Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi (JMPF)

Journal of Management and Pharmacy Practice

DAFTAR ISI
Daftar isi i
Formulir untuk berlangganan Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi iii

Pengukuran Kinerja Instalasi Farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul 81-86


dengan Balanced Scorecard
Gusti Ayu Putu Sri Erwinayanti, Achmad Purnomo, Satibi

Profil Farmakokinetika Bupivakain pada Pasien Hamil Normotensi yang 87-92


Menjalani Sectio Caesarea
Dita Ayulia Dwi Sandi, Djoko Wahyono, Farida Hayati, Yusmein Uyun

Perbandingan Monoterapi dengan Politerapi pada Epilepsi Jenis 93-98


Idiopathic Generalised Tonic Clonic
Ratna Wijayatri, Zullies Ikawati, Abdul Ghofir

Pencapaian Program KB Pria: Vasektomi di Kecamatan Dlingo dan Sewon, 99-109


Kabupaten Bantul
Novitrisia Widowati, Agus Joko Pitoyo, Agus Heruanto Hadna

Perumusan Strategi Instalasi Farmasi untuk Peningkatan Kepuasan Stakeholder 110-116


Rumah Sakit
Destiana Eka Oktaviantari, Lukman Hakim, Endang Yuniarti

Perbandingan Efektivitas Konseling dan Poster terhadap Kepatuhan 117-124


dan Luaran Terapi pada Pasien Hipertensi
Risani Andalasia Putri, Retnosari Andrajati, Anton Bahtiar

Analisis Pengaruh Faktor Produksi Mesin dan Tenaga Kerja terhadap 125-131
Produksi Obat Epexol Tablet
I Gusti Ngurah Agung Windra W.P., Achmad Fudholi, Samsubar Saleh

Perkiraan Kadar Fenitoin dalam Darah dan Hasil Terapi pada Pasien Epilepsi 132-136
Satrio Wibowo Rahmatullah, Lukman Hakim, I Dewa Putu Pramantara

Evaluasi Dosis Asam Valproat pada Pasien Epilepsi Anak 137-143


Herningtyas Nautika Lingga, Lukman Hakim, I Dewa Putu Pramantara

Analisis Strategi Peningkatan Mutu Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit 144-152
Naniek Widyaningrum, Sampurno, Djoko Wahyono
Volume 3 Nomor 2 - Juni 2013

PERKIRAAN KADAR FENITOIN DALAM DARAH DAN HASIL TERAPI


PADA PASIEN EPILEPSI

ESTIMATED LEVELS OF PHENYTOIN IN BLOOD AND RESULTS THERAPY OF EPILEPSY


PATIENTS

Satrio Wibowo Rahmatullah1), Lukman Hakim2), I Dewa Putu Pramantara3)


1) Magister Farmasi Klinik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
2) Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
3) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Obat dengan kisar terapi sempit seperti Fenitoin membutuhkan dosis individual yang akurat serta pemantauan dan penilaian pasien
yang ketat untuk menjaga keselamatan pasien, karena dengan perubahan yang kecil pada konsentrasi sistemik dapat menyebabkan
perubahan yang signifikan pada respon farmakodinamik, misalnya terjadi subterapeutik atau toksik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perkiraan kadar fenitoin dalam darah setelah pemberian dosis terapi serta hasil terapi pada pasien epilepsi di RSUD
Sleman Yogyakarta jika dilihat dari durasi bebas kejang.
Penelitian ini adalah penelitian observasional yang bersifat deskriptif. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif pada pasien epilepsi yang mendapat terapi fenitoin periode Januari 2010-Desember
2012 baik rawat inap maupun rawat jalan, laki-laki maupun perempuan yang rutin kontrol minimal selama 6 bulan berturut-turut.
Pasien dikelompokkan menjadi kelompok monoterapi dan terapi kombinasi. Hasil terapi diamati melalui durasi bebas kejang yang
dibagi menjadi 2, yaitu < 6 bulan (tidak baik), dan ≥ 6 bulan (baik).
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki (53,6%) mempunyai persentase yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan
(46,4%). Perkiraan kadar fenitoin dalam darah rata-rata 5,30±4,03 mg/L. Hasil terapi yang dinilai berdasarkan durasi bebas kejang
menunjukkan bahwa pada kelompok pasien yang mendapat monoterapi sebanyak 71,83% memberikan hasil terapi yang baik dan
28,17% memberikan hasil terapi yang tidak baik, sedangkan pada kelompok pasien dengan terapi kombinasi 50% memberikan hasil
terapi baik dan 50% memberikan hasil terapi tidak baik.
Kata kunci : fenitoin, epilepsi, nonlinear, clinical outcome

ABSTRACT
Medicines with a narrow therapeutic range such as phenytoin require individual dose, monitoring, and strict assessment of the
patient to maintain the safety of the patient. It is because small changes in systemic concentration can lead significant changes in
the pharmacodynamic responses, such as subtherapeutic or toxic. This study aimed to determine the relationship between dose and
phenytoin levels in the blood included clinical outcome of patients with epilepsy based on the duration of seizure-free at the Sleman
Regional General Hospital, Yogyakarta.
This study was a descriptive observational study. The sampling method was purposive sampling. The data was collected
retrospectively on epilepsy patients with phenytoin treatment both inpatient and outpatient from January 2010 to December 2012,
male or female who were routinely controlled for at least 6 consecutive months. Patients were grouped into monotherapy and
combination therapy groups. Clinical outcome was observed through the duration of the seizure-free and devided into 2 categories i.e.
< 6 months (poor outcome) and ≥ 6 months (a good outcome).
The results showed that male (53.6%) have a greater percentage than female (46.4%). Estimated blood levels of phenytoin was in
the average 5.30±4.03 mg/L. Based on the duration of seizure free, the results showed that the percentage of patients in monotherapy
group had good and poor outcomes with 71.83% and 28.17% respectively, while only 50% patients in combination therapy group had
good outcome.
Keywords: phenytoin, epilepsy, nonlinear, clinical outcome

PENDAHULUAN
Obat dengan kisar terapi sempit ketat untuk menjaga keselamatan dan kebaikan
membutuhkan dosis individual yang akurat pasien, karena dengan perubahan yang kecil
serta pemantauan dan penilaian pasien yang pada konsentrasi sistemik dapat menyebabkan
perubahan yang signifikan pada respon
farmakodinamik, misalnya terjadi subterapeutik
Penulis Korespondensi : atau toksik (Burns, 1999).
Satrio Wibowo Rahmatullah, S. Farm., Apt
Magister Farmasi Klinik, Universitas Gadjah Mada Fenitoin merupakan salah satu obat yang
Jl. Sekip Utara Yogyakarta termasuk pada golongan kisar terapi sempit yang
Email : ryowibowo46@gmail.com banyak digunakan pada pasien penyakit epilepsi.

132
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar metabolisme maksimum, Km adalah konsentrasi
50/100.000 sementara di negara berkembang substrat, S adalah nilai fraksi garam fenitoin dalam
mencapai 100/100.000. Pendataan secara global bentuk aktif. Hasil terapi diamati melalui durasi
ditemukan 3,5 juta kasus baru per tahun dimana bebas kejang yang dibagi menjadi 2 kategori,
40% ditemukan pada anak-anak, 40% pada yaitu < 6 bulan (tidak baik), dan ≥ 6 bulan (baik).
dewasa serta 20% lainnya ditemukan pada usia
lanjut (Purba, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN
Kisar terapi fenitoin adalah sebesar 10-20 Hasil penelitian pada pasien epilepsi
mg/L. Lebih dari 95% fenitoin dimetabolisme di di RSUD Sleman Yogyakarta selama 3 tahun
hati terutama oleh enzim CYP2C9 dan sebagian terakhir (2010-2012) terdapat 426 pasien yang
oleh enzim CYP2C19. Sekitar 5% dari dosis menderita epilepsi, baik yang menjalani rawat
fenitoin terdapat pada urin dalam bentuk tidak inap ataupun rawat jalan. Dari 426 pasien yang
berubah. Biasanya aturan dosis awal fenitoin menderita epilepsi, ada sebanyak 97 pasien yang
dihitung secara empiris atau diperkirakan memenuhi kriteria inklusi, terbagi menjadi 53,6
setelah mempertimbangkan dengan hati-hati % laki-laki dan 46,4 % perempuan. Semua pasien
farmakokinetika obat yang diketahui, kondisi yang termasuk ke dalam kriteria inklusi dibagi
patofisiologik penderita dan riwayat penggunaan menjadi tiga kelompok, yaitu pasien dengan
obat dari penderita. Fenitoin mengikuti umur 1-6 tahun (Vmax: 12 mg/kg/hari; Km: 6
farmakokinetik nonlinear atau farmakokinetika mg/L), > 6-16 tahun (Vmax: 9 mg/kg/hari; Km: 6
yang tergantung dosis, sehingga jika diberikan mg/L), serta >16 tahun (Vmax: 7 mg/kg/hari; Km:
pada dosis yang relatif besar maka akan 4 mg/L) (Bauer, 2008).
terjadi kejenuhan pada proses distribusi dan Jumlah pasien dengan rentang umur 1-6
metabolisme. Kejenuhan pada kedua proses ini tahun sebanyak 24 pasien, >6-16 tahun sebanyak
akan mengakibatkan suatu obat dapat dengan 23 pasien, >16 tahun sebanyak 50 pasien. Terdapat
mudah mencapai konsentrasi toksik (Bauer, 2 jenis terapi yang diberikan, yaitu monoterapi
2008). menggunakan fenitoin dan kombinasi fenitoin
Berdasarkan latar belakang tersebut di dengan obat antiepilepsi lain. 71 Pasien dari
atas penelitian ditujukan untuk memperkirakan 97 pasien memperoleh monoterapi fenitoin, 17
kadar fenitoin dalam darah setelah pemberian pasien memperoleh terapi kombinasi fenitoin
dosis terapi beserta hasil terapi yang diperoleh dengan fenobarbital, dan 9 pasien memperoleh
berdasarkan durasi bebas kejang pada pasien terapi kombinasi fenitoin asam valproat.
epilepsi di RSUD Sleman Yogyakarta. Perkiraan kadar fenitoin pada keadaan tunak
dihitung berdasarkan dosis terapi yang diberikan
METODE oleh klinisi pada masing-masing pasien yang
Penelitian ini adalah penelitian menggunakan parameter farmakokinetik dari
observasional yang bersifat deskriptif. Metode pustaka berupa nilai Vmax dan Km. Hasil
sampling yang digunakan adalah purposive perhitungan rata-rata perkiraan kadar fenitoin
sampling. Pengumpulan data dilakukan secara dalam darah dapat dilihat pada tabel I dan II.
retrospektif pada pasien epilepsi dan mendapat Jika dilihat berdasarkan nilai kisar terapi
terapi fenitoin periode Januari 2010-Desember (10-20 mg/L), secara keseluruhan dari 97 pasien
2012 baik yang rawat inap maupun rawat jalan, terdapat 90 pasien (92,8%) yang nilai perkiraan
laki-laki maupun perempuan yang rutin kontrol kadar fenitoin di luar kisar terapi, dan 7 pasien
minimal selama 6 bulan berturut-turut. (7,2%) berada di dalam kisar terapi, dari 90
Perhitungan estimasi konsentrasi fenitoin pasien yang nilai perkiraan kadar fenitoin berada
dalam serum pada keadaan tunak menggunakan di luar kisar terapi terdapat 61 pasien (67.8%)
rumus (Bauer, 2008): yang memperoleh hasil terapi baik dan 29 pasien
(32,2%) yang hasil terapinya tidak baik. Sedangkan
Css =
untuk 7 pasien yang nilai perkiraan kadar
dimana Css adalah perkiraan kadar fenitoin fenitoin berada di dalam kisar terapi terdapat 3
pada keadaan tunak, Vmax adalah kecepatan pasien (42,9%) yang memperoleh hasil terapi baik

133
Volume 3 Nomor 2 - Juni 2013

Tabel I. Hasil perhitungan rata-rata nilai perkiraan kadar fenitoin pada pasien epilepsi yang mendapat monoterapi
Nilai perkiraan kadar
Pasien Jumlah Durasi bebas kejang (mg/L)
Mean ± SD
Kelompok umur 1-6 tahun
Laki-laki 8 3,98 ± 2,31
≥ 6 bulan
Perempuan 8 2,72 ± 0,72
Laki-laki 1 3,39
< 6 bulan
Perempuan 0 -
Kelompok umur >6-16 tahun
Laki-laki 10 5,07 ± 2,05
≥ 6 bulan
Perempuan 3 4,39 ± 1,20
Laki-laki 3 7,33 ± 4,79
< 6 bulan
Perempuan 3 11,92 ± 6,97
Kelompok umur >16 tahun
Laki-laki 10 4,18 ± 4,08
≥ 6 bulan
Perempuan 12 4,97 ± 2,65
Laki-laki 8 4,33 ± 2,31
< 6 bulan
Perempuan 5 5,56 ± 5,33

Tabel II. Hasil perhitungan rata-rata nilai perkiraan kadar fenitoin pada pasien epilepsi yang mendapat politerapi
Nilai perkiraan kadar
Pasien Jumlah Durasi bebas kejang (mg/L)
Mean ± SD
Kelompok umur 1-6 tahun
Laki-laki 3 3,19 ± 1,32
≥ 6 bulan
Perempuan 2 3,61 ± 0.76
Laki-laki 2 4,34 ± 3,22
< 6 bulan
Perempuan 0 -
Kelompok umur >6-16 tahun
Laki-laki 3 4,40 ± 2,76
≥ 6 bulan
Perempuan 0 -
Laki-laki 0 -
< 6 bulan
Perempuan 1 3,45
Kelompok umur >16 tahun
Laki-laki 1 4,43
≥ 6 bulan
Perempuan 4 7,36 ± 4,47
Laki-laki 3 5,19 ± 2,16
< 6 bulan
Perempuan 7 17,39 ± 14,79

Tabel III. Perbandingan hasil terapi dengan nilai perkiraan kadar yang sesuai atau tidak sesuai kisar terapi
Nilai perkiraan kadar
Hasil Terapi Total P value
Sesuai kisar terapi Tidak sesuai kisar terapi
Baik 3 61 64
Tidak baik 4 29 33 0,18
Total 7 90 97

dan 4 pasien (57,1%) yang hasil terapinya tidak kadar fenitoin pada 90 pasien dibawah kisar
baik. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai terapi, walaupun demikian jika dilihat dari hasil
P > 0,05, yang berarti bahwa kesesuaian nilai terapi 90 pasien tersebut terdapat 61 pasien
perkiraan kadar fenitoin tidak berhubungan atau 68 % yang memperoleh hasil terapi yang
secara bermakna dengan hasil terapi pasien baik. Hasil yang diperoleh ini hanya sebatas
epilepsi yang mendapatkan terapi fenitoin. Hasil perhitungan yang masih menggunakan nilai
ini dapat dilihat pada tabel III. parameter farmakokinetik dari pustaka/belum
Dosis yang diberikan oleh klinisi sesuai untuk pasien Indonesia, jika dilakukan
secara keseluruhan lebih kecil dari dosis yang pengukuran kadar fenitoin di dalam darah bisa
seharusnya, yang menyebabkan nilai perkiraan saja hasilnya berbeda.

134
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

90 Pasien yang nilai perkiraan kadarnya epileptikus.


berada di luar kisar terapi fenitoin, terdapat 2 Durasi bebas kejang merupakan hasil
pasien yang nilai perkiraan kadar fenitoin berada terapi yang diamati dalam penelitian ini. Pasien
di atas kisar terapi fenitoin, untuk kedua pasien dapat dikatakan memiliki hasil terapi yang baik
seperti ini disarankan dilakukan pemantauan apabila minimal dalam waktu 6 bulan berturut-
terhadap kemungkinan terjadinya efek samping turut setelah memperoleh terapi fenitoin terbebas
bahkan toksisitas yang akan timbul, misalnya dari kejang, dan jika dalam jangka waktu kurang
pada kadar fenitoin 20-30 mg/L memberikan efek dari 6 bulan sejak pasien memperoleh terapi
klinik nystagmus spontan. Kadar 30-40 mg/L fenitoin terjadi kejang, maka hasil terapi dapat
memberikan efek klinik yang mungkin muncul dikatakan tidak baik. Hal ini sesuai dengan yang
adalah nystagmus vertikal, diplopia, ataksia, diutarakan oleh Carpay dkk. (1998) dan Arts dkk.
tremor, hiperrefleksia, mual dan muntah. Pada (1999) bahwa gambaran remisi yang baik adalah
kadar 40-50 mg/L efek klinik yang muncul berupa tercapainya remisi lebih atau sama dengan 6
letargi, confusion, disorientasi, hiperaktifitas dan bulan berturut-turut dalam terapi antiepilepsi.
kadar > 50 mg/L dapat menyebabkan koma dan
kejang (Craig, 2005). KESIMPULAN
Dari 97 pasien yang memenuhi kriteria Perkiraan kadar fenitoin dalam darah
inklusi dan eksklusi pada penelitian ini, sebanyak rata-rata untuk pasien epilepsi di RSUD Sleman
55 pasien menggunakan terapi fenitoin yang Yogyakarta adalah sebesar 5,30 ± 4,03 mg/L. Hasil
dikombinasikan dengan asam folat, hal ini terapi yang dinilai berdasarkan durasi bebas
dikarenakan penggunaan fenitoin jangka panjang kejang menunjukkan bahwa pada kelompok
akan menyebabkan defisiensi folat dalam tubuh pasien yang mendapat monoterapi sebanyak
(Nayyar dkk., 2012). Sebesar 92,8% nilai perkiraan 71,83% memberikan hasil terapi yang baik, dan
kadar fenitoin pada keadaan tunak berada 28,17% memberikan hasil terapi yang tidak baik,
dibawah kisar terapi fenitoin (10-20 mg/L), hal ini sedangkan pada kelompok pasien dengan terapi
disebabkan karena dosis terapi yang diberikan kombinasi 50% memberikan hasil terapi baik dan
kepada pasien relatif kecil. Mawer dkk. (1974) 50% memberikan hasil terapi tidak baik.
dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dosis
fenitoin yang disarankan agar kadar fenitoin DAFTAR PUSTAKA
pada keadaan tunak berkisar antara 10-20 mg/L Arts, W.F.M., Geerts, A.T., Brouwer, O.F., Peter,
adalah 345-400 mg/hari. A.C.B, Stroink, H., Donselaar, C.A.V.,
Ada beberapa faktor yang dapat 1999, The Early Prognosis of Epilepsy
mempengaruhi hasil terapi yang diperoleh ini, in Childhood; The Prediction of Poor
yaitu diantaranya adalah nilai Vmax dan Km Outcome. The Dutch Study of Epilepsy in
dalam perhitungan yang masih menggunakan Childhood, Epilepsia, 40: 726-734.
data dari pustaka/belum sesuai untuk pasien Bauer, L.A, 2008, Applied Clinical Pharmacokinetics.
Indonesia, karena nilai Vmax dan Km untuk McGraw-Hill, New York.
orang Indonesia hanya terdapat untuk rentang Burns, M, 1999, Management of Narrow Therapeutics
umur 21-30 tahun dan 5-10 tahun (Sumarno, Index Drugs, J. Thromb. Kluwer Academic
2005). Faktor lain yang juga mempengaruhi Publishers, Boston, vol. 7, p. 137-139.
adalah tingkat keparahan, tingkat kepatuhan, Carpay, H.A., Arts, W.F.M., Geerts, A.T., Stroink,
jenis epilepsi, faktor farmakodinamika, dan H., 1998, Epilepsy in Childhood; an Audit
kondisi pasien epilepsi yang berbeda-beda. Selain of Clinical Practice, Arch Neurol, 55: 668-
itu, Pati dan Alexopoulos (2010) mengatakan 673.
bahwa faktor yang terkait dengan resistensi Craig, S, 2005, Phenytoin Poisoning. Neurocritical
pengobatan epilepsi antara lain adalah onset awal Care, 03 : 161-170.
timbulnya kejang, memiliki riwayat yang buruk Mawer, G.E., Mullen, P.W., Rodgers, M., 1974,
dalam kontrol epilepsi, memiliki lebih dari 1 tipe Phenytoin Dose Adjustment In Epileptic
kejang, etiologi gejala, adanya kelainan struktural Patients. J. Clin. Pharmac. 01 : 163-168.
tertentu, kecacatan kognitif, dan riwayat status Nayyar, A.S., Nataraju, B., Subhas, G.T. 2012,

135
Volume 3 Nomor 2 - Juni 2013

Phenytoin-Folate Interactions : How Far is Purba, S.J, 2008, Epilepsi: Permasalahan di


Safe Folate Supplementation in Phenytoin Reseptor atau Neurotransmitter, Medicinus,
Treated Epileptic Patients?, J. Appl Pharm 21(4) : 99-100
Sci, 02 : 230-235. Sumarno, 2005, Michaelis-Menten Pharmacokinetics
Pati, S., dan Alexopoulos, A.V. 2010, of Phenytoin in Indonesian Patients. The 5th
‘Pharmacoresistant Epilepsy : From Asian Conferenceon Clinical Pharmacy.
Pathogenesis to Current and Emerging Penang.
Therapies’, Cleveland Clinic Journal of
Medicine, 77 : 457-467

136

Anda mungkin juga menyukai