Anda di halaman 1dari 40

SIRUP

Sirup adalah salah satu bentuk sediaan cair yang dalam dunia farmasi yang dikenal luas oleh
masyarakat. Saat ini, banyak sediaan sirup yang beredar di pasaran dari berbagai macam
merk, baik yang generic maupun yang paten. Biasanya, orang-orang mengunakan sediaan
sirup karena disamping mudah penggunaannya, sirup juga mempunyai rasa yang manis dan
aroma yang harum serta warna yang menarik sehingga disukai oleh berbagai kalangan,
terutama anak-anak dan orang yang susah menelan obat dalam bentuk sediaan oral lainnya.
Sirup didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung sakarosa. Kecuali

dinyatakan lain, kadar sakarosa tidak kurang dari 64% dan tidak lebiih dari 66%. Secara

umum, sirup dibagi menjadi 2 macam yaitu Non Medicated Syrup/Flavored Vehicle Syrup

(Seperti cherry syrup, cocoa syrup, orange syrup) dan Medicated Syrup/Sirup Obat (Seperti

sirup piperazina sitrat, sirup isoniazid). Non Medicated Sirup adalah sediaan syrup yang tidak

mengandung bahan obat, melainkan hanya mengandung gula, perasa, pengawet dan perwarna

sedangkan Sirup Obat mengandung bahan obat/Zat berkhasiat.

Definisi

Menurut farmakope Indonesia III, sirup adalah sedian cair berupa larutan yang mengandung

sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64.0% dan tidak lebih dari 66.0%.

Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi

(Anonim, 1995). Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang ditambah obat

atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis. Syrup adalah sediaan cair kental

yang minimal mengandung 50% sakarosa (Ansel et al., 2005).

Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian mengenai sirup. Sirup adalah

sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa (Anonim, 1979). Sirup adalah sediaan

cairan kental untuk pemakaian dalam, yang minimal mengandung 90% sakarosa (Voigt,

1984).

Penggolongan Sirup

Bedasarkan fungsinya, sirup dikelompokan menjadi 2 golongan, yaitu:


1.      Medicated Syrup (sirup obat)

Merupakan sirup yang mengandung satu atau lebih bahan obat. Sirup obat berupa

preparat yang sudah distandarisasi, dapat diberikan berupa obat tunggal atau dikombinasikan

dengan obat lain. Contoh sirup obat antara lain: Sirup sebagai ekspektorans contohnya yaitu

Sirup Thymi. Sirup Thymi et Serpylli = Sirop Thymi Compositus. Sirop Althae. Sirup

sebagai antitusif, contoh sirup Codeini, mengandung 2 mg Codein/ml sirop.

Sirup sebagai anthelmintik: cotoh sirup Piperazini, mengandung 1 g Piperazine dalam

bentuk hexahydrat/citrat dalam tiap 5 ml sirop. Sirup sebagai antibiotik contohnya yaitu Sirup

Kanamycin, mengandung 50 mg/ml, Sirup Chloramphenicol, umumnya mengandung 25

mg/ml, Sirup Ampicillin, umumnya mengandung 25 mg/ml, Sirup Amoxycillin, umumnya

mengandung 25 mg/ml, Sirup Cloxacillin, umumnya mengandung 25 mg/ml.

Dry Syrup atau sirup kering, berupa campuran obat dengan sakarosa, harus dilarutkan

dalam jumlah air tertentu sebelum dipergunakan. Keuntungan sirup kering dari pada sirup

cairan, biasanya sirup kering dapat tahan disimpan lebih lama. Contohnya Ampicillin

trihydrate “dry syrup”, ekivalen dengan 25 mg/ml sirup cairan kalau sudah dilarutkan dalam

jumlah air yang ditentukan.

2.      Flavored Syrup (sirup korigen/pembawa),

Biasanya tidak digunakan untuk tujuan medis, namun mengandung berbagai bahan

aromatis atau rasa yang enak dan digunakan sebagai larutan pembawa atau pemberi rasa pada

berbagai sediaan farmasi lainnya, misalnya sebagai penutup rasa pahit pada Vitamin B

Kompleks yang diberikan kepada bayi atau anak-anak. Sirup golongan ini, mengandung

berbagai bahan tambahan, misalnya bahan antioksidan (antioxidant agent), pengawet

(preservative agent), pewarna (coloring agent), pemberi rasa (flavoring agent), dan bahan

pelarut (diluting agent). Sirup ini, ditambahkan sebagai korigens rasa untuk obat minum,

cukup dalam jumlah 10-20 ml untuk tiap 100 ml larutan obat.


Sirup yang sering dipakai sebagai korigens-rasa, yaitu Sirup Simpleks, mengandung 65%

gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v, Sirup Aurantii, terutama untuk bahan obat yang

rasanya pahit, dan Sirup Rubi Idaei, terutama untuk bahan obat yang rasanya asam.

Komponen Syrup

1.      Pemanis

Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori yang

dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori rendah. Adapun

pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa sedangkan yang berkalori

rendah seperti laktosa.

2.      Pengawet Antimikroba

Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat bertahan lebih

lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba atau jamur.

3.      Perasa dan Pengaroma

Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan yang

berasal dari alam untuk membuat syrup mempunyai rasa yang enak karena sirup adalah

sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Pengaroma

ditambahkan ke dalam syrup untuk memberikan aroma yang enak dan wangi. Pemberian

pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan syrup, misalkan syrup dengan rasa jeruk

diberi aroma citrus.

4.      Pewarna

Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen

lain dalam syrup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan

keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan

warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa. Ada beberapa alasan mengapa sirup itu
berwarana, yaitu: lebih menarik dalam faktor estetikanya serta untuk menutupi kestabilan

fisik obat. Juga banyak sediaan syrup, terutama yang dibuat dalam perdagangan mengandung

pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengental dan stabilisator.

Keuntungan dan Kerugian Sediaan Syrup

Adapun keuntungan dari sediaan sirup yaitu :

1.      Merupakan campuran yang homogen.

2.      Dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan.

3.      Obat lebih mudah diabsorbsi.

4.      Mempunyai rasa manis.

5.      Mudah diberi bau-bauan dan warna sehingga menimbulkan daya tarik untuk anak.

6.      Membantu pasien yang mendapat kesulitan dalam menelan obat tablet.

Sedangkan kerugian dari sediaan sirup yaitu :

1.      Ada obat yang tidak stabil dalam larutan.

2.      Volume dan bentuk larutan lebih besar.

3.      Ada yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam sirup.

Sifat Fisika Kimia Sirup

1.      Viskositas

Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan

hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk

menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar

lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan

cairan yang akan ditentukan kekentalannya. Untuk menentukan kekentalan, suhu zat uji yang

diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat
menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran sediaan farmasi. Suhu

dipertahankan dalam batas tidak lebih dari 0,1 C.

2.      Uji mudah tidaknya dituang

Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup. Uji ini berkaitan

erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan cairan akan semakin mudah

dituang dan sebaliknya. Sifat fisik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama

penyimpanan.Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh terhadap kemudahan sirup

untuk dituang. Kadar zat penstabil yang terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan

sukar dituang.

3.      Uji Intensitas Warna

Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada warna sirup mulai

minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna pada

minggu 0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan

Selama waktu tertentu.

Pembuatan Sirup

Kecuali dinyatakan lain, Sirup dibuat dengan cara sebagai berikut : Buat cairan untuk sirup,

panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut. Tambahkan air mendidih

secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.

Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glukosida antrakinon, di

tambahkan natrium karbonat sejumlah 10% bobot simplisia. Pada pembuatan sirop simplisia

untuk persediaan di tambahkan Nipagin 0,25% b/v atau pengawet yang cocok.sirop disimpan

dalam wadah tertutup rapar,dan di tempat yang sejuk.

Metode kerja pembuatan sirup yaitu sebagai berikut:

1.      Melarutkan bahan- bahan dengan bantuan pemanasan


2.      Sirup yang dibuat dengan cara ini apabila dibutuhkan pembuatan sirup secepat mungkin,

komponen sirup tidak rusak atau menguap oleh pemanasan. Pada cara ini umumnya gula

ditambahkan ke air yang dimurnikan dan dipanaskan sampai larut. Contoh : sirup akasia,

sirup cokelat

3.      Melarutkan bahan-bahan dengan pengadukan tanpa pemanasan

Metode ini dilakukan untuk menghindari panas yang merangsang inverse sukrosa.

Prosesnya membutuhkan waktu yang lebih lama tetapi mempunyai kestabilan yang

maksimal. Bila bahan padat akan ditambahkan ke sirup, yang paling baik adalah dengan

melarutkannya dalam sejumlah air murni dan kemudian larutan tersebut digabungkan ke

dalam sirup. Contoh : sirup ferro sulfat.

Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang diberi rasa

(Colatura)

Ada kalanya cairan obat seperti tingtur atau ekstrak cair digunakan sebagai sumber obat

dalam pembuatan sirup. Banyak tingtur dan ekstrak seperti itu mengandung bahan-bahan

yang larut dalam alcohol dan dibuat dengan pembawa beralkohol atau hidroalkohol. Jika

komponen yang larut dalam alcohol dibutuhkan sebagai bahan obat dalam pembuatan sirup,

beberapa cara kimia umum dapat dilakukan agar bahan-bahan tersebut larut dalam air,

campuran dibiarkan sampai zat-zat yang tidak larut dalam air terpisah sempurna dan

menyaringnya dari campuran. Filtratnya adalah cairan obat yang kepadanya kemudian

ditambahkan sukrosa dalam sediaan sirup. Pada kondisi lain, apabila tingtur dan ekstrak

kental dapat bercampur dengan sediaan berair, ini dapat ditambahkan langsung ke sirup biasa

atau sirup pemberi rasa sebagai obat. Contoh : Sirup sena.

a.       Maserasi, Perkolasi, dan Infundasi


Adalah cara penarikan sari dari simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut

dalam cairan penyari pada suhu biasa yaitu pada suhunya 15-25 0C. Contoh : Sirupus Rhei,

Althaeae sirup

Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut perkolator, yang

simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut

akan menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi syarat-syarat yang telah

ditetapkan.Contoh :Sirupus cinnamomi, sirup aurantii corticis. Infundasi adalah ekstraksi

ekstraksi cara panas yang dilakukan dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90° C

selama 15 menit.

b.      Persyaratan Mutu Dalam Pengerjaan Sirup

Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon di

tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan

sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil paraben 0,25 % b/v atau pengawet lain

yang cocok. Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila lebih

tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.

Bj sirup kira-kira 1,3. Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah

menjadi glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih

cepat.

Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan terjadinya gula

invert. Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar bidang

polarisasi kekiri. Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga

mudah berjamur dan berwarna tua (terbentuk karamel), tetapi mencegah terjadinya oksidasi

dari bahan obat.

Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi

jamur, meskipun jamur tidak mati. Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur
dapat tumbuh. Bila dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.

Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya

nipagin. Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan sirupus

Iodeti ferrosi.Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang mereduksi, mencegah

bentuk ferro menjadi bentuk ferri. Gula invert disini dipercepat pembuatannya dengan

memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.

Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa dilarutkan

dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi

sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus

sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan. Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk

memperoleh sirup yang jernih. Untuk penjernihan Sirup, dapat dilakukan dengan beberapa

cara yaitu : Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan sambil diaduk,

zat putih telur akan menggumpal karena panas. Menambahkan bubur kertas saring lalu

didihkan dan saring kotoran sirup akan melekat ke kertas saring.

Kestabilan Sirup dalam Penyimpan

Cara memasukkan sirup ke dalam botol penting untuk kestabilan sirup dalam penyimpanan,

supaya awet (tidak berjamur ) sebaiknya sirup disimpan dengan cara :

1.      Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada pendinginan ada

kemungkinan terjadinya cemaran sehingga terjadi juga penjamuran.

2.      Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas ( karena sterilisasi ) sampai penuh sekali

sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi sebagian gabusnya, lalu sumbat

gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum yang menyebabkan sirup terlindung dari

pengotoran udara luar.


3.      Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah tidak berakibat

terjadinya gula invert. Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang

panambahan metil paraben 0,25% atau pengawet lain yang cocok.

Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang terbaik adalah cara ketiga.

Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi sebagai obat, misalnya :

chlorfeniramini maleatis sirupus, Corigensia saporis, misalnya : sirupus simplex, Corigensia

odoris, misalnya : sirupus aurantii, Corigensia coloris, misalnya : sirupus Rhoedos, sirupus

rubi idaei. Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup karena konsentrasi gula

yang tinggi mencegah pertumbuhan bakteri.

Untuk penyimpanan sediaan sirup yaitu dalam wadah tertutup rapat dan di tempat

sejuk. Sedangkan untuk penetapan kadar sakarosa mtode kerjanya yaitu

1.      Timbang seksama + 25 gram sirup dalam labu terukur 100 ml, tambahkan 50 ml air dan

sedikit larutan Aluminium hidroksida p. Tambahkan larutan timbal ( II ) sub asetat p tetes

demi tetes hingga tetes terakhir tidak menimbulkan kekeruhan.

2.      ]Tambahkan air secukupnya hingga 100,0 ml saring, buang 10 ml filtrat pertama. Masukkan

+ 45,0 ml filtrat kedalam labu tentukur 50 ml, tambahkan campuran 79 bagian volume asam

klorida p dan 21 bagian vol. Air secukupnya hingga 50,0 ml. Panaskan labu dalam tangas air

pada suhu antara 68 o dan 70 oC selama 10 menit, dinginkan dengan cepat sehingga suhu

lebih kurang 20 oC.

3.      Jika perlu hilangkan warna dengan menggunakan tidak lebih dari 100 mg arang penyerap.

4.      Ukur rotasi optik larutan yang belum di inversi dan sesudah inversi menggunakan tabung

22,0 cm pada suhu pengukur yang sama antara 10 o dan 25 o C. Hitung kadar dalam %,

C12H22O11 dengan rumus :

C = 300 x ( α1 - α2 )

( 144 - 0,5 t )
C = Kadar sacharosa dalam %

α1 = rotasi optik larutan yang belum di inversi

α2 = rotasi optik larutan yang sudah di inversi

t = suhu pengukuran

Contoh-contoh Sediaan Sirup

1.      Ferrosi Iodidi Sirupus

Cara pembuatan : 20 bagian ferrum pulveratum dicampur dengan 60 bagian air,

tambahkan 41 bagian Iodium sedikit demi sedikit sambil digerus. Setelah warna coklat hilang

maka larutan disaring, dimasukkan kedalam larutan ½ bagian acidum citricum dan 600

bagian sakarosa dalam 200 bagian air panas. Untuk mencegah terjadinya oksidasi dari ferro

Iodida maka ujung corong masuk kedalam larutan sakarosa. Sisa serbuk besi pada kertas

saring dicuci dengan air sampai diperoleh 1000 bagian sirup.

Guna acidum citricum adalah untuk mempercepat inversi sakarosa, menjadi glukosa dan

fruktosa yang merupakan reduktor kuat yang berguna untuk mencegah oksidasi ferro

lodidum. Ferro Iodidum selalu dibuat baru.

2.      Sirupus Simplex = Sirup Gula

Cara pembuatan : larutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan metil paraben 0,25 %

secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk

3.      Auranti Sirupi = Sirup Jeruk Manis

Cara pembuatan : campur 10 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong kecil-

kecil dengan 20 bagian larutan metil paraben 0,25%. Biarkan dalam tempat tertutup selama

12 jam. Pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi dengan larutan metil paraben 0,25%

secukupnya hingga diperoleh 37 bagian perkolat. Tambahkan 63 bagian gula pada suhu
kamar atau pada pemanasan perlahan-lahan dalam tempat tertutup hingga diperoleh 100

bagian sirup

Pemerian : cairan kental, jernih, warna coklat, bau khas aromatik.

4.      Sirupus Thymi = Sirup Thymi

Cara pembuatan : campurlah 15 bagian herba timi dengan air sesukupnya dan diamkan

12 jam dalam bejana tertutup. Masukan dalam perkolatordan sari dengan air, perkolat

dipanasi sampai 90 0C dan diserkai hingga diperoleh 36 bagian hasil perkolat. Masukan

dalam bejana tertutup dan tambahkan 64 bagian gula panaskan dengan pemanasan lemah

hingga diperoleh 100 bagian sirup.

Sirup-sirup yang tercantum dalam FI ed III yaitu :

1.      Chlorpheniramini maleatis sirupus

2.      Cyproheptadini hydrochloridi sirupus

3.      Dextrometorphani hydrobromidi sirupus

4.      Piperazini citratis sirupus

5.      Prometazini hydrochloridi sirupus

6.      Methidilazini hydrochloridi sirupus

7.     Sirupus simplex yang dibuat dengan melarutkan 65 bagian sacharosa dalam larutan metil

paraben secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup.

8.     Dalam perdagangan dikenal “dry syrup” yaitu syrup berbentuk kering yang kalau akan

dipakai ditambahkan sejumlah pelarut tertentu atau aqua destilata, biasanya berisi zat yang

tidak stabil dalam suasana berair. (Akfar PIM/2010)


SUSPENSI

A. Pengertian
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi
dalam fase cair.

          Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini.
Beberapa suspensi dapat langsung digunakan , sedangkan yang lain berupa  campuran padat
yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu  dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan. Sediaan seperti ini disebut  “ Untuk Suspensi oral”
          Suspensi topikal  adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi yang
diberi etiket sebagai “lotio”  termasuk dalam kategori ini.
          Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel  halus yang
ditujukan untuk diteteskan telinga bagian luar.
          Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus
dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
          Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal .
          Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
B.       Stabilitas Suspensi

Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :

1.        Ukuran partikel.


Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya
tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan
perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan
daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel
semakin kecil luas penampangnya. (dalam volume yang sama) .Sedangkan semakin besar
luas penampang partikel daya tekan keatas cairan  akan semakin memperlambat gerakan
partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan
dengan memperkecil ukuran partikel.

2.        Kekentalan (viscositas)


Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin
kental suatu cairan  kecepatan alirannya makin turun (kecil).
Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya partikel
yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dengan menambah viskositas cairan, gerakan
turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa
kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum “ STOKES “.

           d 2  (    -  0 )   g
V  = -------------------------
                       

Keterangan  :     V    =    kecepatan aliran


                           d    =    diameter dari partikel
                               =    berat jenis dari partikel
                            0  =    berat jenis cairan
                           g     =   gravitasi                      
       =    viskositas cairan

3.        Jumlah partikel (konsentrasi)


Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar , maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara
partikel tersebut.
Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu
makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel
dalam waktu yang singkat.

4.    Sifat/muatan partikel


Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan
yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar
bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat
bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempe-ngaruhinya.
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi  suspensi dimana partikel
tidak mengalami agregasi  dan tetap terdistribusi  merata. Bila partikel mengendap  mereka
akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap
ada kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan
selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking .
Kalau dilihat dari faktor-faktor tersebut diatas, faktor konsentrasi dan sifat dari partikel
merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi  karena konsentrasi merupakan
jumlah obat yang tertulis dalam resep dan sifat partikel merupakan sifat alam. Yang dapat
diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel dan viskositas.
                 Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan
dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan
pengental ini sering disebut sebagai       suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya
bersifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Bahan pensuspensi dari alam

Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid. Gom dapat
larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk mucilago
atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan
akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH
dan proses fermentasi bakteri .
Hal ini dapat dibuktikan dengan suatu percobaan :
-          Simpan 2 botol yang berisi mucilago sejenis .
-          Satu botol ditambah dengan asam dan dipanaskan, kemudian keduanya disimpan ditempat
yang sama.
-          Setelah beberapa hari diamati ternyata botol yang ditambah dengan asam dan dipanaskan
mengalami penurunan viskositas yang lebih cepat dibanding dengan botol tanpa pemanasan.

Termasuk golongan gom adalah :


  Acasia ( pulvis gummi arabici)
     Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp, dapat larut dalam air, tidak larut dalam alkohol,
bersifat asam. Viskositas optimum dari mucilagonya antara pH 5 – 9. Dengan penambahan
suatu zat yang menyebabkan pH tersebut menjadi diluar 5 – 9 akan menyebabkan penurunan
viskositas yang nyata.
     Mucilago gom arab dengan kadar 35 % kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom
ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat pengawet (
preservative).

  Chondrus
     Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau gigartina mamilosa, dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus disebut caragen, yang banyak
dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan derivat dari saccharida, jadi mudah
dirusak oleh bakteri, jadi perlu penambahan bahan pengawet untuk suspensi tersebut.

  Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth sangat lambat mengalami
hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan, Mucilago tragacanth
lebih kental dari mucilago dari gom arab. Mucilago  tragacanth baik sebagai stabilisator
suspensi saja, tetapi bukan sebagai emulgator.

  Algin
Diperoleh dari beberapa species ganggang laut. Dalam perdagangan terdapat dalam bentuk
garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan senyawa organik yang mudah mengalami
fermentasi bakteri sehingga suspensi dengan algin memerlukan bahan pengawet. Kadar yang
dipakai sebagai suspending agent umumnya 1-2 %.

                Golongan bukan gom


Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat.Tanah liat yang sering
dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada 3 macam yaitu bentonite,
hectorite dan veegum. Apabila tanah liat dimasukkan ke dalam air  mereka akan
mengembang  dan mudah bergerak jika dilakukan penggojokan. Peristiwa ini disebut
tiksotrofi.
Karena peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan bertambah sehingga  stabilitas dari
suspensi menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga penambahan bahan tersebut
kedalam suspensi adalah dengan menaburkannya pada campuran suspensi. Kebaikan bahan
suspensi dari tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh suhu/panas dan fermentasi dari bakteri,
karena bahan-bahan  tersebut merupakan senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.

2.    Bahan pensuspensi sintetis


  Derivat selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methosol, tylose), karboksi metil
selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa.
Dibelakang dari nama tersebut biasanya terdapat angka/nomor, misalnya methosol 1500.
Angka ini menunjukkan kemampuan menambah viskositas dari cairan yang dipergunakan
untuk melarutkannya. Semakin besar angkanya berarti kemampuannya semakin tinggi.
Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan tidak beracun , sehingga banyak dipakai
dalam produksi makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan pensuspensi juga digunakan
sebagai laksansia dan bahan penghancur/disintregator dalam pembuatan tablet.

  Golongan organik polimer 


Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah Carbophol 934 (nama dagang suatu
pabrik) .Merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut dalam air,tidak beracun dan
tidak mengiritasi kulit, serta sedikit pemakaiannya.Sehingga bahan tersebut banyak
digunakan sebagai bahan pensuspensi. Untuk memper-oleh viskositas yang baik diperlukan
kadar  1 %.
Carbophol sangat peka terhadap panas dan elektrolit.  Hal tersebut akan mengakibatkan
penurunan viskositas dari larutannya.

C.      Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi

1.    Metode pembuatan suspensi.


Suspensi dapat dibuat secara :

  Metode dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah terbentuk
kemudian baru diencerkan.
Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesuka-ran pada saat mendispersi serbuk dalam
vehicle, hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang
sangat halus mudah kemasukan udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk
terbasahi  tergantung besarnya sudut kontak antara zat terdispers dengan medium. Bila sudut
kontak   90o  serbuk akan mengambang diatas cairan.  Serbuk yang demikian disebut
memiliki sifat  hidrofob. Untuk menurunkan tegangan antar muka antara partikel zat padat
dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau  wetting agent.

  Metode praesipitasi.
Zat yang hendak didispersi dilarutkan  dahulu dalam pelarut organik yang hendak dicampur
dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencer- kan  dengan larutan pensuspensi 
dalam air. Akan terjadi endapan halus  dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi.
Cairan organik tersebut adalah : etanol, propilenglikol, dan polietilenglikol
 

2.    Sistem pembentukan suspensi


  Sistem flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat lemah,cepat mengendap dan pada
penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali

  Sistem deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya  membentuk
sedimen, dimana terjadi  agregasi akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi
kembali.

Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah :


Deflokulasi :
1.    Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
2.    Sedimentasi yang terjadi lambat masing - masing partikel mengendap terpisah dan ukuran
partikel adalah minimal
3.    Sedimen terbentuk lambat
4.    Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi
5.    Ujud suspensi menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terlihat
bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.

Flokulasi :
1.    Partikel merupakan agregat yang bebas.
2.    Sedimentasi terjadi cepat.
3.    Sedimen terbentuk cepat.
4.    Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti
semula
5.    Ujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi
daerah cairan yang jernih dan nyata.
                                                                 
D.      Formulasi Suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :

 Penggunaan “structured vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi


structured vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-
lain.

 Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat


pengendapan, tetapi dengan penggojokan ringan mudah disuspensikan kembali.

Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :


1.        Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium
2.        Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan atau polimer.
3.        Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4.        Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka ditambah
structured vehicle
5.        Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam
       structured vehicle
    
Bahan pemflokulasi yang digunakan dapat berupa larutan elektrolit, surfaktan atau
polimer. Untuk partikel yang bermuatan positif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan
negatif, dan sebaliknya. Contohnya suspensi bismuthi subnitras yang bermuatan positif
digunakan zat pemflokkulasi yang bermuatan negatif yaitu kalium fosfat monobase. Suspensi
sulfamerazin yang bermuatan negatif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan positif
yaitu AlCl3 (Aluminium trichlorida)

Bahan Pengawet

Penambahan bahan lain dapat pula dilakukan untuk menambah stabilitas suspensi, antara lain
penambahan bahan pengawet. Bahan ini sangat diperlukan terutama untuk suspensi yang
menggunakan hidrokoloid alam, karena bahan ini sangat mudah dirusak oleh bakteri.
Sebagai bahan pengawet dapat digunakan butil p. benzoat (1 : 1250), etil p. benzoat (1 :
500 ), propil p. benzoat (1 : 4000), nipasol, nipagin ± 1 %
Disamping itu banyak pula digunakan garam komplek dari mercuri untuk pengawet,
karena memerlukan jumlah yang kecil, tidak toksik dan tidak  iritasi.  Misalnya fenil mercuri
nitrat, fenil mercuri chlorida, fenil mercuri asetat.

E. Penilaian Stabilitas Suspensi


      

1.    Volume sedimentasi

2.    Derajat flokulasi
Adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume
sedimen akhir suspensi  deflokulasi ( Voc)   
3.      Metode reologi     
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menentukan
perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan  partikel untuk tujuan perbandingan.

4.    Perubahan ukuran partikel


Digunakan cara Freeze – thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titik beku, lalu
dinaikkan  sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang
pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran  partikel dan sifat kristal.
                                               
EMULSI

A. engertian Emulsi

      Menurut FI Edisi IV, emulsi adalah system dua fase yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat dipertahankan
dengan penambahan zat yang ketiga yang disebut dengan emulgator (emulsifying agent).
      Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai milk atau susu, warna emulsi
adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yangmengandung lemak,
protein dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator
dipakai protein yang terdapat dalam biji tersebut.
      Pada pertengahan abad ke XVIII, ahli farmasi Perancis  memperkenalkan pembuatan
emulsi dari oleum olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan
gom arab, tragacanth, dan kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator
dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.  

B. Komponen Emulsi

Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :

1. Komponen Dasar

Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi. Terdiri atas :

a. Fase dispers/ fase internal / fase discontinue

Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadoi butiran kecil kedalam zat cair lain.

b. Fase continue / fase external / fase luar

Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi
tersebut.

c. Emulgator

Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

2. Komponen Tambahan
Merupakan bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil
yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen colouris, preservative
(pengawet) dan anti oksidan.
Preservative yang digunakan Antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam
sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas, dll.
Antioksidan yang digunakan Antara lain asam askorbat, a-tocopherol, asam sitrat, propil
gallat, asam gallat.

C. Tipe Emulsi

Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka
emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1.      Emulsi tipe O/W ( oil in water ) atau M/A ( minyak dalam air ).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air. Minyak sebagai
fase internal dan air sebagai fase external.
2.      Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam Minyak ).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase
internal dan minyak sebagai fase external.

D. Tujuan Pemakaian Emulsi

Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan
yang saling tidak bias bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1.      Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsi tipe o/w.
2.      Dipergunakan sebagai obat luar.
Bisa tipe o/w maupun w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi
yang dikehendaki.

E. Teori Terjadinya Emulsi

1. Teori Tegangan Permukaan ( Surface Tension )

Molekul memiliki daya tarik menarik antar molekul sejenis yang disebut dengan kohesi.
Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik antar molekul yang tidak sejenis yang
disebut dengan adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi
perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan terjadi pada
permukaan tersebut dinamakan dengan tegangan permukaan “surface tension”.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua
cairan yang tidak dapat bercampur “immicble liquid”. Tegangan yang terjadi antara 2 cairan
dinamakan tegangan bidang batas. “interface tension”.

2. Teori Orientasi Bentuk Baji

Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan selektif
dari bagian molekul emulgator; ada bagian yang bersifat suka air atau mudah larut dalam air
dan ada moelkul yang suka minyak atau muudah larut dalam minyak.
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua :
a.       Kelompok hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka air.
b.      Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya, kelompok
hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil ke dalam minyak. Dengan demikian, emulgator
seolah-olah menjadi tali pengikat antara minyak dengan air dengan minyak, antara kedua
kelompok tersebut akan membuat suatu kesetimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga
keseimbangan itu dikenal dengan istilah HLB ( Hydrophyl Lypophyl Balance ) yaitu angka
yang menunjukan perbandingan Antara kelompok lipofil dengan kelompok hidrofil.
Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu
artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
Dalam table dibawah ini dapat dilihat kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLB-
nya.
Tabel Harga HLB
HARGA HLB KEGUNAAN
1-3 Anti foaming agent
4-6 Emulgator tipe w/o
7-9 Bahan pembasah ( wetting agent )
8-18 Emulgator tipe o/w
13-15 Detergent
10-18 Kelarutan ( solubilizing agent )
3. Teori Interparsial Film ( Teori Plastic Film )

Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dengan minyak,
sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers atau fase
internal. Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha antar partikel sejenis untuk
bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain, fase dispers menjadi stabil. Untuk
memberikan stabilitas maksimum, syarat emulgator yang dipakai adalah :
a.       Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak.
b.      Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.
c.       Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel dengan
segera.

4. Teori Electric Double Layer ( lapisan listrik rangkap )

Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan
permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai
muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap
partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng
tersebut akan menolak setiap usaha partikel minyak yang akan melakukan penggabungan
menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel
minyak yang mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian, antara sesame partikel akan
tolak menolak. Dan stabilitas akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara di bawah ini:
a.       Terjadinya ionisasi molekul pada permukaan partikel.
b.      Terjadinya adsorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
c.       Terjadinya gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya.

F. Bahan Pengemulsi ( Emulgator )

      Emulgator Alam


Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan
menjadi tiga golongan yaitu :
1.      Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
Pada umumnya termasuk karbohydrat dan merupakan emulgator tipe o/w, sangat peka
terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, juga dapat dirusak oleh bakteri. Oleh sebab itu
pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu ditambah bahan pengawet.
a.       Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum. Kestabilan emulsi yang dibuat
dengan gom  arab berdasarkan 2 faktor yaitu :
  Kerja gom sebagai koloid pelindung ( teori plastic film )
  Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengeendapan cukup kecil sedangkan
masa mudah dituang ( tiksotropi )
Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab,jumlah gom arab yang digunakan ½
dari jumlah minyak.
Untuk membuat corpus emulsi diperlukan air 1,,5 x berat gom, diaduk keras dan cepat
sampai berwarna putih, lalu diencerkan sisa airnya. Selain itu dapat disebutkan :
     Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat.
Cara pembuatan
Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom,buat corpus emulsi dengan air panas 1,5 x berat
gom. Dinginkan dan encerkan emulsi dengan air dingin. Contoh cera, oleum cacao, paraffin
solid.
     Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
     Minyak lemak : PGA ½ kali berat minyak.
Kecuali  oleum ricini hanya 1/3 nya saja. Contoh : Oleum amygdalarum.
     Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut dalam minyak lemak.
Kedua minyak dicampur dulu, zat padat dilarutkan dalam minyaknya, tambahkan gom( ½ x
minyak lemak + aa x minyak asiri + aa x zat padat ).
     Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform dan bromoform.
Ditambah minyak lemak 10 x beratnya, maka BJ campuran mendekati satu. Gom yang
digunakan ¾ x bahan obat cair.
     Balsam-balsam.
Jumlah gom 2x jumlah bahan.
     Oleum lecoris aseli
Menurut Fornas dipaakai gom 30 % dari berat minyak.

b.      Tragacanth
c.       Agar-agar
d.      Chondrus
e.       Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %.
2.      Emulgator alam dari hewan
a.       Kuning telur
Zt ini Mmpu  mengemulsikan minyak lemak 4 x beratnya dan minyak menguap 2 x beratnya.
b.      Adeps Lanae
Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 x beratnya.
3.      Emulgator alam dari tanah mineral
1        Magnesium Alumunium Silikat / Veegum
Pemakaian yang lazim yaitu sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.
2        Bentonit
Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5% .
      Emulgator Buatan
1.      Sabun
Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit.
2.      Tween 20 : 40 : 60 : 80
3.      Span 20 : 40 : 80
Emulgator golongan surfaktan dapat dikelompokan menjadi :
   Anionik                : sabun alkali, natrium lauryl sulfat
   Kationik               : senyawa ammonium kuartener
   Non Ionik                        : tween dan span
   Amfoter               : protein, lesitin

G. Cara Pembuatan Emulsi

Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi, secara singkat dapat dijelaskan :

1. Metode gom kering atau metode continental

Zat pengemulsi ( gom arab ) dicampur dengan minyak, kemudian tambahkan air untuk
pembentukan corpus emulsi, baru di encerkan dengan sisa air yang tersedia.

2. Metode gom basah atau metode Inggris


Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air ( zat pengemulsi umumnya larut ) agar membentuk
suatu mucillago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi,
setelah itu baru diencerkan dengan sisa air.

3. Metode botol atau metode botol forbes

Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai
viskositas rendah ( kurang kental ). Minyak dan serbuk gom dimasukkan ke dalam botol
kering, kemudian ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok
kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sabil dikocok.
Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi
Untuk membuat emulsi  biasa digunakan :
1.      Mortir dan stamper
Mortir dengan permukaan kasar merupakan mortir pilihan untuk pembuatan emulsi yang
baik.
2.       Botol
Mengocok emulsi dalam botol secara terputus-putus lebih baik daripada terus menerus, hal
tersebut memberi kesempatan pada emulgator untuk bekerja sebelum pengocokan berikutnya.
3.       Mixer, blender
Partikel fase disper dihaluskan dengan cara dimasukkan kedalam ruangan yang didalamnya
terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi , akibat putaran pisau tersebut, partikel akan
berbentuk kecil-kecil.
4.      Homogeniser
Dalam homogenizer dispersi dari kedua cairan terjadi karena campuran dipaksa melalui
saluran lubang kecil dengan tekanan besar.
5.       Colloid Mill
Terdiri atas rotor dan stator dengan permukaan penggilingan yang dapat diatur. Coloid mill
digunakan untuk memperoleh  derajat dispersi yang tinggi cairan dalam cairan

H. Cara Membedakan Tipe Emulsi

Dikenal beberapa cara membedakan tipe emulsi yaitu :

1. Dengan pengenceran fase.


Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase externalnya. Dengan prinsip  tersebut, emulsi tipe
o/w dapat diencerkan dengan air sedangkan emulsi tipe w/o dapat diencerkan dengan minyak.

2. Dengan pengecatan / pemberian warna.

Zat warna akan tersebar dalam emulsi apabila zat tersebut larut dalam fase external dari
emulsi tersebut. Misalnya  ( dilihat dibawah mikroskop ) .
  Emulsi + larutan Sudan III dapat memberi warana merah emulsi tipe w/o, karena Sudan III
larut dalam minyak.
  Emulsi + larutan metilen blue dapat memberi warna biru pada emulsi tipe o/w karena metilen
blue larut dalam air.

3. Dengan kertas saring.

Bila emulsi diteteskan pada kertas saring, kertas saring menjadi basah maka tipe emulsi
o/w,dan bila timbul noda minyak oada kertas berarti wmulsi tipe w/o.

4. Dengan konduktivitas listrik

Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan tahanan 10 K ½ watt , lampu
neon ¼ watt, dihubungkan secara seri. Elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi. Lampu
neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w, dan akan mati
bila dicelupkan pada emulsi tipe w/o .

I. Kestabilan Emulsi

Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :

1. Creaming

Yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih
banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible artinya  bila dokocok
perlahan-lahan akan terdispersi kembali.

2. Koalesan dan cracking ( breaking )


Yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan
koalesan ( menyatu ). Sifatnya irreversible ( tidak bias diperbaiki ). Hal ini dapat terjadi
karena :
  Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan CaO / CaCl 2
exicatus.
  Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan.

3. Inversi

Yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe eulsi w/o menjadi o/w atau sebaliknya.
Sifatnya irreversible.

J. Kelebihan dan Kekurangan Emulsi

i.        Kelebihan :
a.       Dapat membentuk sediaan yang saling tidak bercampur menjadi dapat bersatu menjadi
sediaan yang homogen dan bersatu.
b.       Mudah ditelan.
c.       Dapat menutupi rasa yang tidak enak pada obat.
ii.      Kekurangan :
a.       Kurang praktis dan staabilits rendah dibanding tablet.
b.      Takaran dosis kurang teliti.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat pengemulsi
atau emulgator untuk menstabilkannya,agar antara zat yang terdispersi dengan
pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan terpisah. Biasanya terdiri dari
dua komponen: komponen dasar yang terdiri dari fase dispersi, terdispersi dan emulgator
serta komponen tambahan.
Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak mau
bercampur, dimana cairan yang satu terbagi rata dalam cairan yang lain dalam bentuk butir-
butir halus karena distabilkan oleh komponen yang ketiga yaitu emulgator. Emulgator sendiri
bisa berasal dari alam maupun buatan. Emulsi dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe emulsi o/w
atau a/m dan  tipe emulsi w/o atau m/a.
Emulsi akan dikatakan stabil jika didiamkan tidak membentuk agregat, jika memisah
antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi lagi serta jika terbentuka agregat,
jika dikocok akan homogen kembali atau terdispersi
SALEP

. Pengertian  Salep
Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikalp
ada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar b
ahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika adalah 10 %.
B. Peraturan pembuatan salep
Menurut F. Van Duin :
1. Peraturan salep pertama
“zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika perlu deng
an pemanasan”.
2. Peraturan salep kedua
“bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu 
dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep da
n jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya”
3. Peraturan salep ketiga
“bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagaian dapat larut dalam lemak dan air harus dis
erbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No.60”
4. Peraturan keempat
“salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai di
ngin” bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus dilebihkan 10-20% untuk menc
egah kekurangan bobotnya.
C. Persyaratan salep
Menurut FI III
1. Pemerian : tidak boleh berbau tengik
2. Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau narkotik, ka
dar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (Ds) : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) digunakan va
selin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dap
at dipilih beberapa bahan dasar salep sebagai berikut :
a. Ds. Senyawa hidrokarbon : vaselin putih, vaselin kuning (vaselin flavum), malam putih (cera al
bum), malam kuning (cera flavum), atau campurannya.
b. Ds. Serap : lemak bulu domba (adeps lanae), campuran 3 bagian kolesterol, 3 bagian stearil-
alkohol, 8 bagian mala putih dan 86 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian malam kuning 
dan 70 bagian minyak wijen.
c. Ds. Yang dapat dicuci dengan air atau Ds. Emulsi, misalnya emulsi minyak dalam air (M/A).
d. Ds. Yang dapat larut dalam air, misalnya PEG atau campurannya.
4. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus 
menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan : pada etiket harus tertera “obat luar”.
C. Penggolongan Salep
1. Menurut konsistensinya salep dibagi menjadi :
(a) Unguenta              : adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, ti
dak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan tanpa m
emakai tenaga.
(b) Cream                   : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kul
it. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
(c) Pasta                     : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat 
(serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pe
lindung bagian kulit yang diberi.
(d) Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase tin
ggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.
(e) Gelones Spumae :  adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair dan meng
(Jelly) andung sedikit atau tanpa lilin digunakan terutama pada mem
bran mukosa sebagai pelicin atau basis. Biasanya terdiri dari 
campuran sederhana minyak dan lemak dengan titik lebur yan
g rendah.

2. Menurut Efek Terapinya, salep dibagi atas :
Salep Epidermic (Salep Penutup)
Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan meng
hasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak diabsorbsi. Kadang-kadang ditambahkan antisept
ik, astringen untuk meredakan rangsangan. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa hidrokar
bon (vaselin).
Salep Endodermic
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam tetapi tidak melalui kulit dan terabsorb
si sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal iritan. Dasar salep yang b
aik adalah minyak lemak.
Salep Diadermic (Salep Serap).
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai efek yang 
diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya, misalnya pada salep yang mengandung senyawa M
ercuri, Iodida, Belladonnae. Dasar salep yang baik adalah adeps lanae dan oleum cacao.
3. Menurut Dasar Salepnya, salep dibagi atas :
(a) Salep hydrophobic yaitu salep-salep dengan bahan dasar berlemak, misalnya: ca
mpuran dari lemak-lemak, minyak lemak, malam yang tak te
rcuci dengan air.
(b) Salep hydrophillic yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya dasar salep tipe o
/w atau seperti dasar hydrophobic tetapi konsistensinya lebih 
lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara lain campuran ste
rol dan petrolatum.
C. Dasar Salep
Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, 
yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci deng
an air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep terse
but.
1. Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara lain vaselin putih dan salep p
utih. Hanya sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini 
dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pe
mbalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, t
idak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
2. Dasar Salep Serap
Dasar salep serap ini  dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar sale
p yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik d
an lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat ber
campur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini juga berfungsi sebaga
i emolien.
3. Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air.
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air, antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar 
salep ini dinyatakan juga sebagai  dapat dicuci dengan air, karena mudah dicuci dari kulit ata
u dilap basah sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetika. Beberapa bahan obat dapa
t menjadi lebih efektif  menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep hidrokarbon. Keun
tungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cair
an yang terjadi pada kelainan dermatologik.
4. Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. 
Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep yang dapat dicuc
i dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidra
t atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu khasiat yang diinginkan, sif
at bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. D
alam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stab
ilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar sa
lep hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja le
bih efektif dalam dasar salep yang mangandung air.
Beberapa contoh – contoh dasar salep :
1 Dasar salep hidrokarbon Vaselin putih ( = white petrolatum = whitwe soft paraffin), vaseli
n kuning (=yellow petrolatum = yellow soft paraffin), campuran 
vaselin dengan cera, paraffin cair, paraffin padat, minyak nabati.
2 Dasar salep serap Adeps lanae, unguentum simpleks (cera flava : oleum sesami        
(dasar salep absorbsi)   = 30 : 70), hydrophilic petrolatum ( vaselin alba : cera alba : ste
aryl alkohol : kolesterol = 86 : 8 : 3 : 3 )
3 Dasar salep dapat Dasar salep emulsi tipe m/a (seperti vanishing cream), emulsifyin
dicuci dengan air g ointment B.P., emulsifying wax, hydrophilic ointment.
4 Dasar salep larut air Poly Ethylen Glycol (PEG), campuran PEG, tragacanth, gummi a
rabicum
Kualitas dasar salep yang baik adalah:
1. Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelem
baban kamar.
2. Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan seluruh produk harus l
unak dan homogen.
3. Mudah dipakai.
4. Dasar salep yang cocok.
5. Dapat terdistribusi merata
D. Sifat-sifat salep
Sifat-sifat dari salep yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit kulit, harus :
1. Bersifat antiseptika (mencegah infeksi)
2. Bersifat protektiva (bahan yang mampu melindungi kulit yang luka atau yang sakit)
3. Bersifat emolien (bahan yang mampu menghaluskan dan melemaskan kulit)
4. Bahan-bahan yang dapat mengurangi rasa gatal
Bahan-bahan yang cepat menguap sehingga terjadi pendinginan setempat 
Misalnya : kamfer,menthol
Bahan-bahan yang dapat menahan rasa sakit setempat
Misalnya : phenol, anaesthesin
E. Ketentuan Umum cara Pembuatan Salep
1. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya, jika perlu denga
n pemanasan.
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan-peraturan lain dilarutka
n lebih dahulu dalam air, asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis sale
p. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air, harus dise
rbuk lebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak B40.
4. Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai di
ngin.
F. Pembuatan salep
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu :
Pencampuran 
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama-sama dengan segal
a cara sampai sediaan yang rata tercapai.
Peleburan 
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan deng
an melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. K
omponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang 
mengental setelah didinginkan dan diaduk. 
Cara pembuatan salep ditinjau dari zat khasiat utamanya
1. Zat padat
Zat padat dan larut dalam dasar salep
Camphorae
Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan didalam pot salep tertutup (jika tidak dila
mpaui daya larutnya)
Jika dalam resepnya terdapat minyak lemak (Ol. sesami), camphorae dilarutkan lebih dahulu 
dalam minyak tersebut
Jika dalam resep terdapat salol, menthol, atau zat lain yang dapat mencair jika dicampur (kare
na penurunan titik eutektik), camphorae dicampurkan supaya mencair, baru ditambahkan das
ar salepnya
Jika camphorae itu berupa zat tunggal, camphorae ditetesi lebih dahulu dengan eter atau alko
hol 95%, kemudian digerus dengan dasar salepnya.  
Pellidol
Larut 3% dalam dasar salep, pellidol dilarutkan bersama-sama dengan dasar salepnya yang di
cairkan (jika dasar salep disaring tetapi jangan lupa harus ditambahkan pada penimbangannya 
sebanyak 20% ).
Jika pellidol yang ditambahkan melebihi daya larutnya, maka digerus dengan dasar salep yan
g mudah dicairkan.
Iodum
Jika kelarutannya tidak dilampaui, kerjakan seperti pada camphorae
Larutkan dalam larutan pekat KI atau NaI (seperti pada unguentum iodii dari Ph. Belanda V)
Ditetesi dengan etanol 95% sampai larut, baru ditambahkan dasar salepnya
2. Zat padat larut dalam air
Protargol
Taburkan diatas air, diamkan ditempat gelap selama ¼ jam sampai larut
Jika dalam resep terdapat gliserin, tambahkan  gliserin tersebut, baru ditambahkan airnya dan 
tidak perlu ditunggu ¼ jam lagi karena dengan adanya gliserin, protargol atau mudah larut.
Colargol
Dikerjakan seperti protargol
Argentum nitrat (AgNO3)
Walaupun larut dalam air, zat ini tidak boleh dilarutkan dalam air karena akan meninggalkan 
bekas noda hitam pada kulit yang disebabkan oleh terbentuknya Ag2O, kecuali pada resep ob
at wasir.
Fenol/fenol
Sebenarnya fenol mudah larut dalam air, tetapi dalam salep tidak dilarutkan karena akan men
imbulkan rangsangan atau mengiritasi kulit dan juga tidak boleh diganti dengan Phenol liquif
actum (campuran fenol dan air 77-81,5% FI ed.III).
3. Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam air, yaitu :
Argentum nitrat : stibii et kalii tartras
Fenol : oleum iocoris aselli
Hydrargyri bichloridum : zink sulfat
Chrysarobin : antibiotik (misalnya penicilin)
Pirogalol : chloretum auripo natrico.
4. Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep :
Ichtyol
Jika ditambahkan pada massa salep yang masih panas atau digerus terlalu lama, akan terj
adi pemisahan.
Balsem-balsem dan minyak yang mudah menguap.
Balsem merupakan campuarn damar dan minyak mudah menguap ; jika digerus terlalu la
ma, damarnya akan keluar.
Air
Ditambahkan terakhir karena berfungsi sebagai pendingin; disamping itu, untuk mencega
h permukaan mortir menjadi licin.
Gliserin
Harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin, karena tidak bisa bercampur denga
n bahan dasar salep yang sedang mencair dan harus ditambahkan sedikit demi sedikit karena t
idak mudah diserap oleh dasar salep.
Marmer album
Dimasukkan terakhir karena dibutuhkan dalam bentuk kasar, yang akan memberikan pen
garuh percobaan pada kulit.
5. Zat padat tidak larut dalam air
Umumnya dibuat serbuk halus dahulu, misalnya :
Belerang (tidak boleh diayak)
Ac. Boricum (diambil bentuk yang pulveratum)
Oxydum zincicum (diayak dengan ayakan No. 100/B40).
Mamer album (diayak dengan ayakan No.25/B10)
Veratrin (digerus dengan minyak, karena jika digerus tersendiri akan menimbulkan bersin).
KRIM

Definisi sediaan krim :


Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah
bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi
mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Farmakope Indonesia Edisi IV , krim adalah
bentuk sediaan setengah padat mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai.
Formularium Nasional , krim adalah sediaan
setengah padat, berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk
sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair di formulasi sebagai
emulsi air dalam minyak(a/m) atau minyak dalam
air (m/a) (Budiasih, 2008).
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai
obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan.
Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak
melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah
lambung. Menurut definisi tersebut yang
termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit,
obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat
wasir, injeksi, dan lainnya.
Kualitas dasar krim, yaitu:
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati.
Maka krim harus bebas dari inkopatibilitas,
stabil pada suhu kamar, dan kelembaban
yang ada dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus
dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi
adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi
merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan (Anief, 1994).
Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau
dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air yang dapat
dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe
krim, yaitu:
1. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak
Contoh : cold cream
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang
digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin
dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih,
berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold
cream mengandung mineral oil dalam jumlah
besar.
2. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air
Contoh: vanishing cream
Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang
digunakan untuk maksud membersihkan,
melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing
cream sebagai pelembab (moisturizing)
meninggalkan lapisan berminyak/film pada kulit.
Kelebihan dan kekurangan sediaan krim
Kelebihan sediaan krim, yaitu:
1. Mudah menyebar rata
2. Praktis
3. Mudah dibersihkan atau dicuci
4. Cara kerja berlangsung pada jaringan
setempat
5. Tidak lengket terutama tipe m/a
6. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa
tipe a/m
7. Digunakan sebagai kosmetik
8. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang
diabsorpsi tidak cukup beracun.
Kekurangan sediaan krim, yaitu:
1. Susah dalam pembuatannya karena
pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
2. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan
formula tidak pas.
3. Mudah kering dan mudah rusak khususnya
tipe a/m karena terganggu sistem campuran
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan
salah satu fase secara berlebihan.
Bahan-bahan Penyusun Krim
Formula dasar krim, antara lain:
1. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut
dalam minyak, bersifat asam.
Contoh : asam stearat, adepslanae,
paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak
lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil
alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam
air, bersifat basa.
Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras),
Trietanolamin/ TEA, NaOH, KOH, Na CO ,
Gliserin, Polietilenglikol/ PEG, Propilenglikol,
Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil
alkohol, polisorbatum/ Tween, Span dan
sebagainya).
Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:
Zat berkhasiat
Minyak
Air
Pengemulsi
Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan
krim disesuaikan dengan jenis dan sifat krim
yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai bahan
pengemulsi dapat digunakan emulgide, lemak bulu
domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol,
trietanolamin stearat, polisorbat, PEG.
Sedangkan, bahan-bahan tambahan dalam
sediaan krim, antara lain: Zat pengawet, untuk
meningkatkan stabilitas sediaan.
Bahan Pengawet
Bahan pengawet sering digunakan umumnya metil
paraben (nipagin) 0,12-0,18%, propil paraben
(nipasol) 0,02-0,05%. Pendapar, untuk
mempertahankan pH sediaan Pelembab.
Antioksidan, untuk mencegah ketengikan akibat
oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh.
METODE PEMBUATAN KRIM
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan
dan proses emulsifikasi. Biasanya komponen yang
tidak bercampur dengan air seperti minyak dan
lilin dicairkan bersama-sama di penangas air
pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan
berair yang tahan panas, komponen yang larut
dalam air dipanaskan pada suhu yang sama
dengan komponen lemak. Kemudian larutan berair
secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam
campuran lemak yang cair dan diaduk secara
konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10
menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/
lemak. Selanjutnya campuran perlahan-lahan
didinginkan dengan pengadukan yang terus-
menerus sampai campuran mengental. Bila
larutan berair tidak sama temperaturnya dengan
leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi
padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase
lemak dengan fase cair (Munson, 1991).
PENGEMASAN
Sediaan krim dikemas sama seperti sediaan salep
yaitu dalam botol atau tube.
STABILITAS SEDIAAN KRIM
Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu
sistem campurannya terutama disebabkan oleh
perubahan suhu dan perubahan komposisi karena
penambahan salah satu fase secara berlebihan
atau pencampuran dua tipe krim jika zat
pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan
jika diketahui pengencer yang cocok. Krim yang
sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu
satu bulan.
EVALUASI MUTU SEDIAAN KRIM
Agar system pengawasan mutu dapat berfungsi
dengan efektif, harus dibuatkan kebijaksanaan
dan peraturan yang mendasari dan ini harus
selalu ditaati. Pertama, tujuan pemeriksaan
semata-mata adalah demi mutu obat yang baik.
Kedua, setia pelaksanaan harus berpegang teguh
pada standar atau spesifikasi dan harus
berupaya meningkatkan standard an spesifikasi
yang telah ada.
1. Organoleptis
Evalusai organoleptis menggunakan panca indra,
mulai dari bau, warna, tekstur sedian,
konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek
responden ( dengan kriteria tertentu ) dengan
menetapkan kriterianya pengujianya ( macam dan
item ), menghitung prosentase masing- masing
kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan
dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan
cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di
gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk
hingga homogen, dan diamkan agar mengendap,
dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat
hasil yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di
atas kaca yang berskala. Kemudian bagian
atasnya di beri kaca yang sama, dan di
tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1
– 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur
pada setiap penambahan beban, saat sediaan
berhenti menyebar ( dengan waktu tertentu
secara teratur ).
4. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan
krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara
menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada
objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan –
tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.
5. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang
di kasih suatu quisioner di buat suatu kriteria ,
kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang
di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian
dari data tersebut di buat skoring untuk masing-
masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak
lembut, lembut, sangat lembut

Anda mungkin juga menyukai