Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“EFEK OBAT ANESTESI”

Dosen Pengampu : Siti Maryam,M.Farm,Apt

Disusun Oleh :

1. Agustiana Putri 16010002


2. Siti Rumsiah 16010061
3. Sylvya Anggraeni 16010063

S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR
Jalan Kumbang No. 23 Bogor Jawa Barat 16128 Telp. (0251) 8323189 Fax. (0251) 8323189
Jalan Parung Aleng, Ds. Cikeas Kab. Bogor 16710, Telp. (0251) 8270081 / 8270064
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mengenal tahap-tahap manifestasi anastesi umum dan tahap pemulihan dari anastesi
umum.
2. Mampu menganalisa perbedaan anastesi dari berbagai bahan.
3. Dapat melakukan anastesi binatang percobaan.

1.2 Tinjauan Pustaka


Obat yang digunakan dalam menimbulkan anastesia disebut sebagai anestetik,
dan kelompok obat ini dibedakan dalam anastetik umum dan anastetik local.
Bergantung pada dalamnya pembiusan, anastetik umum dapat memberikan efek
analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri , atau efek anestesia yaitu analgesia yang
disertai hilangnya kesadaran, sedangkan aestetik local hanya dapat menimbulkan efek
analgesia. Anestetik umum bekerja di susunan saraf pusat sedangkan anesteti local
bekerja langsung pada serabut saraf di perifer

Dasar saraf pusat sangat peka terhadap obat-obatan,akibatnya sebagian besar


obat-obatan jika diberikan dalam dosis yang cukup besar menimbulkan efek yang
mencolok terhadap neurotransmisi diberbagai system saraf pusat. Kerja
neurotransmitter di pascasinaps akan diikuti dengan pembentukan second messenger
dalam hal ini cAMP yang selanjutnya mengubah tansmisi di neuron. Disamping
asetilkolin sebagai neurotransmitter klasik, dikenal juga katekolamin, serotonin,
GABA, adenosine serta berbagai asam amino dan peptide endogen yang bertindak
sebagai neurotransmitter atau yang memodulasi neurotransmitter di SSP, misalnya
asam glutamate dengan mekanisme hambatan pada reseptor NMDA (N- metal-D-
Aspartat).
Anastetik umum dikelompokkan berdasarkan bentuk fisiknya, tetapi
pembagian ini tidak sejalan dengan penggunaan di klinik yang pada dasarnya
dibedakan atas 2 cara, yaitu secara inhalasi atau intravena. Eter, halotan, enfluran,
isofluran, metoksifluran, etiklorida, trikloretilen, dan fluroksen merupakan cairan yang
mudah menguap Yang dieliminasi melalui saluran pernapasan.meskipun zat-zat ini
kontak dengan pasien hanya beberapa jam saja, namun dapat menimbulkan aritmia
pada jantung selama proses anastetika berlangsung
Terlepas dari cara penggunaannya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus
memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai” Trias Anastesia”, yaitu efek
hipnotik (menidurkan), efek analgesia, dan efek relaksasi otot.
Anastetik umum merupakan depresan sistem saraf pusat, dibedakan menjadi
anastetik inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap dan anastetik parenteral. Pada
percobaan hewan dalam farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan
anastetik parenteral.
Efek anastetik ini pada mencit/tikus antara lain dapat dideteksi dengan Touch
respon, yaitu dengan menyentuh leher mencit atau tikus dengan suatu benda misalnya
pensil. Jika mencit tidak bereaksi maka mencit/tikus terpengaruh oleh anastetik. Selain
itu pasivitas juga dapat mengindikasikan pengaruh anastesi. Pasivitas yaitu mengukur
respon mencit bila diletakkan pada posisi yang tidak normal, misalnya mencit yang
normal akan menggerakkan kepala dan anggota badan lainnya dalam usaha melarikan
diri, kemudian hal yang sama tetapi dalam posisi berdiri, mencit normal akan meronta-
ronta. Mencit yang diam kemungkinan karena terpengaruh oleh senyawa anastetik. Uji
neurologik yang lain berkaitan dengan anastetik ialah uji ringhting refles.
Mekanisme terjadinya anesthesia sampai sekarang belum jelas meskipun
dalam bidang fisiologi SSP dan susunan saraf perifer terdapat kemajuan hebat sehingga
timbul berbagai teori berdasarkan sifat obat anestetik,misalnya penurunan transmisi
sinaps, penurunan konsumsi oksigen dan penurunan aktivitas listrik SSP.
Uraian Bahan :
1. Eter
Nama resmi : AETHER ANAESTHETICUS
Nama lain : Eter anestesi/etoksietana.
RM/BM : C4H1o0/74,12
Pemerian : Cairan transparan; tidak berwarna; bau khas; rasa manis dan
membakar. Sangat mudah menguap; sangat mudah terbakar;
campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida
pada kadar tertentu dapat meledak.
Kelarutan : Larut dalam 10 bagian air; dapat bercampur dengan etanol
(95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak lemak dan
dengan minyak atsiri.
Farmakodinamik : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini
dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah
jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh
darah kulit
Farmakokinetik : Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian
kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat
Efek samping : Iritasi saluran pernafasan, depresi nafas, mual, muntah,
salivasi
Penyimpanan : Dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di
tempat sejuk.
Khasiat : Anastesi umum.
Mekanisme kerja : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini
dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah
jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh
darah kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru,
sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat.

2. Kloroform
Nama resmi : CHLOROFORMUM
Nama lain : kloroform
RM/BM : CHCl3/119,38
Pemerian : Cairan, mudah menguap; tidak berwarna; bau khas; rasa
manis dan membakar.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air; mudah larut dalam
etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut
organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemah.
Farmakodinamik : Kloroform dapat menurunkan stabilitas kecepatan kontraksi
obat, gelisah
Farmakokinetik : diabsopsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna,
konsentarasi tertinggi dalam plasma dicapai dalm waktu ½ jam
dan masa paruh plasma antara 1-3 jam, obat ini tersebar
keseluruh cairan tubuh. Metabolisme oleh enzim mikrosom
hati. Sebagian parasetamol dikonjugasi dengan asam
glukoronat dan sebagian kecil lainnya de ngan asam
sulfat.(11;318)
Efek samping : Merusak hati dan bersifat karsinogenik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca, terlindung dari
cahaya.
Kegunaan : Anastesi umum.
Mekanisme kerja Merusak sel hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal
triklorometil. Radikal ini secara kovalen mengikat protein dan
lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid pada
membrane sel yang akan menyebabkan kerusakan yang dapat
mengakibatkan pecahnya membrane sel peroksidasi lipid yang
menyebabkan penekanan pompa Ca2+ mikrosom yang dapat
menyebabkan gangguan awal hemostatik Ca2+ sel hati yang
dapat menyebabkan kematian sel.
BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1 Alat dan Bahan


Alat :
 Timbangan Hewan
 Stopwatch
 Pipet Tetes
 Toples kaca dengan tutup

Bahan :

 Mencit betina atau jantan


 Eter
 Kloroform
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

3.1 Prosedur Kerja


1. Disiapkan hewan coba :6 mencit.
2. Mencit 1 dengan yang lainnya ditimbang (dicari yang beratnya hampir sama).
3. Dimasukkan mencit ke dalam toples kaca berbeda dan ditetesi eter atau
kloroform sesuai kelompok..
4. Setiap toples di beri dosis eter dan kloroform yang berbeda-beda.
5. Dicatat setiap ada perubahan yang terjadi pada masing-masing mencit.
6. Setelah dicapai tingkat anastesi untuk pembedahan, pemberian anastesi
dihentikan.
7. Tahap-tahap pemulihan kesadaran mencit diperhatikan dan dicatat.
8. Tabel pengamatan dibuat selengkap mungkin sehingga dapat dengan mudah
dibahas dan dicari kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan.
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


1. Tabel Anestesi Kloroform
Kelompok Dosis (tts) Waktu efek Efek yang timbul Waktu
kerja obat bangun

1 tts (11.49) : tidak menyebabkan


mencit pingsan.
1 tts ke 2 (12.06) : mencit tidak
(26,94 4 tetes 17 menit pingsan hanya mulai lemas. -

gram) tts ke 4(12.26) : mencit tidak


pingsan namun lemas, dan tidak
seimbang (sempoyongan).
5 tts : mencit langsung pingsan.
2
Ditetesi (12.32) 3 menit
(26,98 5 tetes 3 menit
Pingsan (12.35)
gram)
Bangun (12.38)
3 tts (11.50) : mencit tidak
pingsan.
3 tts ke 4(12.12) : mencit tidak
(26,11 6 tetes 52 menit pingsan, tapi lemas dan -

gram) kehilangan keseimbangan.


Tts ke 6(12.42) : mencit lemas
kemudian pingsan.

2. Tabel Anestesi Eter


Kelompok Dosis (tts) Waktu efek Efek yang timbul Waktu
kerja obat bangun

4 1 tts(12.00) : tidak
(26,96 6 tetes 40 menit menyebabkan mencit -

gram) pingsan.
tts ke 2(12.10) : tidak
menyebabkan mencit
pingsan.
tts ke 4(12.40) : mencit tidak
pingsan hanya mulai lemas.
tts ke 6(12.50) : mencit tidak
pingsan namun lemas, dan
tidak seimbang
(sempoyongan).
2 tts(12.10) : mencit tidak
pingsan.
tts ke 3(12.18) : mencit tidak
pingsan.
5
tts ke 5 (12.32) : mencit -
(27,44 8 tetes 22 menit
lemas.
gram)
tts ke 8 (12.48) : mencit
lemas, sempoyongan ditandai
dengan berjalan sambil
menyeret kakinya.
3 tts (12.00) : mencit tidak
pingsan.
tts ke 4 (12.15) : mencit tidak
pingsan.
tts ke 6 (12.26) : mencit tidak
6 pingsan hanya terdiam
(26,99 9 tetes 26 menit sebentar, dan tidak seimbang -

gram) (sempoyongan), buang


kotoran(stres)
tts ke 9 (12.43) : mencit tidak
pingsan hanya terdiam
sebentar, dan tidak seimbang
(sempoyongan).
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan untuk menguji efek anastesi
umum pada mencit. Pada percobaan, kelas dibagi menjadi dua kelompok besar ( 3
kelompok kloroform, 3 kelompok eter) di mana masing-masing kelompok diberikan 3
buah gelas kimia ukuran 250ml dan 3 ekor mencit putih.
Pada gelas kimia kelompok 1, 2, dan 3 diberikan kloroform dengan takaran yang
berbeda yaitu berturut-turut adalah 4 tetes, 5 tetes, dan 6 tetes. Selanjutnya
dimasukannya mencit ke dalam masing-masing gelas piala , lalu tutup dengan kertas
diatasnya. Pada gelas kimia kelompok 1, mencit menunjukan gejala mulai lemas pada
menit ke 17, mencit tidak pingsan tetapi masih lemas dan tidak seimbang
(sempoyongan). Pada gelas kimia kelompok 2, mencit menunjukan gejala tidak sadarkan
diri pada menit ke-3. Dan pada 3 menit kemudian mencit mulai aktif kembali. Pada gelas
kimia kelompok 3, mencit menunjukan gejala tidak sadarkan diri pada menit ke 12. Dan
mencit pingsan pada menit ke-52..
Untuk gelas kimia kelompok 4, 5, dan 6 masing-masing diberikan eter dengan
takaran yang berbeda yaitu 6 tetes, 8 tetes, dan 9 tetes. Pada gelas kimia kelompok 4
mencit menunjukan gejala mulai lemas pada menit ke 40. Dan pada 10 menit kemudian
mencit tidak pingsan masih lemas dan tidak seimbang (sempoyongan). Pada gelas kimia
kelompok 5 mencit menunjukan gejala mulai lemas pada menit ke 22. Dan pada 16
menit kemudian mencit tidak pingsan masih lemas sempoyongan ditandai dengan
berjalan sambil menyeret kakinya. Pada gelas kimia kelompok 6 mencit menunjukan
gejala mulai lemas pada menit ke 26. Dan pada 17 menit kemudian mencit tidak pingsan
masih lemas dan tidak seimbang (sempoyongan).
Pada percobaan menggunakan kloroform diperoleh onset 3 menit dan gejala yang
ditunjukkan pada mencit yaitu lemas, tidak seimbangnya badan mencit. Mekanisme kerja
kloroform, merusak sel hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal triklorometil. Radikal
ini secara kovalen mengikat protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid
pada membran sel yang akan menyebabkan kerusakan yang dapat mengakibatkan
pecahnya membran sel peroksidasi lipid yang menyebabkan penekanan pompa Ca2+
mikrosom yang dapat menyebabkan gangguan awal hemostatik Ca2+ sel hati yang dapat
menyebabkan kematian sel.
Percobaan menggunakan eter diperoleh onset 22 menit dan gejala yang
ditunjukkan pada mencit yaitu stres, lemas, tenang, dan tidak seimbangnya badan mencit
yang ditandai dengan berjalan sambil menyeret kakinya. Mekanisme kerja dari eter yaitu
eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya
aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi
pembuluh darah kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil
diekskresi urin, air susu, dan keringat. Efek sampingnya yaitu iritasi saluran pernafasan,
depresi nafas, mual, muntah, salivasi.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Anastetika umum dapat diberikan secara inhalasi ataupun injeksi intravena, dan
dalam praktikum kali ini, hanya dilakukan secara inhalasi.
2. Kloroform lebih cepat memberikan efek anastesi terhadap mencit daripada eter.
3. Range waktu dari fase anastesi ke fase pemulihan kloroform lebih lama dari eter.
4. Dalam praktikum ini dosis tidak diperhitungkan karena pemberiannya tidak
dilakukan secara oral maupun injeksi, melainkan dilakukan secara inhalasi.
5. Dalam pengamatan anastesi umum yang dilakukan secara inhalasi diperlukan
kecermatan dalam mengamati fase-fase anastesi umum, agar mencit tidak mati.
DAFTAR PUSTAKA

 Ernst Mutschler. 1986. Dinamika Obat, Farmakologi dan Toksikologi (terjemahan), ITB :
Bandung
 Ganiswarna. G Sulistia,.1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4.Jakarta: Gaya baru.P.109.
 Katzung, Bertram. G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta.
 Tim penyusun,. 2010. Buku Ajar Anatomi Umum Fakultas Kedokteran.
Makassar:UNHAS. P.68.
 Tim penyusun,.2012. Penuntun praktikum Farmakologi Toksikologi I.
Makassar:STIFA.P.21,22,23,24,25.

Anda mungkin juga menyukai