Sirup adalah salah satu bentuk sediaan cair yang dalam dunia farmasi yang dikenal luas oleh
masyarakat. Saat ini, banyak sediaan sirup yang beredar di pasaran dari berbagai macam
merk, baik yang generic maupun yang paten. Biasanya, orang-orang mengunakan sediaan
sirup karena disamping mudah penggunaannya, sirup juga mempunyai rasa yang manis dan
aroma yang harum serta warna yang menarik sehingga disukai oleh berbagai kalangan,
terutama anak-anak dan orang yang susah menelan obat dalam bentuk sediaan oral lainnya.
Sirup didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung sakarosa. Kecuali
dinyatakan lain, kadar sakarosa tidak kurang dari 64% dan tidak lebiih dari 66%. Secara
umum, sirup dibagi menjadi 2 macam yaitu Non Medicated Syrup/Flavored Vehicle Syrup
(Seperti cherry syrup, cocoa syrup, orange syrup) dan Medicated Syrup/Sirup Obat (Seperti
sirup piperazina sitrat, sirup isoniazid). Non Medicated Sirup adalah sediaan syrup yang tidak
mengandung bahan obat, melainkan hanya mengandung gula, perasa, pengawet dan perwarna
Definisi
Menurut farmakope Indonesia III, sirup adalah sedian cair berupa larutan yang mengandung
sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64.0% dan tidak lebih dari 66.0%.
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi
(Anonim, 1995). Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang ditambah obat
atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis. Syrup adalah sediaan cair kental
sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa (Anonim, 1979). Sirup adalah sediaan
cairan kental untuk pemakaian dalam, yang minimal mengandung 90% sakarosa (Voigt,
1984).
Penggolongan Sirup
Merupakan sirup yang mengandung satu atau lebih bahan obat. Sirup obat berupa
preparat yang sudah distandarisasi, dapat diberikan berupa obat tunggal atau dikombinasikan
dengan obat lain. Contoh sirup obat antara lain: Sirup sebagai ekspektorans contohnya yaitu
Sirup Thymi. Sirup Thymi et Serpylli = Sirop Thymi Compositus. Sirop Althae. Sirup
bentuk hexahydrat/citrat dalam tiap 5 ml sirop. Sirup sebagai antibiotik contohnya yaitu Sirup
Dry Syrup atau sirup kering, berupa campuran obat dengan sakarosa, harus dilarutkan
dalam jumlah air tertentu sebelum dipergunakan. Keuntungan sirup kering dari pada sirup
cairan, biasanya sirup kering dapat tahan disimpan lebih lama. Contohnya Ampicillin
trihydrate “dry syrup”, ekivalen dengan 25 mg/ml sirup cairan kalau sudah dilarutkan dalam
Biasanya tidak digunakan untuk tujuan medis, namun mengandung berbagai bahan
aromatis atau rasa yang enak dan digunakan sebagai larutan pembawa atau pemberi rasa pada
berbagai sediaan farmasi lainnya, misalnya sebagai penutup rasa pahit pada Vitamin B
Kompleks yang diberikan kepada bayi atau anak-anak. Sirup golongan ini, mengandung
(preservative agent), pewarna (coloring agent), pemberi rasa (flavoring agent), dan bahan
pelarut (diluting agent). Sirup ini, ditambahkan sebagai korigens rasa untuk obat minum,
gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v, Sirup Aurantii, terutama untuk bahan obat yang
rasanya pahit, dan Sirup Rubi Idaei, terutama untuk bahan obat yang rasanya asam.
Komponen Syrup
1. Pemanis
Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori yang
dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori rendah. Adapun
pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa sedangkan yang berkalori
Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat bertahan lebih
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau bahan-bahan yang
berasal dari alam untuk membuat syrup mempunyai rasa yang enak karena sirup adalah
sediaan cair, pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Pengaroma
ditambahkan ke dalam syrup untuk memberikan aroma yang enak dan wangi. Pemberian
pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan syrup, misalkan syrup dengan rasa jeruk
4. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen
lain dalam syrup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan
keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan
warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa. Ada beberapa alasan mengapa sirup itu
berwarana, yaitu: lebih menarik dalam faktor estetikanya serta untuk menutupi kestabilan
fisik obat. Juga banyak sediaan syrup, terutama yang dibuat dalam perdagangan mengandung
5. Mudah diberi bau-bauan dan warna sehingga menimbulkan daya tarik untuk anak.
6. Membantu pasien yang mendapat kesulitan dalam menelan obat tablet.
3. Ada yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam sirup.
1. Viskositas
Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk
lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan
cairan yang akan ditentukan kekentalannya. Untuk menentukan kekentalan, suhu zat uji yang
diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat
menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran sediaan farmasi. Suhu
Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup. Uji ini berkaitan
erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan cairan akan semakin mudah
dituang dan sebaliknya. Sifat fisik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama
untuk dituang. Kadar zat penstabil yang terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan
sukar dituang.
Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada warna sirup mulai
minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna pada
minggu 0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan
Pembuatan Sirup
Kecuali dinyatakan lain, Sirup dibuat dengan cara sebagai berikut : Buat cairan untuk sirup,
panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut. Tambahkan air mendidih
secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa yang terjadi, serkai.
tambahkan natrium karbonat sejumlah 10% bobot simplisia. Pada pembuatan sirop simplisia
untuk persediaan di tambahkan Nipagin 0,25% b/v atau pengawet yang cocok.sirop disimpan
komponen sirup tidak rusak atau menguap oleh pemanasan. Pada cara ini umumnya gula
ditambahkan ke air yang dimurnikan dan dipanaskan sampai larut. Contoh : sirup akasia,
sirup cokelat
Metode ini dilakukan untuk menghindari panas yang merangsang inverse sukrosa.
Prosesnya membutuhkan waktu yang lebih lama tetapi mempunyai kestabilan yang
maksimal. Bila bahan padat akan ditambahkan ke sirup, yang paling baik adalah dengan
melarutkannya dalam sejumlah air murni dan kemudian larutan tersebut digabungkan ke
Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang diberi rasa
(Colatura)
Ada kalanya cairan obat seperti tingtur atau ekstrak cair digunakan sebagai sumber obat
dalam pembuatan sirup. Banyak tingtur dan ekstrak seperti itu mengandung bahan-bahan
yang larut dalam alcohol dan dibuat dengan pembawa beralkohol atau hidroalkohol. Jika
komponen yang larut dalam alcohol dibutuhkan sebagai bahan obat dalam pembuatan sirup,
beberapa cara kimia umum dapat dilakukan agar bahan-bahan tersebut larut dalam air,
campuran dibiarkan sampai zat-zat yang tidak larut dalam air terpisah sempurna dan
menyaringnya dari campuran. Filtratnya adalah cairan obat yang kepadanya kemudian
ditambahkan sukrosa dalam sediaan sirup. Pada kondisi lain, apabila tingtur dan ekstrak
kental dapat bercampur dengan sediaan berair, ini dapat ditambahkan langsung ke sirup biasa
dalam cairan penyari pada suhu biasa yaitu pada suhunya 15-25 0C. Contoh : Sirupus Rhei,
Althaeae sirup
Perkolasi ialah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut perkolator, yang
simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut
akan menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi syarat-syarat yang telah
ekstraksi cara panas yang dilakukan dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90° C
selama 15 menit.
tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia. Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan
sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan metil paraben 0,25 % b/v atau pengawet lain
yang cocok. Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila lebih
tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.
Bj sirup kira-kira 1,3. Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah
menjadi glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih
cepat.
invert. Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar bidang
polarisasi kekiri. Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga
mudah berjamur dan berwarna tua (terbentuk karamel), tetapi mencegah terjadinya oksidasi
Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi
jamur, meskipun jamur tidak mati. Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur
dapat tumbuh. Bila dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.
Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya
nipagin. Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan sirupus
Iodeti ferrosi.Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang mereduksi, mencegah
bentuk ferro menjadi bentuk ferri. Gula invert disini dipercepat pembuatannya dengan
Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa dilarutkan
dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi
sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus
sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan. Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk
memperoleh sirup yang jernih. Untuk penjernihan Sirup, dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu : Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan sambil diaduk,
zat putih telur akan menggumpal karena panas. Menambahkan bubur kertas saring lalu
Cara memasukkan sirup ke dalam botol penting untuk kestabilan sirup dalam penyimpanan,
1. Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada pendinginan ada
2. Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas ( karena sterilisasi ) sampai penuh sekali
sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi sebagian gabusnya, lalu sumbat
gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum yang menyebabkan sirup terlindung dari
terjadinya gula invert. Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang
Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang terbaik adalah cara ketiga.
Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi sebagai obat, misalnya :
odoris, misalnya : sirupus aurantii, Corigensia coloris, misalnya : sirupus Rhoedos, sirupus
rubi idaei. Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup karena konsentrasi gula
Untuk penyimpanan sediaan sirup yaitu dalam wadah tertutup rapat dan di tempat
1. Timbang seksama + 25 gram sirup dalam labu terukur 100 ml, tambahkan 50 ml air dan
sedikit larutan Aluminium hidroksida p. Tambahkan larutan timbal ( II ) sub asetat p tetes
2. ]Tambahkan air secukupnya hingga 100,0 ml saring, buang 10 ml filtrat pertama. Masukkan
+ 45,0 ml filtrat kedalam labu tentukur 50 ml, tambahkan campuran 79 bagian volume asam
klorida p dan 21 bagian vol. Air secukupnya hingga 50,0 ml. Panaskan labu dalam tangas air
pada suhu antara 68 o dan 70 oC selama 10 menit, dinginkan dengan cepat sehingga suhu
3. Jika perlu hilangkan warna dengan menggunakan tidak lebih dari 100 mg arang penyerap.
4. Ukur rotasi optik larutan yang belum di inversi dan sesudah inversi menggunakan tabung
22,0 cm pada suhu pengukur yang sama antara 10 o dan 25 o C. Hitung kadar dalam %,
C = 300 x ( α1 - α2 )
( 144 - 0,5 t )
C = Kadar sacharosa dalam %
t = suhu pengukuran
tambahkan 41 bagian Iodium sedikit demi sedikit sambil digerus. Setelah warna coklat hilang
maka larutan disaring, dimasukkan kedalam larutan ½ bagian acidum citricum dan 600
bagian sakarosa dalam 200 bagian air panas. Untuk mencegah terjadinya oksidasi dari ferro
Iodida maka ujung corong masuk kedalam larutan sakarosa. Sisa serbuk besi pada kertas
Guna acidum citricum adalah untuk mempercepat inversi sakarosa, menjadi glukosa dan
fruktosa yang merupakan reduktor kuat yang berguna untuk mencegah oksidasi ferro
Cara pembuatan : larutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan metil paraben 0,25 %
Cara pembuatan : campur 10 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong kecil-
kecil dengan 20 bagian larutan metil paraben 0,25%. Biarkan dalam tempat tertutup selama
12 jam. Pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi dengan larutan metil paraben 0,25%
secukupnya hingga diperoleh 37 bagian perkolat. Tambahkan 63 bagian gula pada suhu
kamar atau pada pemanasan perlahan-lahan dalam tempat tertutup hingga diperoleh 100
bagian sirup
Cara pembuatan : campurlah 15 bagian herba timi dengan air sesukupnya dan diamkan
12 jam dalam bejana tertutup. Masukan dalam perkolatordan sari dengan air, perkolat
dipanasi sampai 90 0C dan diserkai hingga diperoleh 36 bagian hasil perkolat. Masukan
dalam bejana tertutup dan tambahkan 64 bagian gula panaskan dengan pemanasan lemah
7. Sirupus simplex yang dibuat dengan melarutkan 65 bagian sacharosa dalam larutan metil
8. Dalam perdagangan dikenal “dry syrup” yaitu syrup berbentuk kering yang kalau akan
dipakai ditambahkan sejumlah pelarut tertentu atau aqua destilata, biasanya berisi zat yang
A. Pengertian
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi
dalam fase cair.
Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini.
Beberapa suspensi dapat langsung digunakan , sedangkan yang lain berupa campuran padat
yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan. Sediaan seperti ini disebut “ Untuk Suspensi oral”
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi yang
diberi etiket sebagai “lotio” termasuk dalam kategori ini.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan telinga bagian luar.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus
dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal .
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk
suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
B. Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
d 2 ( - 0 ) g
V = -------------------------
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid. Gom dapat
larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk mucilago
atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan
akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH
dan proses fermentasi bakteri .
Hal ini dapat dibuktikan dengan suatu percobaan :
- Simpan 2 botol yang berisi mucilago sejenis .
- Satu botol ditambah dengan asam dan dipanaskan, kemudian keduanya disimpan ditempat
yang sama.
- Setelah beberapa hari diamati ternyata botol yang ditambah dengan asam dan dipanaskan
mengalami penurunan viskositas yang lebih cepat dibanding dengan botol tanpa pemanasan.
Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau gigartina mamilosa, dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus disebut caragen, yang banyak
dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan derivat dari saccharida, jadi mudah
dirusak oleh bakteri, jadi perlu penambahan bahan pengawet untuk suspensi tersebut.
Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragacanth sangat lambat mengalami
hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan, Mucilago tragacanth
lebih kental dari mucilago dari gom arab. Mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator
suspensi saja, tetapi bukan sebagai emulgator.
Algin
Diperoleh dari beberapa species ganggang laut. Dalam perdagangan terdapat dalam bentuk
garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan senyawa organik yang mudah mengalami
fermentasi bakteri sehingga suspensi dengan algin memerlukan bahan pengawet. Kadar yang
dipakai sebagai suspending agent umumnya 1-2 %.
Metode dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah terbentuk
kemudian baru diencerkan.
Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesuka-ran pada saat mendispersi serbuk dalam
vehicle, hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang
sangat halus mudah kemasukan udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk
terbasahi tergantung besarnya sudut kontak antara zat terdispers dengan medium. Bila sudut
kontak 90o serbuk akan mengambang diatas cairan. Serbuk yang demikian disebut
memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan antar muka antara partikel zat padat
dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.
Metode praesipitasi.
Zat yang hendak didispersi dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang hendak dicampur
dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencer- kan dengan larutan pensuspensi
dalam air. Akan terjadi endapan halus dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi.
Cairan organik tersebut adalah : etanol, propilenglikol, dan polietilenglikol
Sistem deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk
sedimen, dimana terjadi agregasi akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi
kembali.
Flokulasi :
1. Partikel merupakan agregat yang bebas.
2. Sedimentasi terjadi cepat.
3. Sedimen terbentuk cepat.
4. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti
semula
5. Ujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi
daerah cairan yang jernih dan nyata.
D. Formulasi Suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
Bahan Pengawet
Penambahan bahan lain dapat pula dilakukan untuk menambah stabilitas suspensi, antara lain
penambahan bahan pengawet. Bahan ini sangat diperlukan terutama untuk suspensi yang
menggunakan hidrokoloid alam, karena bahan ini sangat mudah dirusak oleh bakteri.
Sebagai bahan pengawet dapat digunakan butil p. benzoat (1 : 1250), etil p. benzoat (1 :
500 ), propil p. benzoat (1 : 4000), nipasol, nipagin ± 1 %
Disamping itu banyak pula digunakan garam komplek dari mercuri untuk pengawet,
karena memerlukan jumlah yang kecil, tidak toksik dan tidak iritasi. Misalnya fenil mercuri
nitrat, fenil mercuri chlorida, fenil mercuri asetat.
1. Volume sedimentasi
2. Derajat flokulasi
Adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume
sedimen akhir suspensi deflokulasi ( Voc)
3. Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menentukan
perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk tujuan perbandingan.
A. engertian Emulsi
Menurut FI Edisi IV, emulsi adalah system dua fase yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi dapat dipertahankan
dengan penambahan zat yang ketiga yang disebut dengan emulgator (emulsifying agent).
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai milk atau susu, warna emulsi
adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yangmengandung lemak,
protein dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator
dipakai protein yang terdapat dalam biji tersebut.
Pada pertengahan abad ke XVIII, ahli farmasi Perancis memperkenalkan pembuatan
emulsi dari oleum olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan
gom arab, tragacanth, dan kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator
dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
B. Komponen Emulsi
1. Komponen Dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat dalam emulsi. Terdiri atas :
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadoi butiran kecil kedalam zat cair lain.
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi
tersebut.
c. Emulgator
2. Komponen Tambahan
Merupakan bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil
yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen colouris, preservative
(pengawet) dan anti oksidan.
Preservative yang digunakan Antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam
sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas, dll.
Antioksidan yang digunakan Antara lain asam askorbat, a-tocopherol, asam sitrat, propil
gallat, asam gallat.
C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external, maka
emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Emulsi tipe O/W ( oil in water ) atau M/A ( minyak dalam air ).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air. Minyak sebagai
fase internal dan air sebagai fase external.
2. Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam Minyak ).
Adalah emulsi yang terdiri dari butiran yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase
internal dan minyak sebagai fase external.
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan
yang saling tidak bias bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral. Umumnya emulsi tipe o/w.
2. Dipergunakan sebagai obat luar.
Bisa tipe o/w maupun w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi
yang dikehendaki.
Molekul memiliki daya tarik menarik antar molekul sejenis yang disebut dengan kohesi.
Selain itu, molekul juga memiliki daya tarik menarik antar molekul yang tidak sejenis yang
disebut dengan adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi
perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan terjadi pada
permukaan tersebut dinamakan dengan tegangan permukaan “surface tension”.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua
cairan yang tidak dapat bercampur “immicble liquid”. Tegangan yang terjadi antara 2 cairan
dinamakan tegangan bidang batas. “interface tension”.
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan selektif
dari bagian molekul emulgator; ada bagian yang bersifat suka air atau mudah larut dalam air
dan ada moelkul yang suka minyak atau muudah larut dalam minyak.
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua :
a. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka air.
b. Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya, kelompok
hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil ke dalam minyak. Dengan demikian, emulgator
seolah-olah menjadi tali pengikat antara minyak dengan air dengan minyak, antara kedua
kelompok tersebut akan membuat suatu kesetimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak sama. Harga
keseimbangan itu dikenal dengan istilah HLB ( Hydrophyl Lypophyl Balance ) yaitu angka
yang menunjukan perbandingan Antara kelompok lipofil dengan kelompok hidrofil.
Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu
artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
Dalam table dibawah ini dapat dilihat kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLB-
nya.
Tabel Harga HLB
HARGA HLB KEGUNAAN
1-3 Anti foaming agent
4-6 Emulgator tipe w/o
7-9 Bahan pembasah ( wetting agent )
8-18 Emulgator tipe o/w
13-15 Detergent
10-18 Kelarutan ( solubilizing agent )
3. Teori Interparsial Film ( Teori Plastic Film )
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dengan minyak,
sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers atau fase
internal. Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha antar partikel sejenis untuk
bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain, fase dispers menjadi stabil. Untuk
memberikan stabilitas maksimum, syarat emulgator yang dipakai adalah :
a. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak.
b. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.
c. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel dengan
segera.
Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan
permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai
muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap
partikel minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng
tersebut akan menolak setiap usaha partikel minyak yang akan melakukan penggabungan
menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel
minyak yang mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian, antara sesame partikel akan
tolak menolak. Dan stabilitas akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara di bawah ini:
a. Terjadinya ionisasi molekul pada permukaan partikel.
b. Terjadinya adsorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya.
b. Tragacanth
c. Agar-agar
d. Chondrus
e. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %.
2. Emulgator alam dari hewan
a. Kuning telur
Zt ini Mmpu mengemulsikan minyak lemak 4 x beratnya dan minyak menguap 2 x beratnya.
b. Adeps Lanae
Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 x beratnya.
3. Emulgator alam dari tanah mineral
1 Magnesium Alumunium Silikat / Veegum
Pemakaian yang lazim yaitu sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk pemakaian luar.
2 Bentonit
Untuk tujuan sebagai emulgator dipakai sebanyak 5% .
Emulgator Buatan
1. Sabun
Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit.
2. Tween 20 : 40 : 60 : 80
3. Span 20 : 40 : 80
Emulgator golongan surfaktan dapat dikelompokan menjadi :
Anionik : sabun alkali, natrium lauryl sulfat
Kationik : senyawa ammonium kuartener
Non Ionik : tween dan span
Amfoter : protein, lesitin
Zat pengemulsi ( gom arab ) dicampur dengan minyak, kemudian tambahkan air untuk
pembentukan corpus emulsi, baru di encerkan dengan sisa air yang tersedia.
Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai
viskositas rendah ( kurang kental ). Minyak dan serbuk gom dimasukkan ke dalam botol
kering, kemudian ditambahkan 2 bagian air, tutup botol kemudian campuran tersebut dikocok
kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sabil dikocok.
Alat – alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi
Untuk membuat emulsi biasa digunakan :
1. Mortir dan stamper
Mortir dengan permukaan kasar merupakan mortir pilihan untuk pembuatan emulsi yang
baik.
2. Botol
Mengocok emulsi dalam botol secara terputus-putus lebih baik daripada terus menerus, hal
tersebut memberi kesempatan pada emulgator untuk bekerja sebelum pengocokan berikutnya.
3. Mixer, blender
Partikel fase disper dihaluskan dengan cara dimasukkan kedalam ruangan yang didalamnya
terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi , akibat putaran pisau tersebut, partikel akan
berbentuk kecil-kecil.
4. Homogeniser
Dalam homogenizer dispersi dari kedua cairan terjadi karena campuran dipaksa melalui
saluran lubang kecil dengan tekanan besar.
5. Colloid Mill
Terdiri atas rotor dan stator dengan permukaan penggilingan yang dapat diatur. Coloid mill
digunakan untuk memperoleh derajat dispersi yang tinggi cairan dalam cairan
Zat warna akan tersebar dalam emulsi apabila zat tersebut larut dalam fase external dari
emulsi tersebut. Misalnya ( dilihat dibawah mikroskop ) .
Emulsi + larutan Sudan III dapat memberi warana merah emulsi tipe w/o, karena Sudan III
larut dalam minyak.
Emulsi + larutan metilen blue dapat memberi warna biru pada emulsi tipe o/w karena metilen
blue larut dalam air.
Bila emulsi diteteskan pada kertas saring, kertas saring menjadi basah maka tipe emulsi
o/w,dan bila timbul noda minyak oada kertas berarti wmulsi tipe w/o.
Alat yang dipakai adalah kawat dan stop kontak, kawat dengan tahanan 10 K ½ watt , lampu
neon ¼ watt, dihubungkan secara seri. Elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi. Lampu
neon akan menyala bila elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w, dan akan mati
bila dicelupkan pada emulsi tipe w/o .
I. Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
1. Creaming
Yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih
banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversible artinya bila dokocok
perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
3. Inversi
Yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe eulsi w/o menjadi o/w atau sebaliknya.
Sifatnya irreversible.
i. Kelebihan :
a. Dapat membentuk sediaan yang saling tidak bercampur menjadi dapat bersatu menjadi
sediaan yang homogen dan bersatu.
b. Mudah ditelan.
c. Dapat menutupi rasa yang tidak enak pada obat.
ii. Kekurangan :
a. Kurang praktis dan staabilits rendah dibanding tablet.
b. Takaran dosis kurang teliti.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat pengemulsi
atau emulgator untuk menstabilkannya,agar antara zat yang terdispersi dengan
pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan terpisah. Biasanya terdiri dari
dua komponen: komponen dasar yang terdiri dari fase dispersi, terdispersi dan emulgator
serta komponen tambahan.
Emulsi merupakan suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak mau
bercampur, dimana cairan yang satu terbagi rata dalam cairan yang lain dalam bentuk butir-
butir halus karena distabilkan oleh komponen yang ketiga yaitu emulgator. Emulgator sendiri
bisa berasal dari alam maupun buatan. Emulsi dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe emulsi o/w
atau a/m dan tipe emulsi w/o atau m/a.
Emulsi akan dikatakan stabil jika didiamkan tidak membentuk agregat, jika memisah
antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi lagi serta jika terbentuka agregat,
jika dikocok akan homogen kembali atau terdispersi
SALEP
. Pengertian Salep
Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikalp
ada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar b
ahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika adalah 10 %.
B. Peraturan pembuatan salep
Menurut F. Van Duin :
1. Peraturan salep pertama
“zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke dalamnya, jika perlu deng
an pemanasan”.
2. Peraturan salep kedua
“bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan lebih dahulu
dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep da
n jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basis salepnya”
3. Peraturan salep ketiga
“bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagaian dapat larut dalam lemak dan air harus dis
erbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No.60”
4. Peraturan keempat
“salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai di
ngin” bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus dilebihkan 10-20% untuk menc
egah kekurangan bobotnya.
C. Persyaratan salep
Menurut FI III
1. Pemerian : tidak boleh berbau tengik
2. Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau narkotik, ka
dar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (Ds) : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) digunakan va
selin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dap
at dipilih beberapa bahan dasar salep sebagai berikut :
a. Ds. Senyawa hidrokarbon : vaselin putih, vaselin kuning (vaselin flavum), malam putih (cera al
bum), malam kuning (cera flavum), atau campurannya.
b. Ds. Serap : lemak bulu domba (adeps lanae), campuran 3 bagian kolesterol, 3 bagian stearil-
alkohol, 8 bagian mala putih dan 86 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian malam kuning
dan 70 bagian minyak wijen.
c. Ds. Yang dapat dicuci dengan air atau Ds. Emulsi, misalnya emulsi minyak dalam air (M/A).
d. Ds. Yang dapat larut dalam air, misalnya PEG atau campurannya.
4. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus
menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan : pada etiket harus tertera “obat luar”.
C. Penggolongan Salep
1. Menurut konsistensinya salep dibagi menjadi :
(a) Unguenta : adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, ti
dak mencair pada suhu biasa tetapi mudah dioleskan tanpa m
emakai tenaga.
(b) Cream : adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kul
it. Suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
(c) Pasta : adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat
(serbuk). Suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pe
lindung bagian kulit yang diberi.
(d) Cerata : adalah suatu salep berlemak yang mengandung persentase tin
ggi lilin (waxes), sehingga konsistensinya lebih keras.
(e) Gelones Spumae : adalah suatu salep yang lebih halus. Umumnya cair dan meng
(Jelly) andung sedikit atau tanpa lilin digunakan terutama pada mem
bran mukosa sebagai pelicin atau basis. Biasanya terdiri dari
campuran sederhana minyak dan lemak dengan titik lebur yan
g rendah.
2. Menurut Efek Terapinya, salep dibagi atas :
Salep Epidermic (Salep Penutup)
Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan meng
hasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak diabsorbsi. Kadang-kadang ditambahkan antisept
ik, astringen untuk meredakan rangsangan. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa hidrokar
bon (vaselin).
Salep Endodermic
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam tetapi tidak melalui kulit dan terabsorb
si sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal iritan. Dasar salep yang b
aik adalah minyak lemak.
Salep Diadermic (Salep Serap).
Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai efek yang
diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya, misalnya pada salep yang mengandung senyawa M
ercuri, Iodida, Belladonnae. Dasar salep yang baik adalah adeps lanae dan oleum cacao.
3. Menurut Dasar Salepnya, salep dibagi atas :
(a) Salep hydrophobic yaitu salep-salep dengan bahan dasar berlemak, misalnya: ca
mpuran dari lemak-lemak, minyak lemak, malam yang tak te
rcuci dengan air.
(b) Salep hydrophillic yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya dasar salep tipe o
/w atau seperti dasar hydrophobic tetapi konsistensinya lebih
lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara lain campuran ste
rol dan petrolatum.
C. Dasar Salep
Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok,
yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci deng
an air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep terse
but.
1. Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara lain vaselin putih dan salep p
utih. Hanya sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini
dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pe
mbalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, t
idak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
2. Dasar Salep Serap
Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar sale
p yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik d
an lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat ber
campur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep ini juga berfungsi sebaga
i emolien.
3. Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air.
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air, antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar
salep ini dinyatakan juga sebagai dapat dicuci dengan air, karena mudah dicuci dari kulit ata
u dilap basah sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetika. Beberapa bahan obat dapa
t menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep hidrokarbon. Keun
tungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cair
an yang terjadi pada kelainan dermatologik.
4. Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air.
Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep yang dapat dicuc
i dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidra
t atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu khasiat yang diinginkan, sif
at bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. D
alam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stab
ilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar sa
lep hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja le
bih efektif dalam dasar salep yang mangandung air.
Beberapa contoh – contoh dasar salep :
1 Dasar salep hidrokarbon Vaselin putih ( = white petrolatum = whitwe soft paraffin), vaseli
n kuning (=yellow petrolatum = yellow soft paraffin), campuran
vaselin dengan cera, paraffin cair, paraffin padat, minyak nabati.
2 Dasar salep serap Adeps lanae, unguentum simpleks (cera flava : oleum sesami
(dasar salep absorbsi) = 30 : 70), hydrophilic petrolatum ( vaselin alba : cera alba : ste
aryl alkohol : kolesterol = 86 : 8 : 3 : 3 )
3 Dasar salep dapat Dasar salep emulsi tipe m/a (seperti vanishing cream), emulsifyin
dicuci dengan air g ointment B.P., emulsifying wax, hydrophilic ointment.
4 Dasar salep larut air Poly Ethylen Glycol (PEG), campuran PEG, tragacanth, gummi a
rabicum
Kualitas dasar salep yang baik adalah:
1. Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelem
baban kamar.
2. Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan seluruh produk harus l
unak dan homogen.
3. Mudah dipakai.
4. Dasar salep yang cocok.
5. Dapat terdistribusi merata
D. Sifat-sifat salep
Sifat-sifat dari salep yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit kulit, harus :
1. Bersifat antiseptika (mencegah infeksi)
2. Bersifat protektiva (bahan yang mampu melindungi kulit yang luka atau yang sakit)
3. Bersifat emolien (bahan yang mampu menghaluskan dan melemaskan kulit)
4. Bahan-bahan yang dapat mengurangi rasa gatal
Bahan-bahan yang cepat menguap sehingga terjadi pendinginan setempat
Misalnya : kamfer,menthol
Bahan-bahan yang dapat menahan rasa sakit setempat
Misalnya : phenol, anaesthesin
E. Ketentuan Umum cara Pembuatan Salep
1. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan kedalamnya, jika perlu denga
n pemanasan.
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada peraturan-peraturan lain dilarutka
n lebih dahulu dalam air, asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis sale
p. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air, harus dise
rbuk lebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak B40.
4. Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai di
ngin.
F. Pembuatan salep
Baik dalam ukuran besar maupun kecil, salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu :
Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur bersama-sama dengan segal
a cara sampai sediaan yang rata tercapai.
Peleburan
Dengan metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan deng
an melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. K
omponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang
mengental setelah didinginkan dan diaduk.
Cara pembuatan salep ditinjau dari zat khasiat utamanya
1. Zat padat
Zat padat dan larut dalam dasar salep
Camphorae
Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan didalam pot salep tertutup (jika tidak dila
mpaui daya larutnya)
Jika dalam resepnya terdapat minyak lemak (Ol. sesami), camphorae dilarutkan lebih dahulu
dalam minyak tersebut
Jika dalam resep terdapat salol, menthol, atau zat lain yang dapat mencair jika dicampur (kare
na penurunan titik eutektik), camphorae dicampurkan supaya mencair, baru ditambahkan das
ar salepnya
Jika camphorae itu berupa zat tunggal, camphorae ditetesi lebih dahulu dengan eter atau alko
hol 95%, kemudian digerus dengan dasar salepnya.
Pellidol
Larut 3% dalam dasar salep, pellidol dilarutkan bersama-sama dengan dasar salepnya yang di
cairkan (jika dasar salep disaring tetapi jangan lupa harus ditambahkan pada penimbangannya
sebanyak 20% ).
Jika pellidol yang ditambahkan melebihi daya larutnya, maka digerus dengan dasar salep yan
g mudah dicairkan.
Iodum
Jika kelarutannya tidak dilampaui, kerjakan seperti pada camphorae
Larutkan dalam larutan pekat KI atau NaI (seperti pada unguentum iodii dari Ph. Belanda V)
Ditetesi dengan etanol 95% sampai larut, baru ditambahkan dasar salepnya
2. Zat padat larut dalam air
Protargol
Taburkan diatas air, diamkan ditempat gelap selama ¼ jam sampai larut
Jika dalam resep terdapat gliserin, tambahkan gliserin tersebut, baru ditambahkan airnya dan
tidak perlu ditunggu ¼ jam lagi karena dengan adanya gliserin, protargol atau mudah larut.
Colargol
Dikerjakan seperti protargol
Argentum nitrat (AgNO3)
Walaupun larut dalam air, zat ini tidak boleh dilarutkan dalam air karena akan meninggalkan
bekas noda hitam pada kulit yang disebabkan oleh terbentuknya Ag2O, kecuali pada resep ob
at wasir.
Fenol/fenol
Sebenarnya fenol mudah larut dalam air, tetapi dalam salep tidak dilarutkan karena akan men
imbulkan rangsangan atau mengiritasi kulit dan juga tidak boleh diganti dengan Phenol liquif
actum (campuran fenol dan air 77-81,5% FI ed.III).
3. Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam air, yaitu :
Argentum nitrat : stibii et kalii tartras
Fenol : oleum iocoris aselli
Hydrargyri bichloridum : zink sulfat
Chrysarobin : antibiotik (misalnya penicilin)
Pirogalol : chloretum auripo natrico.
4. Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep :
Ichtyol
Jika ditambahkan pada massa salep yang masih panas atau digerus terlalu lama, akan terj
adi pemisahan.
Balsem-balsem dan minyak yang mudah menguap.
Balsem merupakan campuarn damar dan minyak mudah menguap ; jika digerus terlalu la
ma, damarnya akan keluar.
Air
Ditambahkan terakhir karena berfungsi sebagai pendingin; disamping itu, untuk mencega
h permukaan mortir menjadi licin.
Gliserin
Harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin, karena tidak bisa bercampur denga
n bahan dasar salep yang sedang mencair dan harus ditambahkan sedikit demi sedikit karena t
idak mudah diserap oleh dasar salep.
Marmer album
Dimasukkan terakhir karena dibutuhkan dalam bentuk kasar, yang akan memberikan pen
garuh percobaan pada kulit.
5. Zat padat tidak larut dalam air
Umumnya dibuat serbuk halus dahulu, misalnya :
Belerang (tidak boleh diayak)
Ac. Boricum (diambil bentuk yang pulveratum)
Oxydum zincicum (diayak dengan ayakan No. 100/B40).
Mamer album (diayak dengan ayakan No.25/B10)
Veratrin (digerus dengan minyak, karena jika digerus tersendiri akan menimbulkan bersin).
KRIM