Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI I
ACARA 4
ANALGETIKA

Disusun oleh:

Nama : Mega Ayuni Putri Ganarti


NIM : 19/445441/KH/10210
Kelompok :6

Asisten : Andria Meidina Nurshadrina

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

2021
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Topik mengenai analgetika ini sangat penting dipelajari karena mencangkup materi
mengenai pengertikan analgesia dan analgetika, penggolongan analgetika, dan
penjelasan mengenai alat untuk uji efek obat analgetika. Materi tersebut merupakan
materi yang penting dipelajari oleh calon dokter hewan. Materi mengenai
analgetika ini juga sangat penting dalam bidang veteriner karena dapat membantu
menentukan obat analgetika yang sesuai untuk diberikan kepada pasien.
B. Tujuan Praktikum
1. Mendemonstrasikan cara membandingkan obat – obat analgetika dengan
metode plat panas.
2. Melihat efek analgetika terhadap mencit yang diletakkan pada plat panas.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. PENGERTIAN ANALGETIKA DAN ANALGESIA
 Analgesia
- Pengertian (Minimal 2 sumber)
Analgesia adalah hilangnya rasa sakit tanpa kehilangan sensasi indrea
lainnya (seperti terhadap temperatur dan tekanan (Howe, 1990).
Analgesia juga dapat diartikan sebagai hilangnya sensasi rasa sakit
(Tabolt & Meyers-Marquardt, 1993).
 Analgetika
- Pengertian (Minimal 2 sumber)
Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf
pusat secara selektif, digunakan untuk mengurnagi rasa sakit tanpa
mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan
nilai ambang persepsi rasa sakit (Siswandono, 2016). Analgetika juga
dapat diartikan sebagai obat yang dapat digunakan untuk meredakan
nyeri tanpa menimbulkan efek anestesi (Hanifah et al., 2020).
B. PENGGOLONGAN ANALGETIKA
 Analgetika Narkotika
1. Pengertian
Analgetika narkotika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem
saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang
moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit
kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi dan kolik usus atau
ginjal. Analgetika narkotika sering pula digunakan untuk pramedikasi
anestesi, bersama-sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.
Aktivitas analgetika narkotika jauh lebih besar dibanding golongan
analgetika non narkotika, sehingga disebut pula analgetika kuat.
Golongan ini pada umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak
disalahgunakan. Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan
ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi
secara cepat (Siswandono, 2016).
2. Mekanisme
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi
reseptor opioid spesifik pada sel dalam otak dan spinal cord.
Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa
mengantuk. Ada empat macam reseptor opioid yaitu reseptor μ, δ, κ dan
NOP (Nociception/Orphanin FQ receptor) yang semuanya termasuk
dalam kelompok GPCR (G Protein-Coupled Receptor) (Siswandono,
2016).
3. Contoh obat min. 3 + penjelasan & gambar
 Tramadol

Gambar 1. Tramadol dengan nama dagang Tramvetol (Virbac,


2020)

Digunakan untuk mengurangi nyeri akut dan kronis pada jaringan


lunak maupun nyeri musculoskeletal pada anjing (Virbac, 2020).
 Metadon

Gambar 2. Metadon dengan nama dagang Comfortan (Murrell,


2013)
Dapat digunakan untuk memberikan analgesia pada kucing dan
anjing (Murrell, 2013).
 Fentanil

Gambar 3. Fentanil dengan nama dagang Fentadon (Dechra, 2021)

Digunakan untuk analgesia intraoperative selama prosedur bedah


seperti bedah jaringan lunak dan bedah ortopedi (Dechra, 2021).

 Analgetika Non Narkotika


1. Pengertian
Analgetika non narkotik adalah analgetika yang digunakan untuk
mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga sering
disebut analgetika ringan, juga untuk menurunkan suhu badan pada
keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk
pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan
sentral sistem saraf pusat. Obat golongan ini mengadakan potensiasi
dengan obat-obat penekan sistem saraf pusat (Siswandono, 2016).
2. Mekanisme
Analgetika non narkotika dapat menyebabkan 3 efek yaitu :
 Analgesik: analgetika non narkotika menimbulkan efek analgesik
dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim
pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis
prostaglandin.
 Antipiretik: analgetika non narkotika menimbulkan kerja antipiretik
dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu
badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah
perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan
pengeluaran keringat.
 Antiradang: analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang
melalui beberapa kemungkinan, antara lain adalah menghambat
biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok
secara reversibel enzim siklooksigenase sehingga menurunkan
gejala keradangan.
(Siswandono, 2016)
3. Contoh obat min. 3 + penjelasan & gambar
 Asam asetil salisilat/aspirin/asetosal

Gambar 4. Aspirin (Nutri Vet, 2021)

Dapat digunakan untuk meredakan nyeri sementara, mengurangi


peradangan yang terkait dengan radang sendi dan masalah
persendian pada anjing (Nutri Vet, 2021).
 Asam Mefenamat

Gambar 5. Asam Mefenamat dengan nama dagang Zopac-K


(Sriwalls Healthcare, 2021)

Dapat digunakan untuk menghilangkan gejala dismenore primer dan


untuk analgesia (Fish et al., 2008).
 Paracetamol

Gambar 6. Paracetamol dengan nama dagang Ace-Vet (Square


Pharmaceuticals, 2021)

Dapat digunakan untuk pemulihan dari demam, nyeri (sakit kepala,


sakit telingan, nyeri badan, neuralgia, nyeri radang usus, nyeri pasca
vaksinasi, nyeri pasca operasi), dan pembengkakan akibat trauma,
cedera, luka bakar, atau infeksi lainnya pada hewan dan unggas
(Square Pharmaceuticals, 2021)
C. HOT PLATE ANALGESIA METER
- Gambar

(Kılınç et al., 2019)


- Penjelasan
Tes hot plate merupakan indicator tidak langsung dari hiperalgesia termal akut.
Alat ini bekerja dengan memeriksa ambang nyeri dengan mengukur latensi
hewan yang ditempatkan di permukaan panas terhadap stimulus panas (Kılınç
et al., 2019). Respon perilaku yang dinilai dalam pengukuran latensi diatur
secara supraspinal. Hewan ditempatkan satu per satu pada permukaan plate
yang diatur dengan suhu 50-55C dengan pergerakan yang dibatasi oleh
silinder Plexiglas. Apabila hewan sudah menunjukan reaksi nyeri menjilati
kaki belakang, gemetar, atau melompat, maka gerakan itu dicatat dan hewan
segera dikeluarkan dari hot plate (Fish et al., 2008). Pengamatan reaksi nyeri
dilakukan maksimal selama 30 detik dengan suhu 50-55°C untuk menjaga
jaringan dari kerusakan akibat panas yang berlebih (Hanna & Zylicz, 2013).
D. ASAM SALISILAT
- Pengertian
Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin
merupakan senyawa yang memiliki khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan
anti inflamasi pada penggunaan dosis besar (Annuryanti et al., 2013).
- Mekanisme kerja
Salisilat memiliki efek analgesik yang mirip dengan NSAID lainnya yang
bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase yang bertanggung
jawab untuk sintesis prostaglandin (Sahoo & Paidesetty, 2015). Prostaglandin
adalah mediator kimia dari proses yang menyebabkan nyeri, demam,
peradangan, dan agregasi trombosit. Penghambatannya mengakibatkan
berkurangnya setiap proses (Wanamaker & Massey, 2015).
E. TRAMADOL
- Pengertian
Tramadol adalah reseptor mu, agonis mirip opiat yang juga menghambat
pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin, menyebabkannya bertindak
seperti agonis -2. Tramadol mungkin berguna sebagai agen analgesik alternatif
atau sebagai tambahan untuk nyeri pasca operasi atau kronis pada anjing dan
kuda. Efek samping mungkin termasuk kecemasan, tremor, muntah, diare, atau
sedasi (Wanamaker & Massey, 2015).
- Mekanisme kerja
Tramadol memiliki efek dual analgesik dimana bertindak secara sinergis
sebagai agonis opioid dan inhibitor reuptake serotonin dan norepinerfin secara
monoaminergik. Tramadol diubah oleh enzim CYP450 314 dan 2D6 menjadi
3 metabolit utama, 2 diantaranya metabolit aktif. (+) – Tramadol dan (+) – M1
metabolit keduanya berikatan dengan resepor µ-opioid untuk menghasilkan
sebagian besar efek analgesik. Akan tetapi, (+) – m1 merupakan ligan afinitas
tinggi dan menghasilkan efek analgesik yang lebih kuat daripada senyawa
utama yang merupakan agonis opioid afinitas rendah. Terdapat perbedaan
potensi dalam 2 enansiomer M1 dengan konfigurasi (+) – O –
desmethyltramadol hingga 100 kali lebih baik dariapada konfigurasi (-).
Metabolit yang kedua, N, O – desmethyltramadol metabolite, yang aktif dan
memiliki efek analgesik dengan afinitas tinggi dari (+) – M1 untuk reseptor µ-
opioid. (Putra & Subarnas, 2019).
III. MATERI METODE
A. MATERI (Alat & Bahan + Gambar)
No. Alat & Bahan Fungsi

1. Spuit Untuk menginjeksi obat (tramadol,


asam salisilat, dan NaCl sebagai
kontrol) ke mencit

2. Gelas Beker Untuk meletakkan mencit

3. Timbangan Untuk menimbang berat badan mencit

4. Hot Plate Analgesia Meter Sebagai alat ukur efek analgesia mencit

5. Stopwatch Untuk mengukur lama mencit


menunjukkan reaksi nyeri
6. Ram Untuk membantu merestrain mencit

7. Mencit Sebagai hewan coba

8. NaCl Yang ditunjuk nomor 2 adalah NaCl


1 yang digunakan sebagai kontrol
2

9. Tramadol Yang ditunjuk nomor 1 adalah tramadol


1 sebagai analgetika narkotika. Dosis 20
2 mg/kg BB, konsentrasi 0,5%

10. Asam Salisilat Yang ditunjuk nomor 2 adalah asam


1 salisilat sebagai analgetika non
2
narkotika. Dosis 120 mg/kg BB,
konsentrasi 1,5%
3

B. METODE (skematis)
Mencit ditimbang pada neraca timbangan → volume obat yaitu NaCl sebagai
kontrol, asam salisilat (dosis 20 mg/kg BB, konsentrasi 0,5%), dan tramadol (dosis
120 mg/kg BB, konsentrasi 1,5%) dihitung → mencit di restrain menggunakan
gloves dan ram kawat → obat yaitu NaCl, asam salisilat dan tramadol ditusukkan
menggunakan spuit secara subcutan atau pada bagian kulit yang longgar → mencit
didiamkan selama 15 menit → mencit diletakkan di Hot Plate Analgesia Meter
yang bersuhu 55C → waktu dicatat apabila mencit sudah menunjukkan reaksi
nyeri → alat dimatikan dan mencit dikeluarkan dari Hot Plate Analgesia Meter.
IV. HASIL PRAKTIKUM
 Perhitungan volume asam salisilat dan tramadol
Diketahui :
 BB mencit asam salisilat = 29 gram = 0,029 kg
 BB mencit tramadol = 31 gram = 0,031 kg
 Dosis asam salisilat = 120 mg/kg BB
 Dosis tramadol = 20 mg/kg BB
 Konsentrasi asam salisilat = 1,5 % = 15 mg/ml
 Konsentrasi tramadol = 0,5 % = 5 mg/ml
Ditanya : volume asam salisilat dan tramadol?
Jawab :
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) × 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 (𝑚𝑔/𝑘𝑔)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑙𝑎𝑡 =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑔/𝑚𝑙)

0,029 𝑘𝑔 × 120𝑚𝑔/𝑘𝑔
=
15 𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 0,232 𝑚𝑙
Jadi, volume asam salisilat yang diinjeksikan adalah sebanyak 0,232 ml.
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) × 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 (𝑚𝑔/𝑘𝑔)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑟𝑎𝑚𝑎𝑑𝑜𝑙 =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑔/𝑚𝑙)
𝑚𝑔
0,031 𝑘𝑔 × 20 𝑘𝑔
=
5 𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 0,124 𝑚𝑙
Jadi, volume tramadol yang diinjeksikan adalah sebanyak 0,124 ml.

Waktu Reaksi Mencit (Detik)


Kelompok Praktikum
Kontrol NaCl As. Salisilat Tramadol

1 10 32 42

2 20 35 45

3 12 25 52

4 15 33 43

5 17 37 58

6 13 30 55
 Hasil analisis SPSS (Lampirkan tabel)

Pada uji ini dilakukan pengujian pada 3 kelompok perlakuan, oleh karena itu
menggunakan perhitungan normality test >2 kelompok. Jumlah sampel yang
digunakan pada pengujian ini adalah 3 x 6 = 18 sampel. Karena sampel yang digunakan
hanya berjumlah 18 maka jumlah sampel <50 sehingga yang harus diamati adalah nilai
signifikansi Shapiro-Wilk. Nilai signifikansi NaCl fisiologis adalah 0,949 ; Asam
salisilat adalah 0,845 ; dan Tramadol adalah 0,363. Karena seluruh nilai signifikansi
adalah >0,05 maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal.

Karena data berdistribusi normal, maka perhitungan dilanjutkan dengan perhitungan


ANOVA. Pada hasil perhitungan ANOVA yang harus diperhatikan adalah nilai
signifikansi. Nilai signifikansi yang muncul adalah 0,000 yang berarti <0,05 sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa ada perbedaan antar perlakuan.

 Soal :
1. Seorang praktikan farmakoterapi ingin menginjeksikan asam salisilat pada mencit
seberat 200 gram dengan volume 0,3 ml. Jika konsentrasi asam salisilat 3%, maka
berapa dosis yang diperlukan ?
Diketahui :
 Berat badan (BB) = 200 gram = 0,2 kg
 M = 3% = 30 mg/ml
 Volume = 0,3 ml
Ditanya :
Banyaknya dosis yang diperlukan ?
Jawab :
𝑚𝑔
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) × 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( 𝑘𝑔 )
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙 ) = 𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( 𝑚𝑙 )
0,2 𝑘𝑔 × 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 (𝑚𝑔/𝑘𝑔)
0,3 𝑚𝑙 =
30 𝑚𝑔/𝑚𝑙
0,3 𝑚𝑙 × 30 𝑚𝑔/𝑚𝑙
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 (𝑚𝑔/𝑘𝑔) =
0,2 𝑘𝑔
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 = 45 𝑚𝑔/𝑘𝑔 𝐵𝐵

Jadi, dosis asam salisilat yang dibutuhkan untuk diinjeksikan pada mencit adalah
sebanyak 45 mg/kg BB.

2. drh. Lala ingin menginjeksikan tramadol pada kelinci dengan berat 3 kg. Volume
tramadol yang akan diinjeksikan adalah 2 ml dengan dosis 10 mg/kg BB. Maka
berapakah konsentrasi dari tramadol tersebut (dalam %)?
Diketahui :
 Berat badan (BB) = 3 kg
 Volume = 2 ml
 Dosis = 10 mg/kg BB
Ditanya :
Berapa konsentrasi tramadol dalam % ?
Jawab :
𝑚𝑔
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) × 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( 𝑘𝑔 )
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙 ) = 𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( 𝑚𝑙 )
3 𝑘𝑔 × 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔
2 𝑚𝑙 = 𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
3 𝑘𝑔 × 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑔/𝑚𝑙) =
2 𝑚𝑙
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 15 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 1,5%

Jadi, konsentrasi tramadol adalah sebesar 1,5%.


3. Asam salisilat dengan volume 2 ml dan konsentrasi 2,5% serta dosis 20 mg/kg BB
akan diinjeksikan pada seekor kucing, berapakah berat badan kucing tersebut?
Diketahui :
 Volume = 2 ml
 M = 2,5% = 25 mg/ml
 Dosis = 20 mg/kg BB
Ditanya :
Berapa berat badan kucing?
Jawab :
𝑚𝑔
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) × 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( 𝑘𝑔 )
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙 ) = 𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) × 20 𝑚𝑔/𝑘𝑔
2 𝑚𝑙 =
25 𝑚𝑔/𝑚𝑙
25 𝑚𝑔/𝑚𝑙 × 2 𝑚𝑙
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) =
20 𝑚𝑔/𝑘𝑔
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) = 2,5 𝑘𝑔

Jadi, berat badan kucing tersebut adalah sebesar 2,5 kg.

4. Tramadol yang akan diinjeksikan pada mencit harus diencerkan terlebih dahulu
menggunakan aquades sebanyak 15 ml, jika volume awal 10 ml dengan konsentrasi
50 mg/ml, maka berapakah konsentrasi akhir dari asam salisilat tersebut (dalam
%)?
Diketahui :
Vaquades = 15 ml
V1 = 10 ml
M1 = 50 mg/ml = 5%
Ditanya :
Berapa konsentrasi akhir dari asam salisilat ?
Jawab :
𝑉2 = 𝑉1 + 𝑉𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠
𝑉2 = 10 𝑚𝑙 + 15 𝑚𝑙 = 25 𝑚𝑙
𝑀1 × 𝑉1 = 𝑀2 × 𝑉2
5% × 10 𝑚𝑙 = 𝑀2 × 25 𝑚𝑙
5% × 10 𝑚𝑙
𝑀2 = = 2%
25 𝑚𝑙
Jadi, konsentrasi akhir dari asam salisilat adalah sebesar 2%.

V. PEMBAHASAN
Pada praktikum analgetika ini dilakukan uji untuk mengukur lamanya efek
analgesia yang dihasilkan oleh obat yaitu NaCl fisiologis sebagai kontrol, asam salisilat
sebagai analgetika non narkotika, dan tramadol sebagai analgetika narkotika yang
diinjeksikan secara subcutan pada mencit. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menimbang berat badan 3 ekor mencit. Lalu volume obat yaitu asam salisilat (dosis 20
mg/kg BB, konsentrasi 0,5%), dan tramadol (dosis 120 mg/kg BB, konsentrasi 1,5%)
dihitung. Setelah itu mencit pertama diinjeksi dengan 0,2 ml NaCl menggunakan spuit,
mencit kedua diinjeksi menggunakan asam salisilat, dan mencit ketiga diinjeksikan
menggunakan tramadol. Mencit kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah 15
menit mencit dimasukkan secara bergantian ke dalam hot plate analgesia meter yang
diatur dengan suhu 55°C, kemudian diamati waktu hingga mencit menunjukkan reaksi
nyeri. Hal ini sesuai dengan literatur Hanna & Zylicz (2013) yaitu pengamatan reaksi
nyeri dilakukan pada suhu 50-55°C dengan waktu maksimal 30 detik untuk menjaga
jaringan dari kerusakan akibat panas yang berlebih. Setelah itu data waktu yang tercatat
dianalisis menggunakan SPSS.
Berdasarkan data kelompok 6, rentang waktu terlambat yang dibutuhkan mencit
dari saat dimasukkan ke hot plate sampai menunjukkan reaksi nyeri adalah pada mencit
yang diinjeksikan oleh tramadol yaitu 55 detik, kemudian diikuti dengan mencit yang
diinjeksikan dengan asam salisilat yaitu selama 30 detik, dan yang paling cepat adalah
NaCl sebagai kontrol yaitu 7 detik. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa efek
analgesik pada tramadol bertahan lebih lama dibandingkan dengan efek dari asam
salisilat. Hal ini sesuai dengan literatur Siswandono (2016) yaitu tramadol merupakan
salah satu obat golongan analgetik narkotika sedangkan asam salisilat adalah obat yang
masuk ke dalam golongan analgetik non narkotika. Analgetik narkotika adalah
senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk
mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat. Aktivitas analgetika narkotik jauh
lebih besar dibanding golongan analgetik non narkotik, sehingga disebut pula
analgetika kuat, sehingga efek analgesianya lebih lama dibandingkan dengan
analgetika non narkotika.
Pada uji ini dilakukan pengujian pada 3 kelompok perlakuan, oleh karena itu
menggunakan perhitungan normality test >2 kelompok. Jumlah sampel yang digunakan
pada pengujian ini adalah 3 x 6 = 18 sampel. Karena sampel yang digunakan hanya
berjumlah 18 maka jumlah sampel <50 sehingga yang harus diamati adalah nilai
signifikansi Shapiro-Wilk. Nilai signifikansi NaCl fisiologis adalah 0,949 ; asam
salisilat adalah 0,845 ; dan tramadol adalah 0,363. Karena seluruh nilai signifikansi
adalah >0,05 maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal. Karena data
berdistribusi normal, maka perhitungan dilanjutkan dengan perhitungan ANOVA. Pada
hasil perhitungan ANOVA yang harus diperhatikan adalah nilai signifikansi. Nilai
signifikansi yang muncul adalah 0,000 yang berarti <0,05 sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa ada perbedaan antar perlakuan. Hal ini sesuai dengan literatur
Adi & Masruri (2017) yaitu apabila nilai signifikansi >0,05 maka interpretasinya
adalah tidak adanya perbedaan antar perlakuan, sedangkan apabila nilai signifikansinya
adalah <0,05 maka interpretasinya adalah ada perbedaan antar perlakuan. Perbedaan
yang ditunjukkan adalah perbedaan pada waktu yang dibutuhkan mencit dari saat
dimasukkan ke dalam hot plate sampai menunjukkan reaksi nyeri. Mencit yang
diinjeksi dengan tramadol membutuhkan waktu yang lebih lama sampai menunjukkan
reaksi nyeri dibandingkan dengan mencit yang diinjeksi dengan asam salisilat.
Siswandono (2016) menyatakan dalam literaturnya yaitu tramadol merupakan salah
satu obat golongan analgetik narkotika sedangkan asam salisilat adalah obat yang
masuk ke dalam golongan analgetik non narkotika. Aktivitas analgetika narkotik jauh
lebih besar dibanding golongan analgetik non narkotik, sehingga disebut pula
analgetika kuat, sehingga efek analgesianya lebih lama dibandingkan dengan
analgetika non narkotika. Putra & Subarnas (2019) menjelaskan dalam literaturnya
yaitu pada mekanisme kerjanya, tramadol diubah oleh enzim CYP450 314 dan 2D6
menjadi 3 metabolit utama, 2 diantaranya metabolit aktif. Salah satu metabolit aktif
dari tramadol adalah N, O – desmethyltramadol metabolite yang memiliki efek
analgesik dengan afinitas tinggi. Sedangkan mekanisme kerja asam salisilat dijelaskan
dalam literatur Sahoo & Paidesetty (2015) yaitu asam salisilat memiliki efek analgesik
yang mirip dengan NSAID lainnya yang bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase yang bertanggung jawab untuk sintesis prostaglandin. Wanamaker &
Massey (2015) juga menjelaskan dalam literaturnya bahwa Prostaglandin adalah
mediator kimia dari proses yang menyebabkan nyeri, demam, peradangan, dan agregasi
trombosit. Sehingga apabila sintesis enzim siklooksigenase dihambat maka akan
menghambat kerja dari prostaglandin sehingga reaksi nyeri dapat berkurang atau
menghilang.

VI. KESIMPULAN
1. Untuk membandingkan obat-obat analgetika dengan metode hot plate adalah
dengan membandingkan lama waktu yang dibutuhkan mencit untuk menunjukkan
reaksi nyeri dimulai dari saat mencit dimasukkan ke dalam hot plate. Mencit yang
membutuhkan waktu lebih lama untuk menunjukkan reaksi nyeri menandakan
bahwa obat yang diinjeksikan pada mencit tersebut memiliki efek analgesia yang
lebih besar. Efek analgesia yang besar dapat ditemukan pada obat golongan
analgetika narkotika.
2. Efek analgetika terhadap mencit yang diletakkan pada hot plate adalah mencit akan
kehilangan sensasi rasa sakit/nyeri walaupun dimasukkan ke dalam hot plate
dengan suhu tinggi.

VII. DAFTAR PUSTAKA (Min. 3 buku tahun bebas + 2 jurnal min. tahun 2013)

Adi, D. P., & Masruri, M. S. (2017). Keefektifan Pendekatan Saintifik Model Problem
Based Learning, Problem Solving, dan Inquiry dalam Pembelajaran IPS. Harmoni
Sosial Jurnal Pendidikan IPS, 4(2):142–152.

Annuryanti, F., Moechtar, J., & Darmawati, A. (2013). Kandungan Salisilat Bebas
dalam Tablet Asetosal yang Beredar di Surabaya. Berkala Ilmiah Kimia Farmasi,
2(2):1–5.

Dechra. (2021). Fentadon® 50 Microgram/ml Solution for Injection for Dogs. Diakses
pada 12 September 2021 dari https://www.dechra.co.uk/therapy-
areas/details/fentadon®-50-microgram-ml-solution-for-injection-for-dogs

Fish, R. E., Brown, M. J., Danneman, P. J., & Karas, A. Z. (2008). Anesthesia and
Analgesia in Laboratory Animals Second Edition. USA: American College of
Laboratory Animal Medicine.

Hanifah, R. A., Ningrum, F. H., Kresnoadi, E., & Wicaksono, S. A. (2020). The Effect
of Paracetamol and Codeine Analgesic Combination on Serum Glutamic
Oxaloacetate Transaminase Levels in Male Wistar Rats. Diponegoro Medical
Journal, 9(2):148–153.

Hanna, M., & Zylicz, Z. (Ben). (2013). Cancer Pain. London : Springer.

Howe, G. L. (1990). The Extraction of Teeth Second Edition. Bristol : John Wright &
Sons.

Kılınç, F., Çolak, R., Özcan, M., & Ayar, A. (2019). Investigation of Effects of
Neurotrophic Factors on Painful Diabetic Neuropathy: an Experimental Study.
The European Research Journal, 5(4):641–648.

Murrell, J. (2013). Clinical Use of Methadone in Cats and Dogs. Companion Animal,
16(1):56–61.

Nutri Vet. (2021). Aspirin Chewable Tablets for Large Dogs. Diakses pada 12
September 2021 dari https://www.nutri-vet.com/dog-health/pain-relief-for-
dogs/aspirin-for-large-dogs
Putra, H. B. A., & Subarnas, A. (2019). Penggunaan Klinis Tramadol dengan Berbagai
Aspeknya. Farmaka, 17(2):244–249.

Sahoo, J., & Paidesetty, S. K. (2015). Antimicrobial, Analgesic, Antioxidant And in


Silico Study of Synthesized Salicylic Acid Congeners and Their Structural
Interpretation. Egyptian Journal of Basic and Applied Sciences, 2(1), 268–280.

Siswandono. (2016). Kimia Medisinal Edisi Kedua. Surabaya : Airlangga University


Press.

Square Pharmaceuticals. (2021). Ace-Vet® Bolus. Diakses pada 12 September 2021


dari http://www.squarepharma.com.bd/product-
details.php?pid=464&&type=agrovat

Sriwalls Healthcare. (2021). Mefenamic Acid & Paracetamol 99 mL Injection. Diakses


pada 12 September 2021 dari http://www.sriwallshealthcare.com/mefenamic-
acid-paracetamol-99-ml-injection-4427578.html

Tabolt, L. A., & Meyers-Marquardt, M. (1993). Pengkajian Keperawatan Kritis Edisi


2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Virbac. (2020). Tramvetol®. Diakses pada 12 September 2021 dari https://vet-


uk.virbac.com/home/products/dogs/anaesthetics--
analgesics/tramvetol.html?preventiframecaching=1

Wanamaker, B. P., & Massey, K. L. (2015). Applied Pharmacology for Veterinary


Technicians Fifth Edition. Missouri : Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai