Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Farmakope Indonesia III (1979), sirup adalah sediaan cair berupa
larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12H22O11) tidak kurang
dari 64% dan tidak lebih dari 66%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung
sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi. Secara umum sirup merupakan larutan
pekat dari gula yang ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih
berasa manis. Sirup adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50%
sakarosa. Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian mengenai sirup.
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Sirup adalah
sediaan cairan kental untuk pemakaian dalam, yang minimal mengandung 90%
sakarosa (Anonim, 1995). Kandungan sakarosa dari sirup umumnya antara 60-
65%. Hal itu menentukan daya tahan dari sediaan. Atas dasar daya tahannya maka
sediaan berkonsentrasi tinggi dinilai paling baik, meskipun demikian perlu
diperhatikan bahwa dengan meningkatnya kandungan gula dari sirup
menyebabkan kelarutan bahan obat tertentu di dalamnya berkurang ( Voight,
1994).

Sirup terdiri dari dari zat aktif, pelarut, pemanis, zat penstabil, pengawet,
pengental, pewarna, pewangi, perasa, dan pengisotonis. Zat aktif merupakan zat
utama / zat yang berkhasiat dalam sediaan sirup. Pelarut merupakan cairan yang
dapat melarutkan zat aktif atau biasa disebut sebagai zat pebawa. Contoh pelarut
adalah air, gliserol, propilenglikol, etanol, eter. Pemanis merupakan zat tambahan
dalam suatu sirup, pemanis ditambahkan untuk memberikan rasa manis pada
sirup. Zat penstabil dimaksudkan untuk menjaga agar sirup dalam keadaan stabil
contoh dari zat penstabil adalah antioksidan, pendapar, pengkompleks. Pengawet
ditambahkan pada sediaan sirup bertujuan agar sirup tahan lama dan bisa di pakai
berulang- ulang. Penambahan pengawet biasanya pada sediaan dengan dosis
berulang. Pewarna adalah zat tambahan untuk sediaan sirup atau biasa disebut
corigen coloris. Pewarna ditambahkan jika diperlukan. Penambahan pewarna
biasanya agar sediaan menjadi lebih menarik dan tidak berwarna pucat.
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi
dengan komponen lain dalam syrup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada
warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa.
Penambahan pengental kedalam sediaan sirup hanya jika diperlukan. Pemberikan
pewangi ditambahkan hanya jika diperlukan saja, bertujuan agar obat berbau
harum dan menutupi bau zat aktif yang kurang sedap. Contoh dari pewangi adalah
essens straw, oleum rosae, dll. Penambahan perasa ini hanya jika diperlukan,
ditambahkan jika sediaan sirup yang akan di berikan pada pasien kurang enak atau
terlalu pahit. Unsur sirup yang terakhir yaitu pengisotonis yang biasanya
ditambahkan pada sediaan steril (Van, 1990).

Berdasarkan fungsinya, sirup dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu


medicated syrup (sirup obat) dan flavoured syrup (sirup pembawa). Sirup obat
didefinisikan sebagai sirup yang mengandung satu atau lebih bahan obat. Sirup
obat berupa obat tunggal atau dikombinasikan dengan obat lain yang berupa
preparat yang sudah distandarisasi. Contohnya sirup CTM, paracetamol. Sirup
pembawa biasanya mengandung berbagai bahan aromatis atau rasa enak yang
digunakan sebagai larutan pembawa atau pemberi rasa. Salah satu contohnya
adalah sirupus simplex (Ansel, 1989).

Proses pembuatan sediaan sirup dibagi menjadi dua yaitu, cara pemanasan
dan cara agitasi. Apabila mnggunakan cara pemanasan,cepat merupakan salah
satu kelebihan dari pembuatan sirup dengan cara pemanasan. Cara agitasi
dimaksudkan untuk memberikan ruang kepada bahan-bahan pada proses agitasi
(pengocokan), kelebihan cara ini adalah tercapainya stabilitas maksimum dan
digunakan untuk bahan yang tidak stabil pemanasanya (Arief, 1996).

Komponen-komponen sirup terdiri dari (Van Duin, 1991) :

a. Pemanis
Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat
dari kalori yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi
dan pemanis berkalori rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi
misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa sdangkan yang berkalori
rendah seperti laktosa.
b. Pengawet antimikroba
Pengawet antimikroba digunakan untuk menjaga kestabilan obat
dalam penyimpanan agar dapat bertahan lebih lama dan tidak
ditumbuhi oleh mikroba atau jamur.
c. Perasa dan Pengaroma
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau
bahan-bahan yang berasal dari alam untuk membuat sirup mempunyai
rasa yang enak. Karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini
harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Pengaroma
ditambahkan ke dalam sirup untuk memberikan aroma yang enak dan
wangi. Pemberian pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan
sirup, misalkan sirup dengan rasa jeruk diberi aroma citrus.
d. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak
bereaksi dengan komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil
dalam kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari
sediaan cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan.
Pemilihan warna biasanya dibuat konsisen dengan rasa. Juga banyak
sediaan sirup, terutama yang dibuat dalam perdagangan mengandung
pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengental dan
stabilisator.
Persyaratan mutu dalam pembuatan sediaan sirup, yaitu:
a. Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida
antrakinon di tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot
simplisia.
b. Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk
persediaan ditambahkan metil paraben 0,25 % b/v atau
pengawet lain yang cocok.
c. Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 65 %
sakarosa, bila lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila
lebih rendah dari 60 % sirup akan membusuk.
d. Bj sirup kira-kira 1,3
e. Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa (pecah
menjadi glukosa dan fruktosa) dan bila sirup yang bereaksi asam
inversi dapat terjadi lebih cepat.
f. Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan
menyebabkan terjadinya gula invert.
g. Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa
yang memutar bidang polarisasi kekiri.
h. Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer
sehingga mudah berjamur dan berwarna tua ( terbentuk
karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat.
i. Pada sirup yang mengandung sakarosa 60 % atau lebih, sirup
tidak dapat ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati.
j. Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat
tumbuh. Bila dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat
pula ditumbuhi jamur.
k. Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan
bahan pengawet misalnya nipagin.
l. Kadang-kadang gula invert dikehendaki misalnya dalam
pembuatan sirupus Iodeti ferrosi. Hal ini disebabkan karena
sirup adalah media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro
menjadi bentuk ferri. Gula invert dipercepat pembuatannya
dengan memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.
m. Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap
maka sakarosa dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam
botol yang tertutup,

Selanjutnya sifat fisika sediaan sirup terdiri dari (Syamsuni, 2006) :

a. Viskositas
Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang
berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan
didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan
secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati
permukaan datar lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang
diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan
kekentalannya. Untuk menentukan kekentalan, suhu zat uji yang
diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang
kecil dapat menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk
pengukuran sediaan farmasi. Suhu dipertahankan dalam batas idak
lebi dari 0,1 C.
b. Uji mudah tidaknya dituang
Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas
sirup. Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah
menjadikan cairan akan smakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat
fiik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama
penyimpanan.Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh
terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat penstabil yang
terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan sukar dituang.
c. Uji Intensitas Warna
Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan
pada warna sirup mulai minggu 0-4. Warna yang terjadi selama
penyimpanan dibandingkan dengan warna pada minggu 0. Uji ini
bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang
disimpan Selama waktu tertentu.

Evaluasi sediaan uji fisik sirup meliputi uji organoleptik, uji homogenitas,
uji pH sirup, pengukuran viskositas. Paracetamol merupakan obat analgesik dan
antipiretik yang biasa digunakan untuk pengobatan awal nyeri ringan hingga
sedang. ( O’Nell 2016). Karakteristik parasetamol yang penting diperhatikan
dalam formulasi adalah kelarutan. Kelarutan paracetamol dalam air adalah 1:70
(FI III hal 37). Pemakaian kosolven atau pelarut campur ditujukan untuk
meningkatkan kelarutan bahan obat.
A. PRAFORMULASI
I. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
 Paracetamol
1. Farmakokinetik
Paracetamol di absorpsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai
dalam waktu ½ jam dan waktu paruh plasma antara 1-3
jam. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein
plasma. Obat ini di metabolisme oleh enzim mikrosom hati.
2. Indikasi
Sebagai analgetik, antipiretik, termasuk bagi pasien yang
tidak tahan asetosal. Mengurangi rasa nyeri pada sakit
kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot,
menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi.
3. Kontraindikasi
Pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas dan penyakit
hepar aktif derajat berat. Penggunaan paracetamol, terutama
dalam jangka panjang, perlu diperhatikan pada pasien
dengan penyakit hepar kronis dekompensata.
4. Efek Samping
o Demam.
o Muncul ruam kulit yang terasa gatal.
o Sakit tenggorokan.
o Muncul sariawan.
o Nyeri punggung.
o Tubuh terasa lemah.
o Kulit atau mata berwarna kekuningan.
o Timbul memar pada kulit
II. Tinjauan Sifat Fisiko-Kima Bahan Obat
- Paracetamol
1. Organoleptis
Warna putih, tidak berbau, dan sedikit mempunyai rasa
pahit.
2. Struktur Kimia dan Berat Molekul
Berat molekul : 151,163 g/mol
Struktur kimia :

3. Ukuran partikel, bentuk atau luas permukaan


Ukuran partikel : terletak antara 125-2000µm.
Bentuk : serbuk hablur putih, tablet
Luas permukaan : 1,263 g/cm3
4. Kelarutan
Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1 N, mudah
larut dalam etanol (1,4 g/100 ml) atau 14 mg/ml.
5. Stabilitas
Stabil terhadap cahaya, kelembapan, sangat stabil dalam
air, relative stabil terhadap oksidasi kecuali bila
terhidrolisis menjadi p-aminofenol sebagai kontaminan, dan
bila terpapar kondisi lembab p-aminofenol terdegradasi
menjadi quinomine dan akan berwarna merah muda, coklat,
hitam.
6. Titik lebur
Titik lebur paracetamol 169°C
7. Higroskopis
Paracetamol menyerap uap air dalam jumlah yang tidak
signifikan pada suhu 26°C, pada kelembapan relative
meningkat sekitar 90%.
8. Inkompatibilitas
Ikatan hidrogen pada mekanismenya pernah dilaporkan
oleh karena itu parasetamol dihubungkan dengan
permukaan dari nilon dan rayon
- Propilenglikol
1. Organoleptis
Tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, cair, dengan
rasa manis, rasa sedikit pedas menyerupai gliserin
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 76,09 g/mol


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : -
Bentuk : cair sedikit kental
Luas permukaan : 1,04 g/cm3
4. Kelarutan
Larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan
air; larut pada 1 : 6 bagian eter; tidak larut dengan minyak
atau tetap minyak mineral ringan, tetapi akan larut
beberapa minyak esensial
5. Stabilitas
Pada temperatur rendah, propilenglikol stabil bila disimpan
dalam wadah tertutup baik, ditempat yang sejuk dan
kering.
6. Titik lebur
Propilen glikol memiliki titik lebur 690 -700C.
7. Higroskopis
Propilenglikol bersifat higroskopis karena mudah larut
dalam air
8. Inkompatibilitas
Inkompatibilitas dengan bahan pengoksidasi seperti kalium
permanganat.
- Gliserin
1. Organoleptis
Tidak berwarna, tidak berbau, viskos, cairan yang
higroskopis, memiliki rasa yang manis, kurang lebih 0,6
kali manisnya dari sukrosa.
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 92,09


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : -
Bentuk : cair agak kental
Luas permukaan : -
4. Kelarutan
Gliserin praktis tidak larut dengan benzene, kloroform, dan
minyak, larut dengan etanol 95%, methanol dan air.
5. Stabilitas
Pada suhu 20°C. Gliserin sebaiknya ditempat yang sejuk
dan kering.
6. Titik lebur
Titik lebur gliserin yaitu 18,2°C
7. Higroskopis
Gliserin bersifat higroskopis karena mudah menyerap air
dari udara sekitarnya,
8. Inkompatibilitas
Gliserin dapat meledak dengan kehadiran zat oksidator kuat
seperti kromium trioksida, kalium klorat, dan kalium
permanganat.
- Sakarin
1. Organoleptis
Serbuk atau hablur putih, tidak berbau atau berbau aromatik
lemah, larutan encer sangat manis, larutan beraksi asam
dalam lakmus.
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 183,18


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : 483.117 mg/kg
Bentuk : bubuk kristal putih
Luas permukaan : 0.828 g/cm3
4. Kelarutan
Kelarutan dalam air: 1 g per 290 mL
5. Stabilitas
Sakarin stabil di bawah kondisi normal yang digunakan
dalam formulas, dalam bentuk serbuk, tidak terdeteksi
dekomposisinya, dan pada suhu 125 derajat celcius pada
pH rendah (pH 2) selama lebih dari 1 jam tidak terjadi
dekomposisi yang signifikan. Produk dekomposisi yang
terbentuk adalah amonium-o-sulfur asam benzoat. Sakarin
harus disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk
dan kering.
6. Titik lebur
Titik lebur sakarin yaitu 228.8-229.7 °C
7. Higroskopis
hanya sedikit higroskopis terutama diatas kelembahan 75%
8. Inkompatibilitas
Sakarin dapat bereaksi dengan molekul besar, yang dapat
memicu atau menyebabkan reaksi tersebut terbentuk.
- Sorbitol
1. Organoleptis
gula alkohol dengan rasa yang manis, bau manis
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 182.17 g/mol


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : 4,691±0,08 µm
Bentuk : serbuk putih
Luas permukaan : 1.49 g/cm3
4. Kelarutan
Kelarutan dalam air: 2350 g/L
5. Stabilitas
Sorbitol secara kimiawi relatif inert dan kompatibel dengan
sebagian besar eksipien. Hal ini stabil di udara karena tidak
adanya katalis dan dingin, encer asam dan
basa. Sorbitol tidak gelap atau terurai disuhu yang tinggi
atau adanya amina.
6. Titik lebur
94–96 °C (201–205 °F; 367–369 K)
7. Higroskopis
Sorbitol merupakan pemanis yang bersifat
sangat higroskopis dan memiliki kemampuan mengikat air
bebas.
8. Inkompatibilitas
Sorbitol akan membentuk kelat yang larut dalam air dengan
banyak divalane dan ion logam bervalensi dalam kondisi
asam kuat dan basa. Penambahan propylenglicol cair untuk
sorbitol solusi dengan agitasi kuat menghasilkan lilin, larut
dalam air gel dengan titik leleh 35-408C. Sorbitol solusi
juga bereaksi dengan zat besi oksida menjadiberubah
warna. Sorbitol meningkatkan laju degradasi penisilin di
netral dan larutan air.
- Sukrosa
1. Organoleptis
Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau
berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau,
rasa manis, stabil di udara.
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 342.30 g/mol


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : -
Bentuk : serbuk putih
Luas permukaan : 1.587 g/cm3, padat
4. Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter.
5. Stabilitas
stabil pada suhu ruang dengan kelembaban relatif
6. Titik lebur
Titik lebur yaitu 186 °C
7. Higroskopis
Sukrosa mempunyai sifat higroskopis dan mudah larut
dalam air semakin tinggi suhu kelarutan semakin besar.
8. Inkompatibilitas
Serbuk sukroa bisa terkontaminasi oleh logam berat, yang
dapat mengakibatkan inkompatibilitas dengan bahan aktif.
Sukrosa bisa terkontaminasi dengan sufit dari proses
penyulingan.
- Nipagin
1. Organoleptis
Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih,
tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit
rasa terbakar
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 180,20 g/mol.


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel :
Bentuk : kristal berwarna atau sebuk kristalin putih
Luas permukaan :
4. Kelarutan
Sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter, larut dalam minyak, propilen glikol, dan
dalam gliserol.
5. Stabilitas
Stabilitas menurun dengan meningkatnya pH yang dapat
menyebabkan hidrolisis.
6. Titik lebur
Titik lebur. : 125-128˚C
7. Higroskopis
Bersifat higroskopis
8. Inkompatibilitas
Aktivitas antimikroba dan metilparaben atau golongan
paraben yang lain sangat dapat mengurangi efektivitas dari
surfaktan nonionik, seperti polysorbate 80. Tetapi adanya
propilenglikol (10%) menunjukkan peningkatan potensi
aktivitas antibakteri dari paraben, sehingga dapat mencegah
interaksi antara metilparaben dan polysorbate. Inkompatibel
dengan beberapa senyawa, seperti bentonit, magnesium
trisilicate, talc, tragacanth, sodium alginate, essential oils,
sorbitol dan atropine
- Nipasol
1. Organoleptis
Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :
Berat molekul : 180,21
3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : 1,172 µm
Bentuk : serbuk putih
Luas permukaan : luas permukaan sekitar 2 m2
4. Kelarutan
Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
(95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian
gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut
dalam larutan alkali hidroksida.
5. Stabilitas
Stabilitas menurun dengan meningkatnya pH yang dapat
menyebabkan hidrolisis.
6. Titik lebur
18,5 °C
7. Higroskopis
Bersifat higroskopis
8. Inkompatibilitas
Aktivitas antimikroba dan metilparaben atau golongan
paraben yang lain sangat dapat mengurangi efektivitas dari
surfaktan nonionik, seperti polysorbate 80. Tetapi adanya
propilenglikol (10%) menunjukkan peningkatan potensi
aktivitas antibakteri dari paraben, sehingga dapat mencegah
interaksi antara metilparaben dan polysorbate. Inkompatibel
dengan beberapa senyawa, seperti bentonit, magnesium
trisilicate, talc, tragacanth, sodium alginate, essential oils,
sorbitol dan atropine
- Asam sitrat
1. Organoleptis
Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul
sampai halus, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau;
rasa sangat asam
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 210,14


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : ukuran partikel (halus dan kasar)
Bentuk : serbuk hablur granul/halus
Luas permukaan : luas permukaan 14,00 m2/g.
4. Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol;
agak sukar larut dalam eter
5. Stabilitas
Asam sitrat dapat kehilangan kristal pada udara kering atau
dipanaskan
6. Titik lebur
426 K (153 °C)
7. Higroskopis
Asam sitrat yang bersifat higroskopis mampu
meningkatkan kadar air dalam serbuk sehingga
menyebabkan serbuk mudah lembab.
Konsentrasi asam tartrat yang berbeda mempengaruhi
waktu alir.
8. Inkompatibilitas
Tidak kompatibel dengan kalsium tartrat alkali dan
karbonat alkali tanah dan bikarbonat, asetat dan sulfide.
Asam sitrat juga berpotensi meledak apabila
dikombinasikan dengan logam berat. Pada penyimpanan
sukrosa dapat mengkristal dari sirup dengan kehadiran
asam sitrat.
- Natrium sitrat
1. Organoleptis
Hablur tidak berwarna atau serbuk putih
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 258,06 g/mol


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : 36-63 nm
Bentuk : granul putih
Luas permukaan : -
4. Kelarutan
Larut dalam air, tidak larut dalam etanol
5. Stabilitas
Natrium sitrat merupakan bahan yang stabil. Larutan berair
dapa disterilisasi dengan autoklaf. Pada penyimpanan,
larutan berair dapat menyebabkan pemisahan partikel padat
kecil dari wadah kaca. Bahan curah harus disimpan dalam
wadah kedap udara ditempat sejuk dan kering.
6. Titik lebur
300°C
7. Higroskopis
Bersifat higroskopis
8. Inkompatibilitas
Kalsium, garam strontium, basis, agen pereduksi, dan zat
pengoksidasi
- Aquadest
1. Organoleptis
tidak berbau, tidak berwarna
2. Struktur kimia dan berat molekul
Struktur kimia :

Berat molekul : 18,02 g / mol


3. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan
Ukuran partikel : -
Bentuk : cair
Luas pernukaan : -
4. Kelarutan :
Larut dengan sebagian besar pelarut polar.
5. Stabilitas :
Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam
bentuk Fiaik (es, air dan uap). Air harus disimpan
dalam wadah yang sesuai. Pada saat penyimpanan dan
penggunaannya
6. Titik lebur :
0 derajat C (273,15 K) (32 F)
7. Higroskopis :
bersifat higroskopis
8. Inkompatibilitas :
Dalam formulasi farmasi , air dapat bereaksi dengan obat
obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap
hidrolisis (dekomposisi dalam keberadaan air atau uap air)
pada saat suhu ditinggikan. Air dapat bereaksi dengan
logam alkali dan bereaksi cepat dengan alkali tanah dan
oksida nya, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida.
Air juga bereaksi dengan garam anhidrat untuk membentuk
garam hidrat dengan berbagai komposisi , dan dengan
beberapa organik bahan dan kalsium karbida.
III. Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian
Bentuk Sediaan : Larutan
Dosis : Anak (1-2 tahun) : 3-4 kali sehari 1 sendok takar (@ 5 mL).
Anak (2-6 tahun) : 3-4 kali sehari 1-2 sendok takar (@ 5ml - 10
ml). Anak (6-9 tahun) : 3-4 kali sehari 2-3 sendok takar (@ 10 ml -
15 ml). Anak (9-12 tahun) : 3-4 kali sehari 3-4 sendok takar (@ 15
ml- 20 ml).
Cara Pemberian : dikonsumsi dengan ukuran sendok takar
sebanyak 2,5-15 ml sekali minum.

DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700,
UI Press, Jakarta.

Attwood, D., dan Florence, A.T. 1988,Dasar-dasar Fisikokimia Farmasi, London:


Chapman and Hall, Inc. Halaman 81-153.

Baroroh, Umi L. U.,2004, Diktat Kimia Dasar I, Universitas Lambung


Mangkurat. Banjarbaru.

British Pharmacopoeia, 2009,British Pharmacopoeia. Volume 1 & 2, London: The


British Pharmacopoeia Commission, Hal. 2091-2095, 8702-8704.

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.

Florey, K, 1992, Analytical Profiles Of Drug Subtances, Volume 1,15,18,


Academic Press New York and London, 84, 85, 304, 369.

Ganiswarna, S., 1995,Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 271-288 dan 800- 810,
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.

Harwood, R. J., 2006, Propylene glycol, In: Rowe, R. C., Shesky, P. J., and Owen,
S. C. (eds.), Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition,
624, Pharmaceutical Press, UK.

Jones, David., 2008,FASTTrack: Pharmaceutics – Dosage Form and Design,


Pharmaceutical Press : London.

Kusriani, R. Herni.,As’ari, Nawawi.,Sopandi.,2017,Penetapan Kadar


Kurkuminoid Dalam Sediaan Sirup Temulawak (Curcuma
Xanthorizzha Roxb) Dengan Spektrofotometri,Jurnal Farmasi Galenika
Volume 1 No 1 : 12 – 15.
Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata., 1993,Farmasi Fisik: Dasar-dasar
Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Edisi Ketiga, Penerjemah:
Yoshita, UI-Press, Jakarta.

Martindale : The Extra Pharmacopoeia 28th ed., 1982, The Pharmaceutical Press,
London. Rohman, Abdul., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.

Silverstein, R.M., G.B. Bassler., and T.C.D. Morcill., 1986,Penyelidikan dan


Pengujian Spektrometrik Senyawa Organik. AlihBahasa : A.J. hartomo,
dan Anny Victor Purba. Erlangga. Jakarta.

Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga
University Press, Surabaya. Syamsuni, H.A., 2007, Ilmu Resep. EGC.
Jakarta.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obatobat Penting: Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya, Edisi Kelima, 357-359, 363-367, Direktur
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Van duinn. 1991. Ilmu resep dan teori. PT.soeronan: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai