DAN SEMISOLID
(Sirup, Suspensi, Emulsi, Lotion, Krim dan Gel)
Oleh
Nama Kelompok :
Kelompok : B2
Kelas :2A
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau
lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada
saat diaplikasikan.
Sediaan cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang
berupa sirup, larutan suspensi, atau emulsi.
Larutan (Solutions)
Menurut FI IV, solutions atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu
atau lebih zat kimia yang terlarut. Larutan biasanya dilarutkan dalam air, yang karena
bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan
produk lainnya. Misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau
campuran pelarut yang caling bercampur (FI ed IV). Contoh dari larutan antara lain,
Larutan penyegar cap kaki tiga dan Iodine povidon solution.
Larutan dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain :
a. Berdasarkan cara penggunaannya :
Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung
satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna
yang larut dalam air atau campuran kosolven air.
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar
tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh dengan sukrosa). Larutan
oral yang tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol
atau aspartam, dan bahan pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan
untuk penderita diabetes.
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai kosolven
(pelarut). Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat
ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan propilen glikol.
Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit,
atau dalam larutan lidokain oral topikal.
Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan otik benzokain
dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik hidrokortison.
b. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain
Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang
terlarut.
Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang
dapat larutdalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut
melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu.
Syarat – Syarat Larutan:
1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya
2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan
3. Jernih
4. Tidak ada endapan
Keuntungan Sediaan Cair:
1. Merupakan campuran homogeny
2. Dosis dapat diubah – ubah dalam pembuatan
Kerugian Sediaan Cair:
1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan
2. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan
(Syamsuni, A., 2006
BAB I
PENDAHULUAN
Sirup adalah salah satu bentuk sediaan cair yang dalam dunia farmasi
yang dikenal luas oleh masyarakat. Saat ini, banyak sediaan sirup yang beredar di
pasaran dari berbagai macam merk, baik yang generic maupun yang paten.
Biasanya, orang-orang mengunakan sediaan sirup karena disamping mudah
penggunaannya, sirup juga mempunyai rasa yang manis dan aroma yang harum
serta warna yang menarik sehingga disukai oleh berbagai kalangan, terutama
anak-anak dan orang yang susah menelan obat dalam bentuk sediaan oral
lainnya.
Menurut farmakope Indonesia III, sirup adalah sedian cair berupa larutan
yang mengandung sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64.0% dan tidak lebih
dari 66.0%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
dalam kadar tinggi (Anonim, 1995). Secara umum sirup merupakan larutan pekat
dari gula yang ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih
berasa manis. Syrup adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50%
sakarosa (Ansel et al., 2005). Dalam perkembangannya, banyak sekali pengertian
mengenai sirup. Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung
sakarosa (Anonim, 1979). Sirup adalah sediaan cairan kental untuk pemakaian
dalam, yang minimal mengandung 90% sakarosa (Voigt, 1984).
Penggolongan Sirup
Bedasarkan fungsinya, sirup dikelompokan menjadi 2 golongan, yaitu:
Merupakan sirup yang mengandung satu atau lebih bahan obat. Sirup
obat berupa preparat yang sudah distandarisasi, dapat diberikan berupa obat
tunggal atau dikombinasikan dengan obat lain. Contoh sirup obat antara lain:
Sirup sebagai ekspektorans contohnya yaitu Sirup Thymi. Sirup Thymi et
Serpylli = Sirop Thymi Compositus. Sirop Althae. Sirup sebagai antitusif,
contoh sirup Codeini, mengandung 2 mg Codein/ml sirop.
Komponen Syrup
1. Pemanis
2. Pengawet Antimikroba
4. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak
bereaksi dengan komponen lain dalam syrup dan warnanya stabil dalam
kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari sediaan
cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna
biasanya dibuat konsisten dengan rasa. Ada beberapa alasan mengapa
sirup itu berwarana, yaitu: lebih menarik dalam faktor estetikanya serta
untuk menutupi kestabilan fisik obat. Juga banyak sediaan syrup,
terutama yang dibuat dalam perdagangan mengandung pelarut-pelarut
khusus, pembantu kelarutan, pengental dan stabilisator.
1. Viskositas
Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup.
Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah menjadikan
cairan akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat fisik ini digunakan
untuk melihat stabilitas sediaan cair selama penyimpanan.
1.1.2 Suspensi
ISI
2.1 Alat Yang Digunakan Dalam Pembuatan Sedian Sirup, Suspensi dan Emulsi
2.1.1 Sirup Parasetamol 120 ml
1. Timbangan analitik
2. Botol kaca 120ml
3. Mortir dan stamper
4. Gelas ukur
5. Beaker glass
6. Kertas perkamen
7. Sendok tanduk
8. Cawan porselin
9. Corong kaca besar
10. Kertas pH
11. Objek glass
2.2 Bahan Dan Monografi Bahan Sedian Sirup, Suspensi dan Emulsi
2.2.1 Sirup Parasetamol 120 ml
A. Parasetamol (FI VI, hal 1.359)
Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol.
Kegunaan : Zat aktif
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Simpan pada suhu ruang, terlindung dari
kelembapan dan panas.
B. Sorbitol (FI VI, hal 1.632)
Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna
putih; rasa manis.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam
etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat.
Kegunaan : Pemanis
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2.4 Cara Kerja Pembuatan Formula Sedian Sirup, Suspensi dan Emulsi
2.4.1 Sirup Parasetamol 120 ml
Mortir I: Capmur
ad homogeny,
Timbang parasetamol
dengan propilen Mortir II: Campur
bahan
glikol, mortar perlahan ad homogen
(camp a) povidone dengan gliserin
(camp b), lalu tambahkan
sedikit air secara perlahan
Campurkan ad homogeny
semua sisa bahan yang
lain (sorbitol, perisa Masukkan ke dalam botol
stroberi, dan sisa air hasil kaca 120 ml
bilasan alat-alat) ke dalam
campuran c.
v
Mortar 2: Gerus ad
Mortir 3 : Gerus ad homogen Kloramfenikol
Masukan dalam botol homogen nipagin dengan propilen glikol,
suspensi 60 ml dengan gliserin, tambahkan secara
tambahkan pada v perlahan pada campuran
v
campuran a a
Dinginkan
campuran sampai
35℃, tuang ke
dalam wadah.
Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh.
Pengujian yang harus dilakukkan:
Uji Volume Terpindahkan
Setelah campuran
dimasukan ke dalam Lihat hasil sediaan Dilakukan replikasi
botol sampai batas setelah dituang ke sebanyak 3 kali,
tanda kalibrasi, dalam gelas ukur, dengan prosedur
tuangkan sediaan ke kemudian dicatat yang sama
dalam gelas ukur
Rumus
Catat hasil dari 3 kali Tentukan
replikasi, kemudia cari % Terpindahkan =
presentase
rata-rata presentase volume terpindahkan
volume
volume terpindahkan (ml) : volume diminta
terpindahkan
(%) (ml) x 100%
Uji Organoleptik
Uji pH
Catat hasil
2.5.2 Supensi Kloramfenikol 60 ml
Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh.
Pengujian yang harus dilakukkan:
Uji Organoleptik
Uji Homogenitas
Catat hasil
Uji pH
Celupkan indicator
universal pH ke dalam Celupkan indikator Cocokan pada
sediaan universal pH ke dalam pada kertas pH
sediaan
Amati pengendapan
Masukan sediaan Jika tampak memisah
dalam waktu yang sudah
yang sudah jadi ukur tinggi cairan
ditentukan (15 menit, 30
secukupnya pada bening
menit, 1 jam dan 7 hari)
tabung reaksi
Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari
ketujuh. Pengujian yang harus dilakukan:
Uji Organoleptik
Tambahkan
air
secukupnya
Uji pH
Celupkan indicator
universal pH ke dalam Celupkan indikator Cocokan pada
sediaan universal pH ke dalam pada kertas pH
sediaan
Pembahasan :
Emulsi menggunakan zat pengemulsi sintetik, umumnya dibuat sebagai berikut: zat
pengemulsi yang mudah larut dalam air, terlebih dahulu dilarutkan dalam air atau fase air
sedangkan zat pengemulsi yang mudah larut dalam minyak, terlebih dahulu dilarutkan
dalam minyak. (Formularium Nasional Ed. II hal 314)
Sediaan oleum cocos dibuat dengan komponen dua fasa, yaitu fasa minyak dan air.
Pengujian hari pertama sampai ketujuh maka dilakukan evaluasi pada sediaan,
seperti berikut:
1. Uji organoleptik
Dalam evaluasi dilakukan uji organoleptic yaitu uji bau, penampilan, dan warna pada
masing-masing botol sediaan emulsi. Bau yang tercium harus sama seperti bau pada saat
pembuatan awal sediaan emulsi. Warna yang diuji dan terlihat oleh kasat mata harus sama
seperti yang diharapkan atau pada saat awal pembuataan emulsi. Penampilan dari masing-
masing sediaan emulsi harus terlihat baik tepatnya sama seperti pada saat awal pembuatan.
Dari hari pertama sampai ke tujuh di dapatkan bentuk kental , warna putih , bau mint
2. Uji pH
Masing-masing botol sediaan emulsi diuji dengan kertas pH. Dilakukan agar mengetahui
nilai pH pada masing-masing sediaan emulsi dengan syarat pH pada hari pertama ph
sediaan 5 dan hari ketujuh turun dengan rata – rata 4
Selama 24 jam adanya pemisahan pada sediaan emulsi yang kami buat , adanya endapan
putih di permukaan
Dengan pengenceran fase , emulsi di masukan dalam tabung reaksi dan di tambahkan
air , Tipe emulsi eukaliptus mint dengan formula III pada hari pertama dan ketujuh
yaitu tipe minyak dalam air.
2.6.2 Sirup Parasetamol 120 ml
Hasil Pengujian :
2) Uji Organoleptis
3) Pengukuran PH
Replikasi Nilai PH
1 6
2 6
3 6
Rata – Rata 6
4) Uji Homogenitas
Replikasi Homogenitas
1 Homogen,ada
gelembung udara
2 Homogen,ada
gelembung udara
3 Homogen,ada
gelembung udara
2) Uji Organoleptis
2. Pengukuran PH
Replikasi Nilai PH
1 6
2 6
3 6
Rata – Rata 6
3. Uji Homogenitas
Replikasi Homogenitas
1 Homogen,ada
gelembung udara
2 Homogen,ada
gelembung udara
3 Homogen,ada
gelembung udara
Pembahasan :
Pada uji mutu fisik dilakukan uji volume terpindahkan, uji organoleptis, pengukuran
ph, dan uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan sirup agar
sesuai dengan persyaratan sirup yang baik. Pengujian di lakukan pada hari pertama
setelah sediaan selesai dibuat, dan pengujian sediaan juga dilakukan pada hari
ketujuh. Dimana hasil yang didapat adalah sebagai berikut :
1) Uji Volume Terpindahkan
Uji volume terpindahkan untuk melihat kesesuaian volume sediaan jika
dipindahkan dari wadah asli dengan volume yang tertera di etiket. Untuk
sediaan wadah dosis ganda, memenuhi syarat jika volume rata-rata cairan yang
diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak ada satu wadah pun
volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket. Dari hasil
pengujian didapat pada pengujian sirup di hari pertama didapat suatu hasil
bahwa 99,66 % sedangkan pengujian di hari ketujuh didapat hasil 96,94%.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa untuk uji volume terpindahkan
memenuhi persyaratan.
2) Uji Organoleptis
Uji organoleptis ini mengamati sediaan sirup dari segi bentuk, warna, dan bau.
Hasil pengujian hari pertama dan hari ketujuh sirup memiliki hasil pengujian
yang sama, dimana bentuk sediaan cair, warna putih, bau strawberry.
3) Pengukuran PH
Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH
yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar
dalam sediaan merata. Nilai pH yang dianjurkan untuk sirup adalah berkisar
antara 4 – 7 (Anonim, 1995). Pada pengujian pH sirup yang dihasilkan masih
memenuhi parameter nilai pH yang dipersyaratkan. Dimana dari hasil
pengujian pada hari pertama dan juga pengujian di hari ketujuh didapatkan
suatu hasil bahwa PH yang dihasilkan adalah PH 6. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa PH yang dihasilkan memenuhi persyaratan sediaan sirup
yang baik, karena PH yang dihasilkan memenuhi rentang PH sesuai
persyaratan.
4) Uji Homogenitas
Pada uji homogenitas sirup di pengujian hari pertama dan pengujian hari
ketujuh yang diuji tidak memiliki gumpalan dan endapan dalam larutan yang
mendakan homogenitas ketika dilihat di object glass da ada gelembung udara,
hal ini karena tidak terdapat perbedaan sifat antara bahan dan zat aktif yang
digunakan (Lachman, 1994).
b. Uji Homogenitas:
Replikas Homogenitas
i
1 Tidak homogen, terjadi
pemisahan
2 Tidak homogen, terjadi
pemisahan
3 Tidak homogen, terjadi
pemisahan
c. Pengukuran pH:
Replikasi Nilai pH
1 7
2 7
3 7
Rata-rata 7
d. Uji Sedimentasi:
Waktu Pemisahan Tinggi bagian bening
(Ada/tidak) (cm)
15 menit ada 1,2
30 menit ada 2,3
1 jam Ada -
7 hari ada 4
Rata-rata 2,5 cm
a. Uji Organoleptis:
Organolepti Hasil pengamatan
s
Bentuk Sedian cair
Warna Putih
Bau Tidak berbau
b. Uji Homogenitas:
Replikas Homogenitas
i
1 Tidak homogen, terjadi
pemisahan
2 Tidak homogen, terjadi
pemisahan
3 Tidak homogen, terjadi
pemisahan
c. Pengukuran pH:
Replikasi Nilai pH
1 7
2 7
3 7
Rata-rata 7
PEMBAHASAN :
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. Dalam pembuatan suspensi, kita selaku
praktikan mengharapkan hasil dari suspensi yang kita buat itu adalah merupakan
suspensi yang masuk dalam kategori suspensi ideal atau stabil. Suspensi yang ideal
merupakan suspensi yang memiliki kriteria yakni, partikel yang terdispersi harus
mempunyai ukuran yang sama dan tidak mengendap cepat dalam wadah, endapan
yang terbentuk tidak boleh keras, dan harus terdispersi dengan cepat dengan sedikit
pengocokan, harus mudah dituang, memiliki rasa enak dan tahan terhadap serangan
mikroba, untuk obat luar harus mudah disebar dipermukaan kulit dan tidak cepat
hilang ketika digunakan serta cepat mengering.
3.1 Kesimpulan
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau
lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada
saat diaplikasikan. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
dalam kadar tinggi. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat
yang tidak larut (fase terdispers) dalam bentuk serbuk halus yang terdispersi merata
dalam cairan pembawa (fase pendispers). Emulsi apa suatu sistem yang mana dari
termodinamik tak stabil, terdiridari paling kecil dua fasa pada globul-globul dalam
fasa cair yanglain., Untuk peremudi peremukulasian hingga zat yang bernama
emulgator.Selain emulgator, kali juga zat tambahan lain seperti propilenglikol,oleum
sesami dan aquadest untuk saus kestabilan dari sediaanemulsi.
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Erlangga :
Jakarta.
Syamsuni, A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. EGC : Jakarta.
C. Sediaan Semisolid
Sediaan semisolid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan
pengobatan topikal melalui kulit. Bentuk sediaan ini dapat bervariasi tergantung bahan
pembawa (basis) yang digunakan, yaitu salep, krim, gel atau pasta. Untuk
mengembangkan bentuk sediaan semisolid yang baik harus diperhatikan beberapa faktor
antara lain : struktur, berat molekul dan konsentrasi obat yang dapat melalui kulit,
jumlah obat yang dilepaskan dari pembawa pada permukaan kulit: jumlah obat yang
terdifusi melalui stretum korneum; stabilitas fisika dan kimia sediaan selama
penyimpanan dan penerimaan pasien terhadap formula yang dibuat.
1. Struktur kulit
3. Cara pembuatan
Dalam pemberian obat melalui kulit ada beberapa tahap penentu yang
mempengaruhi efektifitas rute pemberian tersebut, yaitu :
1. Tahap pelepasan bahan aktif dari pembawanya yang tergantung dai sifat bahan
pembawa dan sifat fisika dan kimia bahan aktif. Affinitas bahan pembawa
terhadap bahan aktif ditentukan oleh kelarutan obat tersebut dalam pembawa.
2. Tahap terjadinya proses partisi bahan aktif ke dalam masing-masing lapisan kulit
yang ditentukan oleh koefisien partisi bahan aktif terhadap komponen pada setiap
lapisan kulit.
3. Tahap difusi bahan aktif melalui lapisan kulit ditentukan oleh kecepatan difusi
melalui membran setiap lapisan kulit.
4. Tahap terjadinya pengikatan bahan aktif dengan komponen stratum korneum,
lapisan epidermis dan dermis, atau terjadi mikroreservoir pada lapisan lemak
pada daerah subkutan.
5. Tahap eliminasi melalui aliran darah, kelenjar limfa atau cairan jaringan. Selain
tahap-tahap di atas, absorpsi perkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
lain, antara lain : umur dan kondisi kulit, daerah pemberian kuli, aliran darah,
efek metabolisme pada ketersediaan hayati pembeian secara topikal, dll.
1. Zat aktif
2. Pembawa
3. Zat tambahan
PENDAHULUAN
Hal yang membedakan antara lotion dan krim secara fisik adalah
krim mempunyai viskositas yang tinggi dan tidak mudah dituang, sedangkan
losion dapat mudah dituang jadi dengan kata lain losion adalah bentuk emulsi
yang cair (Barel dkk., 2002).
Krim ada dua tipe yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air
dalam minyak (A/M). Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A) ditujukan untuk
penggunaan kosmetik dan estetika. Stabilitas krim akan rusak jika sistem
campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan komposisi, misalnya adanya
penambahan salah satu fase secara berlebihan. Pengenceran krim hanya dapat
dilakukan dapat dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan
harus digunakan dalam waktu satu bulan.
Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim
yang dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid,
lemak bulu domba, setasium, setilalkohol, stearil alkohol, golongan sorbitan,
polisorbat, PEG, dan sabun. Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya
adalah metilparaben (nipagin) 0,12-0,18% dan propilparaben (nipasol) 0,02-
0,05%.
a. Bahan dasar
Krim mempunyai suatu emulsi minyak dalam air (M/A) atau air dalam
minyak (A/M).
4.) Aquades
b. Bahan aktif
Bahan aktif yang biasanya terkandung dalam sediaan adalah bahan yang
larut dalam air, larut dalam minyak atau memberi efek lokal pada kulit.
c. Zat tambahan
Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim
yang dikehendaki, sebagai pengemulsi dapat digunakan triethanolamin,
emulgid, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, dan golongan sorbitol,
polisorbat.
2.) Zat pengawet
Zat-zat lain berguna untuk meningkatkan daya tarik suatu krim dan
warna yang sebenarnya dari krim (Wasitaatmadja, 1997).
1.1.3 Gel
Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli. (FI IV, hal 7)
Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah
kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)
Gelling agent bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Gom alam dan polimer
berfungsi dengan membentuk lapisan tipis pada permukaan partikel.
Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat
dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau dari gom alam (misal
tragakan). Molekul organik larut dalam fasa kontinu.
Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil
yang terpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi
relatif besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma. Partikel
anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi pada fasa
kontinu.
• Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain
• Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan
yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan
diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam
botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.
• Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan
yang diharapkan.
• Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau
BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau
digunakan).
• Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh
polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang
akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan
tersebut akan membentuk gel.
• Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation
1. Swelling
2. Sineresis.
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang
tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat
adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada
ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada
hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
4. Efek elektrolit.
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten
terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur
gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
a. Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur,
kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga
lebih mahal.
b. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau
dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
Konsentrasi Bahan
Nama Bahan (mg/ml)
Formula III
Metil paraben 4
Propil paraben 1
Air (1) 754
Karbomer 14
Larutan NaOH 10% 40
Polivinil pirolidon 7
Air (2) 200
BAB II
ISI
1.1 Alat Yang Digunakan Dalam Pembuatan Sedian Lotion, Krim Dan Gel
1.1.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml
1. Timbangan analitik
2. Pot salep 100ml
3. Mortir dan stamper
4. Gelas ukur
5. Beaker glass
6. Kertas perkamen
7. Sendok tanduk
8. Cawan porselen
9. Batang pengaduk
10. Termometer
11. Penangas
12. Universal pH
13. Objek glass
14. Sentrifuge dan tabung sentrifuge
2.3 Bahan Dan Monografi Bahan Sedian Lotion, Krim Dan Gel
2.2.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml
Menthol (FI VI, hal 1.109)
Pemerian : Hablur heksagonal atau serbuk hablur, tidak berwarna,
biasanya berbentuk jarum, atau massa yang melebur; bau
enak seperti minyak permen.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol,
dalam kloroform, dalam eter, dan dalam heksan; mudah larut
dalam asam asetat glasial, dalam minyak mineral, -dalam
minyak lemak, dan dalam minyak atsiri.
Kegunaan : Pemberi aroma
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu
ruang terkendali.
Konsentrasi : 2-4%
2.4 Diagram Alir Cara Kerja Pembuatan Formula Sedian Lotion, Krim Dan Gel
2.4.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml
Timbang bahan
Timbang karbomer dalam
cawan porselen, lalu
campurkan dengan air (20
ml) dalam beaker glass di Panaskan campuran
Tambahkan trietanolamin atas penangas air, sorbitol, tween 60, dan
di suhu 65℃ sambil terus dipanaskan pada suhu 60℃ sisa air sampai 70℃-
diaduk sampai suhu sampai 65℃. 75℃, diaduk sampai
menurun dan sediaan homogen, setelah
mengental. Setelah homogen, tuang ke dalam
campuran dingin, krim campuran di langkah no.2
siap dikemas ke dalam (fase air).
pot yang sesuai.
Panaskan juga fase
minyak (asam
stearate, cetyl alcohol,
Tambahkan minyak Tuang perlahan metil fase paraben, dan
peppermint. minyak ke dalam propilfase paraben) di
air sambal terus diaduk.
suhu 70℃-75℃.
2.5 Diagram Alir Cara Pengujian Formula Sedian Lotion, Krim Dan Gel
2.5.1 Lotion Metil Salisilat 100 ml
Uji mutu fisik suspensi dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh.
Pengujian yang harus dilakukkan:
Uji Organoleptik
Uji Homogenitas
Catat hasil
Uji Stabilitas
Uji Organoleptik
Uji pH
Celupkan indicator
universal pH ke dalam Celupkan indikator Cocokan pada
sediaan universal pH ke dalam pada kertas pH
sediaan
Catat hasil
Uji Organoleptik
Uji pH
Uji Homogenitas
Hari pertama
1. Uji Organoleptis
2. Uji PH
Replikasi Nilai PH
1 7
2 7
3 7
Rata - Rata 7
3. Uji Homogenitas
Replikasi Homogenitas
1 Homogen gelembung udara udara
2 Homogen dengan gelembung udara udara
3 Homogen dengan gelembung udara udara
4. Uji Stabilitas
Tidak ada pemisahan dan tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme
Hari Ketujuh
1. Uji Organoleptis
2. Uji PH
Replikasi Nilai PH
1 7
2 7
3 7
Rata - Rata 7
3. Uji Homogenitas
Replikasi Homogenitas
1 Homogen gelembung udara
2 Homogen dengan gelembung udara
3 Homogen gelembung udara
4. Uji Stabilitas
Tidak ada pemisahan dan tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme
Pembahasan :
Pada uji mutu fisik dilakukan uji organoleptik, uji ph, uji homogenitas, dan uji stabilitas
yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan lotion agar sesuai dengan persyaratan lotion
yang baik. Pengujian di lakukan pada hari pertama setelah sediaan selesai dibuat, dan
pengujian sediaan juga dilakukan pada hari ketujuh.
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik ini mengamati sediaan lotion dari segi bentuk, warna, bau, dan uji
sediaan secara topikal. Hasil pengujian hari pertama dan hari ketujuh krim memiliki
hasil pengujian yang sama antara lain didapatkan bentuk semi padat, warna putih,
bau sesuai dengan zat aktif yang digunakan dan uji topikal pada lotion yaitu terasa
lembut dan terasa dingin di kulit. Lotion terasa lembut di kulit dikarenakan adanya
bahan tambahan emolien.
2. Uji PH
Uji pH ini dilakukan untuk memastikan apakah sediaan yang nantinya dihasilkan
sesuai dengan PH kulit yakni pada rentang 4,5- 6,5 sehingga jika sediaan yang
dihasilkan ada pada rentang sesuai persyaratan maka sediaan tersebut dinyatakan
aman untuk digunakan dan tidak megiritasi kulit. Dari hasil pengujian pada hari
pertama didapatkan PH 7, kemudian pengujian hari ketujuh didapatkan PH sebesar
7. Kemudian ditinjau dari segi PH, PH sediaan yang di hasilkan belum memenuhi
persyaratan dikarenakan tidak memenuhi rentang pH kulit sesuai persyaratan.
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan homogen
atau tidak. Berdasarkan hasil uji didapatkan bahwa baik pengujian yang dilakukan
pada hari pertama dan hari ketujuh sediaan yang dihasilkan terdapat partikel –
partikel kecil dengan adanya gelembung udara. Dan adanya partikel-partikel kecil
ini dipengaruhi pada saat dilakukannya percampuran bahan.
4. Uji Stabilitas
Uji stabilitas ini merupakan salah satu indikator kestabilan fisik lotion. Dari hasil
pengujian yang didapatkan bahwa setelah diuji menggunakan tabung sentrifuge
yang diputar pada 3000 rpm selama 30 menit, baik pada pengujian hari pertama
maupun hari ketujuh menunjukkan tidak adanya pemisahan lotion. Dan hal ini
menandakan bahwa lotion sudah stabil. Karena salah satu syarat kestabilan lotion
yang baik adalah tidak terjadinya pemisahan sediaan setelah disentrifugasi. Selain
itu setelah diamati baik hasil pengujian lotion di hari pertama maupun hari ketujuh
tidak adanya pertumbuhan mikroba, yang artinya sediaan lotion memenuhi
persyaratan uji stabilitas.
Hasil Pengujian :
Pengujian Mutu Fisik Krim (Hari Pertama)
1. Uji Organoleptis
2. Uji PH
Replikasi Nilai PH
1 8
2 8
3 8
Rata - Rata 8
3. Uji Homogenitas
Replikasi Homogenitas
1 Homogen,Ada gelembung udara
2 Homogen,Ada gelembung udara
3 Homogen,Ada gelembung udara
1. Uji Organoleptis
2. Uji PH
Replikasi Nilai PH
1 7
2 7
3 7
Rata - Rata 7
3. Uji Homogenitas
Replikasi Homogenitas
1 Kurang homogen, ada gelembung udara
2 Kurang homogen, ada gelembung udara
3 Kurang homogen, ada gelembung udara
5. Uji Stabilitas
Adanya suatu pemisahan
6. Uji Daya Sebar
Pembahasan :
Pada uji mutu fisik dilakukan uji organoleptik, uji ph, uji homogenitas, uji daya
lekat, uji stabilitas, uji daya sebar yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan krim
agar sesuai dengan persyaratan krim yang baik. Pengujian di lakukan pada hari
pertama setelah sediaan selesai dibuat, dan pengujian sediaan juga dilakukan pada
hari ketujuh. Dimana hasil yang didapat adalah sebagai berikut.
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik ini mengamati sediaan krim dari segi bentuk, warna, bau,
dan uji sediaan secara topikal. Hasil pengujian hari pertama dan hari
ketujuh krim memiliki hasil pengujian yang hampir sama antara lain
didapatkan bentuk sediaan cair, warna sediaan putih, bau sediaan krim
peppermint dan jika diuji secara topikal terasa dingin di kulit. Dari hasil
uji yang berbeda dengan hari pertama dan hari ketujuh adalah pada
bentuk, dimana di hari pertama bentuk sediaan cair kemudian pengujian di
hari ketujuh bentuk sediaan agak cair/ semi padat hal ini artinya terjadi
peningkatan viskositas sediaan krim setelah hari ke tujuh. Pada saat
pengadukan terjadinya gaya geser yang diaplikasikan selama proses
pencampuran dapat menurunkan viskositas krim dan selanjutnya
berpengaruh pada kualitas sediaan krim yang terbentuk (Amiji dan
Sandman, 2003). Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa proses percampuran bahan mempengaruhi kualitas sediaan krim
yang nantinya dihasilkan dan berdampak salah satunya terhadap bentuk
sediaan yang didapatkan. Dari hasil pengujian mengenai bau sediaan, bau
yang dihasilkan sesuai dengan bahan yang digunakan yaitu berbau minyak
peppermint. Dimana uji organoleptis ini salah satu fungsinya juga
memastikan bahwa sediaan yang kita buat nantinya sesuai formulasi yang
kita harapkan, jadi dapat disimpulkan bahwa sediaan krim yang dibuat
sesuai dengan formula krim yang diharapkan jika meninjau dari segi bau
yang dihasilkan sama dengan salah satu bahan yang digunakan.
2. Uji PH
Uji pH ini dilakukan untuk memastikan apakah sediaan yang nantinya
dihasilkan sesuai dengan ph kulit yakni pada rentang 4,5- 6,5 sehingga
jika sediaan yang dihasilkan ada pada rentang sesuai persyaratan maka
sediaan tersebut dinyatakan aman untuk digunakan dan tidak megiritasi
kulit. Dari hasil pengujian pada hari pertama didapatkan PH 8, kemudian
pengujian hari ketujuh didapatkan PH sebesar 7 . Sehingga dapat
dikatakan bahwa terjadi penurunan PH. Menurut penelitian (M.M
Putra.,dkk.) Perubahan nilai PH selama penyimpanan dapat menandakan
adanya reaksi atau kerusakan komponen penyusun di dalam sediaan
tersebut sehingga dapat menurunkan atau menaikkan nilai ph sediaan
tersebut, dimana hal ini akan mempengaruhi sediaan tersebut ketika
diaplikasikan. Kemudian ditinjau dari segi PH, Ph sediaan yang di
hasilkan belum memenuhi persyaratan dikarenakan tidak memenuhi
rentang pH kulit sesuai persyaratan.
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan
homogen atau tidak. Berdasarkan hasil uji didapatkan bahwa baik
pengujian yang dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh sediaan yang
dihasilkan homogen namun ada gelembung udara. Dimana dari hasil
pengujan didapatkan homogen hal tersebut dapat diamati dari tidak adanya
partikel-partikel besar yang masih berupa padatan ketika dilihat pada
object glass, dan hal ini sesuai dengan salah satu tujuan uji homogenitas
sendiri bahwa uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui
tercampurnya bahan- bahan sediaan krim (Juwita AP dkk, 2013).
4. Uji Daya Lekat
Pada uji ini untuk melihat kemampuan krim dapat melekat ketika nanti
diaplikasikan, yang dimana daya lekat ini mempengaruhi efek terapi yang
nanti di dapatkan. Pada hasil uji kami mendapatkan hasil rata – rata 2,67
detik pada pengujian hari pertama dan 1,2 detik pada hari ketujuh. Hal ini
menujukan terjadi penurunan waktu untuk lamanya krim melekat. Dari
kedua hasil ini dapat disimpulkan bahwa untuk uji daya lekat krim belum
memenuhi persyaratan daya lekat, dikarenakan waktu minimal krim untuk
melekat adalah minimal 4 detik
5. Uji Stabilitas
Uji stabilitas ini merupakan salah satu indikator kestabilan fisik krim. Dari
hasil pengujian yang didapatkan bahwa setelah diuji menggunakan tabung
sentrifuge yang diputar pada 3000 rpm selama 30 menit, baik pada
pengujian hari pertama maupun hari ketujuh menunjukkan adanya
pemisahan krim. Dan hal ini menandakan bahwa krim belum stabil.
Karena salah satu syarat kestabilan krim yang baik adalah tidak terjadinya
pemisahan sediaan setelah disentrifugasi.
6. Uji Daya Sebar
Uji ini bertujuan untuk mengetahui luasnya penyebaran sediaan pada saat
di oleskan di kulit, sehingga dapat dilihat kemudahan pengolesan sediaan
di kulit (Azkiya,dkk.,2017). Dengan daya sebar yang baik nantinya akan
memberikan penyebaran dosis bahan aktif yang merata pada kulit
sehingga absorpsi bahan aktif ke kulit berlangsung cepat. Dari hasil
pengujian hari pertama kami mendapatkan hasil rata-rata diameter
penyebaran sebesar 13,69 sedangkan hasil rata-rata diameter penyebaran
pada hari ketujuh adalah 15,71. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa
untuk uji daya sebar dari sediaan belum memenuhi, dikarenakan daya
sebar yang baik untuk krim adalah berkisar 5 sampai 7 cm (Garg dkk.,
2002).
Hasil Pengujian :
(Hari Pertama)
1. Uji Organoleptis
2. Uji PH
Replikasi Nilai PH
1 7
2 7
3 7
Rata - Rata 7
3. Uji Homogenitas
Replikasi Homogenitas
1 Kurang homogen, masih ada partikel padat
2 Kurang homogen, masih ada partikel padat
3 Kurang homogen, masih ada partikel padat
(Hari Ketujuh)
1. Uji Organoleptis
2. Uji PH
Replikasi Nilai PH
1 6
2 6
3 6
Rata - Rata 6
3. Uji Homogenitas
Replikasi Homogenitas
1 Kurang homogen, masih ada partikel padat
2 Kurang homogen, masih ada partikel padat
3 Kurang homogen, masih ada partikel padat
Pembahasan :
Pada uji mutu fisik dilakukan uji organoleptik, uji ph, uji homogenitas dan uji daya
sebar yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan gel agar sesuai dengan persyaratan
gel yang baik. Pengujian di lakukan pada hari pertama setelah sediaan selesai dibuat,
dan pengujian sediaan juga dilakukan pada hari ketujuh. Dimana hasil yang didapat
adalah sebagai berikut.
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik ini mengamati sediaan gel dari segi bentuk, warna, bau, dan
uji sediaan secara topikal. Hasil pengujian hari pertama dan hari ketujuh krim
memiliki hasil pengujian yang hampir sama antara lain didapatkan bentuk sediaan
cair, warna sediaan putih, bau sesuai zat aktif dan jika diuji secara topikal terasa
lembut dan sejuk di kulit. Dari hasil pengujian mengenai bau sediaan, bau yang
dihasilkan sesuai dengan bahan yang digunakan yaitu berbau minyak peppermint.
Dimana uji organoleptis ini salah satu fungsinya juga memastikan bahwa sediaan
yang kita buat nantinya sesuai formulasi yang kita harapkan, jadi dapat disimpulkan
bahwa sediaan krim yang dibuat sesuai dengan formula krim yang diharapkan jika
meninjau dari segi bau yang dihasilkan sama dengan salah satu bahan yang
digunakan.
2. Uji PH
Uji pH ini dilakukan untuk memastikan apakah sediaan yang nantinya
dihasilkan sesuai dengan ph kulit yakni pada rentang 4,5- 6,5 sehingga jika sediaan
yang dihasilkan ada pada rentang sesuai persyaratan maka sediaan tersebut
dinyatakan aman untuk digunakan dan tidak megiritasi kulit. Dari hasil pengujian
pada hari pertama didapatkan PH 7, kemudian pengujian hari ketujuh didapatkan
PH sebesar 6 . Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan PH. Menurut
penelitian (M.M Putra.,dkk.) Perubahan nilai PH selama penyimpanan dapat
menandakan adanya reaksi atau kerusakan komponen penyusun di dalam sediaan
tersebut sehingga dapat menurunkan atau menaikkan nilai ph sediaan tersebut,
dimana hal ini akan mempengaruhi sediaan tersebut ketika diaplikasikan. Kemudian
ditinjau dari segi PH, Ph sediaan yang di hasilkan sudah memenuhi persyaratan.
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan
homogen atau tidak. Berdasarkan hasil uji didapatkan bahwa baik pengujian yang
dilakukan pada hari pertama dan hari ketujuh sediaan yang dihasilkan homogen
namun ada gelembung udara. Dimana dari hasil pengujan didapatkan homogen hal
tersebut dapat diamati dari tidak adanya partikel-partikel besar yang masih berupa
padatan ketika dilihat pada object glass, dan hal ini sesuai dengan salah satu tujuan
uji homogenitas sendiri bahwa uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan
mengetahui tercampurnya bahan- bahan sediaan krim (Juwita AP dkk, 2013).
4. Uji Daya Sebar
Uji ini bertujuan untuk mengetahui luasnya penyebaran sediaan pada saat di
oleskan di kulit, sehingga dapat dilihat kemudahan pengolesan sediaan di kulit
(Azkiya,dkk.,2017). Dengan daya sebar yang baik nantinya akan memberikan
penyebaran dosis bahan aktif yang merata pada kulit sehingga absorpsi bahan aktif
ke kulit berlangsung cepat. Dari hasil pengujian hari pertama kami mendapatkan
hasil rata-rata diameter penyebaran sebesar 3,6 cm sedangkan hasil rata-rata
diameter penyebaran pada hari ketujuh adalah 3,9. Dalam hal ini dapat disimpulkan
bahwa untuk uji daya sebar dari sediaan belum memenuhi, dikarenakan daya sebar
yang baik untuk krim adalah berkisar 5 sampai 7 cm (Garg dkk., 2002).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sediaan semisolid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan
pengobatan topikal melalui kulit. Bentuk sediaan ini dapat bervariasi tergantung bahan
pembawa (basis) yang digunakan, yaitu salep, krim, gel atau pasta.Lotion dapat juga
didefinisikan sebagai suatu sediaan dengan medium air yang digunakan pada kulit
tanpa digosokkan. Biasanya mengandung substansi tidak larut yangtersuspensi, dapat
pula berupa larutan dan emulsi di mana mediumnya berupa air. Krim adalah bentuk
sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Krim ada dua tipe yaitu krim tipe minyak dalam
air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Gel merupakan sistem semipadat terdiri
dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli.
Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Erlangga :