Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal.

9-16 9

Pemantauan Kadar Fenitoin Melalui Estimasi Kadar Obat Dalam Darah Pada
Pasien Rawat Jalan di RSUD Sekayu Periode Januari-Desember 2022

Kiki Amelia1*, Doddy Rusli2, Ayu Wandira3


1
Prodi Sarjana Farmasi STIFI Bhakti Pertiwi, email: ameliakiki64@gmail.com
2
Prodi Sarjana Farmasi STIFI Bhakti Pertiwi, email: doddyrusli24@gmail.com
3
Prodi Sarjana Farmasi STIFI Bhakti Pertiwi, email: awandira186@gmail.com
*Corresponding author email: ameliakiki64@gmail.com

ABSTRAK

Pemantauan kadar obat dalam darah dapat dilakuakan secara matematika denganpendekatan
farmakokinetika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi kadar obat indeks terapi
sempit di dalam darah sesuai dosis yang diberikan pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Umum Daerah Sekayu. Pemantauan kadar obat dalam darah perlu dilakukan untuk menjamin
tercapainya kadar obat yang cukup ditempat reseptor melalui dosis yang diberikan, sehingga
dapatmencegah terjadinya efek toksik dan mencapai clinical outcome pasien. Subjek penelitian
adalah pasien rawat jalan yang mendapat terapi fenitoin per oral (po) poli saraf RSUD Sekayu
periode Januari-Desember 2021. Penelitian ini menggunakan metode rancangan deskriptik
analitik. Data diperoleh dari rekam medis pasien, kemudian dilakukan perhitungan estimasi
kadar tunak dalam darah (Css) dengan pendekatan secara farmakokinetik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada estimasi kadar fenitoin di dalam darah, sebanyak 40 pasien (81,66%)
berada di bawah rentangterapi (<10 mg/L) dan 20 pasien (18,34%) berada di dalam rentang
terapi (10-20 mg/L) sesuai dosis yang diberikan pada pasien. Kadar obat diluar rentang terapi
dikhawatirkan dapat menimbulkan kejadian toksiksitas pada pasien.

Kata Kunci: Fenitoin, Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah

PENDAHULUAN life) terjamin. Salah satu bentuk pelayanan


kefarmasiaan di Rumah Sakit adalah
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan (Kemenkes, 2016).
dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
PKOD merupakan interpretasi hasil
yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
pemeriksaan kadar obat tertentu atas
penyedian sedian farmasi, alat kesehatan, dan
permintaan dari dokter yang merawat
bahan medis habis pakai yang bermutu dan
karenaindeks terapi yang sempit atau atas
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
usulan dari apoteker kepada dokter.
termasuk pelayanan farmasi klinik.
PKOD dilaksanakan untuk
Pelayanan farmasi klinik merupakan
mengidentifikasi dan menyelesaikan
pelayanan langsung yang diberikan apoteker
masalah potensial yang terkait dengan
kepada pasien dalam rangkat menigkatkan
dosis yang tidak sesuai, resikoobat yang
outcome terapi dan meminimalkan risiko
tidak diinginkan, interaksi obat-
terjadinya efek samping karena obat, untuk
penyakit, ketidakpatuhan dan dugaan
tujuan keselamatan pasien (patient safety)
toksisitas. Dimana prioritas PKOD
sehingga kualitas hidup pasien (quality of

Amelia, dkk
10 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16

adalah obat dengan indeks terapi sempit diterima secara umumuntuk konsenterasi
(Kemenkes, 2019). Indeks terapi sempit fenitoin total dan tidak terikat adalah 10-
adalah jarak antara dosis terapi dengan 20 g/mL dan 1-2 g/mL, masing-masing
dosis toksik pada rentang yeng sempit. untuk pengobatan kejang. Konsentrasi
Penggunaan obat indeks terapi sempit tidak terikat mewakili bagian fenitoin
harus dilakukan pemantauan kadar obat yang ada di keseimbangan dengan sistem
karena dapat berpengaruh terhadapproses saraf pusat dan harus paling akurat
absorpsi, distribusi, eliminasi (ekskresi mencerminkan konsentrasi obat di
dan metabolisme) obat di dalam tubuh, tempat kerja (Bauer, 2008).
sehingga akan meningkatkan risiko efek Pada penelitian Suryoputri et al.,
toksik yang dapat membahayakan (2020)jumlah pasien yang estimasi kadar
keamanan pasien. Contoh obat indeks obat di dalam darah berada di dalam
terapi sempit seperti teofilin, digoksin, rentang terapi adalah 25 pasien (28,7%)
aminoglikosida dan fenitoin (Shargel L, dan jumlah pasien memiliki estimasi
Yu ABC. 2016). kadar obat didalam darah berada diluar
Fenitoin adalah senyawa hydantoin rentang terapi adalah 62 pasien (71,3%)
yang terikat dengan barbiturat yang sesuai dosis yang diberikan kepada
digunakan untuk pengobatan kejang, pasien. Khususnya estimasi kadar obat
golongan antikonvulsan yang efektif fenitoin di dalam darah, sebanyak 8
untuk pengobatan kronis tonik-klonik pasien (28,1%) berada di dalam rentang
(grand mal) atau kejang parsial dan terapi (10-20 mg/L) dan 24 pasien
peengobatan akut status epilepticus (71,9%) berada diluar rentang terapi.
umum (Bauer, 2008). Menurutpenelitian Kadar obat diluar rentang terapi
Tedyanto et al., (2020) padapenggunaan dikhawatirkan dapat menimbulkan
obat fenitoin pada penyakit epilepsi kejadian toksisitas dan kemungkinan
sebesar 31,1% dari 60 sampel. tidak dapat menghasilkan clinical
Penelitian yang dilakukan oleh outcome yang di inginkan. hal ini
Sharma et al., (2015) menyatakan bahwa disebabkan oleh adanya perbedaan
dari pemberian rata-rata dosis fenitoin frekuensi pemberian fenitoin yang dapat
227 mg/hari pada anak-anak, orang berpengaruh pada maintenance dose.
dewasa, dan lansia didapatkan hasil Kadar obat di dalam darah dapat
konsentrasi pada kadar subterapi yakni ditafsirkan dengan melalui pendekatan
sebesar 37,2%, dalam rentang terapi farmakokinetika klinis agar dapat
sebesar 41,3%, supraterapi 18,0%, dan dilakukan perkiraan secara kuantitatif
dalam rentang toksik sebesar 2%. antara dosis dan efek. Perhitungan kadar
Berdasarkan hasil penelitian (Rahmatulla obat dalam darah dapat mengasumsikan
WS et al, 2013) perkiraan kadar fenitoin hubungan yang dapat ditentukan antara
dalam darah rata-rata adalah 5,30 mg/L. dosis dan konsentrasi obat dalam darah
hasilyang didapat pada kelompok pasien pada fase farmakokinetika dan clinical
yang mendapat monoterapi sebesar outcome fase farmakodinamik
71,83% memberikan hasil terapi yang (Setiabudy, 2011). Penentuan kadar obat
baik, dan 28,17% memberikan hasil didalam darah melalui estimasi kadar
terapi tidak baik. Retang terapi yang obat dapat menggunaka

Amelia, dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16 11

pendekatan farmakokinetika dengan kelamin, nama obat) dan lembar


rumus concentration steady-state (CSS) penggunaan obat pada pasien epilepsi
(Suryoputriet al.,2020). (nama obat, bentuk sediaan, regimen dosis,
Pada penelitian Suryoputri et al., lama penggunaan obat).
(2020) karakteristik pasien yang
menerima fenitoin adalah pasien dengan Pengelolan Data
diagnosis seperti epilepsi. Sehingga Perhitungan estimasi konsentrasi fenitoin
peneliti tertarik untuk mengevaluasi dalam serum pada keadaan tunak
gambaran penggunaan obat pada pasien menggunakan rumus :
epilepsy dan stroke serta kadar fenitoin Km (S.MD)
melalui estimasi kadar obat dalam darah Css =
Vm x (S.MD)
di RSUD Sekayu.
Keterangan :
METODE DAN PENELITIAN Css = kosentrasi fenitoin dalam mg/L (yang
sama dengan g/mL) Vmax = laju metabolism
Jenis Penelitian maksimum dalam mg/L (menurut Michaelis
Jenis penelitian ini merupakan penelitian menten parameter untuk pasien dewasa
deskriptif analitik untuk mengetahui pola Vmax= 7 mg/kg) Km = konsentrasi substrat
penggunaan obat pada pasien epilepsi, dan dalam mg/L (Km= 4 g/mL) S = nilai fraksi
kadar obat fenitoin melalui estimasi kadar fenitoin bentuk garam yaitu fenitoin aktif (0,92
untuk injeksi natrium fenitoin dan kapsul 0,92)
obat didalam darah pada pasien rawat jalan
MD = dosis pemeliharaan dari garam fenitoin
di RSUD Sekayu. Pengambilan data
yang terkandung dalam bentuk sediaan dalam
dilakukan secara retrospektif dengan data
mg/hari (Bauer.,2008)
sekunder yaitu rekam medis dan
pencatatan penggun obat periode Januari- Analisa Data
Desember 2021. Data di analisa secara tabulasi berupa
gambaran data demografi pasien, data
Subjek Penelitian gambaran penggunaan obat pasien epilepsi,
Subjek pada penelitian ini adalah semua serta data estimasi kadar obat dalam darah
pasien dengan diagnosis epilepsi di RSUD melalui perhitungan kadar dosis pemeliharan
Sekayu pada bulan Januari-Desember 2021
dengan kriteria inklusi pasien yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
memiliki data rekam medis yang lengkap, Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan terapi fenitoin minimal mengetahui kadar obat fenitoin melalui
selama6 bulan, pasien rawat jalan, pasien estimasi kadar obat dalam darah pada pasien
dewasa dengan fungsi ginjal dan hati epilepsi di Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu
normal dan pasien dengan penyakit Provinsi Sumatera Selatan Periode Januari-
penyerta. Desember 2021. Hasil penelitian yang telah
dilakukan pada bulan Maret-April 2022 di
Rumah dapat dilihat pada tabel (Tabel 1)
Instrumen Penelitian
Instrument penelitian ini menggunakan
lembar opservasi yang di susun oleh
peneliti terdiri dari lembar karakteristik
pasien epilepsi (nama pasien, usia, jenis

Amelia, dkk
12 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16

Tabel 1. Data Karakteristik Pasien jumlah pasien laki-laki lebih banyak yaitu 17
Karakteristik Demografi Jumlah Persentase pasien (54,8%), dibandingkan dengan pasien
(=60) (%) perempuan 14 pasien (45,2%), hal ini
dikarenakan adanya perbedaan morfologi
Usia 20-35 16 26,66
Tahun otak, hubungan struktual dan fungsional
36-45 7 11,67 sehingga membuat laki-laki dan perempuan
Tahun
memiliki risiko yang berbeda terhadap
46-55 24 40
Tahun epileptogenic pada pemeriksaan EEG. Laki-
56-65 13 21,67 laki lebih berisiko terkena kejang epilepsi
Tahun
dikarenakan maturasi serebral pada wanita
Jenis kelamin Laki-laki 37 61,66
lebih cepat dari pada laki-laki.

Perempuan 23 38,34
Karakteristik berdasarkan diagnosa
didapatkan bahwa pasien dengan diagnosa
pembayaran BPJS 56 93,3 epilepsi paling banyak yaitu 60 pasien sebesar
(100%). Epilepsi adalah suatu sindrom
Umum 4 6,66 gangguan susunan saraf pusat yang timbul
spontan dan berulang dengan episode singkat
Lama penggunaan ≥ 1 Tahun 9 15
obat (disebut bangkitan berulang atau recurrent
6 Bulan - 51 85 seizure), dimana bangkitan epilepsi
1 Tahun
merupakan fenomena klinis yang berkaitan
Berdasarkan hasil penelitian ini dengan letupan listrik atau depolarisasi
karakteristik pasien yang mendapatkan terapi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu fokus
fenitoin dengan jumlah terbanyak yang berada dalam otak yang menyebabkan bangkitan
pada rentang usia 46-55 tahun sejumlah 24 paroksismal. Fokus ini disebut neuron
pasien sebesar (40%). Hasil penelitian ini epileptic, dan merupakan neuron-neuron yang
sesuai dengan penelitian Pannem dan Chintia sensitive terhadap rangsangan. Neuron inilah
(2019) bahwa insindensi kejang tertinggi yang menjadi sumber (Setiabudy,2016).
terjadi pada pasien berusia 31-55 tahun
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu
sejumlah 130 pasien (54,62%). Etiologi
merupakan salah satu Rumah Sakit dikota
kejang pada pasien berusia ≥40 tahun
Sekayu, dan tercatat ke dalam RS Tipe B. Di
disebabkan kejang simtomatik akut. Penyakit
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu melayani
serebrovaskular, cedera otak, tumor,
sejumlah status pembiayaan antaralain; BPJS,
neoplasma, dan infeksi sistem saraf pusat
UMUM, Asuransi, Perusahaan. Pada
merupakan penyebab utama terjadinyakejang
penelitian ini berdasarkan karakteristik status
simtomatik akut dan memiliki risiko
pembiayaan pasien didapatkan bahwa pasien
meningkatkan epilepsi (Liu S et al., 2016).
dengan status pembiayaan BPJS paling
Karakteristik berdasarkan jenis kelamin banyak yaitu 56 pasien sebesar (93,34%).
didapatkan bahwa pasien dengan jenis Artinya program pemerintah dalam
kelamin laki-laki paling banyak yaitu 37 meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
pasien sebesar (61,66%), sedangkan pada BPJS terlaksana dengan baik dapat dilihat dari
pasien perempuan 23 pasien sebesar jumlah peserta yang berobat menggunakan
(38,34%). Data yang diperoleh sesuai dengan BPJS memperoleh manfaat pemeliharaan
penelitian Putri Ds et al (2020) menyatakan kesehatan dan sebagai pelindung dalam

Amelia, dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16 13

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu melayani
sebagai pelindung dalammemenuhi kebutuhan sejumlah status pembiayaan antaralain; BPJS,
dasar kesehatan (Heryenzus dan suli.,2018) UMUM, Asuransi, Perusahaan. Pada
singkat (disebut bangkitan berulang atau penelitian ini berdasarkan karakteristik status
recurrent seizure), dimana bangkitan epilepsi pembiayaan pasien didapatkan bahwa pasien
merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan status pembiayaan BPJS paling
dengan letupan listrik atau depolarisasi banyak yaitu 56 pasien sebesar (93,34%).
abnormal yang eksesif, terjadi di suatu fokus Artinya program pemerintah dalam
dalam otak yang menyebabkan bangkitan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
paroksismal. Fokus ini disebut neuron BPJS terlaksana dengan baik dapat dilihat dari
epileptic, dan merupakan neuron-neuron yang jumlah peserta yang berobat menggunakan
sensitive terhadap rangsangan. Neuron inilah BPJS memperoleh manfaat pemeliharaan
yang menjadi sumber (Setiabudy,2016). kesehatan dan sebagai pelindung dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu memenuhi kebutuhan dasar kesehatan dan
merupakan salah satu Rumah Sakit dikota sebagai pelindung dalammemenuhi kebutuhan
Sekayu, dan tercatat ke dalam RS Tipe B. Di dasar kesehatan (Heryenzus dan suli.,2018)

Tabel 2. Data Evaluasi Penggunaan Obat Pada pasien Epilepsi Di RSUD Sekayu

Kelas terapi Sub Kelas Nama obat Jumlah Persentase (%)


Terapi/Golongan
Obat Sistem Antiepilepsi Fenitoin, 60 100%
SarafPusat Divalproe 10 16,66%
xsodium,
depakote
Benzodiazepin Clobazam, 2 3,33%
diazepam
Analgesik Paracetamol 6 10%
Obat Saluran Proton pump Lansoprazole, 9 15%
Pencernaan inhibitor omeprazole
Obat yang Antianemia Asam folat 36 60%
mempengaruhi darah
Antipsikotik Risperidone 4 6,66%

Obat Sistem CCBs Amlodipine 12 20%


Kardiovaskul
ar
ACE-Inhibitor Captopril 1 1,66%

Antihiperlipidem Atorvastati 5 8,33%


ia(Statin) n,
simvastatin
ARB Candesartan 6 10%
Antiplatelet Clopidogrel, 8 13,33%
miniaspin
Atimuskarinik Trihexyphenidy 4 6,66%
,

Amelia, dkk
14 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16

hexymer

Vitamin Vitamin Megabal, 3 5%


(neurotropik) mecobalamin
Hormon Kortikosteroid Dexsametason 2 3,33%
NSAID Meloxicam 2 3,33%
170 100%

Tabel 3. Data Dosis Obat Fenitoin


Fenitoin Per Oral Jumlah pasien Persentase (%)
Dosis (Sekali Pakai)
100 mg 20 33,34
200 mg 40 66,66

Pemantauan obat di dalam darah perubahan dalam dosis obat (Rahamatullah


menjadi penentu keberhasilan terapi pasien, et al.,2013).
termasuk dalam pemantauan pada ketetapan Berdasarkan hasil penelitian ini,
pemberiandosis yang diberikan pada pasien jumlah pasien dengan estimasi kadar fenitoin
(Hakim L.,2016). Berdasarkan hasil dalam darah yang berada di dalam rentang
penelitian ini pada pasien yang menerima terapi lebih sedikit dibanadingkan yang
fenitoin, pemberian dosis fenitoin oral diluarrentang terapi. Hasil tersebut didukung
adalah 100 mg/hari dan 200 mg/hari. oleh hasil penelitian Sharma, et al (2015)
Pemberian dosis tersebut telah sesuai yang menunjukkan bahwa kadar fenitoin
dengan dosis pemeliharaan fenitoin oral berada dalam rentang terapi sebesar 41,3%,
yang direkomendasikan, yaitu sebesar 300- subterapi sebesar 37,2%, supraterapi 118,0%,
400 mg/hari (Bauer.,2008). Lama dan dalam rentang toksik sebesar 2%.
penggunaan fenitoin terbanyak adalah Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
selama minimal 6 bulan. Penggunaan estimasi kadar obat dalam darah pada
fenitoin jangka pajang dengan tujuan terapi penelitian ini salah satunya adalah dosis yang
untuk mengurangi frekuensi kejang dan diberikan. Pada pasien baru, dosis awal
memaksimalkan kualitas hidup dengan efek fenitoin yang diberikan adalah 100 mg/hari
samping obat yang minimal mungkin. tanpa memperhatikan berat badan pasien.
Penggunaan fenitoin jangka panjang harus Pemberian dosis awal pada pasien baru dapat
dipantau untuk efek samping terkait diterima oleh beberapa pasien, namun dapat
konsentrasi (mengantuk, kelelahan, menimbulkan estimasi kadar fenitoin dalam
nystagmus, ataksia, hyperplasia gingiva, dan darah di bawah kisaran rentang terapi (<10
limfadenopati). Konsentrasi fenitoin juga mg/L) (Katzung GB et al., 2012). Faktor
merupakan alat yang berharga untuk lainnya adalah parameter Michaelis dan
menghindari efek obat yang merugikan, Menten yaitu nilai Vmax dan Km dapat
karena fenitoin mengikuti farmakokinetik mempengaruhi perubahan kadar fenitoin di
nonlinier atau jenuh, cukup mudah untuk dalam plasma (Bauer.,2008).
mencapai konsentrasi toksik dengan sedikit

Amelia, dkk
Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16 15

Tabel 4. Data Estimasi Kadar Responden Yang Menerima Fenitoin

Fenitoin Jumlah Persentase

Di bawah rentang (<10 mg/L) 40 81,66

Di dalam rentang (10-20 mg/L) 20 18,34

Di atas rentang (>20 mg/L) 0 0

Pada penelitian ini, estimasi kadar meningkat secara tidak proporsional setelah
fenitoin dalam darah terbanyak berada di peningkatan dosis. Implikasi klinis dari
bawah kisaran rentang terapi (<10 mg/L) farmakokinetik Michaelis-Menten adalah
yaitu sebanyak 40 pasien (81,66%) dan 20 pembersihan fenitoin tidak konstan seperti
pasien (18,34%) yang berada di dalam pada farmakokinetik linier, tetapi bergantung
kisaran rentang terapi (10-20 mg/L). Karena pada konsentrasi dan dosis. Pada fenitoin,
adanya perbedaan frekuensi pemberian proses metabolisme obat dalam tubuh
fenitoin yang dapat berpengaruh pada mengalami saturasi enzimaik disebabkan
maintenance dose. Maintenance dose sebagian besar fenitoin (95%) dimetabolisme
penggunaan fenitoin per hari didapatkan dihati, terutama melalui sistem enzim
yaitu dengan cara mengalihkan frekuensi sitokrom P450 yaitu CYP2C9 dan CYP2C19
pemberian obat dengan dosis sekali pakai yang jumlahnya dapat bervariasi pada tiap
yang dapat bereda tiap individu. Perbedaan individu (Bauer.,2008).
kadar obat dalam darah dapat memberikan
respon klinis yang berbeda antarindividu. SIMPULAN
Respon klinis bersifat individual, dan 1. Berdasarkan penelitian bahwa
referensi kisaran rentang terapi fenitoin penggunaan obat fenitoin pada pasien
mungkin tidak berlaku untuk semua pasien epilepsi sebanyak 100%, dan dosis yang
yang perbedaannya dapat di sebabkan tipe digunakan 100 mg sebanyak 20 pasien
kejang, keparahan gangguan yang (33,34%) sedangkan untuk dosis 200 mg
sebanyak 40 pasien (66,66%).
mendasarinya atau kelainan genetik (Putri
2. Berdasarkan rancangan aturan dosis yang
DS et al.,2020). Wu dan Lim (2013) diberikan kepada pasien rawat jalan Poli
menyatakan bahwa estimasi kadar obat di Saraf RSUD Sekayu, diperoleh bahwa
bawah rentang terapi tidak dapat memberikan jumlah pasien dengan estimasi kadar obat
hasil terapi yang baik terhadap di dalam darah berada di dalam rentang
penghambatan kejang. terapi sebanyak 20 pasien (18,34%) dan
jumlah pasien yang memiliki estimasi
Fenitoin mengikuti Michaelis-Menten kadar obat di dalam darah berada di luar
atau farmakokinetik jenuh ini adalah jenis rentang terapi sebanyak 40 pasien
farmakokinetik nonlinier yang terjadi ketika (81,66%).
jumlah molekul obat melebihi batas atau
menjenuhkan kemampuan enzim untuk
memetabolisme obat. Ketika ini terjadi,
konsentrasi serum obat kondisi mapan

Amelia, dkk
16 Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi, 2023, VIII (1), hal. 9-16

SARAN Perkiraan Kadar Fenitoin Dalam Darah


dan Hasil Terapi Pada Pasien Epilepsi.
Dikarenakan keterbatasan dalam Jurnal Manajemen dan Pelayanan
penelitian ini adalah hasil estimasi kadar obat Farmasi.
dalam darah belum dapat dipastikan 8. Suryoputri, M. W., Mustikaningtias, I.,
merupakan kadar obat dalam darah yang dan Maharani, L. (2020). Pemantauan
sesungguhnya. Oleh karena itu, diperlukan Kadar Obat Indeks Terapi Sempit
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kadar Melalui Estimasi Kadar Obat di Dalam
obat dalam darah secara aktual dengan Darah pada Pasien Rawat Inap di
mengambil sampel darah pasien secara RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo,
langsung Purwokerto. Indonesian Journal of
Clinical Pharmacy, 9(2), 105.
9. Pannem R. B., Chintha V. K. (2019).
Aetiology of new onset seizures in
DAFTAR PUSTAKA cases admitted to an intensive care unit
1. Kemenkes, R.I. (2019). Petunjuk Teknis of tertiary care hospital. (2th ed). Int J
Standar Pelayanan Kefarmasian di Adv Med, 6(3):744-9.
Rumah Sakit. Jakarta : Menteri 10. Liu S., Yu W., Lu Y. (2016). The
Kesehatan Republik Indonesia. causes of new onset epilepsy and
2. Kemenkes, R.I. (2016). Standar seizures in theelderly. Neuropsychiatr
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Dis Treat.12:1425-234.
Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehata 11. Putri D.S., Pratiwi I. R., Pratiwi S.R.
Republik Indonesia; (2020). Gambaran Penggunaan
3. Bulletin of the Seismological Society of Fenitoin Sebagai Pengobatan Epilepsi
America, 106(1), 6465–6489. di Apotek Saras Sehat. Jurnal Ilmia
4. Sharge L Yu ABC. (2016). Applied Farmasi
biopharmaceutics dan 12. Setiabudy, R. (2016). Farmakologi dan
pharmacokinetics. (7th ed). New York Terapi. Dapertemen Farmakologi dan
: McGraw-Hill. Terapeutik Fakultas Kedokteran. (6th
5. Bauer, L. (2008). Clinical ed.). Jakarta : Universitas indonesia.
Harmacokinetics Handbook. In 13. Heryenzus, H., & Suali S. (2018).
Dapartents of Pharmacy and Pengaruh Kinerja Pelayanan Dengan
Laboratory Medicine University Of Pendekatan Malcolm Baldrige
Washington (pp. 485–543). Terhadap Kepuasan Pasien Bpjs
6. Sharma, S., Tabassum, F., Dwivedi, P., Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum
Agarwal, R., Kushwaha, S., Bala, K., Daerah Kota Batam. Jurnal Niara,
Grover, S., Baghel, R., Kukreti, R., & 11(2), 150-158.
Tripathi, C. B. (2015). Critical 14. Hakim L. (2012). Farmakokinetika
appraisalof serum phenytoin variation kliniks seri farmasi klinik. (216-9).
with patient characteristics in a North Yogyakarta:Bursa Ilmu.
Indian population. Neurology India, 15. Wu M.F., Lim W.H. (2013). Phenytoin
63(2), 202–208 A Guide To Therapeutic Drug
7. Rahmatullah, W. S., Hakim, L., Monitoring. Proceeding Singapore
Pramantara. P. D. I. (2013). healthc. 22(3):198-202.

Amelia, dkk

Anda mungkin juga menyukai