Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

“UJI ANALGESIK METODE REFLEKS GELIAT (WRITHING REFLEX”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
FARMASI H

202210410311073 MIKAEL OLIVER ELMORAFI HC


202210410311090 RICKY MAHESWARA HARIANTO
202210410311097 FINTA RAHMAWATI
202210410311106 KHANSA GHAISANI
202210410311137 DEEFIRA NURRAHMA PUTRI AUDY
202210410311143 HANA FITRIYAH
202210410311144 TYASTA OKTAVIA NUGRAINI

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2024
TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengamati respon geliat atau writhing reflex pada mencit akibat induksi kimia
2. Mengetahui mula kerja obat (onset of action), lama kerja obat (duration of action) dan
saat obat mencapai efek yang maksimum

DASAR TEORI

Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau meredakan nyeri.
Analgetik sering dikonsumsi untuk meredakan gejala seperti sakit kepala, sakit gigi, sakit saat
menstruasi, nyeri otot, sakit perut, kelelahan dan lainnya.(Wójta-Kempa & Krzyzanowski,
2016).
Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan bertindak dalam
sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa secara signifikan mengubah
kesadaran .Analgesik menghilangkan rasa sakit, tanpa mempengaruhi penyebabnya.
Analgesik apabila digunakan dengan dosis yang berlebihan maka dapat menimbulkan
beberapa efek samping (Chandra et al., 2016). Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja
dan efek samping, analgetik dibedakan dalam dua kelompok yakni analgetik non narkotik
(integumental analgesics) dan analgetik narkotik (visceral analgesics). Parasetamol
merupakan analgetik golongan non narkotik (Sujono et al., 2007)

Berdasarkan farmakologinya analgetika dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :


A. Analgetika perifer
Analgetika perifer (Non-narkotik atau non-Opioid) yang terdiri dari obatobat yang
tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok
ini. Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah
prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka. Dengan
demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri. Mekanismenya tidak berbeda dengan
NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini
adalah 4 gangguan lambung, usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi
alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama
dan dosis besar (Anchy, 2011)

B. Analgetik opioid
Analgesik opioid merupakan obat yang bekerja di reseptor opioid pada sistem saraf
pusat (SSP). Mekanisme obat ini yaitu mengaktivasi reseptor opioid pada SSP untuk
mengurangi rasa nyeri. Aktivasi dari obat tersebut diperantarai oleh reseptor mu (µ) yang
dapat menghasilkan efek analgesik di SSP dan perifer. Contoh dari obat analgesik opioid
antara lain morfin, kodein, fentanil, nalokson, nalorfi, metadon, tramadol, dan
sebagainya.(Van RR, 2019).
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang multidimensional.
Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti
terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau
dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki
komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri
juga berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom (Meliala,2004).

Nyeri merupakan sensasi yang subjektif yang diakibatkan oleh persepsi terhadap
suatu impuls. Rasa nyeri atau pain adalah suatu fenomena kompleks yang melibatkan
aktivitas neuron dan respon penderita terhadap aktivitas saraf tersebut. Stimulus nyeri antara
lain terdiri dari:
● Stimulus termis
● Stimulus fisis
● Stimulus mekanis
● Stimulus kimia endogen, senyawa kimia endogen dapat menyebablan nyeri antara
lain, senyawa dengan aktivitas allogenik sepertik :
➢ 5-HT (5-hidroksi triptamin atau serotonin).
➢ Bradikinin. Keduanya dapat menyebabkan nyeri pada kadar < 1µg/mL
➢ K+ pada dosis ≥ 0,5 mg/mL.
Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terjadinya pelepasan mediator mediator nyeri
(seperti bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang
reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun di tempat lain. Selanjutnya rangsang nyeri
diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh saraf sensori melalui sumsum tulang
belakang dan thalamus.

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi
perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural,
dan penurunan inhibisi. Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas
tinggi maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang
mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K +
ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa
keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi.
Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang
akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat
menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). (Bahrudin, 2017)
Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai kemampuan
zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan
(mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara mekanik, termik, elektrik, dan secara
kimia. Metode pengujian dengan induksi nyeri secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk
mengevaluasi obat-obat analgetik kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada
hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai
ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulasi nyeri atau juga
peranan frekuensi respon nyeri (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).

Metode Geliat
Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa
nyeri yang diinduksi secara (pemberian asam asetat secara intraperitonial) pada hewan
percobaan mencit (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993). Manifestasi nyeri akibat
pemberian perangsang nyeri asam asetat intraperitonium akan menimbulkan refleks
respon geliat (writhing) yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali
abdomen (retraksi) dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan kaki
belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau Abdominal
Constriction Test (Wuryaningsih,1996). Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu
menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).

Pada metode geliat, mekanisme aksi stimulus nyeri berdasarkan pada produksi nyeri
yang disebabkan oleh cairan tubuh:
➢ Pelepasan cairan tubuh tertentu ke dalam peritoneum, dapat mengakibatkan rasa
nyeri yang parah. Hal ini disebabkan bahwa bagian parietal dari rongga peritoneum sangat
sensitif terhadap stimulus fisik dan kimiawi, walaupun tanpa efek inflamasi.
➢ Pelepasan cairan gastrik ke dalam perforasi gastrik atau ulser duodenum, atau
kebocoran dari kantong empedu, cairan pankreas, atau urine ke dalam rongga peritoneum,
dapat berakibat rasa nyeri yang parah.
➢ Cairan gastrik, dapat menyebabkan rasa nyeri yang parah, apabila ekspose dengan
ujung saraf sensoris ada pada kulit. Rasa nyeri ini akibat sifat keasaman dengan pH ≤ 3. Rasa
nyeri pada ulser peptik terutama disebabkan oleh asam HCL.
➢ Urine, dapat menyebabkan rasa nyeri sebagai akibat dari sifat hipertoniknya, atau
disebabkan oleh kandungan campuran buffer natrium fosfat serta ion kalium.
➢ Nyeri akibat cairan pankreas, disebabkan oleh kandungan tripsin dan kallikerin
Berdasarkan atas rangsang nyeri yang dipergunakan, maka terdapat berbagai metode
penetapan daya analgetika suatu obat. Salah satu diantaranya menggunakan rangsang kimia
sebagai penimbul rasa nyeri.
Tinjauan Obat
1. Asam asetat glasial
Asam asetat glasial atau ethanoic acid memiliki rumus molekul C2H4O2 dengan berat
molekul 60,05. Asam asetat glasial berbentuk massa kristal atau larutan yang mudah
menguap dan tidak berwarna, memiliki bau yang menyengat, titik didih sediaan ini 118°C
dan titik leburnya 17°C. Asam asetat glasial larut dalam etanol, eter, gliserin, air, dan minyak
tetap, serta volatile lainnya. Berat jenis asam asetat glasial yaitu 1,045. Asam asetat glasial
harus disimpan dalam wadah kedap udara di tempat sejuk dan kering (Rowe, dkk., 2009).
Asam asetat glasial 1% merupakan salah satu senyawa yang diketahui dapat
digunakan untuk menginduksi hewan percobaan, senyawa ini dipilih dengan membuat
merasakan sensasi nyeri melalui respon refleks geliat. Asam asetat adalah senyawa asam
organik yang berfungsi sebagai iritan yang dapat merusak jaringan secara lokal dan
menyebabkan nyeri rongga perut pada pemberian intraperitoneal (Wulandari & Hendra,
2011). Mekanisme kerja asam asetat secara tidak langsung mendorong pelepasan
prostaglandin sebagai hasil produksi dari COX ke peritoneum, merangsang sensitivitas
nociceptive terhadap obat NSAID sehingga cocok digunakan untuk mengevaluasi aktivitas
analgesik (Prabu, et al., 2011)
2. Asetosal
Asetosal atau asam asetil salisilat merupakan jenis obat turunan salisilat. Nama
sistematis IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) asetosal adalah asam
2-asetilbenzoat asam asetat. Struktur kimia senyawa asetosal ditunjukkan pada Gambar 1.
Asetosal memiliki rumus molekul C9H8O4 dengan berat molekul 180,16 g/mol, kelarutan
dalam air 3 mg/mL (20oC) titik leleh 135oC merupakan kristal dengan pemerian serbuk
berwarna putih, tidak memiliki bau yang kuat. Asetosal yang sering dikenal sebagai aspirin
digunakan oleh masyarakat luas sebagai analgesik atau penahan rasa sakit atau nyeri minor,
antipiterik (penurun demam) dan anti-inflamasi (peradangan). Penggunaan aspirin dalam
dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan beberapa indikasi dan dampak negatif seperti
iritasi lambung, perdarahan, perforasi atau kebocoran lambung serta menghambat aktivitas
trombosit (Aprianto et al., 2017).
3. Lempuyang pahit (Zingiber americana BL)

Di masyarakat/pasar dikenal tiga jenis lempuyang yaitu lempuyang emprit (Zingiber


amaricans), lempuyang gajah (Z. zerumbet), dan lempuyang wangi (Z. aromaticum).
Lempuyang emprit memiliki bentuk rimpang dan tanaman yang lebih kecil, warna daging
rimpang kuning dengan rasa pahit, berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan
(Sastroamidjoyo, 2001).
ALAT DAN BAHAN

Alat:
● Spuit
● Sonde
● Stopwatch
● Alcohol swab

Bahan:
● Mencit
● Asetosal 52 mg/kgBB = 80mg/mL (mencit 1)
● Aquadest 0,5 mL (mencit 2)
● Infus lempuyang pahit dosis 30 mg/10gBB 10% (mencit 3)
● Infus lempuyang pahit dosis 90 mg/10gBB 50% (mencit 4)
● Infus lempuyang pahit dosis 300 mg/10gBB 100% (mencit 5)
● Asam asetat glacial 0,1 mL/20 g

PROSEDUR KERJA
➔ Uraian
1. Berikan bahan uji pada masing-masing kelompok uji
2.15 menit kemudian, semua hewan uji diinduksi dengan asam asetat glacial secara
intraperitoneum. Setelah 5 menit, umumnya mencit mulai merasakan sakit dengan
memperlihatkan reflek geliat. Amati dan hitung jumlah reflek geliat mencit tiap 5
menit.

Cara Menghitung % Efektivitas Bahan Uji


% E = (K-U) / K x 100

Keterangan:
% E = Persen efektivitas bahan uji
K = Respon (detik) kelompok kontrol positif
U = Respon (detik) kelompok uji

Cara Menghitung % Efektivitas Bahan Uji


((Rata-Rata Jumlah Geliat Kontrol Negatif - Rata-Rata Jumlah Geliat Uji) / Rata-Rata
Jumlah Geliat Kontrol Negatif) x 100%

Cara Menghitung % Potensi Bahan Uji


(Persen Efektivitas Bahan Uji / Persen Efektivitas Kontrol Positif) x 100%
➔ Bagan alir
Berikan bahan uji pada masing-masing kelompok uji

Mencit 1 sebagai kontrol positif diberikan asetosal dengan dosis 52 mg/kgBB
Mencit 2 sebagai kontrol negative diberikan aquadest
Mencit 3 sebagai kelompok uji diberikan infus lempuyang pahit dengan dosis 30
mg/10gBB
Mencit 4 sebagai kelompok uji diberikan infus lempuyang pahit dengan dosis 90
mg/10gBB
Mencit 5 sebagai kelompok uji diberikan infus lempuyang pahit dengan dosis
300mg/10gBB

Setelah 5 menit masing-masing mencit diinduksi dengan asam asetat glasial secara
intraperitoneum

Amati dan hitung reflex geliat mencit, setiap 5 menit.

HASIL PENGAMATAN

TABEL PENGAMATAN
Perlakuan Respon Awal Jumlah Geliat %Efektivitas % Proteksi
(detik) (30’-1 jam)

Kontrol negatif 3 34 0% 0%
(aquadest)

Kontrol positif 540 118 -277,03% 100%


(asetosal)

Infus 30 mg/10 464 177 -421,20% 152,04%


Gbb

Infus 90 mg / 4 82 -143,82% 51,91%


10 Gbb

Infus 300 mg / 5 327 -862,90% 311,48%


10 Gbb
PERHITUNGAN % EFEKTIVITAS BAHAN UJI DAN %PROTEKSI

1. Mencit 1 (asetosal)
2,83−10,67
%E = 2,83
𝑥 100% = -277,03%
−277,03%
% Proteksi = −277,03% 𝑥 100% = 100%
2. Mencit 2 (aquades)
2,83−2,83
%E = 2,83
𝑥 100% = 0%
0%
% Proteksi = −277,03%
𝑥 100% = 0%
3. Mencit 3 ( infus lempuyang pahit 30 mg / 10 gbb)
2,83−14,75
%E = 2,83
𝑥 100% = -421,20%
−421,20%
% Proteksi = −277,03% 𝑥 100% = 152,04%
4. Mencit 4 (infus lempuyang pahit 90 mg / 10 gbb)
2,83−6,9
%E= 2,83
𝑥 100% = -143,82%
−143,82%
% Proteksi = −277,03%
𝑥 100% = 51,91%
5. Mencit 5 (infus lempuyang pahit 300 mg / 10 gbb)
2,83−27,25
%E = 2,83
𝑥 100% = -862,90%
−862,90%
% Proteksi = −277,03% 𝑥 100% = 311,48%

PERHITUNGAN DOSIS
1. Mencit 1
BB = 20g
Dosis asetosal = 52 mg / kgBB
Tersedia = 80 mg / 40 mL asam asetat glasial
52 𝑚𝑔 𝑥 0,1 𝑚𝐿 𝑥
1 𝑘𝑔
= 0,020 𝑘𝑔
= 1,04 mg 20 𝑔
= 20 𝑔
= 0,1 mL
80 𝑚𝑔 1,04 𝑚𝑔
40 𝑚𝐿
= 𝑥
= 0,52 mL
2. Mencit 2
BB = 22g asam asetat glasial
0,1 𝑚𝐿 𝑥
Aquadest = 0,5 mL 20 𝑔
= 22 𝑔
= 0,11 mL
3. Mencit 3
BB = 15g
Dosis = 30 mg / 10 gbb
Tersedia = 10% asam asetat glasial
30 𝑚𝑔 𝑥 0,1 𝑚𝐿 𝑥
10 𝑔
= 15 𝑔
= 45 mg (0,045 g) 20 𝑔
= 15 𝑔
= 0,075 mL
10 𝑔 0,045 𝑔
100 𝑚𝐿
= 𝑥
= 0,45 mL
4. Mencit 4
BB = 15g
Dosis = 90 mg / 10 gbb
Tersedia = 50% asam asetat glasial
90 𝑚𝑔 𝑥 0, 1 𝑚𝐿 𝑥
10 𝑔
= 15 𝑔
= 135 mg ( 0,135 g) 20 𝑔
= 15 𝑔
= 0,075 mL
50 𝑔 0,135 𝑔
100 𝑚𝐿
= 𝑥
= 0,27 mL
5. Mencit 5
BB = 21g
Dosis = 300 mg / 10 gbb
Tersedia = 100% asam asetat glasial
300 𝑚𝑔 𝑥 0,1 𝑚𝐿 𝑥
10 𝑔
= 21 𝑔
= 630 mg (0,63 g) 20 𝑔
= 21 𝑔
= 0,105 mL
100 𝑔 0,63 𝑔
100 𝑚𝐿
= 𝑥
= 0,63 g
Pembahasan
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Dalam praktikum kali ini bertujuan
untuk menentukan apakah suatu bahan yang kami uji dapat memberikan suatu efek analgesik
atau tidak dengan pemberian suatu bahan penginduksi yaitu asam asetat glasial.

Uji geliat merupakan uji yang paling banyak digunakan untuk mengukur respon
aktivitas analgesik pada saraf perifer dengan menggunakan rangsangan kimiawi berupa
injeksi asam asetat intraperitoneal. Asam asetat digunakan karena dapat menyebabkan
kerusakan jaringan sekitar untuk sementara waktu, sehingga rangsangan akan dibawa ke otak
dan diinterpretasikan sebagai rasa nyeri perifer oleh serabut saraf tipe C (Guyton dan Hall,
2011). Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang
diinduksi secara (pemberian asam asetat secara intraperitonial) pada hewan percobaan mencit
(Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).

Manifestasi nyeri akibat pemberian perangsang nyeri asam asetat intraperitonium


akan menimbulkan refleks respon geliat (writhing) yang berupa tarikan kaki ke belakang,
penarikan kembali abdomen (retraksi) dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan
kaki belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau Abdominal Constriction
Test (Wuryaningsih,1996). Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat
nyeri yang dirasakannya (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993). Metode ini tidak hanya
sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga memberikan evaluasi yang cepat terhadap jenis
analgesik perifer (Gupta et al., 2003).

Aspirin menghambat produksi prostaglandin di seluruh tubuh dengan menargetkan


enzim COX-1 dan COX-2. Prostaglandin terjadi akibat proses inflamasi dan berperan
meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri. Pemberian aspirin dapat menurunkan produksi dan
mencegah pelepasan prostaglandin dalam proses inflamasi, sehingga meredakan keluhan
nyeri yang dialami pasien. Aspirin juga memiliki efek antipiretik karena mampu mengganggu
produksi prostaglandin E1 otak. Prostaglandin E1 dikenal sebagai agen pemicu demam.

Lempuyang pahit merupakan obat yang berkhasiat meredakan nyeri yang terdiri dari
saponin, flavonoid dan minyak atsiri 0,62%. Flavonoid berperan sebagai analgesic atau
memberikan efek anti nyeri, dengan cara menghambat kerja enzim siklooksigenase yang akan
menurunkan produksi prostaglandin ( Brunetton dalam purnama (2007).

Pada table hasil pengamatan, respon awal infus lempuyang pahit 90mg /10gBB lebih
cepat di bandingkan dengan kontrol positif asetosal. Sedangkan infus lempuyang pahit
300mg/10g BB menyebab kan geliat yang lebih banyak.
Rata rata geliat mencit dengan bahan uji infus lempuyang pahit 90mg/ 10 gBB
sebesar 6,83 lebih sedikit daripada rata – rata geliat mencit dengan dosis 300 mg/10 g BB
sebesar 27,25. Dari perhitungan data tersebut menunjukkan bahwa lempuyang pahit dengan
dosis 90mg/10g BB mempunyai efek analgesic yang hampir setara dengan obat analgesik
asetosal.

Hasil pengamatan menunjukkan mencit yang diberi aquades memiliki aktivitas geliat
yang sedikit yaitu hanya dengan rata rata 2,83, dengan kemungkinan mencit merasakan nyeri
dengan intensitas tinggi sehingga tidak berdaya/banyak terdiam dan tidak menunjukkan
adanya efek geliat dan target penyuntikan mencit kurang tepat, penyuntikan ditujukan pada
bagian intraperitoneal, kemungkinan penyuntikan ada pada paha mencit sehingga mencit
menunjukkan gerak pincang pada kaki

Berbeda dengan mencet kedua yaitu dengan asetosal memiliki aktivitas geliat lebih
sedikit yaitu dengan rata-rata 10,67 karena asetosal merupakan analgesik sehingga dapat
meredakan nyeri yang diakibatkan oleh induksi asam asetat glasial, kemudian mencit ke-3
yaitu dengan infus Lempuyang pahit 30 mg per 10 gbb memiliki aktivitas geliat lebih banyak
daripada asetosal yaitu dengan rata-rata 14,75, dan pada mencit ke-4 dengan infus
Lempuyang pahit 90 mg/10 gbb memiliki rata-rata geliat 6,83 yang lebih sedikit daripada
mencit ke- 3, dan pada mencit kelima dengan infus Lempuyang pahit 300 mg/10 gbb
memiliki rata-rata 27,25 geliat, yang di mana seharusnya dengan dosis lebih banyak jumlah
geliat yang ditunjukkan lebih sedikit dibandingkan mencit dengan dosis yang lebih sedikit.
Kami berpendapat bila ada kesalahan dalam mengamati geliatan pada mencit.
Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa infus lempuyang
pahit dengan kadar 90 mg/10 g BB dapat memberikan efek analgesik yang hampir setara
dengan asetosal. Pada praktikum kali ini infus lempuyang pahit mempunyai efek
sebagai analgesik. Pemberian infus lempuyang dengan peningkatan dosis bahan uji akan
menyebabkan efek yang lebih berkhasiat dibandingkan dengan pemakaian dosis rendah pada
infus lempuyang pahit. Jika dosis diberikan semakin tinggi maka akan terjadi jumlah geliat
yang lebih sedikit dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah, dilihat dari jumlah aktivitas
geliat pada masing-masing hewan uji dimana semakin sedikit jumlah geliat makan obat
analgesik tersebut semakin efektif dalam meredakan nyeri yang
diinduksikan terhadap hewan uji tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Anchy, D. 2011. Analgesik Opioid dan Non Opioid, Jakarta.

Aprianto, T., Hadiyati Noor, R., Analis Kimia, D., & Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, F. (2017). VERIFIKASI METODE PENENTUAN ASETOSAL DALAM OBAT
SAKIT KEPALA DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV.

Bahrudin, M. (2017). PATOFISIOLOGI NYERI (PAIN). 13(1).

Balam, P., Balai Jaya Km, D., Balam Sempurna, K., Rokan Hilir, K., Lia Rahel Beniger
Sipahutar, R., Erina Saurmauli Ompusunggu, H., & Retno Napitupulu, R. J. (2021).
Gambaran Penggunaan Obat Analgetik secara Rasional dalam Swamedikasi pada
Masyarakat. NJM, 6(2).

Chandra, C., Tjitrosantoso, H., & Lolo, W. A. (2016). STUDI PENGGUNAAN OBAT
ANALGESIK PADA PASIEN CEDERA KEPALA (CONCUSSION) DI RSUP PROF.
Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014. In
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT (Vol. 5, Issue 2).

Drugs and Lactation Database. Bethesda (MD): National Library of Medicine (US); 2006-.
Aspirin. [Updated 2021 Sep 20].

Dutta S, Kumar S, Hyett J, Salomon C. Molecular Targets of Aspirin and Prevention of


Preeclampsia and Their Potential Association with Circulating Extracellular Vesicles
during Pregnancy. Int J Mol Sci. 2019 Sep 5;20(18):4370. doi: 10.3390/ijms20184370

Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit

Jay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta

Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik . Jakarta: Salemba Medika

Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica, 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia
dan Pengujian Klinik. Jakarta : Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto
Medica. Hal 167-170.

Meliala, L. 2004. Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang, dan Yang
Akan Datang, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Kedokteran Universitas
GadjahMada

Millard MA, Hernandez-Vila EA. What Do the Guidelines Really Say About Aspirin?. Tex
Heart Inst J. 2018 Aug; 45(4): 228–230.

National Center for Biotechnology Information (2022). PubChem Compound Summary for
CID 2244, Aspirin. Retrieved September 13, 2022 from.
Prabhu, V. V., Nalini, G., Chidambaranathan, N., dan Kisan, S. S. 2011. “Evaluation of
Anti-Inflammatory and Analgesic Activity of Tridax Procumbens Linn. against
Formalin, Acetic Acid and CFA Induced Pain Models.” Int J Pharm Pharm Sci 3 (2):
126–30.

Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan. Asetosal. Badan
Pengawas Obat dan Makanan. 2017. http://pionas.pom.go.id/monografi/asetosal

Sastromiadjoyo S. 2001. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta. 170 hlm.

Sujono, T. A., Hayuningtyas, R., & Purwantiningsih, D. (2007). ANALGESIC EFFECT OF


ETHANOL EXTRACT OF MINDI LEAVES (Melia azedarach L.) ON MALE WHITE
MICE STRAIN SWISS.

Rowe, Raymond C, dkk. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed.


Pharmaceutical Press, USA. Hal: 110-11;242-243.

Van RR, Reuter H. An overview of analgesics: opioids, tramadol, and tapentadol (Part 2).
South African Family Practice. 2019; 61(2): 16–23.

Wójta-Kempa, M., & Krzyzanowski, D. M. (2016). Correlates of abusing and misusing


over-the-counter pain relievers among adult population of Wrocław (Poland). Advances
in Clinical and Experimental Medicine, 25(2), 349–360.
https://doi.org/10.17219/acem/58887

World Health Organization. WHO Model List of Essential Medicines. Geneva: World Health
Organization; 2021.

Wulandari, D., dan Hendra, P. 2011. “Efek Analgesik Infusa Daun Macaranga Tanarius L.
Pada Mencit Betina Galur Swiss.” New Bionatura 13 (2)

Wuryaningsih, L.E., M.A. Rarome, T. Windono. 1996. Uji Analgesik Ekstrak. Etanol Kering
Rimpang Kencur Asal Purwodadi pada Mencit Dengan. Metode Geliat (Writhing Reflex
Test), Warta Tumbuhan Indonesia, 3 (2):24-25
LAMPIRAN

➢ Bobot mencit

➢ Pemberian bahan uji secara Per Oral:

➢ Pemberian stimulus nyeri secara Intraperitoneal:

➢ Pengamatan geliat:

Anda mungkin juga menyukai