Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH RESUME JURNAL

SEDIAN SEMI SOLID

Disusun Oleh :

1. Anak Agung Istri Agung Sanchana Pradnyadewi Laksmi (2009484010003)


2. I Dewa Ayu Putri Novi Wulandari B (2009484010006)
3. I Kadek Danayasa (2009484010008)
4. Komang Jovita Dewi (2009484010020)
5. Ni Luh Yanti Kusuma Widantari (2009484010035)
6. Ni Made Ayu Kerta Ningsih (2009484010036)
7. Ni Putu Dea Estyani Putri (2009484010038)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MAHASARAWATI DENPASAR

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridha
dan hidayahnya penulisan dan penyusunan makalah resume Sediaan semisolid dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Kami berharap makalah yang kami buat ini dapat membantu untuk memberikan
informasi mengenai formulasi dan uji stabilitas fisik obat sedian semisolid. Namun
disamping itu kami juga menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan dalam
makalah kami, baik dari isi makalah, kosa kata, penggunaan tata bahasa dan kekuranagn
lainnya, sehingga kami sangat memerlukan komentar dan kritik dari pembaca agar
kedepannya kami bisa membuat dan menyusun makalah dengan lebih baik, bagus dan
benar.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua orang termasuk anggota dari
kelompok kami yang saling bekerja sama dalam membuat makalah ini dan juga Ibu dosen
apt. Ni Made Dharma Santhini S., M.Sc , karena telah memberikan kesempatan kepada
kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Denpasar, 1 Mei 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................2

DAFTAR ISI ...............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................6

1.2.1 Bagaimana formulasi dan evaluasi mutu fisik sediaan


salep?........................................................................................................…6

1.2.2 Bagaimana formulasi dan evaluasi mutu fisik sediaan krim? .............6

1.2.3 Bagaimana formulasi dan evaluasi mutu fisik sediaan gel? ................6

1.3 Tujuan ............................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Formulasi dan evaluasi mutu fisik sediaan salep .........................................7

2.2 Formulasi dan evaluasi mutu fisik sediaan krim ........................................30

2.3 Formulasi dan evaluasi mutu fisik sediaan gel ..........................................51

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................64

3.2 Saran . ..........................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 66

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin berkembangnya perkembanagan zaman dan teknologi


begitupun dunia kesehatan, semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit
yang muncul. Perkembangan pengobatan pun terus dikembangkan. Berbagai
macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid, dan semi solid telah
dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai
untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk
pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan supositoria yang digunakan
melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa,
mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya. Juga untuk memberikan
perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Sediaan semi solid adalah sediaan setengah padat yang digunakan
untuk pemakaian luar, sediaan semi solid terdiri dari salep,krim, ungenta, pasta dan
lain-lain. Salep adalah sediaan setengah padat yang digunakan untuk pemakaian
topikal padakulit atau selaput lendir dan termasuk golongan sediaan semi solid yang
umumnya berminyak tidak mengandung air, untuk mendapatkan sediaan semi soli
d yang baik maka harus mencari basis salep yang cocok yang dapat menyatu dengan
bahan aktifnyadan dapat meresap pada kulit dengan zat pembawa yang cocok. Basis
hidrokarbon yang biasanya digunakan untuk salep berminyak. Basis hidrokarbon
digunakan sebagai penghantaran obat topikal, dalam pemilihan basis salepnuntuk
memformulasikan suatu bahan aktif menjadi sediaan semi solid
denganmempertimabangkan faktor-faktor seperti khasiat yang diinginkan,sifat
bahan obatyang dicampurkan dan stabilitas dan ketahana sediaan jadi sehingga

4
makalh ini akanlebih membahas sediaan semi solid yang baik dengn
memperhatikan basis yangdigunakan untuk masing-masing sediaan semi solid dan
cara pengerjaan sediaan semisolid dan bagaimana evaluasi sediaan semi sol
Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan
pada kulit, yangvsakit atau terluka dimaksudkan untuk pemakaian topikal.Salep
digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis,sehingga
diharapkan adanya penetrasi kedalam lapisan kulit agar dapat
memberikan efek yang diinginkan. Salep dapat diartikan sebagai
sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar
sale pyang cocok. Salep tidakboleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar
bahan obat dalam salep yang mengandungobat keras atau narkotikadalah 10 %.
Sediaan salep harus memiliki kualitas yang baik yaitustabil, tidak terpengaruh
oleh suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yangdalam salepharus
halus.oleh karena itu pada saat pembuatan salep terkadang
mangalami banyakmasalah, salep yang harus digerus dengan homogen, agar
semua zat aktifnya dapat masuk kepori-pori kulit dandiserab oleh kulit.

Krim merupakan sediaan semisolid yang diaplikasi pada kulit atau


selaput lendir. Krim merupakan emulsi sediaan semisolid .Tipe krim emulsi air
dalam minyak kurang berminyak dan menyebar lebih mudah daripada salep . Krim
emulsi W / O adalah emolien dan pembersih. Krim emulsi minyak dalam air (o / w)
yang mudah digosokkan ke kulit disebut sebagai vanishing cream dan mudah dicuci
dalam air.

Gel adalah sediaan semi solid transparan atau tembus yang terdiri dari
larutan atau dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam basis hidrofilik atau
hidrofobik yang sesuai. Gel bisa jernih atau buram, dan menjadi polar .hydro
alcoholic atau nonpolar. Gel dibuat dengan proses fusion(peleburan) atau prosedur
khusus yang sesuai dengan karakter gelling dari gellant.

5
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana formulasi, mutu fisik dan prosedur pengujian sediaan salep?

1.2.2 Bagaimana formulasi, mutu fisik dan prosedur pengujian sediaan krim?

1.2.3 Bagaimana formulasi, mutu fisik dan prosedur pengujian sediaan gel?

1.3 Tujuan

1.3.1 Agar mengetahui formulasi, mutu fisik dan prosedur pengujian sediaan
salep.

1.3.2 Dapat mengetahui formulasi, mutu fisik dan prosedur pengujian sediaan
krim.

1.3.3 Untuk formulasi, mutu fisik dan prosedur pengujian sediaan gel.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Formulasi Dan Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Salep

“Evaluasi Sifat Fisik Dan Uji Iritasi Sediaan Salep Minyak Atsiri Bunga
Cengkeh Dalam Basis Larut Air”
A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal Evaluasi Sifat Fisik Dan Uji Iritasi Sediaan Salep Minyak
Atsiri Bunga Cengkeh Dalam Basis Larut Air
Volume 11
Tahun 2015
Penulis Diah Pratimasari1, Nining Sugihartini2, Tedjo Yuwono2

B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui evaluasi sifat fisik dan uji
iritasi sediaan salep minyak atsiri bunga cengkeh dalam basis larutan air

C. PENDAHULUAN
Eugenol yang terdapat dalam minyak atsiri bunga cengkeh (Syzygium
aromaticum) (MABC) telah terbukti memiliki aktivitas yang baik sebagai anti-
inflamasi. Oleh karena itulah pada penelitian ini dikembangkan bentuk sediaan
topikal dalam bentuk sediaan yang lebih farmasetis dan lebih praktis. Sediaan topikal
yang dipilih adalah bentuk sediaan salep dengan basis larut air. Hal ini dikarenakan
basis larut air tidak mengandung bahan yang berlemak sehingga dapat memberikan
kenyamanan saat digunakan. Selain itu dengan basis larut air diharapkan pelepasan
obat dari sediaannya lebih cepat. Pada sediaan topikal, salah satu parameter yang
penting untuk diperhatikan adalah adanya kemungkinan produk yang diaplikasikan

7
menimbulkan iritasi terhadap kulit. yang dapat disebabkan oleh beragam faktor
diantaranya lama pemberian, luas area pemberian, tingkat penetrasi dan ketoksikan
dari bahan yang diaplikasikan . Iritasi merupakan salah satu reaksi buruk yang terjadi
pada kulit. Munculnya iritasi dapat terjadi setelah beberapa waktu dari pengaplikasian
sediaan, ditandai dengan beberapa gejala seperti kulit akan mengering terasa nyeri,
mengalami perdarahan, dan pecah-pecah. Iritasi yang terjadi pada kulit ditandai
dengan adanya eritema dan edema

D. METODE PENELITIAN
1. Alat
alat glass, waterbath, timbangan analitik, alat uji daya menyebar, dan alat uji daya
lekat.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak atsiri bunga cengkeh
yang didapat dari Pusat Studi Minyak Atsiri / Center of Essential Oils Studies
(CEOS) Universitas Islam Indonesia, PEG 4000 dan PEG 400.
3. Prosedur kerja/ penelitian
Formulasi salep larut air minyak atsiri bunga cengkeh

Salep dibuat dengan memanaskan PEG 4000 dan PEG 400 kemudian diaduk
sampai terbentuk massa yang kental dan homogen dan didinginkan. Minyak atsiri
ditambahkan kemudian dicampur hingga homogen

Evaluasi Sifat Fisik Salep Basis Larut Air Minyak Atsiri Bunga Cengkeh
1. Uji Daya Sebar

8
Sebanyak 0,5 gr salep diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15 cm, kaca
lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar salep
diukur. Setelahnya, 100 gr beban ditambahkan dan didiamkan selama 1 menit lalu
diukur diameter yang konstan
2. Uji Daya Lekat
Sebanyak 0,25 gram salep diletakkan di atas gelas obyek yang telah ditentukan
luasnya. Gelas obyek yang lain diletakkan di atas salep tersebut. Setelah itu
ditambahkan, beban 1 kg selama 5 menit pada gelas obyek dan dipasang pada alat tes.
Beban seberat 80 gram dilepaskan, dicatat waktunya hingga kedua gelas obyek
tersebut terlepas. Percobaan diulangi sebanyak 5 kali
3. Uji pH
Sebanyak 0,5 g salep diencerkan dengan 5 ml aquades, kemudian di cek pH
larutannya

Evaluasi daya iritasi salep basis larut air minyak atsiri bunga cengkeh
Uji iritasi sediaan selep basis larut air dilakukan terhadap hewan uji marmot
dengan menggunakan metode Draize (1959).Yang akan diberikan perlakuan sediaan
salep dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, basis, kontrol sakit dan kontrol sehat.
Masing-masing sampel iritan sebanyak 0,5 gram dioleskan pada bagian punggung
kelinci yang telah dicukur, lalu ditutup dengan kasa steril kemudian direkatkan dengan
plester. Setelah 24 jam, plester dan perban dibuka dan dibiarkan selama 1 jam, lalu
diamati. Setelah diamati, bagian tersebut ditutup kembali dengan plester yang sama
dan dilakukan pengamatan kembali setelah 72 jam .

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada sediaan salep, beberapa evaluasi dilakukan untuk melihat kualitas fisik
dari sediaan. Pada penelitian ini pengujian sifat fisik yang dilakukan adalah uji daya
sebar, daya lekat dan pH. Syarat daya sebar untuk sediaan topikal adalah sekitar 5 – 7
cm . Pengujian daya lekat dimaksudkan untuk melihat berapa lama kemampuan salep
untuk melekat. Hasil pengujian daya lekat (Gambar.2) menunjukkan bahwa daya lekat
dari salep lebih dari 30 menit pada semua konsentrasi.

9
Pengujian terhadap pH dimaksudkan untuk melihat tingkat keasaman
sediaan untuk menjamin sediaan tidak menyebabkan iritasi pada kulit (Mappa
dkk.,2013). Hasil pengujian pH sediaan salep basis larut air minyak atsiri bunga
cengkeh berada di antara pH 5,84 – 5,96. Hasil dari pengujian tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan antar pengujian (p>0,05). Sediaan topikal diharapkan
memiliki pH yang berada pada pH kulit normal dikarenakan jika pH terlalu basa akan
mengakibatkan kulit bersisik, sedangkan jika kulit terlalu asam dapat memicu
terjadinya iritasi kulit , Pengamatan terhadap iritasi yang terjadi pada hewan uji
sediaan salep basis larut air dengan 3 macam konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 15%
,kontrol basis, dan kontrol sakit menggunakan croton oil.hasilnya sediaan salep basis
larut air minyak atsiri bunga cengkeh pada F1, F2, dan F3 adalah tidak mengiritasi,
sedangkan pada kontrol sakit terjadi iritasi ringan.

10
“Uji Stabilitas Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Nangka
Artocarpus heterophyllus Lamk”

A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal Uji Stabilitas Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun
Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk
Volume 2
Tahun 2019
Penulis Tiara Misericordia Lasut1, Gideon A.R. Tiwow1, Silvana L.
Tumbel, Einstein Z.Z.S. Karundeng

B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui evaluasi sifat fisik sediaan
salep dari ekstrak etanol daun nangka

C. PENDAHULUAN
Nangka merupakan salah satu tanaman tropis dari suku Moraceae. Penggunaan
daun nangka sebagai antibakteri menimbulkan dugaan bahwa daun Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk.) mengandung senyawa yang dapat menghambat
bakteri penyebab jerawat
Dalam hal ini perlu dikembangkan suatu sediaan farmasi yang dapat lebih
mempermudah penggunaannya sehingga dibuat menjadi suatu sediaan topikal berupa
salep. Pengujian kestabilan tersebut dapat berupa pengujian kestabilan secara fisik,
kimia dan mikrobiologi. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk
membuat sediaan salep ekstrak etanol daun nangka dan menguji stabilitas sifat fisik
dengan menggunakan uji stabilitas Freeze Thaw Cycle.

11
D. METODE PENELITIAN

1. Alat
Alat yang digunakan yaitu rotary evaporator, bejana maserasi, kertas saring,
batang pengaduk, mortar dan stemper, penangas air, timbangan digital, beaker
glass, gelas ukur, sudip, spatula, serbet, kulkas, oven, hot plate,wadah (pot salep),
cawan petri, pH meter dan anak timbangan 100 g.
2. Bahan
Daun nangka, etanol 70%, PEG 4000, PEG 400, vaselin album, adeps lanae, dan
aquadest.

3. Prosedur kerja/ penelitian

Pembuatan Simplisia
Lakukan pencucian dengan air yang mengalir untuk menghilangkan
kotoran yang melekat pada daun nangka, kemudian dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan Kemudian di blender sampai menjadi serbuk simplisia.
Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak etanol daun nangka dari serbuk kering simplisia di
maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Ditutup dengan aluminium
foil selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Lalu disaring dengan kertas saring,
proses ini menghasilkan filtrat dan ampas, kemudian ampas direndam kembali
dengan etanol 70% dilakukan sebanyak 3 kali. Ketiga filtrat kemudian
dicampurkan untuk memperoleh filtrat total. Filtrat yang dihasilkan kemudian
dievaporasi menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental
Rancangan Formula
Formulasi sediaan salep ekstrak etanol daun nangka menggunakan dasar
salep hidrokarbon (formula A) dan dasar salep larut air (formula B)

12
Pembuatan Salep
a. Dasar Salep Hidrokarbon
Timbanglah semua bahan yang akan digunakan sesuai dengan perhitungan
penimbang. Salep dibuat dengan meleburkan vaselin album dan adeps lanae
sampai homogen. Setelah basis salep melebur sempurna, pindahkan basis ke
dalam lumpang dan tambahkan ekstrak daun nangka sedikit demi sedikit, lalu
dicampur hingga homogen dan dimasukkan ke dalam pot salep (Sari et al., 2016).
b. Dasar Salep Larut Air
Timbang bahan sesuai dengan perhitungan penimbangan. Salep dibuat dengan
meleburkan PEG 4000 dan PEG 400 pada suhu 700C sampai homogen dan
didinginkan. Setelah itu pindahkan basis salep ke dalam lumpang dan tambahkan
ekstrak daun nangka ke dalam campuran basis tersebut, lalu dicampur hingga
homogen dan dimasukkan ke dalam wadah pot salep (Rakhim, 2016).

Uji Evaluasi Salep


Sediaan salep yang sudah diformulasi selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan
yang dilakukan selama 2 minggu dan diuji 2 hari sekali :
a. Uji organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan salep dari
bentuk, bau dan warna sediaan. Menurut Depkes RI, spesifikasi salep yang harus
dipenuhi adalah memilih bentuk setengah padat, warna harus sesuai dengan

13
spesifikasi pada saat pembuatan awal salep dan baunya tidak tengik (Sari et al.,
2016).
b. Uji homogenitas
Pengujian homogenitas sediaan salep dilakukan dengan cara mengoleskan
salep pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang harus menunjukkan
susunan yang homogen. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya
gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna yang
seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep yang di
uji diambil tiga tempat yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep (Sari
et al., 2016).
c. Uji daya sebar
Sebanyak 0,5 gr salep diletakkan diatas kaca bulat dengan kaca lainnya
diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar salep diukur.
Setelahnya, 100 gram beban ditambahkan dan didiamkan selama 1 menit lalu
diukur diameter yang konstan (Pratimasari et al., 2015). Diameter daya sebar
salep yang baik antara 5-7 cm (Sari et al., 2016).
d. Uji pH salep
Pengukuran nilai pH menggunakan alat pH meter yang dicelupkan ke dalam
0,5 g salep yang telah diencerkan dengan 5 mL aquadest. Nilai pH salep yang baik
adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia (Sari et al., 2016).
e. Uji Stabilitas Freeze Thaw Cycle
Uji stabilitas fisik dilakukan dengan metode freeze thaw cycling. Freeze thaw
cycling dilakukan dengan cara sediaan disimpan pada suhu 40C selama 24 jam
kemudian dipindahkan ke suhu 400C selama 24 jam (1 siklus). Proses ini dihitung
1 siklus. Pengujian stabilitas dilakukan selama 6 siklus (Wiguna, 2016).
E. HASIL DAN PEMBAHASAN

Serbuk simplisia daun nangka diekstraksi dengan menggunakan metode


maserasi. Kemudian hasil ekstraksi berupa filtrat dipekatkan menggunakan rotary
evaporator dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 65,21 gram.

14
Pembuatan salep
Pada penelitian ini ekstrak etanol daun nangka dibuat menjadi suatu
sediaan topikal berupa salep dengan dua variasi basis yaitu basis hidrokarbon
(formula A) dan basis larut air (formula B) masing-masing konsentrasi 20% ntuk
mencegah pengurangan bobot pada proses peleburan. Dipilih kedua basis tersebut
karena basis hidrokarbon diklasifikasikan sebagai basis berminyak dan basis larut
air sebagai basis yang dapat larut dalam air. Kedua basis tersebut dibuat dengan
metode peleburan, basis salep dicampurkan dengan melebur bersama dan
didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai terbentuk massa salep.
Setelah basis melebur sampai homogen, tambahkan ekstrak etanol daun nangka
sedikit demi sedikit. Setelah itu, timbang salep sebanyak 50 gram dan dimasukkan
ke dalam wadah pot salep.
Uji Stabilitas Fisik Sediaan Salep
Uji stabilitas dipercepat dapat digunakan untuk menentukan nilai
kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam waktu yang singkat.
Salep ekstrak etanol daun nangka diuji stabilitas fisik menggunakan metode uji
stabilitas Freeze Thaw Cycle. Sediaan salep disimpan pada suhu 40C selama 24 jam
(proses freeze), setelah itu salep disimpan pada suhu 400C selama 24 jam (proses
thaw), kedua proses ini dihitung 1 siklus. Setelah 1 siklus selesai dilakukan

15
pengujian sifat fisik salep dan pengujian ini dilakukan selama 6 siklus. Pengujian
yang dilakukan untuk stabilitas sifat fisik salep meliputi :
1. Uji Organoleptik

2. Homogenitas

3. PH

16
Pada pengujian pH didapatkan basis hidrokarbon (formula A) memenuhi syarat karena
memiliki nilai pH yang stabil antara 4,56,5 selama proses penyimpanan. Untuk basis larut
air (formula B) terjadi penurunan nilai pH selama penyimpanan. Formula B mengalami
penurunan nilai pH dimana nilai pH semakin asam sehingga dapat menyebabkan iritasi
pada kulit. Dengan demikian dapat diketahui bahwa formula B (basis larut air) tidak
memenuhi syarat sifat fisik salep.
1. Uji Daya Sebar

Diameter daya sebar salep setelah diberi beban 100 g menunjukkan kedua
formulasi salep ekstrak etanol daun nangka tidak memenuhi persyaratan diameter
daya sebar salep yang baik. Kedua formulasi salep yang disimpan selama 12 hari (6
siklus) mengalami penurunan daya sebar. Formula A (basis hidrokarbon) dan
formula B (basis larut air) memiliki bentuk sediaan setengah padat yang lebih keras
dipengaruhi adanya perubahan suhu dalam proses penyimpanan selama 6 siklus
sehingga menyebabkan salep tidak dapat menyebar dengan baik.

17
“FORMULASI SALEP EKSTRAK AIR TOKEK (Gekko gecko L.) UNTUK
PENYEMBUHAN LUKA”

A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal FORMULASI SALEP EKSTRAK AIR TOKEK


(Gekko gecko L.) UNTUK PENYEMBUHAN LUKA
Volume 11
Tahun 2016
Penulis Sugiyono, Yulis Hernani, Mufrod

B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh perbedaan tipe basis dan kadar
ekstrak pada karakteristik fisik sediaan salep dan proses penyembuhan luka.

C. PENDAHULUAN
Asam amino yang diaplikasikan secara topikal mampu mengurangi inflamasi pada proses
penyembuhan luka dengan meningkatkan fungsi jaringan ikat dan sintesis kolagen yang
mempercepat re-epitalisasi jaringan epidermis, pembentukan pembuluh darah baru dan
infiltrasi sel - sel radang pada daerah luka, sehingga mempersingkat proses penyembuhan
luka (corsetti dkk., 2010). Penggunaan ekstrak tokek untuk pengobatan kondisi dermatologis
telah menjadi suatu tradisi masyarakat yang dikenal sebagai traditional chinese herbal
medicine (TCHM), aktivitas farmakologinya tersebut karena adanya beberapa senyawa asam
amino. Penggunaan ekstrak kental secara langsung pada kulit kurang praktis dan tidak
optimal, oleh karena itu perlu dibuat sediaan yang dapat menempel pada permukaan kulit
dalam waktu lama, dan bersifat oklusif sehingga efektif menyembuhkan luka, yaitu sediaan
semisolid dalam bentuk salep.

18
D. METODE PENELITIAN

1. Bahan :
Tabel Formulasi Salep Ekstrak Air Toke dengan Basi Serap dan Basis Hidrokarbon

Bahan FI.A FI.B FI.C FII.A FII.B FII.C


(gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
Ekstrak 5,000 10,000 20,000 5,000 10,000 20,000
tokek
Vaselin putih 33,060 28,310 18,810 31,320 26,820 17,820
Cera flava 1,740 1,490 0,990 - - -
Tween 80 - - - 3,480 2,980 1,980
Nipagin 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072 0,072
Nipasol 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008
Corigen 0,120 0,120 0,120 0,120 0,120 0,120
odoris
Berat Total 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000
Keterangan :
FI.A : Formulasi salep basis hidrokarbon dengan konsentrasi ekstrak tokek 12,5%
FI.B : Formulasi salep basis hidrokarbon dengan konsentrasi ekstrak tokek 25%
FI.C : Formulasi salep basis hidrokarbon dengan konsentrasi ekstrak tokek 50%
FII.A : Formulasi salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak tokek 12,5%
FII.B : Formulasi salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak tokek 25%
FII.C : Formulasi salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak tokek 50%

2. Pembuatan Ekstrak Air Tokek


1) simplisia hewan tokek diserbuk menggunakan mesin penyerbuk dengan diameter 1 mm.

19
2) Ekstrak air tokek diperoleh dengan metode dekokta., dimana 2921,540 gram serbuk
simplisia tokek dalam 15 liter cairan penyari air pada suhu 90ºC selama 30 menit sambil
sekalisekali diaduk.
3) kemudian disaring, filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator.
4) sisa air dari filtrat diuapkan dalam cawan petri di atas penangas air sampai suhu 80ºC
sambil terus diaduk hingga diperoleh ekstrak dengan kekentalan tertentu.
bobot ekstrak kental 𝑋100%.
5) Rendemen ekstrak dihitung dengan rumus : =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑎𝑠𝑖𝑎

6) Identifikasi ekstrak air tokek meliputi uji organoleptis, sifat fisik ekstrak, dan kandungan
kimia menggunakan alat HPLC.

3. Pembuatan Salep Ekstrak Air Tokek


1) fase I: vaselin putih dan cera flava atau tween 80 ditimbang, lalu dilebur pada suhu 70ºC.
2) Fase II : ekstrak air tokek, nipagin dan nipasol ditimbang, lalu dicampur dan dilarutkan
bersama.
3) Fase I diaduk dengan magnetic stirrer dengan kecepatan 400 rpm sampai suhu turun
35ºC, kemudian ditambahkan fase II ke dalam fase I sambil campuran tetap diaduk secara
terus menerus hingga homogeny.
4) Dan terakhir masukkan corrigen odoris (oleum rosae/oleum citrus).

4. Pengujian Sifat Fisik dan Kimia Salep


1) Uji Organoleptis : Sediaan diamati tekstur dan warna secara visual dan bau secara
penciuman.
2) Uji homogenitas : Sediaan salep sebanyak 0,5 gram diletakkan di atas obyek gelas
kemudian diratakan, dan diamati secara visual
3) 3) Uji viskositas : Sediaan salep sebanyak 100 gram, dimasukkan dalam cawan pengukur
lalu diukur viskositasnya menggunakan alat Rion Rotor Viskotester VT-04.
4) Uji daya lekat : Sediaan salep sebanyak 0,25 gram diletakkan di atas gelas obyek yang
telah ditentukan luasnya kemudian diletakan gelas obyek yang lain di atas salep tersebut.

20
Salep diantara lempeng gelas obyek ditekan dengan beban 100 g selama 5 menit. Gelas obyek
yang saling menempel dipasang pada alat uji daya lekat, dan dilepas dengan beban seberat
80 gram, kemudian dicatat waktu saat kedua gelas obyek tersebut lepas.
5) Uji daya sebar : Sediaan salep diuji secara langsung daya sebarnya menggunakan alat
exstensometer (Voigt, 1984). Sediaan salep ditimbang 0,5 gram, diletakkan pada pusat antara
dua lempeng kaca extensometer, dibiarkan selama 1 menit lalu ukur diameter salep yang
menyebar. Anak timbangan 50 gram ditambahkan pada lempeng sebelah atas, didiamkan 1
menit, dicatat diameter salep yang menyebar, diulangi masing– masing dengan penambahan
sampai beban 250 gram pada tiap salep yang diperiksa.
6) Uji pH : Sediaan salep sebanyak 30 gram diukur nilai pH-nya secara potensiometri
dengan mencelupkan elektroda pH-meter Hanna instrument ke dalam sediaan salep. Nilai pH
dilihat pada skala dalam alat dan dicatat setelah tercapai kestabilan.

5. Pengujian Penyembuhan Luka


 Penyiapan hewan uji dan pembuatan luka
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah 12 ekor tikus putih jantan galur wistar
dengan berat 260-280 gram dan umur 2-2,5 bulan. Pengujian terhadap penyembuhan luka
dilakukan dengan caranya hewan dicukur bulunya di daerah punggung sampai licin
kemudian dibersihkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya dibuat luka sayatan menggunakan
pisau bedah steril dengan ukuran panjang luka 2 cm dengan kedalaman 2 mm. Perlakuan dan
pengamatan Tikus jantan yang sudah dibuat luka, kemudian pada masing-masing kelompok
perlakuan hewan uji dioleskan salep sebanyak 10 mg dengan frekuensi tiap 12 jam.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Ekstraksi tokek memperoleh rendemen 15,82%. Analisis asam amino ekstrak air
tokek dilakukan secara HPLC dan menghasilkan sebelas macam senyawa asam amino, yaitu
asam apartam, asam glutamat, serin, glisin, arginin, alanin, valin, phenylalanin, isoleusin,
leusin dan lisin. Asam amino merupakan “building blocks” dalam pembentukan protein.

21
Pasokan protein yang cukup berperan dalam sintesis kolagen, sehingga meningkatkan
produksi fibroblast, proliferasi sel epidermal dan integritas kulit.
Tabel III : Karakteristik Sifat Fisika-kimia Ekstrak Air Tokek

Parameter Keterangan Metode


Bentuk Ektrak kental Visual
fisik
Warna Coklat kehitaman Visual
Bau Khas protein, amis Indra penciuman
menyengat
Daya 8 detik Alat uji daya lekat
Lekat
pH 5,66 Potensiometri
Viskositas 160 ( poise) Pengukuran
Kadar abu 7,19% Gravimetri
Kadar air 20,41% Gravimetri

 Organoleptik : Hasil menunjukkan bahwa perbedaan tipe basis dan kadar ekstrak
berpengaruh pada tekstur dan warna sediaan, tapi tidak berpengaruh pada bau sediaan.
 Homogenitas : hasil yang homogen tiap sediaan dilihat berdasarkan adanya keseragaman
warna serta tidak adanya gumpalan dan butiran
 Viskositas : Data viskositas menunjukkan bahwa perbedaan tipe basis menyebabkan
perbedaan nilai viskositas.

 Daya Sebar : uji ini bertujuan untuk mengetahui kelunakan massa salep sehingga dapat
dilihat kemudahan pengolesan sediaan salep ke kulit. Analisis data dengan uji anova dua
jalan diperoleh nilai signifikan terhadap formula sebesar 0,000 (P < 0,05) yang artinya ada
perbedaan nilai daya sebar yang signifikan antara salep dengan basis hidrokarbon dan basis

22
serap, sedangkan nilai signifikan terhadap konsentrasi 0,002 (P < 0,05) artinya ada perbedaan
nilai daya sebar antar konsentrasi ekstrak yang berbeda pada tipe basis yang sama.
 Daya Lekat : uji ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh salep
untuk melekat di kulit. Analisis data dengan uji anova dua arah diperoleh nilai signifikan
terhadap formula sebesar 0,000 (P < 0,05) yang artinya ada perbedaan nilai daya lekat yang
signifikan antara salep dengan basis hidrokarbon dan basis serap, sedangkan nilai signifikan
terhadap konsentrasi 0,619 (P > 0,05) artinya tidak ada perbedaan nilai daya lekat antar
konsentrasi ekstrak yang berbeda pada tipe basis yang sama.
 pH : Data pH menunjukkan bahwa nilai pH semua sediaan salep berkisar 5,62 hingga
5,79 dan telah memenuhi syarat nilai pH yang aman untuk kulit, yaitu pH 5,5 hingga 6, karena
pH yang terlalu asam maupun terlalu basa dapat mengiritasi kulit.
Pengujian Penyembuhan Luka
Luka pada hewan uji dinyatakan sembuh dengan ditandai adanya pembentukan keropeng,
penutupan luka, dan tumbuhnya kulit baru serta bulu di sekitar luka. Hasil pengamatan uji
penyembuhan luka pada hewan uji dari semua sediaan salep menunjukkan kesembuhan
bahwa sedian salep dengan basis serap sampai dengan konsentrasi 25% efektif
menyembuhkan luka dibanding dengan sediaan salep hidrokarbon pada konsentrasi yang
sama, dan peningkatan konsentrasi ekstrak sampai 50% pada basis serap tidak mempengaruhi
kecepatan penyembuhan.

23
Pengamatan Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-10

FII.A

FII.B

Gambar 1 : Gambar kesembuhan luka pada tikus yang dioleskan salep dengan
ekstrak 25% pada basis hidrokarbon dan salep dengan ekstrak 25% pada basis
serap
Keterangan :
FI.B : Formulasi salep basis hidrokarbon dengan konsentrasi ekstrak tokek 25%
FII.B : Formulasi salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak tokek 25%

24
“PENGARUH BASIS SALEP TERHADAP FORMULASI SEDIAAN SALEP
EKSTRAK DAUN KEMANGI ( Ocimum sanctum L.) PADA KULIT PUNGGUNG
KELINCI YANG DIBUAT INFEKSI Staphylococcus aureus”

A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal PENGARUH BASIS SALEP TERHADAP FORMULASI


SEDIAAN SALEP EKSTRAK DAUN KEMANGI ( Ocimum
sanctum L.) PADA KULIT PUNGGUNG KELINCI YANG
DIBUAT INFEKSI Staphylococcus aureus
Volume 2
Tahun 2013
Penulis Olivia H. Naibaho, Paulina V. Y. Yamlean, Weny Wiyono

B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian untuk mengetahui pengaruh tipe basis terhadap sifat fisik dan daya
antibakteri salep ekstrak daun Kemangi pada kulit punggung kelinci (Oryctolagus cuniculus)
yang terinfeksi Staphylococcus aureus.

C. PENDAHULUAN
Penelitian tentang khasiat daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) menunjukan.Ekstrak etanol
daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan diameter zona hambat 21 mm pada konsentrasi 200 mg/ml untuk
bakteri Escherichia coli dan 16 mm pada konsentrasi 200 mg/ml untuk bakteri
Staphylococcus aureus.Berdasarkan aktivitas antibakteri yang dimiliki daun Kemangi, maka
perlu dikembangkan suatu sediaan farmasi untuk meningkatkan penggunaannya. Salah satu
sediaan farmasi yang dapat memudahkan dalam penggunaannya ialah salep. Dipilih sediaan

25
salep karena merupakan sediaan dengan konsistensi yang cocok untuk terapi penyakit kulit
yang disebabkan oleh bakteri.

E. METODE PENELITIAN
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah alat-alat gelas, timbangan analitik, oven,
blender, ayakan 65 mesh, rangkaian alat soxhlet, evaporator, waterbath, mortir, sudip,
laminar air flow, autoklaf, jarum ose, inkubator, gunting.
2. Bahan
Bahan yang digunakaan dalam penelitian ini adalah daun Kemangi, etanol 95%, vaselin
album, minyak mineral, adeps lanae, stearil alkohol, cera alba, natrium lauril sulfat, propilen
glikol, PEG 4000, PEG 400, aquades, pH stik universal, H2SO4, BaCl2.2H2O, NaCl, hewan
uji kelinci, nutrient agar (NA) dan bakteri uji Staphylococcus aureus.
3. Pembuatan Salep
Salep ekstrak daun Kemangi yang akan dibuat dalam penelitian ini memiliki konsentrasi
yang sama yaitu 10% sebanyak 25 g untuk pemakaian 3 kali dalam sehari selama 9
hari, dengan 4 basis yang berbeda yaitu basis tercuci air, basis absorbsi, basis hidrokarbon
dan basis larut air, dengan:
R/ Ekstrak daun kemangi 2,5 g
Basis salep 22,5 g
m.f. salep 25 g

4. Evaluasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi


 Uji organoleptik : Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati
sediaan salep dari bentuk, bau, dan warna sediaan (Anief, 1997).
 Uji pH salep : Sebanyak 0,5 g salep ektrak daun Kemangi diencerkan dengan
5 ml aquades, kemudian pH stik dicelupkan selama 1 menit. Perubahan warna
yang terjadi pada pH stik menunjukkan nilai pH dari salep.

26
 Uji homogenitas : Sediaan salep pada bagian atas, tengah, dan bawah diambil
kemudian diletakkan pada plat kaca lalu digosok dan diraba.
 Uji daya sebar : Sebanyak 0,5 gr salep diletakkan diatas kaca bulat yang
berdiameter 15 cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1
menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya, ditambahkan 100 gr beban
tambahan dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameter yang konstan.

5. Pengujian Efektivitas Pada Kulit Punggung Kelinci


Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci sebanyak 4 ekor
dengan berat badan 1,5-2 kg, diaklimatisasi selama 5 hari agar terbiasa dengan
lingkungan yang baru dan ditempatkan pada kandang serta diberi makanan yang
cukup. Bulu kelinci dicukur pada 3 lokasi di punggung kelinci dengan jarak ±1
cm kemudian. suspensi bakteri S. aureusdisuntikkan sebanyak 0,1 ml pada
masing-masing lokasi. Waktu penyembuhan infeksi diamati berdasarkan
hilangnya eritema dan nanah setelah pemberian ± 0,5 g sediaan salep ekstrak
daunKemangi. Pengolesan salep dilakukan 3 kali sehari. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Uji organoleptik menunjukkan bahwa tipe basis mempengaruhi bentuk dan warna dari
sediaan. Salep ekstrak daun Kemangi dengan basis hidrokarbon menghasilkan massa salep
yang lebih lembek karena mengandung parafin cair yang dapat menurunkan viskositas
sehingga dihasilkan konsistensi yang lebih lembek. sedangkan untuk formulasi salep basis
larut air tidak mengandung bahan berlemak yang menyebabkan konsinstensi dari salep yang
dihasilkan relatif lebih kaku dibandingkan dengan salep ekstrak daun kemangi yang
menggunkan 3 tipe basis lainnya.
Salep ektrak daun Kemangi dengan variasi tipe basis memiliki pH yang sesuai dengan kriteria
pH kulit yaitu 4,5 – 6,5 sehingga aman untuk digunakan, karena pH yang terlalu asam dapat
mengiritasi kulit sedangkan pH yang terlalu basa dapat membuat kulit bersisik.

Tabel 1. Hasil Uji pH

27
Jenis salep Nilai
pH
Hidrokarbon 5-6

Absorpsi 4–5

Tercuci Air 5

Larut Air 4-5


Uji homogenitas memberikan hasil yang homogeny pada semua basis sedian salep, dilihat
berdasarkan tidak adanya gumpalan maupun butiran kasar pada sediaan salep.
Pengujian daya sebar untuk tiap sediaan dilakukan untuk melihat kemampuan sediaan
menyebar pada kulit, hasil pengukuran daya sebar menunjukan basis salep hidrokarbon yang
mengandung minyak memiliki konsistensi lebih lembek sehingga daya sebar yang dihasilkan
lebih besar dibandingkan dengan jenis basis lainnya.

Tabel 5. Hasil Uji Daya Sebar

Jenis Salep Daya Sebar (cm)

Hidrokarbon 4,2

Absorpsi 4,0

Tercuci Air 3,6

Larut Air 3,0


Kepekaan bakteri terhadap salep ekstak daun Kemangi dapat diamati dari hilangnya eritema
maupun nanah yang timbul.Hasil pengamatan penyembuhan eritema dan nanah pada kulit
kelinci yang dilakukan selama 9 hari dapat dilihat pada lampiran 2.
Berdasarkan hasil pengujian efektivitas salep ektrak daun Kemangi pada kulit kelinci
yang diinfeksi Staphylococcus aureus diperoleh hasil bahwa sediaan salep dengan
basis hidrokarbon lebih cepat dalam proses penyembuhan infeksi yang ditandai dengan
hilangnya nanah dan eritema pada punggung kelinci dibandingkan dengan ketiga jenis basis

28
lainnya. Salep ekstrak daun Kemangi dengan basis hidrokarbon memiliki pengukuran daya
sebar yang lebih besar dibandingkan dengan basis lainnya.Daya sebar suatu sediaan
menunjukkan kemampuan sediaan tersebut untuk menyebar pada kulit. Semakin luas
permukaan kulit tempat sediaan menyebar maka absorpsi dari bahan obat yang terkandung
akan meningkat.

29
2.2 Formulasi Dan Evaluasi Mutu Fisik Sedian Krim

“FORMULASI KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN LAMUN (Syringodium


isoetifolium)”

A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal FORMULASI KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN LAMUN


(Syringodium isoetifolium)
Volume 2
Tahun 2013
Penulis Anisa Puspa Juwita, Paulina V.Y Yamlean, Hosea Jaya Edy

B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas krim dari ekstrak daun lamun dengan
menggunakan konsentrasi 5%, 10%, 20% dan 40%.

C. PENDAHULUAN
Lamun ialah substrat lumpur berpasir yang terdapat diperairan dangkal dengan kedalaman
kira- kira 2 sampai 12 meter, kemudian dapat membentuk komunitas yang lebat sehingga
sering disebut padang lamun (Bengen, 2004). Daun lamun memiliki kandungan nutrisi
seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pangan yang merupakan sumber makanan.
Kandungan kimia daun lamun diantaranya favonoid, fenol, hidrokuinon dan potensi
flavonoid sebagai antioksidan (Ukhty, 2011).

30
D. METODE PENELITIAN
1. Alat
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu alat gelas, batang pengaduk, kapas,
evaporator, lumpang dan alu, water bath, cawan porselen, wadah krim, pH meter, cawan
petri, kaca transparan, kertas saring, sendok tanduk dan timbangan analitik.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu daun Lamun, etanol 96%, kertas saring,
aquades, parafin cair, cera alba, sorbitan monostearat dan trietanolamin.

3. Penyiapan Sampel dan Ekstrak


 Daun Lamun yang diperoleh segera dicuci bersih dengan tujuan untuk menghilangkan
kotoran dan lumpur yang melekat pada daun lamun.
 Selanjutnya dipotong-potong menjadi bagian kecil
 Sebanyak 1500 gram daun lamun dimasukkan kedalam bekker gelas kemudian
ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 4500 ml.
 Selanjutnya dimaserasi selama 5 hari pada suhu kamar dan sesekali di aduk.
 Setelah 5 hari, larutan di filtrasi atau dipisahkan selanjutnya debris diremaserasi selama
2 hari menggunakan etanol 96% sebanyak 3000 ml dengan perbandingan 1: 5, kemudian
remaserasi disaring.
 Sampel kemudian diuapkan menggunakan evaporator dan dilanjutkan menggunakan
water bath dengan suhu 600 untuk memperoleh ekstrak kental.
4. Pembuatan Krim

31
Bahan-bahan yang berfase air (trietanolamin dan aquades) dipisahkan dengan bahan-bahan
yang berfase minyak (sera alba, parafin cair dan sorbitan monostearat). Fase air dilarutkan
dengan pemanasan menggunakan hot plate. Sedangkan fase minyak, dilebur dengan
penangas air dengan suhu 700 -750 C. Setelah semuanya melarut, fase air ditambahkan
perlahan-lahan kedalam lumpang panas yang berisi fase minyak selanjutnya diaduk dengan
kecepatan konstan hingga terbentuk masa krim. Ekstrak daun lamun yang sudah ditimbang
dicampurkan kedalam basis krim sedikit demi sedikit hingga homogen, selanjutnya dibuat
krim dengan cara yang sama untuk konsentrasi ekstrak yang berbeda-beda.
5. Pengujian Sediaan Krim
 Uji organoleptik. Diamati bentuk krim, warna dan bau krim. Ini dilakukan untuk
mengetahui krim yang dibuat sesuai dengan warna dan bau ekstrak yang digunakan.
 Uji homogenitas. Diambil 1 gram krim lamun pada bagian atas, tengah, dan bawah
kemudian dioleskan pada sekeping kaca transparan. Diamati jika terjadi pemisahan fase.
 Uji pH. Ditimbang sebanyak 1 gram ekstrak krim lamun dan diencerkan dengan 10 ml
aquades. Kemudian gunakan pH-meter yang bagian sensornya dan dibaca pH pada bagian
monitor.
 Uji daya serap. Ditimbang krim ekstrak daun lamun sebanyak 1 gram, kemudian ditetesi
air sambil diaduk atau dikocok. penetesan air pada krim dlakukan sampai tidak dapat
menyerap air lagi atau krim memisah dengan air. Kemudian dihitung jumlah air yang
dibutuhkan hinggga krim memisah

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


 Berdasarkan hasil yang didapat dari pengujian organoleptik, bentuk sediaan yang
didapat berupa setengah padat, warna hijau sesuai dengan warna daun lamun dan bau yang
dihasilkan adalah khas lamun
 Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan
sediaan krim. Hasil yang didapat tidak adanya gumpalan-gumpalan. Ini diduga karena sifat
zat akif dari ekstrak daun lamun yaitu flavonoid mudah bercampur denga basis A/M sehingga
tidak terjadi penggumpalan atau pemisahan fase.

32
 Uji pH bertujuan mengetahui keamanan sediaan krim saat digunakan sehingga tidak
mengiritasi kulit. Hasil pH krim ekstrak daun lamun tipe A/m yang didapat berkisar antara
4,93-5,96. Perbedaan nilai pH tidak terlalu berpengaruh selama masih pada batas 4,5-
6,5(Tranggono dan latifah,2007).

 Uji daya serap untuk mengetahui kemampuan krim dalam menyerap air. Krim menyerap
air dengan maksimum jika krim sudah tidak menyerap air lagi, sehingga terjadi pemisahan
antara krim dan air. Hasil yang didapat pada uji daya serap krim ekstrak daun lamun yakni
daya serap berkisar pada 3,7 ml-5 ml. Syarat uji daya serap pada kulit harus mempunyai
kelarutan yang sesuai dalam mineral dan air dengan kadar lebih dari 1 mg krim dapat larut
dalam 1 mg air. Pengujian daya serap krim memenuhi syarat uji daya serap karena > 1mg
/1ml air.

 Uji daya sebar untuk mengetahui kelunakkan sediaan krim saat dioleskan kekulit. Daya
sebar yang dihasilkan krim tipe A/M ekstrak daun lamun menghasilkan daya sebar yang besar
yakni berkisar pada 2,5 cm - 2,8 cm. Sediaan krim yang sesuai adalah sediaan krim yang jika
dioleskan akan menyebar, berati krim tipe A/M mudah dioleskan.

33
34
“FORMULASI KRIM TABIR SURYA EKTRAK KULIT NANAS (ANANAS
COMOSUS L MERR) DAN UJI IN VITRO NILAI SUN PROTECTING
FACTOR (SPF)”

A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal Formalasi krim tabir surya ektrak kulit nanas (ANANAS
COMOSUS L MERR) DAN UJI IN VITRO NILAI SUN
PROTECTING FACTOR (SPF)
Volume 2
Tahun 2013
Penulis Viondy Damogalad, Hosea Jaya Edy, Hamidah Sri
Supriati

B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai sun protecting factor (SPF) ekstrak
kulit nanas (Ananas comosus L Merr) dalam bentuk sediaan krim dengan varian
konsentrasi 2%, 4% dan 8%.
C. PENDAHULUAN
Nanas (Ananas comosus L Merr) merupakan tanaman buah berupa semak. Di Indonesia,
pada mulanya nanas hanya sebagai tanaman pekarangan dan meluas dikebunkan di lahan
kering di seluruh nusantara (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Buah nanas mengandung
vitamin (A dan C), kalsium, fosfor, magnesium,besi, natrium, kalium, dekstrosa, sukrosa
(gula tebu), dan enzim bromelain(Dalimartha, 2000). Kandungan kimia yang terdapat dalam
kulit nanas antara lainair, serat kasar, karbohidrat, protein, enzimbromelain, gula reduksi,
flavonoid dan tanin (Nuraini, 2011).
Menurut Permenkes RI nomor 376/menkes/per/VIII/1990, tabir surya adalah zat yang dapat
menyerap sedikitnya85% sinar matahari pada panjang gelombang 290 sampai 320 nm tetapi

35
dapat meneruskan sinar pada panjang gelombang lebih dari 320 nm. Efektivitas sedíaan tabir
surya dalam menahan paparan sinar matahari dan panasdipengaruhi oleh stabilitas bahan
aktif dan stabilitas sediaan tabir surya tersebut (Wilkinson, 1982). Berdasarkan mekanisme
kerjanya, bahan aktif tabirsurya dibagi menjadi 2, yaitu mekanisme fisika (pengeblok fisik)
serta mekanisme kimia (penyerap kimiawi) (Backer dan Brink, 1963).
Dengan melihat adanya fakta-fakta di atas maka penulis tertarik untuk membuat suatu
sediaan farmasi berupa krim tabir surya tipe minyak dalam air (m/a) dengan menggunakan
ekstrak kulit tanaman nanas pada berbagai konsentrasi (2%, 4% dan 8%).

D. METODE PENELITIAN
1. Alat
Alat yang di gunakan pada penelitian ini yaitu alat gelas, batang pengaduk, kapas,
evaporator, lumpang dan alu, oven, waterbath, cawan porselen, kepingan kaca, ph meter,
wadah krim, timbangan analitik, ayakan mess 65 danspektrofotometer UV-Vis.
2. Bahan
Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak kulit nanas, asam stearat, paraffin
cair, trietanolamin, aquades, nipagin, etanol 96%, stearil alkohol, sera alba, setil alkohol dan
propilen glikol.
3. Pengambilan sampel kulit nanas
Kulit Nanas segar 3000 g dikeringkan dengan cara dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC
sampai menjadi simplisia kering dan diperoleh berat kering 492 g.
4. Pembuataan ekstrak kulit nanas
Pembuatan ekstrak kulit Nanas dilakukan dengan metode maserasi, yaitu kulit Nanas yang
telah diayak, ditimbang sebanyak 492 g lalu diekstraksi dengan menggunakan 3690 ml
etanol 96% dengan cara maserasi selama 5 hari (setiap hari digojok). Ekstrak kemudian
disaring dengan menggunakan kertas saring (filtrat 1) dan sisanya diekstrak kembali selama
2 hari menggunakan etanol 96% sebanyak1230 ml lalu disaring (filtrat 2). Selanjutnya
filtrat 1 dan 2 dikumpulkan, diuapkan dengan evaporator pada suhu 70 0C sampai
volumenya menjadi ¼ dari volume awal, dan dilanjutkan dengan pengeringan di water bath

36
sampai menjadi ekstrak kental. Di dapatkan ekstrak kental sebanyak 122 g.
5. Formulasi krim tabir surya
Setelah penimbangan bahan, semua alat gelas dan mortir dicuci bersih dan disterilakan
terlebih dengan cara dipanaskan dalam oven pada suhu 40° C kemudian setelah massa krim
telah jadi lalu ditambahkan ekstrak sesuai dengan masing-masing konsentrasi.
6. Pengujian sediaan krim
Pengujian yang dilakukan antara lain tes organoleptik, tes homogenitas, tes pH dan tes uji
daya serap
7. Penentuan niali SPF secara In Vitro
Penentuan efektivitas tabir surya dilakukan dengan menentukan nilai SPF secara in vitro
dengan spektrofotometri UV-Vis. Krim ekstrak kulit nanas diencerkan 4000 ppm, dengan
cara masing-masing krim ekstrak kulit nanas (2%, 4% dan 8%) ditimbang sebanyak 0,1g,
ditambahkan etanol 96% sebanyak 25 mL dan dicampur hingga homogen. Spektrofotometer
UV-Vis dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan etanol 96%. Dimasukkan
etanol 96% sebanyak 1 ml kedalam kuvet kemudian kuvet dimasukkan kedalam
spektrofotometer UV-Vis untuk proses kalibrasi. Dibuat kurva serapan uji dalam kuvet,
dengan panjang gelombang antara 290-320 nm, gunakan etanol 96% sebagai blanko.
Kemudian tetapkan serapan rata- ratanya (Ar) dengan interval 5 nm. Hasil absorbansi
masing-masing konsentrasi krim dicatat dan kemudian nilai SPFnya dihitung

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Hasil Tes Organoleptik

Jenis Bentuk Bau Warna


Krim
Setengah
Dasar Krim Padat Tak Berbau Putih

37
Krim Aroma Khas
Ekstrak Kulit Setengah Kulit Nanas Putih
Nanas 2% Padat Kekuningan
Krim Aroma Khas
Ekstrak Kulit Setengah Kulit Nanas Kuning
Nanas 4% Padat Muda
Krim Aroma Khas
Ekstrak Kulit Setengah Kulit Nanas Kuning
Nanas 8% Padat Kemerahan

Tabel 2. Hasil Tes Homogenitas


Jenis Krim Homogenitas

Dasar Krim Homogen, tidak


menggumpal
Krim Ekstrak Kulit nanas 2% Homogen, tidak
menggumpal
Krim Ekstrak kulit nanas 4% Homogen, tidak
menggumpal
Krim Ekstrak kulit nanas 8% Homogen, tidak
menggumpal

Tabel 3. Hasil Tes pH

Jenis Krim pH

Dasar Krim 6,16


Krim Ekstrak kulit nanas 2% 5,02
Krim Ekstrak kulit nanas 4% 4,96

38
Krim Ekstrak kulit nanas 8% 4,65

Tabel 4. Hasil Tes Uji Daya Serap


Daya serap
Jenis Krim (g/mL)
Dasar Krim 3,2
Krim Ekstrak kulit nanas 2% 2,9
Krim Ekstrak kulit nanas 4% 2,5
Krim Ekstrak kulit nanas 8% 2,3

0.2
0.18

0.16

0.14

0.12 2%

0.1 4%

0.08 8%

0.06

0.04
290 295 300 305 310 315 320
nm nm nm nm nm nm nm

Gambar 1. Grafik Nilai Absorbansi Krim Ekstrak Kulit Nanas

Tabel 5. Nilai SPF Krim Ekstrak Kulit Nanas

Jenis Krim Nilai SPF

39
Krim ekstrak kulit 0,9
nanas 2%
Krim Ekstrak kulit 1
nanas 4%
Krim Ekstrak kulit 2,6
nanas 8%

Beberapa kandungan kimia yang terkandung dalam kulit nanas (flavonoiddan tanin) diduga
dapat bekerja sebagai bahan aktif tabir surya. Menurut Sestili (1998) Flavonoid sebagai
antioksidan yangkuat dan pengikat ion logam diyakini mampu mencegah efek berbahaya
dari sinar sinar UV atau paling tidak dapat mengurangi kerusakan kulit. Taninmerupakan
antioksidan potensial yang dapat melindungi kerusakan kulit yang disebabkan oleh radikal
bebas akibat paparan sinar UV dan dapat mengurangi resiko kanker kulit dan penuaan dini
(Suryanto, 2012). Menurut data yang didapat konsentrasi krim 2% memiliki nilai SPF 0,9,
konsentrasi krim 4% memiliki nilai SPF 1 dan konsentrasi krim 8% memiliki nilai SPF 2,6.
Dengan melihat data diatas, dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak dalam
krim maka nilai SPFnya akan semakin tinggi. Menurut Wasitaadmatdja (1997), pembagian
tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut :
a. Minimal, bila SPF antara 2-4
b. Sedang, bila SPF antara 4-6
c. Ekstra, bila SPF antara 6-8
d. Maksimal, bila SPF antara 8-15
e. Ultra, bila SPF lebih dari 15
Mengacu pada data tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi krim 2% dan 4%tidak masuk
dalam pembagian tingkat kemampuan tabir surya menurut Wasitaadmatdja (1997).
Sedangkan konsentrasi krim 8% masuk pada kategori tingkat kemampuan minimal tabir
surya. Konsentrasi krim 2% dan 4% tidak efektif karena tidak masuk pada pembagian
tingkat kemampuan tabir surya sedangkan konsentrasi krim 8% juga hanya akan melindungi

40
kulit dari sinar UVB tidak terlalu lama karena tingkat kemampuannyasebagai tabir surya
hanya masuk pada tingkat kemampuan minimal.

“FORMULASI, EVALUASI MUTU FISIK, DAN UJI SPF KRIM


TABIR SURYA BERBAHAN DASAR RUMPUT LAUT E. cottonii”

A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal Formulasi Evaluasi Mutu Fisik Dan Uji SPF Krim Tabir Surya
Berbahan Dasar Rumput Laut E. cottonii
Volume Vol. 25 No.1
Tahun 2021
Penulis Achmad Faruk Alrosyidi, Syaifiyatul H

B. TUJUAN
Bertujuan untuk mendapatkan formulasi krim tabir surya berbahan dasar E. cottonii yang
tepat sehingga didapatkan produk krim tabir surya dari E. cottonii yang memiliki mutu fisik
yang baik melalui uji pH, uji viskositas, uji daya sebar, memiliki stabilitas fisik yang baik
serta nilai SPF yang maksimal

C. PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara maritime dimana sebagian besar wilayahnya adalah
perairan. Kekayaan alam dari daerah perairan Indonesia yang luar biasa merupakan salah
satu potensi yang bisa dikembangkan untuk kesehatan dan juga kecantikan. Salah satu
contohnya adalah rumput laut E. cottonii yang memiliki potensi untuk dikembangkan
menjadi produk tabir surya. Indonesia merupakan produsen terbesar E. cottonii di dunia
mencapai 8,3 juta ton.

41
E. cottonii merupakan salah satu makroalga merah yang mengandung senyawa Mycosporine
– like amino acids (MAAs). MAAs adalah senyawa yang terdapat dalam organisme laut yang
mempunyai aktivitas mengabsorpsi radiasi UV-A dan UV-B8,9. Rumput laut termasuk
makroalga merah ini telah menjadi perhatian dalam dunia farmakologi karena memiliki
banyak manfaat bagi tubuh diantaranya sebagai antitumor, antiinflamasi, dan antioksidan.
Aktivitas antioksidan E. cottonii menunjukkan IC50 sebesar 105 μg/mL. Senyawa yang
terkandung didalam E. cottonii diantaranya flavonoid, fenol hidrokuinon dan triterpenoid.
Senyawa-senyawa ini diduga merupakan senyawa potensial yang dapat dikembangkan
menjadi krim tabir surya.

D. METODE
1. Alat
Gelas ukur (pyrex), beaker glass (pyrex), spatula, batang pengaduk, labu ukur (pyrex), hot
plate stirer, termometer, Camag UV Cabinet, Timbangan analitik, pH meter Hennan,
viskometer Lichen NDJ 85, erlenmeyer, chamber, KLT ALUGRAM Sil G/UV254, mortir,
stemper, gelas arloji, pipet pasteur, AE-S60-2UPC UV VIS SPEKTROFOTOMETER,
lemari asam, kuvet, vial, botol coklat.
2. Bahan
E. cottonii, Parafin liquidum, Asam stearat, Tri etanolamin, Adaps lanae, Nipagin, Nipasol,
Olium rosae, Aquades, N heksan, etanol, NaOH, metanol, kloroform, pereaksi dragendorf,
pereaksi mayer.
3. Prosedur Kerja
 Pembuatan Krim
Pembuatan krim tabir surya terdiri dari tiga langkah yaitu pembuatan basis krim (F0),
pembuatan bubur rumput laut E. cottonii, dan pencampuran basis krim dengan bubur rumput
laut E. cottonii. Proses pembuatan basis krim dibagi menjadi dua fase yaitu fase minyak dan
fase air. Bahan-bahan yang larut dalam minyak (asam stearat, parafin liquidum, adaps lanae,
nipasol dan ol. rosae) dilarutkan hingga homogen pada suhu 70oC (fase minyak). Secara
bersaman, bahan-bahan yang larut dalam air (trietanolamin, nipagin, dan aquades) dilarutkan

42
hingga homogen pada suhu70oC (fase air). Fase minyak dimasukkan ke dalam fase air sedikit
demi sedikit pada suhu yang sama (70oC) kemudian digerus dalam mortir sehingga terbentuk
basis krim yang homogen.
 Uji Homogenitas dan Organoleptis
Sebanyak 1 g krim dioleskan pada kaca objek bersih, kemudian diamati. Sediaan harus
menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar. Uji organoleptik
krim dilakukan secara visual meliputi warna
dan bau.
 Uji Viskositas
Pengukuran viskositas krim dilakukan menggunakan viskometer Brookfield. Sediaan krim
dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian spindle no 3 dipasang dan dimasukkan ke
dalam sediaan krim dan rotor dijalankan dengan kecepatan 3 rpm. Setelah viskometer
Brookfield menunjukkan angka yang stabil kemudian hasilnya dicatat. Pengukuran
dilakukan pada suhu 21oC. Pengujian dilakukan pada minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-
2, minggu ke-3, dan minggu ke-4.
 Uji Ph
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat pHmeter. Alat tersebut dikalibrasi terlebih
dahulu sebelum digunakan. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan dapar pH 4,
pH 7 danpH 10. Pemeriksaan pH dilakukan dengan mencelupkan elektroda ke dalam 1 g
sediaan krim yang di encerkan dengan air suling hingga 10 mL13,14. Pengujian dilakukan
pada minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4.
 Uji Daya Sebar
Sebanyak 0,5 g krim ditimbang diletakan ditengah alat kaca, dan kaca penutup yang mula –
mula sudah ditimbang bobotnya, kemudian diletakan diatas basis, dibiarkan selama 1 menit.
Diameter penyebaran krim diukur setalah satu menit dengan mengambil panjang rata – rata
diameter dari beberapa sisi, beban ditambahkan seberat 20 g kemudian dilakukan pengukuran
kembali setelah satu menit, dilakukan penambahan bobot tiap 20g sampai bobot yang
ditambahkan mencapai 140 g, dicatat diameter penyebarannya setiap penambahan bobot.

43
 Uji SPF
Sampel diambil sebanyak 1 gram, dilarutkan dalam etanol 95% sebanyak 100 mL dicampur
hingga homogen. Sebanyak 5 mL larutan dipindahkan ke dalam labu ukur dan ditambah
etanol sampai 25 mL. Sebelumnya spektrofotometer dikalibrasi dengan menggunakan etanol
96%, caranya etanol sebanyak 1 mL dimasukkan kedalam kuvet kemudian kuvet tersebut
dimasukkan dalam spektrofotometer UV-Vis untuk proses kalibrasi. Langkah selanjutnya
adalah membuat kurva serapan uji dalam kuvet, dengan panjang gelombang antara 290-350
nm, gunakan etanol 96% sebagai blanko kemudian tetapkan serapan rata-ratanya dengan
interval 5 nm. Hasil absorbansi dicatat, kemudian dihitung nilai SPFnya.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


 Karakteristik Organoleptis dan Homogenitas

Pengamatan organoleptis dan homogenitas krim menunjukkan bahwa keempat formula krim
pada penyimpanan suhu kamar tidak mengalami perubahan berarti selama empat minggu.
Keempat formula krim tetap stabil secara organoleptis dan homogenitas selama empat
minggu.
 Pengukuran Ph

44
Tabel 5 menunjukkan bahwa F0, F1, F2, dan F3 memiliki pH yang sama dengan pH kulit
yaitu 5,5 - 6,3. Dari data pH yang dianalisis dengan Annova dan Kruskal Walls jika syarat
dari Annova tidak terpenuhi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata pH antara
minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 untuk setiap formula
(p>0,05).

 Pengukuran Viskositas

Persyaratan viskositas krim yang baik adalah sebesar 4.000 - 40.000 cPs20. Semua formula
memiliki viskositas krim yang baik karena berkisar antara 7.500-28.500 cPs. Dari data
viskositas (Tabel 4.4) yang dianalisis dengan Annova dan Kruskal-Walls jika syarat dari
Annova tidak terpenuhi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata viskositas antara
minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 untuk setiap formula
(p>0,05).

45
 Uji Daya Sebar

Persyaratan daya sebar untuk sediaan topikal yaitu sekitar 5-7 cm20. Berdasarkan hasil uji
daya sebar dari sediaan krim dapat disimpulkan bahwa sediaan krim F1, F2, dan F3
memenuhi daya sebar yang baik. Hasil uji one way Annova menggunakan SPSS versi 20
menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai daya sebar antara F0, F1, F2, F3 secara signifikan
(p<0,05). Nilai daya sebar F0 dan F1 secara signifikan adalah sama dan nilai daya sebar F2
dan F3 secara signifikan adalah sama.

 Uji SPF

Kemampuan tabir surya dalam melindungi kulit dikategorikan minimal (2-4), sedang (4-6),
ekstra (6-8), maksimal (8-15), dan ultra (>15)22. Dari pengukuran nilai SPF krim didapatkan
bahwa F1 memiliki kemampuan minimal, F2 memiliki kemampuan sedang, dan F3 memiliki
kemampuan maksimal dalam melindungi kulit. Hasil uji one way Annova menggunakan
SPSS versi 20 menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai SPF antara F0, F1, F2, F3, Produk
1, dan Produk 2 secara signifikan (p<0,05). Nilai SPF F0 dan F1 secara signifikan adalah

46
sama dan nilai SPF F3 dan produk 1 secara signifikan adalah sama.

“FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK SEDIAAN GEL


ANTISEPTIK TANGAN MINYAK ATSIRI BUNGA LAVENDER
(Lavandula angustifolia Miller)”
A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal Formulasi Evaluasi Mutu Fisik Dan Uji SPF Krim Tabir Surya
Berbahan Dasar Rumput Laut E. cottonii
Volume 15
Penulis Dwi Puji Astuti, Patihul Husni, Kusdi Hartono

B. TUJUAN
Untuk membuat sediaan gel antiseptik tangan mengandung minyak atsiri bunga lavender
yang menimbulkanrasa nyaman pada kulit, mengurangi resiko terjadinya iritasi, praktis, dan
memiliki aktivitas antibakteri. Optimasi formula, evaluasi stabilitas fisik sediaan, dan uji
kesukaan dilakukan untuk menentukan formula terbaik.

C. PENDAHULUAN
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh yang melindungi bagian dalam tubuh dari
gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan bakteri, kuman,
jamur, atau virus. Kulit sangat rentan terkena infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Penggunaan antiseptik tangan dapat mengendalikan infeksi global dan dapat mengurangi
kontaminasi bakteri pada tangan (Kampf dan Ostermeyer, 2004). Minyak atsiri bunga
lavender berpotensi sebagai antibakteri (Sokovic, 2007). Antiseptik yang berasal dari
minyak atsiri bunga lavender mempunyai potensi antibakteri sebagai pengganti alkohol.
Antiseptik tangan (hand sanitizer) dalam bentuk sediaan gel sangat praktis digunakan. Cara
pemakaiannya adalah dengan diteteskan pada telapak tangan, kemudian diratakan pada

47
permukaan tangan tanpa dibilas dengan air (Sari dan Isadiartuti, 2006).

D. METODE PENELITIAN
1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah minyak atsiri bunga lavender (PT. Lansida Herbal,
Yogyakarta), carbopol 940 (Brataco), gliserin (Brataco), metil paraben (Brataco),
trietanolamin (Brataco), aquadest (Brataco), etanol 70% (OneMed).
Dilakukan sterilisasi alat terlebih dahulu untuk membunuh mikroba. Cara pembuatan
formula yaitu semua bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan
formula. Pembuatan gel antiseptik tangan dari minyak atsiri lavender dilakukan dengan cara
carbopol dilarutkan dalam 50 mL aquadest panas sampai larut ditambah larutan metil
paraben. Minyak atsiri bunga lavender dilarutkan dalam gliserin, dimasukkan ke dalam
larutan carbopol. Trietanolamin ditambahkan sedikit demi sedikit dengan kecepatan
pengadukan yang lebih tinggi sampai terbentuk gel yang homogen ditambah sisa aquadest.

2. Evaluasi stabilitas fisik sediaan


Sediaan disimpan pada suhu kamar selama satu bulan. Pada hari ke-0, 1, 3, 5, 7, 14, 21, dan 28
dilakukan evaluasi organoleptik, pH, homogenitas, dan viskositas. Adapun prosedur evaluasi
sebagai berikut.
 Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan secara visual dan dilihat secara langsung bentuk, warna, bau, dari
gel yang di buat . Gel biasanya jernih dengan konsentrasi setengah padat (Ansel,1998).

48
 Uji Ph
Dilakukan dengan menimbang 10 gram sediaan dilarutkan dalam 50 mL aquadest dalam
beaker glass, ditambahkan aquadest hingga 100 mL lalu aduk hingga merata. Larutan
diukur pH nya dengan pH meter yang sudah distandarisasi (Sudarmadji,1984). Ukur dengan
pH meter dan catat pHyang ditunjukkan. Hasil pengukuran menunjukan target pH pada kulit,
yaitu 4,5 – 6,5 (Naibaho, 2013).
 Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan cara sebanyak 100 mL gel dimasukkan kedalam wadah
berbentuk tabung lalu dipasang spindle 64. Spindle harus terendam dalam sediaan uji.
Viskometer dinyalakan dan dipastikan rotor dapat berputar pada kecepatan 60 rpm. Diamati
jarum penunjuk dari viskometer yang mengarah ke angkan pada skala viskositas lalu dicatat
dan dikalikan faktor 100
 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara sampel gel dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak
terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM,1985)
 Uji Kesukaan
Uji kesukaan dilakukan terhadap 20 orang sukarelawan dengan menggunakan angket.
Pengujian dilakukan dengan cara sukarelawan menggunakan gel antiseptikdengan berbagai
formulasi kemudian diminta tanggapannya dari warna, aroma, tekstur dan kesan tidak
lengket.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN

 Uji Organoleptis

Uji organoleptis gel dilakukan denganmengamati secara visual meliputi bentuk, warna dan
bau dari gel. Hasil organoleptis terhadap ketiga formula sediaan gel dengan perbedaan
jumlah carbopol diperoleh hasil untuk warna semakin putih.

 Uji PH

49
Rentang persyaratan pH untuk kulit yaitu 4,5-6,5. Berdasarkan hasil uji pH menunjukan
bahwa gel antiseptik tanganminyak atsiri bunga lavender memenuhi persyaratan pH untuk
kulit

 Uji Viskositas

Hasil pengukuran viskositas sediaan gelminyak atsiri l dihasilkan menunjukkan bahwa


semakin tinggi konsentrasi carbopol, maka viskositas sediaan semakin meningkat.
Peningkatan jumlah gelling agent dapat memperkuat matriks penyusun gel.

 Uji Homogenitas

Ketiga sediaan gel antiseptik tangan minyak atsiri bunga lavender homogen yang ditandai
dengan tidak adanya butiran kasar.

50
2.3 Formulasi Dan Ecvaluasi Mutu Fisik Sedian Gel

“FORMULASI SEDIAAN GEL HAND SANITIZER DENGAN BAHAN


AKTIF TRIKLOSAN 1,5% DAN 2%”
A. IDENTITAS JURNAL
Judul Jurnal Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer Dengan Bahan Aktif
Triklosan 1,5% Dan 2%
Volume Vol. 21 No 1
Tahun 2013
Penulis Johan Iswara Wijaya

B. TUJUAN
Untuk mengetahui kandungan dan metode pembuatan hand sanitizer dalam bentuk gel

C. PENDAHULUAN
Berbagai macam jenis virus, bakteri dan jamur menempel pada tangan setiap harinya
melalui kontak fisik. Untuk mencegah penyebaran virus, bakteri dan jamur, salah satu cara
yang paling tepat adalah mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Jika
air bersih tidak tersedia, dapat menggunakan sabun dan air yang tersedia. Namun dapat
juga digunakan pembersih tangan berbasis alkohol untuk membersihkan tangan,
pemakaian antiseptik tangan dalam bentuk sediaan gel di kalangan masyarakat menengah
ke atas sudah menjadi suatu gaya hidup. Beberapa sediaan hand sanitizer dapat dijumpai
di pasaran dan biasanya banyak yang mengandung alcohol

51
D. METODE PENELITIAN
1. Bahan
Bahan kimia dan media yang digunakan pada penelitian ini adalah Nutrient Agar (E. Merck),
triklosan, alkohol 70%, carbopol 940, TEA (trietanolamin), metil paraben, gliserin, dan
aquadem.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, mortir dan stamper, beaker glass,
penangas air, timbangan gram dan milligram, gelas ukur, pengaduk kaca, kaca arloji, obyek
glass, pipet tetes, pH meter (CYBERSCAN 510), viscometer Brookfield tipe Cone and Plate
(BROOKFIELD), autoclave (ALL AMERICAN), inkubator (BINDER), oven (BINDER)
dan lampu spiritus.
3. Pembuatan sediaan gel
Disiapkan mortir dan stamper. Ditimbang carbopol 940 sebanyak 0,5 g. Setelah carbopol 940
ditimbang, ditaburkan di atas aquadem sebanyak 20 ml di dalam mortir. Carbopol 940 yang
sudah ditaburkan diaduk dan ditambah TEA sebanyak dua tetes, aduk sampai membentuk
masa gel. Ditimbang metil paraben sebanyak 0,2 g. Diukur alkohol 70% sebanyak 5 ml. Metil
paraben 0,2 g dilarutkan dalam alkohol 70% sebanyak 5 ml, kemudian dimasukan ke dalam
mortir, diaduk hingga homogen. Diukur alkohol sebanyak 55 ml. Ditimbang triklosan 1,5
gram untuk konsentrasi 1,5% dan 2 gram untuk konsentrasi 2%. Triklosan dilarutkan
kedalam alkohol sebanyak 55 ml dan diaduk sampai larut. Triklosan yang sudah larut
dimasukkan ke dalam mortir, dicampur sampai homogen, dipindahkan ke beaker glass yang
sudah dikalibrasi. Ditambah aquadem sampai 100 ml, diaduk sampai homogen. Sediaan gel
yang jadi, dimasukkan dalam wadah dilanjutkan evaluasi sediaan.
4. Pembuatan Media Nutrient Agar
Ditimbang 20 gram media Nutrient Agar disuspensikan dalam aquadem sampai 1 liter di
dalam beaker glass, dipanaskan di atas water bath sampai jernih lalu dipindahkan kedalam
wadah dan ditutup dengan aluminium foil dan diikat dengan tali kasur. Kemudian disterilkan
dengan autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit. Setelah itu dipindahkan dengan
teknik aseptis kedalam beberapa cawan petri yang sudah disterilkan, masing-masing

52
sebanyak 75 ml. Kemudian cawan petri dibiarkan pada suhu kamar sehingga media dapat
memadat.
5. Evaluasi sediaan gel hand sanitizer ekstrak air daun sirih merah
Evaluasi sediaan antara lain, organoleptis untuk mengetahui bentuk, warna, dan bau sesuai
dengan yang diharapkan. Homogenitas untuk mengetahui sediaan gel yang telah dibuat
homogen atau tidak. Dikatakan homogen jika tidak terdapat partikel-partikel kecil yang
menggumpal. pH untuk mengetahui sediaan gel hand sanitizer sudah sesuai dengan pH kulit.
Pengukuran berat jenis dan pengukuran viskositas.
6. Uji daya antiseptik sediaan gel
Pada kontrol dilakukan dengan cara telapak tangan dicuci dengan air kran kemudian
dikeringkan. Selanjutnya ibu jari ditempelkan pada media padat nutrient agar dalam cawan
petri hingga membentuk lintasan zig – zag cara seperti ini disebut swabbing. Media
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, jumlah koloni bakteri dihitung
dan replikasi dilakukan sebanyak empat kali.
7. Analisis data
Data hasil pertumbuhan bakteri pada masing-masing formula dianalisis dengan
menggunakan Anova faktorial dan bila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji lanjut
Fisher’s LSD. Sedangkan spesifikasi pH, berat jenis dan viskositas dianalisis secara
deskriptif dan menggunakan Anova one way dan bila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan
uji lanjut Fisher’s LSD. Analisis ini menggunakan program SPSS.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


Formula yang dirancang pada penelitian ini ada dua, dimana dua formula ada perbedaan
dalam kadar bahan aktifnya yaitu triklosan 1,5% dan triklosan 2%. Dengan mengunakan
kadar carbopol 940 0,5%. Pembuatan carbopol 940 diawali dengan mendispersikan
carbopol 940 kedalam air sampai larutan koloid yang bersifat asam dengan viskositas
rendah dan akan membentuk gel dalam viskositas tinggi, mengunakan metil paraben
sebanyak 0,2%. Gliserin sebagai emollient supaya sediaan hand sanitizer ketika digunakan

53
pada tangan tidak terasa kering selain itu gliserin bersifat sebagai antimikroba, gliserin
digunakan sebanyak 1 ml karena jika terlalu banyak maka hand sanitizer akan terasa
lengket karena formula gel hand sanitizer ini juga mengandung alkohol. Dari hasil
formulasi didapatkan gel dengan beberapa spesifikasi, diantaranya dilakukan secara
organoleptis pada basis gel dan sediaan gel hasil formulasi. pH pada sediaan yang telah
dibuat ini sesuai spesifikasi yang telah diharapkan dimana pH yang dihasilkan masuk
dalam rentang pH kulit yaitu 4,5-6,5. Pada pengujian daya antiseptik sediaan hand
sanitizer yang dibuat dengan bahan aktif triklosan dengan kadar 1,5% dan 2%
menggunakan metode replika yang dimodifikasi, pada metode ini menggunakan ibu jari
tangan karena dianggap sudah dapat mewakili dan diantara jari yang lain permukaannya
paling luas sehingga dapat diukur dengan ukuran yang sama. Sebelum dilakukan uji
masing-masing formula, media yang akan digunakan dilakukan uji sterilitas dan fertilitas.
Hasil uji sediaan pada masing-masing formula terdapat perbedaan. Pada saat digunakan
sediaan dengan kadar triklosan 1,5% kemampuan untuk mengurangi jumlah bakteri pada
tangan lebih kecil dibandingkan pada saat menggunakan sediaan dengan kadar 2%.

“FORMULASI DAN EVALUASI GEL IBUPROFEN DENGAN


MENGGUNAKAN VISCOLAM SEBAGAI GELLING AGENT”

A. IDENTITAS JURNAL
Judul Jurnal
Formulasi dan evaluasi gel ibuprofen dengan
mengunakan viscolam sebagai gelling agent
Volume Vol. 14 No 1
Tahun 2015
Penulis Lusi Nurdianti

54
B. TUJUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menyebabkan meningkatnya
jumlah industri obat dan kosmetika yang beredar dipasaran dalam bentuk dan jenis yang
bervariasi. Hasil terapi yang optimal tidak hanya memerlukan pemilihan obat yang tepat,
tetapi juga cara pemberian obat yang efektif.

C. PENDAHULUAN
Ibuprofen merupakan obat anti radang non steroid, turunan asam arilasetat yang
mempunyai aktivitas antiradang dan analgesik yang tinggi, terutama digunakan. untuk
mengurangi rasa nyeri akibat peradangan pada berbagai kondisi rematik dan arthritis.
Ibuprofen dapat menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna, diabsorpsi cepat dalam
saluran cerna, dengan waktu paruh 1,8-2 jam, dosis: 400 mg 3-4 dd. Gel adalah bentuk
sediaan topical dengan penggunaanya pada kulit dimana memiliki banyak keuntungan
dibandingan bentuk sediaan topikal lainnya yaitu lebih mudah digunakan dan penyebarannya
di kulit juga mudah, sifatnyayang lembut, warnanya yang bening, mudah dioleskan, tidak
meninggalkan lemak dan mudah dicuci. Basis gel yang digunakan adalah
viscolam.Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya viscolam memiliki stabilitas baik dalam
penyimpanan di suhu kamar maupun climatic chamber dan pH yang mendekati pH kulit
manusia.Penggunaan viscolam sebagai basis gel memiliki keuntungan lebih dari sekedar
pembawa yaitu berfungsi sebagai emollient dan pelembap kulit. dalam penelitian ini akan
diformulasikan ibupofen dalam bentuk gel dengan menggunakan variasi konsentrasi gelling
agent yaitu viscolam dan zat peningkat penetrasi (enhancer) yaitu propilen glikol kemudian
dilakukan evaluasi gel.

D. METODE PENELITIAN
1. Bahan

55
Bahan yang digunakan adalah ibuprofen (PT Indofarma, Indonesia), Viscolam®MAC
10(Nardev Chemie, Singapura), gliserin, propilenglikol, Microcare®, trietanolamin, kalium
fosfat monobasa, natrium hidroksida.

Tabel 1.Formula sediaan gel

NamaBahan F1 F2 F3
Ibuprofen(% b/b) 5 5 5
Viscolam MAC10®(% 10 10 10
b/v)
Propilenglikol(% b/v) 10 15 20
Microcare®(% b/v) 0,3 0,3 0,3
Gliserin(% b/v) 5 5 5
Trietanolamin (TEA) 4 4 4
(mL)
Aqudest hingga 300 300 300

Keterangan = F1: Formula 1, F2 : Formula 2, F3 Formula 3

Viscolam MAC 10® : Sodium polyacryloydimethyl taurate dan polidesen.

Microcare®: Phenoxyetanol, etil paraben, metilparaben, propil paraben.

2. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Magnetic Stirer (Wisestir® MSH-30D,
Wisd Laboratory Instruments), Viskometer (Brookfield DV – I Prime), pH indicator strips
non-bleeding color pHast® pH 4,0-7,0, neraca analitik (Mettler)

3. Pembuatan sediaan gel

56
Untuk pembuatan basis gel, Viscolam®dimasukkan ke dalam gelas kimia 500 mL
dicampur dengan aquadest. Aduk sampai homogen menggunakan Magneticstirrer dengan
kecepatan 200 rpm. Kemudian masukkan ibuprofen, propilen glikol dengan variasi
konsentrasi 10%, 15% dan 20% untuk F1, F2 dan F3, gliserin, Microcare®sedikit demi
sedikit. Lakukan adjustment pH menggunakan TEA hingga diperoleh basis yang jernih serta
kental dan dilakukan pengadukan kembali, tambahkan aquadest hingga massa yang diperoleh
menjadi 300 gram.
4. Evaluasi Sediaan Gel
Dari sediaan gel yang telah dibuat dilakukan evaluasi selama masa penyimpanan 30 hari
pada suhu kamar (28°C ± 0,5). Pengukuran dilakukan pada hari ke-0, 6, 12 18, 24 dan 30
meliputi pengamatan organoleptik, pengukuran pH dan pengukuran viskositas
(Edityaningrum, 2014).
5. PengamatanOrganoleptikSediaan Gel
Pengamatan organoleptik sediaan gel meliputi bentuk, warna, homogenitas dan
bau selama 30 hari penyimpanan (Simon, 2012).
6. Pengukuran pH dan Viskositas Sediaan Gel
Pengukuran pH sediaan gel dilakukan dengan menggunakan pH indicator strips non-
bleeding color pHast® pH 4,0-7,0, dan pengukuran viskositas dilakukan menggunakan
Viskometer Brookfield pada rpm yang berbeda yaitu 3 rpm, 5 rpm, 10 rpm, 20 rpm, 30 rpm
dan 60 rpm untuk menentukan tipe rheologi dengan menggunakan spindel no 5 (Budiputra,
2013).
7. Uji Hedonik
Uji hedonik sediaan gel dilakukan terhadap semua formula dengan menggunakan dua
puluh orang panelis dengan cara sediaan gel dioleskan pada punggung tangan panelis.
Penilaian dilakukan terhadap warna, kelembutan, kemudahan diratakan dan kemudahan
dibersihkan dan hasilnya dianalisis menggunakan friedman test.

57
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pembuatan sediaan gel

Pada penelitian ini diformulasikan sediaan dengan Zat aktif yang digunakan pada
penelitian ini adalah ibuprofen dengan kadar pada setiap formula sebanyak 5% b/b yang
mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi. Untuk dapat membentuk sediaan gel maka
ditambahkan yaitu Viscolam®. Viscolam® digunakan sebagai bahan pembentuk gel pada
konsentrasi 10% didasarkan atas proses optimasi yang telah dilakukan sebelumnya dalam uji
pendahuluan, dimana gel yang dihasilkan memiliki kekentalan dan kejernihan yang baik.
Bahan tambahan lain yang digunakan adalah gliserin. Dalam formulasi gel transdermal,
konsentrasi gliserin yang digunakan adalah 5%. Selain sebagai cosolvent, gliserin juga
berfungsi sebagai humectan untuk mencegah terjadinya sineresis pada gel.

2. Evaluasi Sediaan Gel Pengamatan Organoleptik

Pengamatan organoleptik dilakukan terhadap sediaan gel ibuprofen yang disimpan pada
suhu kamar dalam wadah yang tertutup baik. Hasil pengamatan menunjukan bahwa sediaan
gel tidak menunjukan perubahan pada sediaan selama waktu penyimpanan.Gel yang
dihasilkan pada penelitian ini tampak transparan.

3. Pemeriksaan Homogenitas

Semua formula menunjukkan sediaan yang homogen. Hal ini terlihat dengan tidak
terdapatnya partikel-partikel kasar ketika sediaan diletakan diantara dua kaca objek. Pada
sediaan gel terdapat banyak gelembung udara yang terjerat meskipun kecepatan pengadukan
sudah diturunkan menjadi 200 rpm dari 500 rpm gelembung udara tetap terjerat. Namun,
setelah didiamkan pada suhu ruangan gelembung sedikit demi sedikit menghilang.

58
Gambar 1. Hasil Uji Homogenitas

4. Pengukuran pH

Pada pengujian pH dilakukan karena sediaan gel ibuprofen ditujukan untuk penggunaan
topikal, maka sediaan harus mempunyai tingkat keasaman atau pH dalam rentang pH dari
permukaan kulit. Hal ini dikarenakan sediaan yang terlalu asam akan menyebabkan iritasi
pada kulit dan akan memberikan rasa perih, sedangkan sediaan yang terlalu basa akan
membuat kulit menjadi kering dan gatal (Simon, 2012).

5. Viskositas dan Sifat alir Sediaan Gel

Pada Pengukuran viskositas dan penentuan sifat alir ditentukan dengan Viskometer
Brookfield menggunakan perbedaan kecepatan geser yaitu 3 rpm, 5 rpm, 10 rpm, 20
rpm, 30 rpm dan 60 rpm dengan spindel no 5. Dari hasil evaluasi viskositas sediaan gel dari
masing-masing formula menunjukkan bahwa terjadi peningkatan setiap harinya.

Gambar 2. Grafik pengujian viskositas dengan kecepatan 10 rpm.

59
6. Uji Hedonik

Dari data hasil uji hedonic terhadap 20 panelis yang dianalisis menggunakan SPSS dengan
metode Friedman test, hasil berdasarkan pengolahan data untuk parameter warna memiliki
nilai asymp sig 0,022 < 0,05 maka adanya perbedaan kesukaan pada warna dari setiap
formula gel. Pada parameter kelembutan memiliki asymp sig 0,0001< 0,05 yang menunjukan
adanya perbedaan kesukaan dari segi kelembutan dari setiap formula. Pada parameter
kemudahan dibersihkan memiliki nilai asymp sig 0,0002<0,05 yang menunjukkan adanya
perbedaan kesukaan jika dilihat dari kemudahan dibersihkan.

“FORMULASI SEDIAAN GEL HAND SANITIZER DENGAN BAHAN AKTIF

TRIKLOSAN 1,5% DAN 2%”

A. IDENTITAS JURNAL

Judul Jurnal Formulasi Sediaan Gel Hand Sanitizer Dengan Bahan Aktif

Triklosan 1,5% Dan 2%

Volume Vol. 21 No 1
Tahun 2013
Penulis Johan Iswara Wijaya

B. TUJUAN

Untuk mengetahui kandungan dan metode pembuatan hand sanitizer dalam bentuk gel

C. PENDAHULUAN
Berbagai macam jenis virus, bakteri dan jamur menempel pada tangan setiap
harinya melalui kontak fisik. Untuk mencegah penyebaran virus, bakteri dan jamur, salah
satu cara yang paling tepat adalah mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir. Jika air bersih tidak tersedia, dapat menggunakan sabun dan air yang tersedia.

60
Namun dapat juga digunakan pembersih tangan berbasis alkohol untuk membersihkan
tangan, pemakaian antiseptik tangan dalam bentuk sediaan gel di kalangan masyarakat
menengah ke atas sudah menjadi suatu gaya hidup. Beberapa sediaan hand sanitizer
dapat dijumpai di pasaran dan biasanya banyak yang mengandung alcohol

D. METODE PENELITIAN
1. Bahan
Bahan kimia dan media yang digunakan pada penelitian ini adalah Nutrient Agar (E.
Merck), triklosan, alkohol 70%, carbopol 940, TEA (trietanolamin), metil paraben,
gliserin, dan aquadem.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, mortir dan stamper, beaker
glass, penangas air, timbangan gram dan milligram, gelas ukur, pengaduk kaca, kaca
arloji, obyek glass, pipet tetes, pH meter (CYBERSCAN 510), viscometer Brookfield
tipe Cone and Plate (BROOKFIELD), autoclave (ALL AMERICAN), inkubator
(BINDER), oven (BINDER) dan lampu spiritus.
3. Pembuatan sediaan gel
Disiapkan mortir dan stamper. Ditimbang carbopol 940 sebanyak 0,5 g.
Setelah carbopol 940 ditimbang, ditaburkan di atas aquadem sebanyak 20 ml di dalam
mortir. Carbopol 940 yang sudah ditaburkan diaduk dan ditambah TEA sebanyak dua
tetes, aduk sampai membentuk masa gel. Ditimbang metil paraben sebanyak 0,2 g.
Diukur alkohol 70% sebanyak 5 ml. Metil paraben 0,2 g dilarutkan dalam alkohol
70% sebanyak 5 ml, kemudian dimasukan ke dalam mortir, diaduk hingga homogen.
Diukur alkohol sebanyak 55 ml. Ditimbang triklosan 1,5 gram untuk konsentrasi
1,5% dan 2 gram untuk konsentrasi 2%. Triklosan dilarutkan kedalam alkohol
sebanyak 55 ml dan diaduk sampai larut. Triklosan yang sudah larut dimasukkan ke
dalam mortir, dicampur sampai homogen, dipindahkan ke beaker glass yang sudah
dikalibrasi. Ditambah aquadem sampai 100 ml, diaduk sampai homogen. Sediaan gel
yang jadi, dimasukkan dalam wadah dilanjutkan evaluasi sediaan.
4. Pembuatan Media Nutrient Agar
Ditimbang 20 gram media Nutrient Agar disuspensikan dalam aquadem sampai 1 liter
di dalam beaker glass, dipanaskan di atas water bath sampai jernih lalu dipindahkan
kedalam wadah dan ditutup dengan aluminium foil dan diikat dengan tali kasur.
Kemudian disterilkan dengan autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit. Setelah
itu dipindahkan dengan teknik aseptis kedalam beberapa cawan petri yang sudah
disterilkan, masing-masing sebanyak 75 ml. Kemudian cawan petri dibiarkan pada
suhu kamar sehingga media dapat memadat.

61
5. Evaluasi sediaan gel hand sanitizer ekstrak air daun sirih merah
Evaluasi sediaan antara lain, organoleptis untuk mengetahui bentuk, warna, dan bau
sesuai dengan yang diharapkan. Homogenitas untuk mengetahui sediaan gel yang
telah dibuat homogen atau tidak. Dikatakan homogen jika tidak terdapat partikel-
partikel kecil yang menggumpal. pH untuk mengetahui sediaan gel hand sanitizer
sudah sesuai dengan pH kulit. Pengukuran berat jenis dan pengukuran viskositas.
6. Uji daya antiseptik sediaan gel
Pada kontrol dilakukan dengan cara telapak tangan dicuci dengan air kran kemudian
dikeringkan. Selanjutnya ibu jari ditempelkan pada media padat nutrient agar dalam
cawan petri hingga membentuk lintasan zig – zag cara seperti ini disebut swabbing.
Media diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, jumlah koloni
bakteri dihitung dan replikasi dilakukan sebanyak empat kali.
7. Analisis data
Data hasil pertumbuhan bakteri pada masing-masing formula dianalisis dengan
menggunakan Anova faktorial dan bila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji
lanjut Fisher’s LSD. Sedangkan spesifikasi pH, berat jenis dan viskositas dianalisis
secara deskriptif dan menggunakan Anova one way dan bila terdapat perbedaan
dilanjutkan dengan uji lanjut Fisher’s LSD. Analisis ini menggunakan program SPSS.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


Formula yang dirancang pada penelitian ini ada dua, dimana dua formula ada
perbedaan dalam kadar bahan aktifnya yaitu triklosan 1,5% dan triklosan 2%. Dengan
mengunakan kadar carbopol 940 0,5%. Pembuatan carbopol 940 diawali dengan
mendispersikan carbopol 940 kedalam air sampai larutan koloid yang bersifat asam
dengan viskositas rendah dan akan membentuk gel dalam viskositas tinggi,
mengunakan metil paraben sebanyak 0,2%. Gliserin sebagai emollient supaya sediaan
hand sanitizer ketika digunakan pada tangan tidak terasa kering selain itu gliserin
bersifat sebagai antimikroba, gliserin digunakan sebanyak 1 ml karena jika terlalu
banyak maka hand sanitizer akan terasa lengket karena formula gel hand sanitizer ini
juga mengandung alkohol. Dari hasil formulasi didapatkan gel dengan beberapa
spesifikasi, diantaranya dilakukan secara organoleptis pada basis gel dan sediaan gel
hasil formulasi. pH pada sediaan yang telah dibuat ini sesuai spesifikasi yang telah
diharapkan dimana pH yang dihasilkan masuk dalam rentang pH kulit yaitu 4,5-6,5.
Pada pengujian daya antiseptik sediaan hand sanitizer yang dibuat dengan bahan aktif
triklosan dengan kadar 1,5% dan 2% menggunakan metode replika yang dimodifikasi,
pada metode ini menggunakan ibu jari tangan karena dianggap sudah dapat mewakili

62
dan diantara jari yang lain permukaannya paling luas sehingga dapat diukur dengan
ukuran yang sama. Sebelum dilakukan uji masing-masing formula, media yang akan
digunakan dilakukan uji sterilitas dan fertilitas. Hasil uji sediaan pada masing-masing
formula terdapat perbedaan. Pada saat digunakan sediaan dengan kadar triklosan 1,5%
kemampuan untuk mengurangi jumlah bakteri pada tangan lebih kecil dibandingkan
pada saat menggunakan sediaan dengan kadar 2%.

63
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perbedaan tipe basis salep yang digunakan pada formulasi salep berpengaruh pada
sifat fisik sediaan yang dihasilkan. Perbedaan tipe basis salep pada formulasi salep akan
menyebabkan adanya perbedaan karakteristik (pH, nilai viskositas, daya sebar dan daya
lekat) serta ada perbedaan tekstur dan warna. Berdasarkan uji stabilitassuatu salep
“ekstrak etanol daun nangka” formula dengan basis hidrokarbon memiliki kestabilan
yang baik dalam uji organoleptik, homogenitas dan pH tetapi tidak memenuhi syarat
diameter daya sebar yang baik. Sedangkan formula dengan basis larut air)hanya memiliki
kestabilan yang baik pada uji homogenitas tetapi tidak memenuhi syarat sifat fisik salep
untuk organoleptik, pH dan daya sebar.

Gel ibuprofen dengan menggunakan viscolam sebagai gelling agent maka jika
ditinjau dari evaluasi sediaan gel yang terdiri dari pemeriksaan organoleptik, pH dan
viskositas selama dapat diambil kesimpulan bahwa formula sediaan gel ibuprofen baik
secara fisik selama 30 hari penyimpanan, hanya saja sediaan gel dari masing-masing
formula menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viskositas.Berdasarkan hasil penelitian
formulasi gel antiseptik tangan yang mengandung minyak atsiri bunga lavender dapat
disimpulkan bahwa semua formula memenuhi kriteria uji stabilitas fisik. F1 yang
mengandung minyak atsiri 2 mL, carbopol 0,2 g, metil paraben 0,1 g, TEA 0,1 mL,
gliserin 7,5 mL dan aquadest ad 100 relatif lebih stabil dalam penyimpanan dan lebih
disukai oleh responden.

Formulasi suatu sedian sanagat mempengaruhi kestabilan sedian krim terbukti


bahwa krim tidak mengalami perubahan secara organoleptis selama empat minggu. Nilai
viskositas krim memenuhi persyaratan krim yang baik. Nilai pH sediaan krim sesuai

64
dengan SNI dan pH balance kulit normal manusia. Sediaan krim juga telah memenuhi
daya sebar yang baik yaitu 5-7 cm

3.2 Saran

Berdasarkan hasil yang kami amati dari resume artikel diatas, maka disarankan
untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan :

 Menguji efektivitas suatu sedian semi solid yang telah dibuat untuk pengobatan.
 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi terbaik sedian
semi solid.
 Perlu dilakukan pengembangan formulasi terhadap suatu sedian semisolid.

65
DAFTAR PUSTAKA

Anon. 2011. “2 3 12.” 11(2004):1–15.

Astuti, Dwi Puji, Patihul Husni, and Kusdi Hartono. 2017. “Formulasi Dan Uji Stabilitas
Fisik Sediaan Gel Antiseptik Tangan Minyak Atsiri Bunga Lavender (Lavandula
Angustifolia Miller).” Farmaka 15(1):176–84.

Damogalad, Viondy, Hosea Jaya Edy, and Hamidah Sri Supriati. 2013. “Formulasi Krim
Tabir Surya Ekstrak Kulit Nanas (Ananas Comosus L Merr) Dan Uji in Vitro Nilai
Sun Protecting Factor (Spf).” PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT
2(02):2302–2493.

Juwita, Anisa Puspa, Paulina V. Y. Yamlean, and Hosea Jaya Edy. 2013. “Formulasi Krim
Ekstrak Etanol Daun Lamun ( Syringodium Isoetifolium ).” Parmachon Jurnal Ilmiah
Farmasi – UNSRAT 2(02):8–13.

Naibaho, Olivia H., Paulina V. Y. Yamlean, and Weny Wiyono. 2013. “Pengaruh Basis
Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Sanctum
L.) Pada Kulit Punggung Kelinci Yang Dibuat Infeksi Staphylococcus Aureus.”
Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT 2(02):27–34.

Nurdianti, Lusi. 2015. “Formulasi Dan Evaluasi Gel Ibuprofen Dengan Menggunakan
Viscolam Sebagai Gelling Agent.” Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal
Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan Farmasi 14(1):47. doi:
10.36465/jkbth.v14i1.111.

Pratimasari, Diah, Nining Sugihartini, and Tedjo Yuwono. 2015. “Evaluasi Sifat Fisik Dan
Uji Iritasi Sediaan Salep Minyak Atsiri Bunga Cengkeh Dalam Basis Larut Air.”
Jurnal Ilmiah Farmasi 11(1):9–15. doi: 10.20885/jif.vol11.iss1.art2.

Surya, Tabir, Berbahan Dasar, and Rumput Laut. 2021. “FORMULASI , EVALUASI

66
MUTU FISIK , DAN UJI SPF KRIM.” 25(April):15–19. doi:
10.20956/mff.v25i1.11967.

Tiara Misericordia Lasut1, Gideon A. R. Tiwow1, Silvana L. Tumbel, and Einstein Z. Z. S.


Karundeng. 2019. “Uji Stabilitas Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Nangka
Artocarpus Heterophyllus Lamk.” Jurnal Biofarmasetikal Tropis 2(1):63–70.

Wijaya, Johan Iswara. 2013. “Formulation of Hand Sanitizer Gel Formulation with
Triclosan 1.5% and 2% Active Ingredients. University of Surabaya Student Scientific
Journal.” 2(1):1–14.

67

Anda mungkin juga menyukai