Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

SEDIAAN SIRUP PARACETAMOL

Disusun Oleh :
Asep Kusmana
Hesti Renggana
Isfiani Khotmi
Rani Yuliani N

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2011
LAPORAN PRAKTIKUM
SEDIAAN SIRUP PARACETAMOL

A. TUJUAN
a. Mengetahui cara-cara untuk meningkatkan kelarutan zat aktif untuk
formulasi sirup dan eliksir
b. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kestabilan zat aktif
dalam sediaan sirup dan eliksir
c. Mengetahui komposisi cosolvent dengan suatu konstanta
dielektrika.
d. Mengetahui formula sirup dan eliksir dan evaluasinya.

B. DASAR TEORI
Menurut Farmakope Indonesia IV, Sirup adalah sediaan cair
berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22
O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%. Sirup adalah larutan
oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (Anonim,
1995). Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang
ditambah obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa
manis. Sirup adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50%
sakarosa.
Hal-hal yang harus diperhatikan jika konsentrasi obat
digunakan melebihi kriteria kelarutan agar dapat sediaan larutan
yang homogen :
a. PH, Sejumlah besar zat kemoterapi modern adalah asam lemah
atau basa lemah. Kelarutan zat-zat ini dapat dengan nyata
dipengaruhi oleh PH lingkungannya.
b. Konsolvensi, elektrolit-elektrolit lemah dan moleukul-moleukul
nonpolar seringkali mempunyai kelarutan dalam air yang buruk.
Kelarutannya bbiasanya dapat ditingkatkan dengan penambahan
suatu pelarut yang dapat bercampur dengan air dimana dalam
pelarut tersebut obat mempunyai kelarutan yang baik.
c. Solubilisasi, Merupakan tempatnya moleukul-moleukul zat terlarut
yang larut dsalam air secara spontanke dalam larutan air dari suatu
sabun atau detergen, dimana di bentuk suatu larutan yang stabil
secara termodinamik.
d. Kompleksasi, Senyawa- senyawa organik dalam larutan umumnya
cenderung bergabung satu sama lain sampai tingkat tertentu.
e. Hidrotopi
f. Modifikasi kimia obat. Banyak obat yang sukar larut dapat
dimodifikasi secara kimiawi menjadi turunan-turunan yang larut
dalam air.
Komponen Sirup
a. Pemanis
Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat
dari kalori yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi
dan pemanis berkalori rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi
misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa sdangkan yang berkalori
rendah seperti laktosa
b. Pengawet antimikroba
Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan
agar dapat bertahan lebih lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba
atau jamur.
c. Perasa dan Pengaroma
Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan
atau bahan-bahan yang berasal dari alam untuk membuat sirup
mempunyai rasa yang enak. Karena sirup adalah sediaan cair,
pemberi rasa ini harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup.
Pengaroma ditambahkan ke dalam sirup untuk memberikan aroma
yang enak dan wangi. Pemberian pengaroma ini harus sesuai
dengan rasa sediaan sirup, misalkan sirup dengan rasa jeruk diberi
aroma citrus.
d. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak
bereaksi dengan komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil
dalam kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan keseluruhan
dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan.
Pemilihan warna biasanya dibuat konsisen dengan rasa.
e. Kosolven
Juga banyak sediaan sirup, terutama yang dibuat dalam
perdagangan mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu
kelarutan.
Sifat Fisika Kimia sirup
a. Viskositas
Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang
berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan
didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan
secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati
permukaan datar lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang
diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan
ditentukan kekentalannya. Untuk menentukan kekentalan, suhu zat
uji yang diukur harus dikendalikan dengan tepat, karena perubahan
suhu yang kecil dapat menyebabkan perubahan kekentalan yang
berarti untuk pengukuran sediaan farmasi. Suhu dipertahankan
dalam batas idak lebi dari 0,1 C.
b. Uji mudah tidaknya dituang
Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter
kualitas sirup. Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas
yang rendah menjadikan cairan akan smakin mudah dituang dan
sebaliknya. Sifat fiik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan
cair selama penyimpanan.Besar kecilnya kadar suspending agent
berpengaruh terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat
penstabil yang terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan
sukar dituang.
c. Uji Intensitas Warna
Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan
pada warna sirup mulai minggu 0-4. Warna yang terjadi selama
penyimpanan dibandingkan dengan warna pada minggu 0. Uji ini
bertujuan untuk mengetahui perubahan warna sediaan cair yang
disimpan Selama waktu tertentu.
Persyaratan Mutu Dalam Pengerjaan Sirup
a. Pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida
antrakinon di tambahkan Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia.
b. Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk
persediaan ditambahkan metil paraben 0,25 % b/v atau pengawet
lain yang cocok.
c. Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa,
bila lebih tinggi akan terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah
dari 62 % sirup akan membusuk.
d. Bj sirup kira-kira 1,3
e. Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah
menjadi glukosa dan fruktosa ) dan bila sirup yang bereaksi asam
inversi dapat terjadi lebih cepat.
f. Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan
menyebabkan terjadinya gula invert.
g. Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer
sehingga mudah berjamur dan berwarna tua ( terbentuk karamel ),
tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan obat.
h. Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak
dapat ditumbuhi jamur, meskipun jamur tidak mati
i. Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh.
Bila dalam resep, sirup diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi
jamur.
j. Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan
bahan pengawet misalnya nipagin.
k. Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam
pembuatan sirupus Iodeti ferrosi.Hal ini disebabkan karena sirup
merupakan media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro menjadi
bentuk ferri. Gula invert disini dipercepat pembuatannya dengan
memanaskan larutan gula dengan asam sitrat.
l. Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka
sakarosa dilarutkan dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang
tertutup, seperti pada pembuatan Thymi sirupus dan Thymi
compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi
sirupus sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.
m. Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang
jernih.
Penjernihan Sirup
Ada beberapa cara menjernihkan sirup :
a. Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan
sambil diaduk, zat putih telur akan menggumpal karena panas.
b. Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran
sirup akan melekat ke kertas saring.
Kestabilan Sirup dalam Penyimpan
a. Cara Memasukkan Sirup Dalam Botol
Cara memasukkan sirup ke dalam botol penting untuk kestabilan
sirup dalam penyimpanan, supaya awet (tidak berjamur ) sebaiknya
sirup disimpan dengan cara :
1. Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering.
Tetapi pada pendinginan ada kemungkinan terjadinya cemaran
sehingga terjadi juga penjamuran.
2. Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas ( karena
sterilisasi ) sampai penuh sekali sehingga ketika disumbat dengan
gabus terjadi sterilisasi sebagian gabusnya, lalu sumbat gabus
dicelup dalam lelehan parafin solidum yang menyebabkan sirup
terlindung dari pengotoran udara luar.
3. Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan
pemanasan 30 menit apakah tidak berakibat terjadinya gula invert.
Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang
panambahan metil paraben 0,25% atau pengawet lain yang
cocok.
c. penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan di tempat sejuk

C. ANALISA FARMAKOLOGI
a. Indikasi
• Mengatasi nyeri ringan,demam, sakit kepala, mialgia, neulargia
dan sakit gigi
b. Kontra indikasi
• Hipersensitif terhadap parasetamol dan defesiensi glukosa-6-
fasfat dehidrigenase.
• Tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi
hati.
c. Efek samping
• Sangat jarang dsan biasanya ringan.
• Dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati.
d. Mekanisme kerja
• Mempengaruhi proses sintetsis prostaglandin (sebagi mediator
nyeri) dan menghambat sistem siklosigenase
e. Interaksi obat
• Parasetamol diduga cepat menaikan aktivitas koagulan dari
kumarin
f. Dosis pemberian
• Dibawah 1 tahun : ½ - 1 sendok teh atau 60-120 mg tiap 4-6
jam
• 1-5 tahun : 1-2 sendok teh atau 120-150 mg tiap 4-6 jam
• 6-12 tahun : 2-4 sendok teh atau 250-500 mg tiap 4-6 jam
• Diatas 12 tahun : ½ - 1 g tiap 4 jam, maksimum 4 g sehari
g. Rute pemberian
• Oral
h. Fakmakokinetika
• Parasetamol di absorpsi dengan cepat dan sempurna melalui
saluran pencernaan. Konsentrasi tertinggi dalam plasma di
capai dalam waktu ½ jam dam masa paruh plasma antara 1-3
jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh dalam plasma 25
% paracetamol. Obat ini di metabolisme di hati.

D. PREFORMULASI
a. Zat Aktif
1. Parasetamol (Asetaminopen)

• Pemerian : Serbuk hablur, putih,tidak


berbau, rasa sedikit pahit.
• Kelarutan : Larut dalam air mendidih
dan dalam NaOH atau mudah larut dalam
etanol
• Titik lebur : 168oC – 172oC
• PH : 3,8-6,1
• Berat jenis :1,21-1,23
b. Eksipien
1. Sirupus Simplek (sukrosa)
• Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
• Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk.
2. Propilen Glikol
• Digunakan sebagai pelarut
• Pemerian : Cairan kental,jernih, tidak berwarna, rasa khas
praktis tidak berbau, menyerap aair pada udara lembab.
• Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, aseton dan
kloropom, larut dalam eter dan dalam beberapa minyak
esensial tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak
• Titik lebur : antara 187oC – 198oC
3. Metil Paraben : Profil Paraben (3;2) 0,12 %
• Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarnba atau serbuk hablur
putih, tidak berbau atau berbau khas lemakmempunyai
sedikit rasa terbakar
• Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam
karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan dalam
eter.
• Titik lebur : antara 125oC – 128oC
4. Flavour
5. Aquadest
• Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
• Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa.
• Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Anonim,1979).

E. PENDEKATAN FORMULASI
Zat aktif yang dipilih untujk di buat sediaan sirup adalah
parasetamol. Dimana dosis parasetamol yang dipilih adalah 120 mg/5
ml. Dosis tersebut di pilih karena dosis tersewbut merupakan salah
satu dosis lazim yang biasa di peruntukanuntuk anak-anak terutama 1-
6 tahun
Eksifien yang digunakan adalah propilen glikol sebanyak 10 % .Hal
ini di karebnakan apabila propilen glikol digunakan sebagai solven atau
kosolven untuk oral solutio adalah antara 10 – 25% (HOPE;hal 512)(.
Jadi diambil yang paling kecil.
Metil paraben : profil paraben berfungsi sebagai pengawet untuk
mencegah pertumbuhan mikroorganiosme.
Flavour yang di pilih rasa stroberry karena sediaan sirup ini
diperuntukan untuk anak-anak sehingga penampilannya dan rasanya
disenangi anak-anak.
Sirupus simplek digunakan sebagai pemanis karena selain sebagai
pemanis sirupus simplek mengandung metil paraben yang merupakan
pengawet.

F. FORMULASI
R/ Paracetamol 120 mg/ml
Sirupus Simplek 25%
Profilen Glikol 10 %
Metil paraben – Profil paraben (3:2) 0,12%
Flavour qs
Add air 100%

G. PERHITUNGAN
a. Sirup Paracetamol untuk 1 botol = 60 + ( 60+2%) = 61,2 ml
b. Paracetamol 120 mg/ 5 ml : 61,2 ml/5 ml x 120 mg = 1476 mg =
1,476 gr
c. Sirupus Simplek 25% : 25/100 x 61,2 = 15,3 ml
d. Profilen Glikol 10 % : 10 / 100 x 61,2 = 6,12 ml
e. Metil paraben : propil paraben (3:2) 0,12 % = 0,12 /100 x 61,2 =
0,07344 gr
• Metil paraben 3/5 x 0,07344 gr = 0,044 gr
• Propil paraben 2/5 x 0,07344 gr = 0,029 gr
f. Flavour qs
g. Air add 61,2 ml

H. PENIMBANGAN
Sirup yang akan di buat 61,2 ml untuk 5 botol
a. Paracetamol 120mg/ 5 ml : 1,476 gr x 5 = 7,38 gr
b. Sirupus Simplek 25 % : 15,3 ml x 5 = 76,5 ml
c. Propilen glikol 10 % : 6,12 ml x 5 = 30,6 ml
d. Metil paraben – Profil paraben (3:2) 0,12%
• 0,044 gr x 5 = 0,22 gr
• 0,029 gr x 5 = 0,145 gr
e. Flavour qs
f. Air add 61,5 ml

I. METODE
a. Alat
1. Gelas ukur 100 ml
2. Kaca arloji
3. Corong kaca
4. Kertas saring
5. Spatula
6. Botol obat 60 ml
7. Gelas kimia 100 ml
8. Mortil dan stepler
9. Batang pengaduk
10. Pipet
11. Botol semprot
12. Piknometer
13. oven
14. Desilator
15. Timbangan elektrik
b. Bahan
1. Paracetamol
2. Sirupus Simplek 25 %
3. Propilen glikol 10 %
4. Metil paraben – Profil paraben (3:2) 0,12%
5. Flavour qs
6. Air
c. Cara Kerja
• Cara Pembuatan Sirupus simplek 100 gr/ml
1. Menimbang 65 gr sukrosa
2. Menimbang metil paraben 250 mg
3. Memanaskan air 35 ml
4. Setelah air mendidih tambahkan sukrosa dan metil paraben aduk
ad homogen
• Cara Kerja pembuatan sirup
1. Air sebagai pelarut atau pembawa harus dididihkan, kemudian
didinginkan dalam keadaan tertutup.
2. Menimbangan bahan berkhasiat dan bahan pembantu.
3. Mengkalibrasi botol obat yang akan digunakan.
4. Pembuatan sirupus simplek sebagai pengental dan pemanis.
5. Paracetamol dihaluskan di dalam mortir.
6. Melarutkan Paracetamol dengan cara menambah sirupus simplek
sedikit – sedikit ke dalam paracetamol gerus add homogen.
7. Menambahkan propilen glikol ke dalam paracetamol.
8. Melarutkan metil paraben - propil paraben pada etanol 96% add
larut.
9. Mencampur bahan- bahan yang sudah larut satu persatu aduk
add homogen.
10. Menambahkan flavor dalam keadaan terlarut dalam pelarut yang
dapat bercampur dengan pelarut yang digunakan.
11. Menambah sisa pelarut sampai volume sediaan yang di buat,
kemudian saring.
12. Memasukan ke dalam wadah botol yang telah di kalibrasi
sebelumnya, beri lebel,dan masukan ke kemasan skunder beserta
brosur.

J. EVALUASI
a. Penentuan Organoleptis :
1. Bau : bau strouberry
2. Rasa : strouberry
3. Warna : Merah muda
4. Kejernihan : Jernih
5. Kelengkapan etiket : lengkap
6. Penandaan kemasan
b. Penentuan berat jenis larutan
1. Berat piknometer kosong ( WI) = 20,72 gr
2. Berat piknometer + air ( Wa) = 45,36 gr
3. Berat piknometer + sirup (Wb) = 47,23 gr
W = Wb – WI/Wa-Wi
= 47,23 – 20,72/45,36 – 20,72
= 1.04 gr

c. Penentuan PH larutan
1. PH pada botol 1 = 5
2. PH pada botol 2 = 5
3. PH pada botol 3 = 5
4. PH pada botol 4 = 5
5. PH pada botol 5 = 5

d. Penentuan volume terpindahkan


1. Volume terpindahkan pada botol 1 = 61 ml
2. Volume terpindahkan pada botol 2 = 60,8 ml
3. Volume terpindahkan pada botol 3 = 61 ml
4. Volume terpindahkan pada botol 4 = 60,6 ml
5. Volume terpindahkan pada botol 5 = 61 ml

Volume terpindahkan = 61+61+61+61+61/5


= 60,88 ml
= 61/61,2 x 100 = 99,6%
K. PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan parasetamol sirup ini digunakan pelarut
pembantu yaitu propilen glikol dan air sebagai pelarut utama.
Pada praktikum ini didapatkan :
• Dari hasil pemeriksaan orgfanoleptis sesuai dengan teori di
dapatkan sediaan sirup yang jernih.
• Dari hasil penentuan berat jenis di dapatkan 1,04 gr
sedangkan menurut teori berat jenis parasetamol adalah 1,3
gr adanya perbedaan berat jenis yang dihasilkan diakibatkan
pelarutan parasetamol kurang sehingga saat di saring
terdapat serbuk parasetamol yang tidak larut dalam pelarut
yang di gunakan.
• Pada penentuan volume terpindahkan pada pada botol 1
sampai dengan botol 5 didapatkan volume 61 ml sehingga di
dapatkan 99,6 %, artinya keadaan sirup yang di buat telah
homogen
• Pada penentuan PH semua larutan terdapat PH ytang sam
yaitu 5. dan PH parasetamol sirup menurut Fatmakofe
Indonesia edisi 4 adalah antara 3,8 – 6,1.
L. KESIMPILAN
Berdasarkan pada percobaan yang sudah di lakukan dapat
disimpulkan
• Pada pembuatan sirup parasetamol harus menggunakan pelarut
pembantu yang sesuai.

M. LAMPIRAN
N. DAFTAR PUSTAKA
a. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995., “Farmakope
Indonesia”. Edisi IV, Jakarta.
b. Mutschler E., 1991.”Dinamika Obat”. Edisi ke-5, Penerbit ITB,
Bandung, hlm.
c. Sulistia G., Ganiswarna-Penyunting., 2995., “Farmakologi dan
Terapi”, Edisi ke-4, BAgian Farmakologi, Universitas Indonesia,
Jakarta.

d. Voigt. R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan


oleh Soewandhi, S. N., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

e. Anonim, 1978, Formularium Nasional, edisi II, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 1

f.

Anda mungkin juga menyukai