PERCOBAAN III
ANTIPIRETIKA
Disusun Oleh :
1. Virnalia Nada Utari (1041611146)
2. Wamelinda Dwi.W (1041611149)
3. Winda Nurliana.M (1041611151)
4. Surya Hadi Pranata (1041511236)
PERCOBAAN III
ANTIPIRETIK
I. Tujuan
1. Mengenal satu cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek antipiretik
suatu obat
2. Mampu membedakan potensi antipiretik dari beberapa golongan kimia
obat-obatan antipiretik
3. Mampu merumuskan beberapa kriteria antipiretik untuk senyawa-senyawa
yang diduga potensial untuk maksud ini
4. Menyadari pendekatan sebaik-baiknya untuk mengatasi panas
dari sel darah putih yang di aktivasi oleh infeksi, hipersensitifitas, keganasan atau
inflamasi. Salisilat menurunkan suhu tubuh si penderita demam dengan jalan
menghalangi sintesis dan pelepasan PEG (Mycek, dkk, 2001)
Prostaglandin adalah senyawa mediator yang penting pada kejadian nyeri
dan radang. Secara kimia ia adalah turunan asam prostanoat yang di bentuk invivo
dari asam arakhidonat, suatu asam lemak C-20 dengan empat ikatan rangkap
oksidasi dan siklisasi asam arakhidonat yang di katalisis oleh protaglandin sintetase,
menghasilkan suatu endoperoksida siklik yang sebagai zat kunci di isomerisasi
menjadi prostaglandin E2 (PGE2) atau menjadi prostaglandin lain. Zat seperti asam
asetil salisilat atau indometasin mewujudkan kerja analgetik dan antiflogistiknya,
pada dasarnya melalui hambatan prostaglandin sintetase yang terdapat pada
jaringan perifer (Schunack, dkk, 1990 )
Golongan obat -obat antipiretik secara umum yaitu:
a. Golongan salisilat: aspirin, salisilamid
b. Golongan para-aminofenol: acetaminophen(paracetamol), fenasetin
c. Golongan pirazolon; fenilbutazon dan metamizol (Wilmana, 2011)
untuk menanggulangi nyeri kolik hebat (kandung kemih dan kandung empedu).
Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi BA nya rata-rata 55%
akibat FPE besar. Efek analgetisnya dimulai setelah 1 jam, secara rektal dan
intramuskuler lebih cepat, masing-masing setelah 30 dan 15 menit. Penyerapan
garam-K (Cataflam) lebih pesat daripada garam-Na . PP-nya diatas 99%, plasma
t1/2 nya k.l.1jam. ekskresi melalui kemih berlangsung untuk 60% sebagai
metabolit dan untuk 20% dengan empedu dan tinja dan t ½ eliminasi Na.
Diklofenak 2 jam (ISO Farmakoterapi, 2008).
Asam Mefenamat (Ponstan)
Dexamethason
Kelima tikus disuntik dengan larutan vaksin DPT Hb 0,2 ml secara i.m.
Setelah tercapai puncak demam oleh vaksin, tiga jam setelah disuntik
larutan vaksin DPT Hb diberi perlakuan dengan diberikan CMC Na
Dicatat suhu rectal tiap tikus tiap selang waktu setengah jam
Kelima tikus disuntik dengan larutan vaksin DPT Hb 0,2 ml secara i.m.
Dicatat suhu rectal tiap tikus tiap selang waktu setengah jam
V. Perhitungan
NO Keterangan Perhitungan
1. Dosis manusia 70 kg =
70 𝑘𝑔
𝑥 500 𝑚𝑔 = 700 mg/70 kg BB manusia
50 𝑘𝑔
259,2 𝑔
= 𝑥 12,6 𝑚𝑔 = 16,32 mg/259,2 g tikus
200 𝑔
2. C Stock =
16,33 𝑚𝑔
= 1 = 6,532 mg/mL
𝑥 5 𝑚𝐿
2
2. Volume Pemberian
1. 1 259,2 259,2 𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 16,33 mg/mL
16,33 𝑚𝑔
𝑥 1 𝑚𝐿 = 2,5016 mL
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿
~ 2,5 mL
2. 2 175,0 175 𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 11,0253 mg/mL
11,0253 𝑚𝑔
𝑥 1 𝑚𝐿 = 1,6890
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿
mL ~ 1,70 mL
3. 3 235,0 235 𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 14,8054 mg/mL
14,8054 𝑚𝑔
𝑥 1 𝑚𝐿 =
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿
2,2681mL ~ 2,30 mL
4. 4 232,4 232,4 𝑔 14,6415 𝑚𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 14,6415 𝑥 1 𝑚𝐿 = 2,2429
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿
mg/mL mL ~ 2,20 mL
5 5 193,0 193 𝑔 12,1593 𝑚𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 12,1593 mg/mL 𝑥 1 𝑚𝐿 = 1,8627
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿
mL ~ 2,00 mL
Suhu setelah Δ
Suhu diberi Suhu setelah pemberian obat
Perlakuan Tikus Penurunan
Awal
vaksin DPT-Hb t200 C t400 C t600 C t900 C Suhu
I 35.60 36.30 36.50 36.70 36.60 36.60 -0.3
II 34.60 34.40 35.80 35.60 35.60 35.70 -1.3
Kontrol III 36.30 36.40 36.20 36.00 36.00 36.20 0.2
IV 37.30 38.60 38.40 38.20 38.20 37.40 1.2
Rerata 35.65 36.43 36.73 36.63 36.60 36.48
I 34.40 36.50 36.80 35.60 36.20 35.20 1.3
II 33.50 35.10 34.50 34.60 35.60 34.70 0.4
Parasetamol III 36.60 37.60 38.10 37.10 34.70 36.60 1
IV 38.10 38.10 38.60 37.00 37.10 37.10 1
Rerata 35.65 36.83 37.00 36.08 35.90 35.90
I 34.90 37.40 35.00 35.60 33.50 33.50 3.9
Ibuprofen
II 33.70 36.70 35.30 38.00 33.70 33.70 3
10
37 Parasetamol
36.5
36 Ibuprofen
35.5
35 Asam Mefenamat
34.5
34
33.5 Natrium Diklofenak
33
Deksamethasone
Suhu Suhu t20°C t40° C t60° C t90°C
Awal (˚C) Demam Methyl Prednisolone
(˚C)
Waktu (Menit)
11
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pengujian daya analgetik dari enam obat.
Obat-obat tersebut adalah parasetamol, ibuprofen, asam mefenamat, natrium
diklorofenak, dexamethason dan metil prednisolon. Adapun hewan uji yang
digunakan adalah tikus jantan galur Wistar. Alasan penggunaan tikus adalah
karena tikus memiliki anatomi dan fisiologi yang hampir sama dengan tubuh
manusia sehingga pengujian pada tikus dapat menggambarkan profil
farmakokinetika obat pada tubuh manusia yang secara lengkap menggambarkan
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi dari obat.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran suhu awal (normal) dan suhu
setelah diberi vaksin DPT HB. Vaksin DPT Hb ini merupakan bakteri lemah yang
dapat merangsang kekebalan tubuh dimana respon yang ditimbulkan saat
masuknya bakteri lemah ini adalah terjadinya peningkatan suhu tubuh. Menurut
Departemen Kesehatan yaitu bahwa hewan uji dikatakan demam jika kenaikan
suhunya sama dengan atau lebih dari 0,6oC setelah 8 jam aplikasi vaksin
dilakukan (Depkes, 1995).
Demam tersebut diperoleh akibat bakteri atau mikroorganisme yang
terdapat di dalam vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh mencit yang kemudian
menimbulkan respon pada tubuh mencit tersebut. Selain itu, demam yang terjadi
diakibatkan dari salah satu substansi dari vaksin DPT yaitu bakteri Bordetella
pertussis. Demam sendiri bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala adanya
infeksi yang terjadi di dalam tubuh. Pada saat pemberian vaksin, bakteri lemah
tersebut akan menginfeksi kemudian sebagai respon dikeluarkan limfosit (sel
darah putih) dari tubuh yang bekerja dengan memfagositosis bakteri tersebut
sehingga efek yang ditimbulkan adalah adanya peningkatan suhu tubuh. Tikus
yang telah diinduksi demam tersebut akan mengalami peningkatan suhu tubuh
yang kemudian diberikan keenam obat yang diujikan
Penggunaan antipiretik dimaksudkan untuk menurunkan suhu pada tikus
yang telah diinduksikan DPT HB. Prinsip pengujian antipiretik adalah dengan
mengukur kemampuannya untuk menurunkan panas yang diciptakan secara
12
VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum dapat disimpulkan bahwa :
. Obat golongan antipiretika yang memberikan efek penurun panas yang paling
baik adalah Ibuprofen.
a. Obat golongan antipiretika yang memberikan efek penurun panas yang paling
buruk adalah Deksametason.
b. Dari uji anava 1 jalan didapatkan obat yang memiliki daya anti piretik paling
maksimum beruturut-turut adalah ibuprofen, Na-diklorofenak, asam mefenamat,
metil prednisolon, parasetamol dan deksametason
14
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI.
________. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
Dipiro, J. T., dkk. 2008. Pharmacotherapy Handbook Seven Edition. New York :Mc
Graw Hill.
Erlangga, M. E., Sitanggah, R. H., Bisri, T. 2015. Perbandingan Pemberian Dexametason
10 mg Dengan 15 mg Intravena Sebagai Adjuvant Analgetik Terhadap Skala Nyeri
Pascabedah Pada Pasien yang Dilakukan Radikal Masektomi Termodifikasi. Jurnal
Anestesi Perioperatif Vol. 3.
Jurnalis, Y. D., Sayoeti, Y., Moriska, M. 2015. Kelainan Hati Akibat Antipiretik. Jurnal
FK UNAND Vol. IV.
Muslim, R. A., Iskandar, Subhan, U. 2012. Efektivitas Tepung Hipotalamus Sapi dalam
Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Tambakan (Helostoma
temminckil). Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. III.
Mycek, Mary J., Richard A. Harvey, and Pamela C. Champe. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.
Schunak. W. 1990. Senyawa Obat Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Wilmana, F., Gan, S. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5: AnalgesikAntipiretik
Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Wilmana, P.F. 2011. Analgesik-Atipiretik, Analgesik-Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat
Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
15
LAMPIRAN
UJI NORMALITAS
UJI HOMOGEN