Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI – TOKSIKOLOGI

PERCOBAAN III
ANTIPIRETIKA

Disusun Oleh :
1. Virnalia Nada Utari (1041611146)
2. Wamelinda Dwi.W (1041611149)
3. Winda Nurliana.M (1041611151)
4. Surya Hadi Pranata (1041511236)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIFAR "YAYASAN PHARMASI" SEMARANG
2018
1

PERCOBAAN III
ANTIPIRETIK
I. Tujuan
1. Mengenal satu cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek antipiretik
suatu obat
2. Mampu membedakan potensi antipiretik dari beberapa golongan kimia
obat-obatan antipiretik
3. Mampu merumuskan beberapa kriteria antipiretik untuk senyawa-senyawa
yang diduga potensial untuk maksud ini
4. Menyadari pendekatan sebaik-baiknya untuk mengatasi panas

II. Dasar Teori


Antipiretik adalah golongan obat dengan targetuntuk menurunkan
temperatur. Beberapa obat yangtermasuk dalam golongan ini adalah
Acetaminophen, Ibuprofen dan aspirin (Jurnalis, dkk, 2015).
Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,5ºC dan bisa
menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol
oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di riset pada level
temperatur yang paling tinggi (Dipiro, 2008).
Hipotalamus terdiri dari berbagai nukleus yang mampu mengatur
keseimbangan dalam tubuh dan sangat peka terhadap steroid dan glukokortikoid,
glukosa dan suhu. Hipotalamus menghasilkan hormon berupa RH (Releasing
Hormon) yaitu hormon yang dilepaskan untuk merangsang agar hormon lain
bekerja dan IH (Inhibiting Hormon) yaitu hormon yang menghambat atau
menghentikan hormon lain. Hormon yang dihasilkan hipotalamus antara lain
Corticotrophin releasing hormone (CRH), gonadotropin releasing hormone
(GnRH), Thyrotropin releasing hormone (TRH), growth hormone releasing
hormone (GHRH), Somatostatin dan Dopamine (Muslim, dkk, 2012).
Demam terjadi jika “ set point “ pada pusat pengatur panas di hipotalamus
anterior meningkat. Hal ini dapat di sebabkan oleh sintesis PEG yang dirangsang
bila suatu zat penghasil demam endogen (pirogen) seperti sitokinin di lepaskan
2

dari sel darah putih yang di aktivasi oleh infeksi, hipersensitifitas, keganasan atau
inflamasi. Salisilat menurunkan suhu tubuh si penderita demam dengan jalan
menghalangi sintesis dan pelepasan PEG (Mycek, dkk, 2001)
Prostaglandin adalah senyawa mediator yang penting pada kejadian nyeri
dan radang. Secara kimia ia adalah turunan asam prostanoat yang di bentuk invivo
dari asam arakhidonat, suatu asam lemak C-20 dengan empat ikatan rangkap
oksidasi dan siklisasi asam arakhidonat yang di katalisis oleh protaglandin sintetase,
menghasilkan suatu endoperoksida siklik yang sebagai zat kunci di isomerisasi
menjadi prostaglandin E2 (PGE2) atau menjadi prostaglandin lain. Zat seperti asam
asetil salisilat atau indometasin mewujudkan kerja analgetik dan antiflogistiknya,
pada dasarnya melalui hambatan prostaglandin sintetase yang terdapat pada
jaringan perifer (Schunack, dkk, 1990 )
Golongan obat -obat antipiretik secara umum yaitu:
a. Golongan salisilat: aspirin, salisilamid
b. Golongan para-aminofenol: acetaminophen(paracetamol), fenasetin
c. Golongan pirazolon; fenilbutazon dan metamizol (Wilmana, 2011)

KARAKTERISTIK BAHAN OBAT


Parasetamol ( N-asetil-p-aminofenol )

Merupakan metabolit aktif fenasetin, yang disebut analgesil coal tar.


Asetaminofen merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat
analgesik-antipiretik; namun, tidak seperti aspirin, aktivitas antiradangnya lemah
sehingga bukan merupakan obat yang berguna untuk menangani kondisi radang.
Karena asetaminofen ditoleransi dengan baik, banyak efek samping aspirin tidak
dimiliki asetaminofen, dan dapat diperoleh tanpa resep. Namun, overdosis akut
menyebabkan kerusakan hati yang fatal.
Asetaminofen hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah
dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang,
3

karena itu efek antiradang asetaminofen lemah. Efek antipiretiknya dapat


dijelaskan dengan kemampuannya menghambat siklooksigenase di otak, yang
tonus peroksidanya lemah. Selain itu, asetaminofen tidak menghambat aktivasi
neutrofil, sedangkan NSAID lain menghambat aktivasi tersebut. Konsentrasi
asetaminofen dalam plasma mencapai puncak dalam 30 sampai 60 menit, waktu
paruh dalam plasma sekitar 2 jam setelah dosis terapeutik. t 1/2 eliminasi
parasetamol 1,25-3 jam (ISO Farmakoterapi, 2008)
Ibuprofen

Untuk nyeri yang ringan sampai sedang, terutama nyeri dismonorea


primer. Obat ini dapat diberikan dengan susu atau makanan untuk meminimalkan
efek samping saluran cerna.
Zat ini merupakan campuran rasemis, dengan bentuk-dextro yang aktif.
Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral, dan konsentrasi puncak
dalam plasma teramati setelah 15 sampai 30 menit. Waktu paruh dalam plasma
sekitar 2 jam. Ibuprofen banyak (99%) terikat pada protein plasma, tetapi obat ini
hanya menduduki sebagian dari seluruh tempat ikatan obat pada konsentrasi
biasa. Ibuprofen melintas dengan lambat ke dalam ruang sinovial dan mungkin
tetap berada pada konsentrasi yang lebih tinggi jika konsentrasi dalam plasma
menurun dan t1/2 1,2-5 jam (ISO Farmakoterapi, 2008).
Na. Diklofenac

Derivat-fenilasetat ini termasuk NSAID yang terkuat daya antiradangnya


dengan efek samping yang kurang kuat dibandingkan dengan obat
lainnya(indometasin, piroxicam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam
nyeri, juga pada migrain dan encok. Lagipula secara parenteral sangat efektif
4

untuk menanggulangi nyeri kolik hebat (kandung kemih dan kandung empedu).
Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi BA nya rata-rata 55%
akibat FPE besar. Efek analgetisnya dimulai setelah 1 jam, secara rektal dan
intramuskuler lebih cepat, masing-masing setelah 30 dan 15 menit. Penyerapan
garam-K (Cataflam) lebih pesat daripada garam-Na . PP-nya diatas 99%, plasma
t1/2 nya k.l.1jam. ekskresi melalui kemih berlangsung untuk 60% sebagai
metabolit dan untuk 20% dengan empedu dan tinja dan t ½ eliminasi Na.
Diklofenak 2 jam (ISO Farmakoterapi, 2008).
Asam Mefenamat (Ponstan)

Derivat antranilat juga dengan khasiat analgetis, antipiretis, dan antiradang


yang cukup baik. Obat ini banyak sekali digunakan sebagai obat nyeri dan rema.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah gangguan lambung-usus dan t ½
eliminasi asam mefenamat 2-4 jam (ISO Farmakoterapi, 2008).
Methylprednisolon

Adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang mempunyai efek kerja


dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon tidak
mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikosteroid yang lain dan t ½
eliminasi methylprednisolon 200 menit (Depkes RI, 1979).
5

Dexamethason

Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas


imunosupresandan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan Deksametason bekerja dengan
menurunkanrespon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas anti-inflamasi
Deksametasondengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap
proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk
makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi. Deksametason, seperti kortikosteroid
lainnya memiliki efek anti inflamasi dananti alergi dengan pencegahan pelepasan
histamine. Deksametason merupakan salahsatu kortikosteroid sintetis terampuh.
Kemampuannya dalam menaggulangi peradangandan alergi kurang lebih sepuluh kali
lebih hebat dari pada yang dimiliki prednisone (Depkes RI, 1979).

III. Alat dan Bahan


Bahan:
1. Larutan DBT HB
2. Zat pensuspensi (CMC Na)
3. Ibuprofen
4. Na Diklofenak
5. Asam Mefenamat
6. Metilprednisolon
7. Paracetamol
Alat:
1. Jarum suntik oral (ujung tumpul)
2. Termometer rektal
6

IV. SKEMA KERJA


Tanpa perlakuan ( Kontrol Negatif)

Setiap kelompok mendapatkan lima ekor tikus, ditimbang dan ditandai


pada ekornya

Dicatat suhu rectal normal dari masing-masing tikus sebelum pemberian


obat

Kelima tikus disuntik dengan larutan vaksin DPT Hb 0,2 ml secara i.m.

Setelah tercapai puncak demam oleh vaksin, tiga jam setelah disuntik
larutan vaksin DPT Hb diberi perlakuan dengan diberikan CMC Na

Dicatat suhu tubuh keempat ekor tikus selang 20,40,60,90,120 menit

Dicatat suhu rectal tiap tikus tiap selang waktu setengah jam

Diamati suhu hewan uji


7

DENGAN PERLAKUAN OBAT

Setiap kelompok mendapatkan lima ekor tikus

Dicatat suhu rectal normal dari masing-masing tikus sebelum pemberian


obat

Kelima tikus disuntik dengan larutan vaksin DPT Hb 0,2 ml secara i.m.

Dicatat suhu rectal tiap tikus tiap selang waktu setengah jam

Setelah tercapai puncak demam oleh vaksin, 3 jam setelah disuntik


larutan vaksin DPT Hb diberi perlakuan sebagai berikut :
 4 hewan uji diberi suspensi Ibuprofen 200mg/50 kg BB manusia
 4 hewan uji diberi suspensi Asam Mefenamat dosis 500mg/50
kg BB manusia
 4 hewan uji diberi suspensi Na Diklofenak dosis 50mg/50kg BB
manusia
 4 hewan uji diberi suspensi Metilprednisolon dosis 8mg/50kg
BB manusia

Dicatat suhu tubuh keempat ekor tikus selang 20,40,60,90,120 menit

Bandingkan dan hitung anava 1 jalan


8

V. Perhitungan

NO Keterangan Perhitungan
1. Dosis manusia 70 kg =
70 𝑘𝑔
𝑥 500 𝑚𝑔 = 700 mg/70 kg BB manusia
50 𝑘𝑔

Dosis tikus 200 gram = 700 mg x 0,018 = 12,6 mg /200 g tikus

Dosis Terbesar = x Dosis tikus 200 gram

259,2 𝑔
= 𝑥 12,6 𝑚𝑔 = 16,32 mg/259,2 g tikus
200 𝑔

2. C Stock =

16,33 𝑚𝑔
= 1 = 6,532 mg/mL
𝑥 5 𝑚𝐿
2

3. C Stock dibuat 100 mL = 6,532 mg/mL x 100 mL


= 653,2 mg
Berat Tablet Rata-Rata = 657,7 mg

Serbuk yang Ditimbang =


653,2 𝑚𝑔
𝑥 657,7 𝑚𝑔
500 𝑚𝑔
= 859,22 mg

4. Penimbangan Asam Mefenamat Kertas + zat = 1,4099 g


Kertas + sisa = 0,5519 g
Berat zat = 0,858 g (858 mg)

Paracetamol yang dibuat untuk = x 0,60284 gram =


Larutan C Stock
C Stock =
858 𝑚𝑔
𝑥 500 𝑚𝑔
657,7 𝑚𝑔
`
= 652,27 mg/100 mL
5.
= 6,5277 mg/mL
9

2. Volume Pemberian

No Tikus Berat Perhitungan


ke- (g) Dosis = Vp =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑖𝑘𝑢𝑠
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑇𝑖𝑘𝑢𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑖𝑘𝑢𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

1. 1 259,2 259,2 𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 16,33 mg/mL
16,33 𝑚𝑔
𝑥 1 𝑚𝐿 = 2,5016 mL
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿

~ 2,5 mL
2. 2 175,0 175 𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 11,0253 mg/mL
11,0253 𝑚𝑔
𝑥 1 𝑚𝐿 = 1,6890
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿

mL ~ 1,70 mL
3. 3 235,0 235 𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 14,8054 mg/mL
14,8054 𝑚𝑔
𝑥 1 𝑚𝐿 =
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿

2,2681mL ~ 2,30 mL
4. 4 232,4 232,4 𝑔 14,6415 𝑚𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 14,6415 𝑥 1 𝑚𝐿 = 2,2429
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿

mg/mL mL ~ 2,20 mL
5 5 193,0 193 𝑔 12,1593 𝑚𝑔
𝑥 16,33 𝑚𝑔/𝑚𝐿 = 12,1593 mg/mL 𝑥 1 𝑚𝐿 = 1,8627
259,2 𝑔 6,5277 𝑚𝐿

mL ~ 2,00 mL

VI. Data Pengamatan

Suhu setelah Δ
Suhu diberi Suhu setelah pemberian obat
Perlakuan Tikus Penurunan
Awal
vaksin DPT-Hb t200 C t400 C t600 C t900 C Suhu
I 35.60 36.30 36.50 36.70 36.60 36.60 -0.3
II 34.60 34.40 35.80 35.60 35.60 35.70 -1.3
Kontrol III 36.30 36.40 36.20 36.00 36.00 36.20 0.2
IV 37.30 38.60 38.40 38.20 38.20 37.40 1.2
Rerata 35.65 36.43 36.73 36.63 36.60 36.48
I 34.40 36.50 36.80 35.60 36.20 35.20 1.3
II 33.50 35.10 34.50 34.60 35.60 34.70 0.4
Parasetamol III 36.60 37.60 38.10 37.10 34.70 36.60 1
IV 38.10 38.10 38.60 37.00 37.10 37.10 1
Rerata 35.65 36.83 37.00 36.08 35.90 35.90
I 34.90 37.40 35.00 35.60 33.50 33.50 3.9
Ibuprofen
II 33.70 36.70 35.30 38.00 33.70 33.70 3
10

III 34.90 36.20 34.30 34.90 33.90 33.90 2.3


IV 33.90 35.30 35.60 35.90 34.80 33.50 1.8
Rerata 34.35 36.40 35.05 36.10 33.98 33.65
I 37.10 38.70 37.60 37.10 37.00 37.10 1.6
II 37.20 38.80 37.50 37.40 37.30 37.10 1.7
Asam
III 38.60 39.10 38.10 38.10 38.00 37.80 1.3
Mefenamat
IV 36.20 39.00 38.00 37.60 37.40 37.50 1.5
Rerata 37.28 38.90 37.80 37.55 37.43 37.38
I 36.30 37.10 37.00 36.60 34.20 34.00 3.1
II 35.60 36.20 36.20 35.60 35.10 34.60 1.6
Natrium
III 35.90 38.40 35.50 37.80 37.30 36.00 2.4
Diklofenak
IV 35.70 38.10 35.80 36.30 37.90 36.40 1.7
Rerata 35.88 37.45 36.13 36.58 36.13 35.25
I 37.90 38.80 38.30 38.30 38.20 37.50 1.3
II 37.80 38.50 38.80 38.30 39.00 38.10 0.4
Deksametha
III 37.90 38.30 39.00 38.50 37.60 37.50 0.8
sone
IV 37.60 38.50 38.30 37.90 38.20 37.70 0.8
Rerata 37.80 38.53 38.60 38.25 38.25 37.70
I 35.00 37.60 37.90 37.60 36.60 36.30 1.3
II 35.10 38.20 38.20 37.40 36.90 36.30 1.9
Methyl
III 35.70 38.50 38.00 37.10 36.90 36.70 1.8
Prednisolone
IV 35.40 36.90 36.30 36.30 36.10 36.10 0.8
Rerata 35.30 37.80 37.60 37.10 36.63 36.35

KURVA DATA ANTIPIRETIK

Kurva Suhu (˚C) Vs Waktu (menit)


40
39.5
39
38.5
38 Kontrol
37.5
Suhu (˚C)

37 Parasetamol
36.5
36 Ibuprofen
35.5
35 Asam Mefenamat
34.5
34
33.5 Natrium Diklofenak
33
Deksamethasone
Suhu Suhu t20°C t40° C t60° C t90°C
Awal (˚C) Demam Methyl Prednisolone
(˚C)
Waktu (Menit)
11

VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pengujian daya analgetik dari enam obat.
Obat-obat tersebut adalah parasetamol, ibuprofen, asam mefenamat, natrium
diklorofenak, dexamethason dan metil prednisolon. Adapun hewan uji yang
digunakan adalah tikus jantan galur Wistar. Alasan penggunaan tikus adalah
karena tikus memiliki anatomi dan fisiologi yang hampir sama dengan tubuh
manusia sehingga pengujian pada tikus dapat menggambarkan profil
farmakokinetika obat pada tubuh manusia yang secara lengkap menggambarkan
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi dari obat.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran suhu awal (normal) dan suhu
setelah diberi vaksin DPT HB. Vaksin DPT Hb ini merupakan bakteri lemah yang
dapat merangsang kekebalan tubuh dimana respon yang ditimbulkan saat
masuknya bakteri lemah ini adalah terjadinya peningkatan suhu tubuh. Menurut
Departemen Kesehatan yaitu bahwa hewan uji dikatakan demam jika kenaikan
suhunya sama dengan atau lebih dari 0,6oC setelah 8 jam aplikasi vaksin
dilakukan (Depkes, 1995).
Demam tersebut diperoleh akibat bakteri atau mikroorganisme yang
terdapat di dalam vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh mencit yang kemudian
menimbulkan respon pada tubuh mencit tersebut. Selain itu, demam yang terjadi
diakibatkan dari salah satu substansi dari vaksin DPT yaitu bakteri Bordetella
pertussis. Demam sendiri bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala adanya
infeksi yang terjadi di dalam tubuh. Pada saat pemberian vaksin, bakteri lemah
tersebut akan menginfeksi kemudian sebagai respon dikeluarkan limfosit (sel
darah putih) dari tubuh yang bekerja dengan memfagositosis bakteri tersebut
sehingga efek yang ditimbulkan adalah adanya peningkatan suhu tubuh. Tikus
yang telah diinduksi demam tersebut akan mengalami peningkatan suhu tubuh
yang kemudian diberikan keenam obat yang diujikan
Penggunaan antipiretik dimaksudkan untuk menurunkan suhu pada tikus
yang telah diinduksikan DPT HB. Prinsip pengujian antipiretik adalah dengan
mengukur kemampuannya untuk menurunkan panas yang diciptakan secara
12

eksperimental pada hewan percobaan. Mekanisme kerja antipiretik adalah dengan


mengatur suhu tubuh di pusat hipotalamus yang merupakan thermostat sebagai
pengatur suhu tubuh. Sebelum masing-masing kelompok diberikan perlakuan
tikus akan diukur terlebih dahulu suhu tubuhnya, pengukuran suhu tubuh
seharusnya dilakukan di bagian rektal karena suhu rektal lebih tinggi satu derajat
dari suhu urin maupun oral.
Obat-obat yang diujikan memiliki mekanisme kerja yang hampir sama,
hanya saja, adanya perbedaan struktur kimia dan afinitas terhadap reseptor dapat
memberikan pengaruh terhadap daya antipiretik suatu obat.
Dari hasil pengamatan, tikus yang tidak diberi obat antipiretik dan hanya
diberi larutan CMC Na saja menunjukkan peningkatan suhu tubuh yang kemudian
berangsur-angsur menurun karena terdapat respon tangkis dari tubuh tikus melalui
perlawanan oleh sel darah putih. Perlawanan ini dilakukan dengan memfagositosis
bakteri lemah dari vaksin tersebut sehingga menahan terjadinya infeksi.
Dari keenam obat yang diberikan yang memiliki efek maksimum adalah
Ibuprofen dalam menurunkan suhu tubuh hewan uji. Ibuprofen merupakan
golongan obat anti inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai
aktivitas analgetik. Mekanisme ibuprofen adalah menghambat isoenzim
siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2 dengan cara mengganggu perubahan
asam arakidonat menjadi prostaglandin. Enzim siklooksigenase berperan dalam
memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan asam arakidonat, sedangkan
prostaglandin adalah molekul pembawa pesan pada proses inflamasi atau
peradangan (Wilmana dan Gan, 2007).
Obat yang mengalami penurunan paling rendah ialah deksametason.
Deksametason merupakan kortikosteroid dari golongan glukokortikoid yang
mempunyai efek anti-inflamasi yang kuat. Pemberian deksametason akan
menekan pembentukan bradikinin dan juga pelepasan neuropeptida dari
ujung-ujung saraf, hal tersebut dapat menimbulkan rangsangan nyeri pada
jaringan yang mengalami proses inflamasi. Penekanan produksi prostaglandin
oleh deksametason akan menghasilkan efek analgesia melalui penghambatan
sintesis enzim cyclooksigenase di jaringan perifer tubuh (Erlangga, dkk, 2015).
13

Hasil pengukuran suhu rektal dari data pengamatan menunjukkan bahwa


data berdistribusi normal dililhat dari nilai sig dari enam obat lebih besar dari 0,05
sehingga disimpulkan data berdistribusi normal. Berdasarkan uji homogen
didapatkan nilai sig lebih besar dari 0,05 sehingga data memenuhi standar
homogen. Karena data berdistribusi normal dan homogen, lalu dilakukan ujian
anava 1 jalan. Dari uji anava 1 jalan didapatkan obat yang memiliki daya anti
piretik paling maksimum beruturut-turut adalah ibuprofen, Na-diklorofenak, asam
mefenamat, metil prednisolon, parasetamol dan deksametason. Metil prednisolon
dan asam mefenamat mempunyai daya anti piretik yang sama kuat.

VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum dapat disimpulkan bahwa :
. Obat golongan antipiretika yang memberikan efek penurun panas yang paling
baik adalah Ibuprofen.
a. Obat golongan antipiretika yang memberikan efek penurun panas yang paling
buruk adalah Deksametason.
b. Dari uji anava 1 jalan didapatkan obat yang memiliki daya anti piretik paling
maksimum beruturut-turut adalah ibuprofen, Na-diklorofenak, asam mefenamat,
metil prednisolon, parasetamol dan deksametason
14

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI.
________. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
Dipiro, J. T., dkk. 2008. Pharmacotherapy Handbook Seven Edition. New York :Mc
Graw Hill.
Erlangga, M. E., Sitanggah, R. H., Bisri, T. 2015. Perbandingan Pemberian Dexametason
10 mg Dengan 15 mg Intravena Sebagai Adjuvant Analgetik Terhadap Skala Nyeri
Pascabedah Pada Pasien yang Dilakukan Radikal Masektomi Termodifikasi. Jurnal
Anestesi Perioperatif Vol. 3.
Jurnalis, Y. D., Sayoeti, Y., Moriska, M. 2015. Kelainan Hati Akibat Antipiretik. Jurnal
FK UNAND Vol. IV.
Muslim, R. A., Iskandar, Subhan, U. 2012. Efektivitas Tepung Hipotalamus Sapi dalam
Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Tambakan (Helostoma
temminckil). Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. III.
Mycek, Mary J., Richard A. Harvey, and Pamela C. Champe. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.
Schunak. W. 1990. Senyawa Obat Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Wilmana, F., Gan, S. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5: AnalgesikAntipiretik
Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Wilmana, P.F. 2011. Analgesik-Atipiretik, Analgesik-Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat
Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
15

LAMPIRAN

UJI NORMALITAS

UJI HOMOGEN

UJI ANAVA 1 JALAN


16

UJI POST HOC


17

Semarang, 15 Maret 2018


Dosen Pengampu Praktikan,

FX. Sulistyanto W., M.Si., Apt. Virnalia Nada Utari (1041611146)

Dhimas Aditya A., S.Farm., Apt. Wamelinda Dwi.W (104161149)

Winda Nurliana.M (104161151)

Surya Hadi Pranata (1041611236)

Anda mungkin juga menyukai