Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Obat adalah unsur aktif secara fsiologi dipakai dalam diognosi
pencegahan, pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada
manusia atau hewan. Obat dapat berasal dari alam dapat diperoleh dari
sumber mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan atau dapat dihasilkan dari
sintetis kimia organic atau biosintesis.

Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih


banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga bersifat
sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila penyakit
dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat telah digunakan
dalam pengobatan atau dosis yang berlebihan maka akan menimbulkan
keracunan. Dan apabila dosisnya kecil, maka kita akan memperoleh
penyembuhan.

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang


mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Nyeri adalah perasaan sensonis dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan, keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri. Misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala)
atau memperhebatnya tetapi dapat pula menghindari sensasi rangsangan
nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang
toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap pribadi dan batas nyeri untuk
suhu tubuh adalah konstan, yakni pada 44-45 derajar Celsius.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.a Maksud Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami cara mengidentifikasi
senyawa-senyawa obat golongan kortikosteroid.
1.2.b Tujuan percobaan.
Untuk mengidentifikasi secara kualitatif terhadap senyawa obat
golongan antipiretik dan analgesic dengan melihat parameter perubahan
warna dan penambahan beberapa pereaksi tertentu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori.
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi rasa nyeri dan
akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
Nyeri adalah perasaan sensonis dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri adalah
kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala berfungsi sebagai isyarat
bahaya tentang adanya gejala atau ganguan di jaringan seperti
peradangan, rematik, encok atau kejang otot. (Tjay,2007)
Reseptor nyeri (nocleeptor) merupakan ujung syaraf bebas yang
tersebar di kulit, otot, tulang dan senoli. Implus nyeri disalurkan ke
susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu jaras nyerri cepat dengan
neurotransmiternya glutama dan jaras nyeri lambat dengan
neurotransmiternya substansi p. (Guyton & hall, 1997)
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,
leukotriendan. prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di
ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian
menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang- kejang. Nociceptor ini
juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari
tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari
tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum belakang,
sumsum-lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai
nyeri (Tjay & Rahardja 2007).
Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari
berbagai faktor dan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Rangsangan Mekanik: Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh


mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan pisau dan lain-
lain.

2. Rangsangan Termal Nyeri yang disebabkan karena pengaruh


suhu. Rata-rata manusia akan merasakannyeri jika menerima
panas diatas 45 C, dimana mulai pada suhu tersebut jaringan
akan mengalami kerusakan.

3. Rangsangan Kimia Jaringan yang mengalami kerusakan akan


membebaskan zat yang di sebut mediator yang dapat berikatan
dengan reseptor nyeri antaralain: bradikinin, serotonin, histamin,
asetilkolin danprostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang
paling berperan dalam menimbulkan nyeri karena kerusakan
jaringan. Zat kimia lain yang berperan dalam menimbulkan nyeri
adalah asam, enzim proteolitik, Zat dan ionK+ (ion K positif).
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptorspada kulit bisa intesitas
tinggi maupun rendahseperti perennggangan dan suhu serta oleh
lesijaringan. Sel yang mengalami nekrotik akanmerilis K + dan protein
intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan menyebabkan
depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan
menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan/
inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri dilepaskanseperti leukotrien,
prostaglandin E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor
sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat
menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga
mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin
akanterstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadioklusi pembuluh
darah maka akan terjadi iskemiayang akan menyebabkan akumulasi K
+ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor.
Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Halini menyebabkan edema
lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan
nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan
substansi peptida P (SP) dan kalsitoningen terkait peptida (CGRP), yang
akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan
vasodilatasidan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga
bertanggung jawab untukserangan migrain. Peransangan nosiseptor inilah
yang menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang,2000)
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala
yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat
bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi
jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan
mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut
mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi
radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf
bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat
diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan
di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan
amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan
otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di
otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay 2007).
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:

a. Analgesik Non opioid/Perifer

Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat


(asetosal, diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan-sediaan
golongan non salisilat termasuk derivate asam arylalkanoat.

b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat


seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk
meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid
menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Mekanisme Kerja Obat Analgesik

1. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)

Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim,


yaitu enzim siklooksigenase (COX), COX berperan dalam sintesis
mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum
dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin
dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan
demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri. Mekanismenya tidak
berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling
umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan
darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping
biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan
dosis besar (Anchy, 2011).

2. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika

Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim


sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan
kerja analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS
diduga bekerja diperifer. Efek analgesiknya telah kelihatan dalam waktu
satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS
telah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek
maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya
peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3
jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh
adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan
mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (95%).
Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5
jam, sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara
individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu
paruh paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010).
Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena mempunyai risiko
besar terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan
penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan untuk pengobatan
insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark
jantung, kolik batu empedu/batu ginjal). Tanpa indikasi kuat, tidak
dibenarkan penggunaannya secara kronik, disamping untuk mengatasi
nyeri hebat, penggunaan narkotik diindikasikan pada kanker stadium
lanjut karena dapat meringankan penderitaan. Fentanil dan alfentanil
umumnya digunakan sebagai pramedikasi dalam pembedahan karena
dapat memperkuat anestesi umum sehingga mengurangi timbulnya
kesadaran selama anestesi.(anonim,2010)

II.2 Uraian Bahan


BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat Yang Digunakan.
 Tabung Reaksi.
 Pipet Tetes.
 Rak Tabung.
 Penjepit Tabung.
 Gelas Kimia 250 ml.
 Penangas Air.
 Gelas Arloji.
III.2 Bahan Yang Digunakan.
 FeCl3 5%
 Pereaksi Diazo A
 Aquadest.
 Alkohol.
 NaOH 10%
 HCl 2N
 Asam Sulfat P
 Asam Nitrat P
 Asam KLorida P
 AgNo3 5%
 Pereaksi Mayer
 Pereaksi Bouchadrat
III.3 Sampel Yang Digunakan.
 Antalgin
 Paracetamol
 Aspilet
III.4 Prosedur Kerja.
a) Uji Organoleptis.
 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
(paracetamol,antalgin dan aspilet).
 Dibuka bungkus sampel obat.
 Sampel obat ditaruh didalam lumping dan alu lalu digerus.
 Diamati bentuk, warna, bau dan rasa dari masing-masing sampel
obat.
 Dicatat di table data pengamatan.
b) Uji kelarutan.
1. Antalgin.
 Disiapkan 4 tabung reaksi untuk sampel obat.
 Tabung (I) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan
aquadest.
 Tabung (II) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan
alcohol.
 Tabung (III) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan NaOH.
 Tabung (IV) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan HCl.
2. Paracetamol.
 Disiapkan 4 tabung reaksi untuk sampel obat.
 Tabung (I) diisi dengan sampel paracetamol lalu ditambahkan
aquadest.
 Tabung (II) diisi dengan sampel paracetamol lalu ditambahkan
alcohol.
 Tabung (III) diisi dengan sampel paracetamol lalu ditambahkan
NaOH.
 Tabung (IV) diisi dengan sampel paracetamol lalu ditambahkan
HCl.
3. Aspilet.
 Disiapkan 4 tabung reaksi untuk sampel obat.
 Tabung (I) diisi dengan sampel aspilet lalu ditambahkan
aquadest.
 Tabung (II) diisi dengan sampel aspilet lalu ditambahkan alcohol.
 Tabung (III) diisi dengan sampel aspilet lalu ditambahkan NaOH.
 Tabung (IV) diisi dengan sampel aspilet lalu ditambahkan HCl.
 Dicatat di tabel pengamatan.

c) Uji Reaksi Warna.


1. Antalgin.
 Disiapkan 7 tabung reaksi untuk sampel obat.
 Tabung (I) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan 1 ml HCl
pekat + 1 ml FeCl3.
 Tabung (II) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan AgNo3
5%.
 Tabung (III) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan FeCl3
5%.
 Tabung (IV) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan HNO3
P.
 Tabung (V) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan
pereaksi mayer.
 Tabung (VI) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan
pereaksi bouchadrat.
 Tabung (VII) diisi dengan sampel antalgin lalu ditambahkan
pereaksi KMNO4.
2. Paracetamol.
 Disiapkan 4 tabung reaksi untuk sampel obat.
 Tabung (I) diisi dengan sampel paracetamol lalu ditambahkan
aquadest ditambah FeCl3 5%.
 Tabung (II) diisi dengan sampel paracetamol lalu ditambahkan
HCl P.
 Tabung (III) diisi dengan sampel paracetamol lalu ditambahkan
NaOH ditambah alcohol lalu dipanaskan.
 Tabung (IV) diisi dengan sampel paracetamol lalu ditambahkan
pereaksi diazo A.
3. Aspilet.
 Disiapkan 3 tabung reaksi untuk sampel obat.
 Tabung (I) diisi dengan sampel aspilet lalu ditambahkan FeCl3.
 Tabung (II) diisi dengan sampel aspilet lalu ditambahkan pereaksi
marquizh.
 Tabung (III) diisi dengan sampel aspilet lalu ditambahkan serbuk
CaCo3 ditambah aquadest lalu dikocok dan disaring hasil fitratnya
ditambahkan FeCl3.
 Dicatat di tabel pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan.
a. Uji organoleptic
IV.2 Pembahasan
Analgesic adalah obat atau senyawa yang digunakan untuk
mengurangi atau menghalau rasa sakit atau nyeri. Tujuan dari
percobaan kali ini adalah agar praktikum dapat mampu mengenal dan
menguji sampel dengan metode uji kualitatif dengan penambahan
pereaksi tertentu dan melihat perubahan warna yang terjadi.
Pada percobaan kali alat yang digunakan meliputi tabung reaksi,
rak tabung, penjepit tabung, pipet tetes, gelas kimia, penangas air dan
gelas arloji. Sedangkan sampel yang digunakan pada praktikum kali ini
ada tiga yaitu Antalgin, Paracetamol dan aspilet yang mewakili
acetosal.
Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas yang tersebar di kulit,
otot, tulang dan sendi. Rasa nyeri adalah isyarat bahasa atau pertanda
tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan infeksi jasad
renik atau kejang otot.
Berdasarkan aksinya obat-obat analgetik dibagi menjadi dua golongan
yaitu analgetik nonopioid atau prifer dan opioid atau analgesik
narkotika.
Pada praktikum analgetik dan antipiretik dilakukan 3 uji yaitu uji
organoleptik uji kelarutan dan uji reaksi warna.
Dari uji organoleptis yang meliputi bentuk sampel yang digunakan
semua

Anda mungkin juga menyukai