Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa dirasakan
sebagai rasa sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun sebagai respon
terhadap stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas
atau terlalu dingin, tertusuk benda tajam, patah tulang, dan lain-lain. Rasa nyeri
timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan
lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan posisi tubuhnya (Guyton & Hall, 1997).
Rasa nyeri akan disertai respon stress, antara lain berupa meningkatnya rasa
cemas, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi napas. Nyeri yang
berlanjut atau tidak ditangani secara kuat, memicu respon stress yang
berkepanjangan, yang akan menurunkan daya tahan tubuh dengan menurunkan
fungsi imun, mempercepat kerusakan jaringan, laju metabolisme, pembekuan
darah dan retensi cairan, sehingga akhirnya akan memperburuk kualitas
kesehatan (Hartwig & Wilson, 2006).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya
tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik,
atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi
atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut
memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri
antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan
lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di
SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-
tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsum tulang belakang,
sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan
ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay,
2007

B, Tujuan.

Mengamati efek anti analgesic dari bahan obat terhadap hewan coba yang
diinduksi asam asetat menggunakan metode syndrome menggeliat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Nyeri.
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu.Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan
karena nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang
dibanding penyakit manapun (Potter dan Perry, 2005)
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan
utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi
bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan
diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih
banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer, 2001).
Nyeri bersifat melindungi dengan memperingatkan adanya kerusakan dari
jaringan. Respon sel terhadap nyeri dan kerusakan jaringan menyebabkan
protein pecah, agregasi trombosit dan penekananterhadap sistem imun
(Rahman dan Beattie, 2005)

B. Patofisiologi Nyeri
Menurut Smeltzer (2001), nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Nyeri akut

Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera
telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini
benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa
yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi
dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan
dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam
bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut
dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
enam bulan.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau
cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan
dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak
memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting
bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya
menjadi masalah dengan sendirinya.
C. Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri dapat dilihat dari tanda-tanda karakteristik yang ditimbulkan,
yaitu:
1. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi
2. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan frekuensi
pernafasan, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan kekuatan otot,
dilatasi pupil.
3. Nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, Otot mengeras,
Penurunan frekuensi nafas dan tekanan darah, Kelelahan dan keletihan.

D. Analgesik .
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan
dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya
merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya
gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau kejang otot (Tjay
2007).
Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu
singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya
macam analgesik yang tersedia di pasaran, harus dipilih analgesik yang optimal
untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus
mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum
dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga. Sebelum memilih
analgesik yang tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan
macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgesik.

E. Penggolongan Obat Analgesik.


Analgetik berdasarkan farmakologisnya dibagi dalam dua kelompok besar,
yakni (Tjay dan Raharja, 2002) :
1. Analgetik narkotik (analgetik sentral)
Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghilang nyeri yang
hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersifat depresan umum
(mengurangi kesadaran), mempunyai efek samping menimbulkan rasa
nyaman (euforia). Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat dihilangkan
oleh analgetik narkotik kecuali sensasi kulit. Harus hati-hati menggunakan
anlgetika ini karena mempunyai resiko besar terhadap ketergantungan obat
(adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya
dibenarkan untuk penggunaan insidentiil pada rasa nyeri hebat (trauma
hebat, patah tulang, nyeri infark).
Jenis analgetika narkotik adalah sebagai berikut:
a. Alkaloid alam : morfin, codein
b. Derivat semi sintetis : heroin
c. Derivat sintetik : metadon, fentanil
d. Antagonis morfin : nalorfin, nalokson dan pentazocin
2. Analgetik non opioid (non narkotik)
Disebut juga nalgetika perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf
pusat. Semua nalgetika perifer memiliki khasiat sebagai antipiretik yaitu
menurunkan suhu badan saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan
terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi
perifer di kulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya
banyak keringat. Misalnya paracetamol, asetosal. Dan berkhasiat pula
sebagai antiinflamasi.
Antiinflamasi sama kuat dengan analgetik, digunakan sebagai anti nyeri
atau rheumatik contohnya asetosal, asam mefenamat, ibuprofen. Anti
radang yang lebih kuat contohnya fenilbutazon. Sedangkan yang bekerja
srentak sebagai anti radang dan analgetik contohnya indometazin.
Berdasarkan rumus kimiamya analgetik perifer digolongkan menjadi:
a. Golongan salisilat : asetosal
b. Golongan para-aminophenol : paracetamol, fenasetin
c. Golongan pirazolon (dipiron) : fenilbutazon
d. Golongan antranilat : asam mefenamat

F. Uji Aktivitas Analgetik


Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai
kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan ras nyeri yang
diinduksi pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi
induksi secara mekanik, termik, elekrik, dan secara kimia. Metode pengujian
dengan induksi nyeri secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk
mengevaluasi obat-obat analgetik kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika
dinilai pada hewan dengan mengukut besarnya peningkatan stimulus nyeri
yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan
hewan terhadap stimulasi nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri
(Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).
1. Metode Kimia
Metode induksi kimia dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a. Metode Geliat Rasa nyeri mencit diperlihatkan dalam bentuk respon
gerakan geliat kedua pasang kaki ke depan dan ke belakang serta perut
yang menekan lantai (Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993). Zat
kimia yang digunakan pertama kali adalah fenil p-benzokuinon. Selain
fenil p-benzokuinon digunakan juga zat lain seperti asetilkolin, asam
asetat, dan adrenalin (Le Bars et al.,2001).
b. Metode Randall-Selitto Metode ini merupakan suatu alat untuk
mengevaluasi kemampuan analgesik yang mempengaruhi ambang reaksi
terhadap rangsangan tekanan mekanis di jaringan inflamasi (Anseloni et
al., 2003). Prinsip metode ini adalah inflamasi dapat meningkatkan
sensitivitas nyeri yang dapat digunakan untuk menghasilkan suatu
inflamasi yaitu Brewer’s yeast yang diinjeksikan secara subkutan pada
permukaan kaki atau tangan tikus. Inflamasi yang terjadi diukur dengan
suatu alat yang menggambarkan adanya peningkatan ambang nyeri
(Parmar dan Parkash, 2006).
c. Metode Formalin Metode ini digunakanuntuk mengetahui efek analgesik
obat pada nyeri kronik. Formalin digunakan sebagai penginduksi yang
diinjeksikan secara subkutan pada permukaan tangan/kaki tikus yang
akan menimbulkan respon berupa menjinjitkan dn menjilat kaki (Parmar
dan Parkash, 2006 )

2. Metode Listrik
Metode ini menggunakan aliran listrik sebagai penginduksi nyeri (Vohora
dan Dandiya, 1992). Sebagai respon terhadap nyeri, hewan akan
menunjukkan gerakan atau cicitan. Arus listrik dapat ditingkatkan sesuai
dengan kekuatan analgesik yang diberikan. Metode ini dapat dilakukan
terhadap kera, anjing, kucing, kelinci, tikus dan mencit (Manihuruk, 2000).
3. Metode Panas
Tiga metode yang bisa digunakan untuk memberikan rangsangan panas:
a. Pencelupan ekor hewan percobaan dalam penangas air panas yang
dipertahankan pada suhu 60 ± 1oC.
b. Penggunaan panas radiasi terhadap ekor hewan percobaan melalui kawat
Ni panas (5,5 ± 0,05 Amps) (Vohora dan Dandiya, 1992).
c. Metode hot plate.
Metode ini cocok untuk evaluasi analgesik sentral (Gupta et al., 2003).
Pada metode ini hewan percaobaan diletakkan dalam beaker glass di atas
plat panas (56 ± 1oC) sebagai stimulus nyeri. Hewan percobaan akan
memberikan respon terhadap nyeri dengan menggunakan atau menjilat
kaki depan. Peningkatan waktu reaksi yaitu waktu antara pemberian
stimulus nyeri dan terjadinya respon dapat dijadikan parameter untuk
evaluasi aktivitas analgesik (Adeyemi, 2001).

4. Metode Mekanik
Metode ini menggunakan tekanan sebagai penginduksi nyeri. Tekanan
diberikan pada ekor atau kaki hewan percobaan. Pengamatan dilakukan
terhadap jumlah tekanan yang diperlukan untuk menimbulkan nyeri
sebelum dan sesudah diberi obat. Metode ini dapat dilakukan terhadap
anjing, tikus, dan mencit (Manihuruk, 2000).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A.Bahan.

1. Asam Mefenamat
2. Asetosal
3. Paracetamol
4. Na C M C
5. Asam Asetat
6. Aquades

B. Peralatan.

1. Spuit injeksi (1.0 ml)


2. Jarum oral (ujung tumpul)
3. Beker glass
4. Stanfer
5. Mortir
6. Stopwatch
7. Labu ukur

C. Hewan Coba

1. Mencit

TIKUS PUTIH
TAKSONOMI MANUSIA (ALBINO)

KINGDOM Animalia Animalia

FILUM Chordata Chordata

KELAS Mamalia Mamalia

ORDO Primata Rodentia

FAMILI Hominidae Muridae

GENUS Homo Rattus

SPESIES Sapiens Rattus norvegicus


D. Langkah-langkah dalam uji syndrome menggeliat
Persiapan Hewan Coba tiap kelompok 3 ekor, ada kelompok Asetosal,
kelompok Asam Mefenamat dan kelompok Paracetamol . gejala menggeliat
diperlihatkan pada masing masing hewan coba.
1. Persiapan hewan coba dan peralatannya .
2. Timbang masing masing hewan coba.
3. Buat sediaan dengan perhitungan dosis lebih dahulu.
4. Kemudian diberikan obat sesuai kelompok secara oral dan ditunggu 30
menit.
5. Lakukan (injeksikan) (intra peritonial ) asam asetat 1 % pada hewan coba
(mencit) dengan dosis 0,1 ml
6. Amati Setelah 10, 20 dan 30 menit.
7. Jumlah gerakan menggeliat dicatat dalam waktu 10 menit , antara 0 – 10,
11 - 20 dan 21 - 30 menit setelah asam asetat diinjeksikan. Bandingkan
dengan kontrol.
8. Buat dalam bentuk tabulasi.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Perhitungan Larutan Obat


A. Larutan Asam Asetat 1 % : 0,1 ml
Jumlah Asam Asetat : 1 ml ad Aquadest 10 ml
B. Na C M C 1 % : 0,5 ml
Jumlah Na CMC : 200 mg ad Aqua 40 ml
C. Parasetamol (500 mg )
• Dosis Manusia Komersial: 500 mg/tab
• Dosis Mencit 20 g BB : 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg/20 g BB
0,208 𝑚𝑔 𝑥
• Dosis Mencit 14,01 g BB : =
20 𝑔 14,01 𝑔
14,01 𝑔
𝑥= × 1,3 𝑚𝑔 = 0,91 mg
20 𝑔
20 𝑚𝑙
• Jumlah Paracetamol : 0,5 𝑚𝑙 𝑥 0,91 𝑚𝑔 = 0,36 𝑚𝑔 dlm 20 ml Na CMC

• Jumlah larutan per injeksi : 0,5 ml

D. Asetosal ( 80 mg )
• Dosis Manusia Komersial: 80 mg/tab
• Dosis Mencit 20 g BB : 80 mg x 0,0026 = 0,208 mg/20 g BB
0,208 𝑚𝑔 𝑥
• Dosis Mencit 21,05 g BB : 20 𝑔
= 21,05 𝑔
21,05 𝑔
𝑥= × 0,208 𝑚𝑔 = 0,218 mg
20 𝑔
20 𝑚𝑙
• Jumlah Asetosal : 0,5 𝑚𝑙 𝑥 0,218 𝑚𝑔 = 8,72 𝑚𝑔 dlm 20 ml Na CMC

• Jumlah larutan per injeksi : 0,5 ml

E. Asam Mefenamat ( 500 mg )


• Dosis Manusia Komersial: 500 mg/tab
• Dosis Mencit 20 g BB : 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg/20 g BB
0,208 𝑚𝑔 𝑥
• Dosis Mencit 14,63 g BB : 20 𝑔
= 14,63 𝑔
14,63 𝑔
• 𝑥= × 1,3 𝑚𝑔 = 0,95 mg
20 𝑔
20 𝑚𝑙
• Jumlah As Mefenamat : 0,5 𝑚𝑙 𝑥 0,95 𝑚𝑔 = 0,38 𝑚𝑔 dlm 20 ml Na CMC

• Jumlah larutan per injeksi : 0,5 ml


2. Hasil Pengamatan.

Menit Jumlah Geliat


Asetosal Paracetamol As Mefenamat

1 - 10 12 2 55
11 - 20 34 25 3
21 - 30 32 6 65
TOTAL Σ 78 33 123

3. Pembahasan.

Percobaan ini menggunakan metode Witkin ( Writhing Tes / Metode Geliat ),


dengan prinsip yaitu memberikan asam asetat 1% (indikator nyeri) kepada mencit
yang akan menimbulkan geliat ( Writhing ), sehingga dapat diamati respon mencit
ketika menahan nyeri pada perut dengan cara menarik abdomen, menarik kaki
kebelakang, dan membengkokan kepala ke belakang. Dengan pemberian obat
analgetik (paracetamol, asetosal dan asam mefenamat ) akan mengurangi respon
tersebut.
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian efek analgetik pada hewan percobaan
yang bertujuan untuk mengukur kemampuan obat dalam hal ini adalah asetosal,
asam mefenamat dan paracetamol untuk menghilangkan atau mencegah kesadaran
sensasi nyeri.Sensasi nyeri ditimbulkan secara eksperimental dengan pemberian
asam asetat 1 % secara intraperitonial.
Pemberian obat-obat analgetik pada mencit dilakukan secara peroral,setiap mencit
diberikan suspensi obat yang berbeda, setelah obat diberikan mencit didiamkan
selama 30 menit. Kemudian disuntik secara intraperitoneal dengan larutan induksi
asam asetat 1 %. Pemberian dilakukan secara intraperitoneal karena
memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh, cepat memberikan
efek, mencegah penguraian asam asetat pada jaringan fisiologik organ tertentu,
serta efek merusak jaringan tubuh jika pada organ tertentu. Misalnya apabila asam
asetat 1% diberikan per oral, akan merusak saluran pencernaan, karena sifat
kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap asam.
Larutan asam asetat diberikan setelah 30 menit, ini bertujuan agar obat yang telah
diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa
nyeri. Selama beberapa menit kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 1%
mencit akan menggeliat dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke
belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap 10 menit selama 30 menit.
Penggunaan asam asetat sebagai induktor dalam percobaan ini karena asam asetat
merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan
asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk
menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi.
Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik
dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia,
kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan
menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan menggeliatkan kaki belakang saat
efek dari penginduksi ini bekerja.
Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil bahwa urutan obat yang memiliki
daya analgetik paling tinggi atau kuat adalah paracetamol, asetosal dan asam
mefenamat.Dengan terbatasnya data percobaan maka keterangan yang dapat
didapatkan adalah dari farmakokinetik sebagai berikut.
Paracetamol memiliki efek analgesic serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat. Paracetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma di capai dalam waktu ½ jam
dan t ½ plasma antara 1-3 jam. (Katzung,1995).
Asetosal cepat diserap dari lambung dan usus halus bagian atas, yang
menghasilkan kadar puncak salisilat dalam plasma dalam 1-2 jam. Suasana asam
di dalam lambung menyebabkan sebagian besar salisilat dalam bentuk
nonionisasi, sehingga mempermudah penyerapan. Tetapi, bila salisilat dalam
konsentrasi tinggi memasuki sel mukosa, maka obat ini bisa merusak sawar
mukosa. Jika pH lambung meningkat, oleh bufer yang cocok, sampai 3,5 atau
lebih,maka iritasi lambung akan berkurang (Katzung,1995).
Asam mefenamat diabsorbsi pertama kali dari lambung dan usus selanjutnya
obat akan melalui hati diserap darah dan dibawa oleh darah sampai ke tempat
kerjanya. 90% asam mefenamat terikat pada protein. Konsentrasi puncak asam
mefenamat dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 4 jam dengan waktu paruh 2
jam. (Katzung,1995).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil tabulasi praktikum tes analgesic untuk obat Asetosal, Asam
Mefenamat dan Paracetamol didapatkan urutan dari yang paling sedikit geliat
adalah Paracetamol, Asetosal dan Asam Mefenamat.
Dengan terbatasnya data yang dapat dikumpulkan maka jika dilihat dari
farmakokinetik ketiga obat didapatkan hasil yang sesuai literature. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih lengkap dan lebih baik maka diperlukan data
tambahan untuk menunjang kesimpulan yang lebih baik.

Saran.
Untuk mendapatkan hasil praktikum yang lebih baik dan mendapatkan
pengetahuan yang lebih lengkap maka harus dipersiapkan sarana dan prasarana
praktikum dengan lebih terencana. Waktu praktikum harus ditentukan kembali
mengingat untuk semester ini tergesa-gesa dan dikejar waktu pengumpulan nilai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anseloni, V.C., Ennis, M. & Lidow, M.S. (2003). Optimization of the


Mechanical Nociceptive Threshold Testing with the Randall-Sellito
Assay. J. Neurosci Methods, 131, pp.93-97
2. Adeyemi. 2001. Analgesic and Anti-inflammatory Effects of The Aqueous
Extract of Leaves of Persea americana Mill. (Lauraceae). Italy: J.
Fitoterapia, 73, Elsevier, Indena, p. 375-377.
3. Gupta, M., U.K. Mazumder, R.S. Kumar dan T.S. Kumar. 2003. Studies
on Anti- inflammatory, Analgesic and Antipyretic Properties of Methanol
Extract of Caesalpinia bonducella leaves in Experimental Animal Models,
Iranian J. Pharmacology & Therapeutics. Calcutta, India: Razi Institute for
Drug Research
4. Guyton, A.C. & Hall, J.E. , 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , EGC,
Jakarta.
5. Hartwig, Wilson, Lorraine M, Mary S, 2006, Nyeri Dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Terjemahan dari Huriawati
Hartanto et all, Ed 6. Hal : 1063 -1103. EGC, Jakarta
6. Katzung, G. Betram. 2002. Famakologi Dasar dan Klinik Edisi 8 Buku 2.
Jakarta : Salemba Medika.
7. Kelompok Kerja Phyto Medica. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian
Fitokimia dan Pengujian Klinis. Jakarta: Yayasan Phytomedica.
8. Le B., Gozariu, D., Cadden, S. W., 2001, Animal Models of Nociception,
Pharmacological Reviews, 53, 597-652.
9. Manihuruk, E. Skripsi: Aktivitas Analgesik Daun Dewa (Gynura
procumbens (Lour.) Merr. dan Gynura pseudochina (L.) DC.) pada Mencit
Dengan Metode Geliat. Jatinangor: Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas
Padjadjaran
10. Parmar, N. S. & Parkash, S 2006, Screening Methods in Pharmacology,
Oxford: Apha Science International, 47, 225 & 226
11. Potter, P.A, Perry, A.G.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC
12. Rahman, M.H. and Beattie, J.2005.ManagingPost-
OperativePain.Pharmaceutical Journal. Vol. 275:145-148.
13. Smeltzer, Suzanne C . 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddart. Edisi 8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran
14. Tamsuri Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC
15. Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Khasiat,
Penggunaan dan Efek Sampingnya, Edisi Kelima, 270-279, Efek Media
Komputindo, Jakarta.
16. Vohora, S.B. and P.C. Dandiya. 1992. Herbal Analgesic Drugs. Italy: J.
Fitoterapia, LXIII (3), Elsevier, Indena..

Anda mungkin juga menyukai