahun epileptogenic pada pemeriksaan EEG. Laki-
56-65 13 21,67 laki lebih berisiko terkena kejang epilepsi
Tahun
dikarenakan maturasi serebral pada wanita
Jenis kelamin Laki-laki 37 61,66
lebih cepat dari pada laki-laki.
Perempuan 23 38,34
Karakteristik berdasarkan diagnosa
didapatkan bahwa pasien dengan diagnosa
pembayaran BPJS 56 93,3 epilepsi paling banyak yaitu 60 pasien sebesar
(100%). Epilepsi adalah suatu sindrom
Umum 4 6,66 gangguan susunan saraf pusat yang timbul
spontan dan berulang dengan episode singkat
Lama penggunaan ≥ 1 Tahun 9 15
obat (disebut bangkitan berulang atau recurrent
6 Bulan - 51 85 seizure), dimana bangkitan epilepsi
1 Tahun
merupakan fenomena klinis yang berkaitan
Berdasarkan hasil penelitian ini dengan letupan listrik atau depolarisasi
karakteristik pasien yang mendapatkan terapi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu fokus
fenitoin dengan jumlah terbanyak yang berada dalam otak yang menyebabkan bangkitan
pada rentang usia 46-55 tahun sejumlah 24 paroksismal. Fokus ini disebut neuron
pasien sebesar (40%). Hasil penelitian ini epileptic, dan merupakan neuron-neuron yang
sesuai dengan penelitian Pannem dan Chintia sensitive terhadap rangsangan. Neuron inilah
(2019) bahwa insindensi kejang tertinggi yang menjadi sumber (Setiabudy,2016).
terjadi pada pasien berusia 31-55 tahun
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu
sejumlah 130 pasien (54,62%). Etiologi
merupakan salah satu Rumah Sakit dikota
kejang pada pasien berusia ≥40 tahun
Sekayu, dan tercatat ke dalam RS Tipe B. Di
disebabkan kejang simtomatik akut. Penyakit
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu melayani
serebrovaskular, cedera otak, tumor,
sejumlah status pembiayaan antaralain; BPJS,
neoplasma, dan infeksi sistem saraf pusat
UMUM, Asuransi, Perusahaan. Pada
merupakan penyebab utama terjadinyakejang
penelitian ini berdasarkan karakteristik status
simtomatik akut dan memiliki risiko
pembiayaan pasien didapatkan bahwa pasien
meningkatkan epilepsi (Liu S et al., 2016).
dengan status pembiayaan BPJS paling
Karakteristik berdasarkan jenis kelamin banyak yaitu 56 pasien sebesar (93,34%).
didapatkan bahwa pasien dengan jenis Artinya program pemerintah dalam
kelamin laki-laki paling banyak yaitu 37 meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
pasien sebesar (61,66%), sedangkan pada BPJS terlaksana dengan baik dapat dilihat dari
pasien perempuan 23 pasien sebesar jumlah peserta yang berobat menggunakan
(38,34%). Data yang diperoleh sesuai dengan BPJS memperoleh manfaat pemeliharaan
penelitian Putri Ds et al (2020) menyatakan kesehatan dan sebagai pelindung dalam
Amelia, dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16 13
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu melayani
sebagai pelindung dalammemenuhi kebutuhan sejumlah status pembiayaan antaralain; BPJS,
dasar kesehatan (Heryenzus dan suli.,2018) UMUM, Asuransi, Perusahaan. Pada
singkat (disebut bangkitan berulang atau penelitian ini berdasarkan karakteristik status
recurrent seizure), dimana bangkitan epilepsi pembiayaan pasien didapatkan bahwa pasien
merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan status pembiayaan BPJS paling
dengan letupan listrik atau depolarisasi banyak yaitu 56 pasien sebesar (93,34%).
abnormal yang eksesif, terjadi di suatu fokus Artinya program pemerintah dalam
dalam otak yang menyebabkan bangkitan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
paroksismal. Fokus ini disebut neuron BPJS terlaksana dengan baik dapat dilihat dari
epileptic, dan merupakan neuron-neuron yang jumlah peserta yang berobat menggunakan
sensitive terhadap rangsangan. Neuron inilah BPJS memperoleh manfaat pemeliharaan
yang menjadi sumber (Setiabudy,2016). kesehatan dan sebagai pelindung dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu memenuhi kebutuhan dasar kesehatan dan
merupakan salah satu Rumah Sakit dikota sebagai pelindung dalammemenuhi kebutuhan
Sekayu, dan tercatat ke dalam RS Tipe B. Di dasar kesehatan (Heryenzus dan suli.,2018)
Tabel 2. Data Evaluasi Penggunaan Obat Pada pasien Epilepsi Di RSUD Sekayu
Amelia, dkk
14 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16
hexymer
Amelia, dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16 15
Pada penelitian ini, estimasi kadar meningkat secara tidak proporsional setelah
fenitoin dalam darah terbanyak berada di peningkatan dosis. Implikasi klinis dari
bawah kisaran rentang terapi (<10 mg/L) farmakokinetik Michaelis-Menten adalah
yaitu sebanyak 40 pasien (81,66%) dan 20 pembersihan fenitoin tidak konstan seperti
pasien (18,34%) yang berada di dalam pada farmakokinetik linier, tetapi bergantung
kisaran rentang terapi (10-20 mg/L). Karena pada konsentrasi dan dosis. Pada fenitoin,
adanya perbedaan frekuensi pemberian proses metabolisme obat dalam tubuh
fenitoin yang dapat berpengaruh pada mengalami saturasi enzimaik disebabkan
maintenance dose. Maintenance dose sebagian besar fenitoin (95%) dimetabolisme
penggunaan fenitoin per hari didapatkan dihati, terutama melalui sistem enzim
yaitu dengan cara mengalihkan frekuensi sitokrom P450 yaitu CYP2C9 dan CYP2C19
pemberian obat dengan dosis sekali pakai yang jumlahnya dapat bervariasi pada tiap
yang dapat bereda tiap individu. Perbedaan individu (Bauer.,2008).
kadar obat dalam darah dapat memberikan
respon klinis yang berbeda antarindividu. SIMPULAN
Respon klinis bersifat individual, dan 1. Berdasarkan penelitian bahwa
referensi kisaran rentang terapi fenitoin penggunaan obat fenitoin pada pasien
mungkin tidak berlaku untuk semua pasien epilepsi sebanyak 100%, dan dosis yang
yang perbedaannya dapat di sebabkan tipe digunakan 100 mg sebanyak 20 pasien
kejang, keparahan gangguan yang (33,34%) sedangkan untuk dosis 200 mg
sebanyak 40 pasien (66,66%).
mendasarinya atau kelainan genetik (Putri
2. Berdasarkan rancangan aturan dosis yang
DS et al.,2020). Wu dan Lim (2013) diberikan kepada pasien rawat jalan Poli
menyatakan bahwa estimasi kadar obat di Saraf RSUD Sekayu, diperoleh bahwa
bawah rentang terapi tidak dapat memberikan jumlah pasien dengan estimasi kadar obat
hasil terapi yang baik terhadap di dalam darah berada di dalam rentang
penghambatan kejang. terapi sebanyak 20 pasien (18,34%) dan
jumlah pasien yang memiliki estimasi
Fenitoin mengikuti Michaelis-Menten kadar obat di dalam darah berada di luar
atau farmakokinetik jenuh ini adalah jenis rentang terapi sebanyak 40 pasien
farmakokinetik nonlinier yang terjadi ketika (81,66%).
jumlah molekul obat melebihi batas atau
menjenuhkan kemampuan enzim untuk
memetabolisme obat. Ketika ini terjadi,
konsentrasi serum obat kondisi mapan
Amelia, dkk
16 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16
Amelia, dkk