FARMAKOLOGI KLINIK
“ANALGETIK ANTIPIRETIK”
2021
OBJEK 2
ANALGETIK ANTIPIRETIK
I. TUJUAN PERCOBAAN
a. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgesik
suatu obat.
b. Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgesik berbagai analgetika.
c. Mampu memberikan pandangan yang kritis mengenai kesesuaian khasiat yang
dianjurkan bentuk untuk sediaan-sediaan farmasi analgetik.
d. Memahami teknik evaluasi obat antipiretika.
e. Memahami manifestasi dari demam dan penggunaan obat-obatan antipiretika serta
penggunaannya secara kimia
1. Sebelum pemberian obat,catat dengan stopwatch berapa waktu yang diperlukan tikus
untuk menjentikkan ekornya keluar dari penangas air. Tiap rangkaian pengamatan
terhadap stimulus nyeri. Jika perlu, stimulus disesuaikan untuk mencapai respon
3. Diamkan 10 menit, nilai masing-masing respon tikus terhadap stimulus nyeri. Jika
tikus tidak menjentikkan ekornya keluar dalam waktu 10 detik setelah pemberian
stimulus nyeri, maka dapat dianggap bahwa ia tidak menyadaari stimulus nyeri
4. Ulangi penilaian respon tikus tiap 20 menit, 30menit, 60 menit, 90menit dan
3. Letakkan masing-masing mencit dalam kandang plat panas, catat waktu yang
diperlukan sampai mengangkat dan menjilat kaki depannya sebagai waktu respon,
5. Lakukan uji pada plat panasdan catat waktu responnya pada waktu 10, 20, 30, 45, 60
6. Evaluasi dan bahas percobaan ini. Respon analgetik dinilai positif bila waktu respon
setelah pemberian obat lebih besar dari 30 detik paling kurang 1 kali atau apabila
dalam waktu 10menit dan paling sedikit 1 geliat dalam 5 menit, setelah penyuntikkan
4. Masing-masing kelompok berikan obatnya secara oral I. NaCl 0,9% 10ml/kgbb, II.
Asetosal 100mg/kgbb, III. Antalgin 100mg/kgbb. Setelah 30 menit pada semua mencit
6. Amati dan catat jumlah geliatannya yang ditunjukkan tiap mencit selama 1 jam tiap 5
menit.
7. Evaluasi data yang diperoleh, nyatakan lama kerja masing-masing obat yang diuji.
b. antipiretik
Prosedur
1. Semua hewan yang digunakan ditimbang dan periksa temperature dasar tubuhnya.
berikan antalgin. Untuk kelompok 4 adalah kelompok kontrol yang hanya diberi air
suling.
5. Catat suhu rectum pada menit ke 5, 10, 15, 30, 60, dan 120 setelah penyuntikkan ragi.
6. Tabelkan hasil saudara dan buat grafik hubungan antara waktu dan temperature tubuh
hewan.
7. Bandingkan grafik hasil kelompok saudara dengan kelompok lain.
V. HASIL
a. Hasil Analgetik
No Perlakuan 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
1 NaCMC 1% 37 30 24 25 23 18 15 13 12 8 3 0
2 Asetosal 100 23 25 19 16 17 9 11 9 4 2 2 0
mg/kgbb
3 Asetosal 200 26 20 18 16 17 10 6 6 7 8 1 0
mg/kgbb
4 Antalgin 100 22 20 15 16 13 17 15 9 6 4 2 0
mg/kgbb
5 Antalgin 200 24 18 19 12 17 15 7 5 1 2 0 0
mg/kgbb
6 Asam mefenamat 22 17 12 16 15 14 6 7 4 2 0 0
100 mg/kgbb
7 Asam mefenamat 27 17 19 14 10 7 3 0 0 1 0 0
200 mg/kgbb
37
25
% Proteksi 10’ = 100 - x 100% = 16,67%
30
19
% Proteksi 15’ = 100 - x 100% = 20,83%
24
16
% Proteksi 20’ = 100 - x 100% = 36%
25
17
% Proteksi 25’ = 100 - x 100% = 26,08%
23
9
% Proteksi 30’ = 100 - x 100% = 50%
18
11
% Proteksi 35’ = 100 - x 100% = 26,67%
15
9
% Proteksi 40’ = 100 - x 100% = 30,77%
13
4
% Proteksi 45’ = 100 - x 100% = 66,67%
12
2
% Proteksi 50’ = 100 - x 100% = 75%
2
% Proteksi 55’ = 100 - x 100% = 33,33%
0
% Proteksi 60’ = 100 - x 100% = 0%
37
20
% Proteksi 10’ = 100 - x 100% = 33,33%
30
18
% Proteksi 15’ = 100 - x 100% = 25%
24
16
% Proteksi 20’ = 100 - x 100% = 36%
25
17
% Proteksi 25’ = 100 - x 100% = 26,08%
23
10
% Proteksi 30’ = 100 - x 100% = 44,44%
18
6
% Proteksi 35’ = 100 - x 100% = 60%
15
6
% Proteksi 40’ = 100 - x 100% = 53,85%
13
7
% Proteksi 45’ = 100 - x 100% = 41,67%
12
8
% Proteksi 50’ = 100 - x 100% = 0%
1
% Proteksi 55’ = 100 - x 100% = 66,67%
0
% Proteksi 60’ = 100 - x 100% = 0%
37
20
% Proteksi 10’ = 100 - x 100% = 33,33%
30
15
% Proteksi 15’ = 100 - x 100% = 37,5%
24
16
% Proteksi 20’ = 100 - x 100% = 36%
25
13
% Proteksi 25’ = 100 - x 100% = 43,48%
23
17
% Proteksi 30’ = 100 - x 100% = 5,56%
18
15
% Proteksi 35’ = 100 - x 100% = 0%
15
9
% Proteksi 40’ = 100 - x 100% = 30,77%
13
6
% Proteksi 45’ = 100 - x 100% = 50%
12
4
% Proteksi 50’ = 100 - x 100% = 50%
2
% Proteksi 55’ = 100 - x 100% = 33,33%
3
0
% Proteksi 60’ = 100 - x 100% = 0%
37
18
% Proteksi 10’ = 100 - x 100% = 40%
30
19
% Proteksi 15’ = 100 - x 100% = 20,83%
24
12
% Proteksi 20’ = 100 - x 100% = 52%
25
17
% Proteksi 25’ = 100 - x 100% = 26,08%
23
15
% Proteksi 30’ = 100 - x 100% = 16,67%
18
7
% Proteksi 35’ = 100 - x 100% = 53,33%
15
5
% Proteksi 40’ = 100 - x 100% = 61,54%
13
1
% Proteksi 45’ = 100 - x 100% = 91,67%
12
2
% Proteksi 50’ = 100 - x 100% = 75%
8
0
% Proteksi 55’ = 100 - x 100% = 0%
0
% Proteksi 60’ = 100 - x 100% = 0%
37
20
% Proteksi 10’ = 100 - x 100% = 33,33%
30
15
% Proteksi 15’ = 100 - x 100% = 37,5%
24
16
% Proteksi 20’ = 100 - x 100% = 36%
25
13
% Proteksi 25’ = 100 - x 100% = 43,48%
23
17
% Proteksi 30’ = 100 - x 100% = 5,56%
18
15
% Proteksi 35’ = 100 - x 100% = 0%
15
9
% Proteksi 40’ = 100 - x 100% = 30,77%
13
6
% Proteksi 45’ = 100 - x 100% = 50%
12
4
% Proteksi 50’ = 100 - x 100% = 50%
2
% Proteksi 55’ = 100 - x 100% = 33,33%
0
% Proteksi 60’ = 100 - x 100% = 0%
37
17
% Proteksi 10’ = 100 - x 100% = 43,33%
30
19
% Proteksi 15’ = 100 - x 100% = 20,83%
24
14
% Proteksi 20’ = 100 - x 100% = 44%
25
10
% Proteksi 25’ = 100 - x 100% = 56,52%
23
7
% Proteksi 30’ = 100 - x 100% = 61,11%
18
3
% Proteksi 35’ = 100 - x 100% = 80%
15
0
% Proteksi 40’ = 100 - x 100% = 0%
13
0
% Proteksi 45’ = 100 - x 100% = 0%
12
1
% Proteksi 50’ = 100 - x 100% = 87,5%
0
% Proteksi 55’ = 100 - x 100% = 0%
0
% Proteksi 60’ = 100 - x 100% = 0%
0
b. Hasil Antipiretik
No Perlakuan T0 T demam T 15 T 30 T 45 T 60
1 Kontrol NaCMC 1% 36,2°C 38,4°C 38,4°C 38,3°C 38,2°C 38°C
2 Antalgin 100 mg/kg 36,4°C 38,5°C 38,1°C 37,7°C 37,3°C 36,8°C
3 Antalgin 200 mg/kg 36,4°C 38,6°C 38°C 37,5°C 37°C 36,6°C
4 Ibuprofen 100 mg/kg 36,5°C 38,7°C 38,2°C 37,8°C 37,3°C 36,8°C
5 Ibuprofen 200 mg/kg 36,3°C 38,4°C 37,8°C 37,3°C 36,9°C 36,6°C
6 Paracetamol 100 mg/kg 36,5°C 38,4°C 38°C 37,6°C 37,2°C 36,7°C
7 Paracetamol 200 mg/kg 36,4°C 38,7°C 38,3°C 37,8°C 37,2°C 36,5°C
1. Kontrol NaCMC 1%
38,4 ° C−38,4 ℃
% proteksi T15 : ×100 %=0 %
38,4 ℃−36,2 ℃
38,4 ° C−38,3 ℃
% proteksi T30 : × 100 %=4,5 %
38,4 ℃−36,2 ℃
38,4 ° C−38,2 ℃
% proteksi T45 : ×100 %=9 %
38,4 ℃−36,2 ℃
38,4 ° C−38 ℃
% proteksi T60 : ×100 %=18 %
38,4 ℃−36,2 ℃
38,5° C−37,7 ℃
% proteksi T30 : ×100 %=38 %
38,5℃ −36,4 ℃
38,5° C−37,3 ℃
% proteksi T45 : ×100 %=57 %
38,5℃ −36,4 ℃
38,5° C−36,8 ℃
% proteksi T60 : ×100 %=80,9 %
38,5℃ −36,4 ℃
38,6° C−37,5 ℃
% proteksi T30 : ×100 %=50 %
38,6℃ −36,4 ℃
38,6° C−37 ℃
% proteksi T45 : × 100 %=72,72 %
38,6℃ −36,4 ℃
38,6° C−36,6 ℃
% proteksi T60 : ×100 %=90,9 %
38,6℃ −36,4 ℃
38,7 ° C−37,8 ℃
% proteksi T30 : ×100 %=40,9 %
38,7 ℃−36,5 ℃
38,7 ° C−37,3 ℃
% proteksi T45 : ×100 %=63,636 %
38,7 ℃−36,5 ℃
38,7 ° C−36,8 ℃
% proteksi T60 : ×100 %=86,36 %
38,7 ℃−36,5 ℃
38,4 ° C−37,3 ℃
% proteksi T30 : × 100 %=52,38 %
38,4 ℃−36,3 ℃
38,4 ° C−36,9 ℃
% proteksi T45 : ×100 %=71,42 %
38,4 ℃−36,3 ℃
38,4 ° C−36,6 ℃
% proteksi T60 : × 100 %=85,71 %
38,4 ℃−36,3 ℃
38,4 ° C−37,6 ℃
% proteksi T30 : × 100 %=42,10 %
38,4 ℃−36,5 ℃
38,4 ° C−37,2 ℃
% proteksi T45 : ×100 %=63,157 %
38,4 ℃−36,5 ℃
38,4 ° C−36,7 ℃
% proteksi T60 : × 100 %=89,47 %
38,4 ℃−36,5 ℃
7. Paracetamol 200 mg/kg
38,7 ° C−38,3 ℃
% proteksi T15 : ×100 %=17,39 %
38,7 ℃ −36,4 ℃
38,7 ° C−37,8 ℃
% proteksi T30 : ×100 %=39,13 %
38,7℃ −36,4 ℃
38,7 ° C−37,2 ℃
% proteksi T45 : ×100 %=65,217 %
38,7 ℃ −36,4 ℃
38,7 ° C−36,5 ℃
% proteksi T60 : ×100 %=95,65%
38,7 ℃ −36,4 ℃
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum mengenai anlgetik dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengenal berbagai
cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgesik suatu obat, memahami dasar-dasar
perbedaan daya analgesik berbagai analgetika, serta mampu memberikan pandangan yang kritis
mengenai kesesuaian khasiat yang dianjurkan bentuk untuk sediaan-sediaan farmasi analgetik.Dan
hasil yang didapat dilihat dari geliat pada hewan uji disetiap waktu berbeda setelah diberikan
perlakuan yang berbeda pula. Ada yang diberikan NaCMC 1%, ada yg diberikan Asetosal 100
mg/kgbb, Asetosal 200 mg/kgbb, Antalgin 100 mg/kgbb, Antalgin 200 mg/kgbb, Asam mefenamat
100 mg/kgbb, lalu ada juga yang diberikan Asam mefenamat 200 mg/kgbb. Setelah didata geliat
yang tejadi pada hewan uji hal yang dilakukan selanjutnya adalah menghitung % proteksi dengan
rumus :
Dengan jumlah geliat hewan uji yang berbeda disetiap waktunya, maka berbeda pulalah %
proteksinya.
Pada praktikum kali ini menggunakan pepton sebagai penginduksi demam. Pepton merupakan
protein yang digunakan sebagai induksi demam pada mencit. pepton merangsang pelepasan pirogen
endogen yg dihasilkan oleh makrofag sehingga menyebabkan reaksi pirogen endogen dan
merangsang hipotalamus utk meningkatkan sintesis prostaglandi sehingga dapat meningkatkan suhu
tubuh. Demam dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu. Protein merupakan salah satu jenis pirogen yang dapat menyebabkan efek
perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menimbulkan demam.
Analgesik (Obat-obatan penekan fungsi sistem saraf pusat) digolongkan menjadi dua yaitu
analgesik narkotik dan analgesik non narkotik. Analgesik narkotik khusus digunakan untuk
menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker, sedangkan analgesik non narkotik yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Mekanisme kerja kedua golongan obat tersebut pun berbeda, obat analgesik narkotik bekerja
pada SSP (sistem saraf pusat) yaitu apabila obat narkotik sudah memasukin SSP obat tersebut akan
terikat pada reseptor, sehingga menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ (kalsium) ke dalam
sel, selain itu ikatan obat-reseptor ini dapat pula mengakibatkan terjadinya hiperpolarisasi ion K+
(kalium) dikarenakan meningkatnya pemasukan ion K+ ke dalam sel. Hasil dari pengurangan kadar
ion kalsium (CA+) dalam sel menyebabkan terjadinya pengurangan lepasnya serotonin, dan peptida
dalam otak yang berperan sebagai penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan
mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat. Sedangkan analgetik non narkotik atau disebut
pula sebagai NSAIDs (non-steroidal anti-inflamatory drugs) merupakan obat yang dapat
menghambat terjadinya sintesis prostaglandin, yaitu dengan cara menghambat siklooksigenase
(COX). Siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang dapat disebut COX-1 dan COX-2. COX-1
menghasilkan protasiklin yang bersifat sitoprotektif sedangkan COX-2 sebagai induksi stimulus
inflamasi.
Penggunaan obat analgesik baik analgesik narkotik ataupun analgesik non narkotik (NSAID)
secara umum banyak menyebabkan adverse drug reaction 3 (ADR) atau reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD) yang telah dilaporkan oleh berbagai badan regulasi obat pada berbagai uji
klinik dan studi epidemiologi. Obat golongan analgesik narkotik dapat menyebabkan ketergantungan
bagi pasien sedangkan obat analgesik non narkotik, ROTD yang paling sering terjadi adalah reaksi
yang mempengaruhi saluran pencernaan, khususnya dispepsia dan perdarahan saluran pencernaan
bagian atas. Gangguan saluran cerna akibat penggunaan NSAID mempunyai rentang tingkat
keparahan yang bervariasi, dari mulai kerusakan mukosa yang bersifat asimptomatik, keluhan
keluhan seperti nyeri abdomen, heartburn dan dispepsia, sampai komplikasi saluran cerna yang
bersifat serius seperti pembentukan ulkus atau perdarahan saluran cerna yang memerlukan perawatan
di rumah sakit. Semua bentuk keluhan dan masalah yang timbul tersebut melibatkan berbagai tingkat
kerusakan mukosa lambung yang terjadi karena adanya penghambatan prostaglandin.
Obat analgesik di Indonesia banyak beredar di pasaran dalam bentuk sediaan tablet dengan
nama paten maupun nama generik. Tercatat dalam ISO 2006 terdapat 305 merk obat yang
mengandung analgesik asetaminofen yang dari tahun ke tahun semakin bertambah.
Pada praktikum kali ini menggunakan mencit sebagai hewan uji, dan diberikan perlakuan terhadap
mencit ada yang diberikan Kontrol NaCMC 1%, Antalgin 100 mg/kg, Antalgin 200 mg/kg, Ibuprofen
100 mg/kg, Ibuprofen 200 mg/kg, Paracetamol 100 mg/kg, dan Paracetamol 200 mg/kg. Dimana
nantinya akan diukur suhu mencit pada waktu berbeda yaitu pada suhu normal atau sebelum
diberikan perlakuan, lalu pada menit ke-15, menit ke-30, menit ke-45 dan menit ke-60 setelah
diberikan perlakuan.
Setelah seluruh prosedur dilakukan, praktikan pun telah mendapatkan hasil sesuai tabel diatas,
lalu yang harus dilakukan selanjutnya adalah menghitung persen proteksi dengan rumus :
Dari perhitungan dengan rumus tersebut didapatkan hasil persen proteksi pada mencit dengan
perlakuan control NaCMC 1% pada menit ke-15 sebesar 0%, menit ke-30 4,5%, menit ke-45 9% dan
menit ke-60 18%. Perlakuan dengan Antalgin 100 mg/kg pada menit ke-15 19%, menit ke-30 38%,
menit ke-45 57% dan menit ke-60 80,9%. Perlakuan dengan Antalgin 200 mg/kg pada menit ke-15
27,27%, menit ke-30 50%, menit ke-45 72,72% dan menit ke-60 90,9%. Perlakuan dengan Ibuprofen
100 mg/kg pada menit ke- 15 22,727%, menit ke-30 40,9%, menit ke-45 63,636% dan menit ke-60
86,36%. Perlakuan dengan Ibuprofen 200 mg/kg pada menit ke-15 28,57%, menit ke-30 52,38%,
meit ke-45 71,42% dan menit ke-60 85,71%. Perlakuan dengan Paracetamol 100 mg/kg pada menit
ke-15 21,05%, menit ke-30 42,1%, menit ke-30 63,157% dan menit ke-60 89,47%. Lalu pada
perlakuan dengan Paracetamol 200 mg/kg menit ke-15 17,39%, menit ke-30 39,13%, menit ke-45
65,217% dan menit ke-60 95,65%. Dari hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa semakin lama
waktu atau durasi mencit yang diberikan perlakuan maka semakin besar persen proteksinya.
Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh akibat suhu set point
hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika hal ini terjadi adalah adanya infeksi,
kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat. Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari
37,5ºC dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol
oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada level temperatur yang paling
tinggi.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit
autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (penyakit Hodgkin,
Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat -obatan (antibiotik dan antihistamin). Hal
lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah 2 gangguan sistem saraf
pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.
Obat-obat antipiretik sintetis pada umumnya mempunyai selektivitas yang tinggi dan bersifat
ireversibel dalam menghambat COX-2, sehingga menimbulkan toksik bagi hati, glomeruli ginjal,
korteks otak, dan otot jantung. Obat antipiretik golongan salisilat mempunyai efek samping antara
lain iritasi lambung, muntah, pembentukan protrombin yang menurun sehingga menimbulkan
perdarahan kulit atau perdarahan lambung pada penderita tukak lambung, sedangkan kelompok para
amino fenol berupa kerusakan sel darah, hati, ginjal, dan stimulasi susunan saraf pusat hingga
konvulsi.
Oleh karena itu, obat antipiretik hanya digunakan pada saat demam dan tidak boleh
digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Selain obat antipiretik sintetis, digunakan juga obat
antipiretik alami. Pada obat antipiretik alami, misalnya yang bersumber dari tanaman cenderung
mempunyai selektivitas yang lebih rendah sehingga mempunyai efek samping yang lebih sedikit.
Oleh karenanya permintaan akan obat- obatan alami terus meningkat.
VII. KESIMPULAN
a. Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa
sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
b. Pireksia atau demam merupakan gejala umum yang dapat timbul dari berbagai
penyakit.
IX. LAMPIRAN