PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa dirasakan
sebagai rasa sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun sebagai respon
terhadap stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas
atau terlalu dingin, tertusuk benda tajam, patah tulang, dan lain-lain. Rasa nyeri
timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan
lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan posisi tubuhnya (Guyton & Hall, 1997).
Rasa nyeri akan disertai respon stress, antara lain berupa meningkatnya rasa
cemas, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi napas. Nyeri yang
berlanjut atau tidak ditangani secara kuat, memicu respon stress yang
berkepanjangan, yang akan menurunkan daya tahan tubuh dengan menurunkan
fungsi imun, mempercepat kerusakan jaringan, laju metabolisme, pembekuan
darah dan retensi cairan, sehingga akhirnya akan memperburuk kualitas
kesehatan (Hartwig & Wilson, 2006).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya
tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik,
atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi
atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut
memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri
antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan
lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di
SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-
tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsum tulang belakang,
sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan
ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay,
2007
B, Tujuan.
Mengamati efek anti analgesic dari bahan obat terhadap hewan coba yang
diinduksi asam asetat menggunakan metode syndrome menggeliat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Nyeri.
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu.Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan
karena nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang
dibanding penyakit manapun (Potter dan Perry, 2005)
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan
utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi
bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan
diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih
banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer, 2001).
Nyeri bersifat melindungi dengan memperingatkan adanya kerusakan dari
jaringan. Respon sel terhadap nyeri dan kerusakan jaringan menyebabkan
protein pecah, agregasi trombosit dan penekananterhadap sistem imun
(Rahman dan Beattie, 2005)
B. Patofisiologi Nyeri
Menurut Smeltzer (2001), nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera
telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini
benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa
yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi
dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan
dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam
bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut
dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
enam bulan.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau
cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan
dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak
memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting
bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya
menjadi masalah dengan sendirinya.
C. Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri dapat dilihat dari tanda-tanda karakteristik yang ditimbulkan,
yaitu:
1. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi
2. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan frekuensi
pernafasan, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan kekuatan otot,
dilatasi pupil.
3. Nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, Otot mengeras,
Penurunan frekuensi nafas dan tekanan darah, Kelelahan dan keletihan.
D. Analgesik .
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan
dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya
merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya
gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau kejang otot (Tjay
2007).
Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu
singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya
macam analgesik yang tersedia di pasaran, harus dipilih analgesik yang optimal
untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus
mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum
dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga. Sebelum memilih
analgesik yang tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan
macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgesik.
2. Metode Listrik
Metode ini menggunakan aliran listrik sebagai penginduksi nyeri (Vohora
dan Dandiya, 1992). Sebagai respon terhadap nyeri, hewan akan
menunjukkan gerakan atau cicitan. Arus listrik dapat ditingkatkan sesuai
dengan kekuatan analgesik yang diberikan. Metode ini dapat dilakukan
terhadap kera, anjing, kucing, kelinci, tikus dan mencit (Manihuruk, 2000).
3. Metode Panas
Tiga metode yang bisa digunakan untuk memberikan rangsangan panas:
a. Pencelupan ekor hewan percobaan dalam penangas air panas yang
dipertahankan pada suhu 60 ± 1oC.
b. Penggunaan panas radiasi terhadap ekor hewan percobaan melalui kawat
Ni panas (5,5 ± 0,05 Amps) (Vohora dan Dandiya, 1992).
c. Metode hot plate.
Metode ini cocok untuk evaluasi analgesik sentral (Gupta et al., 2003).
Pada metode ini hewan percaobaan diletakkan dalam beaker glass di atas
plat panas (56 ± 1oC) sebagai stimulus nyeri. Hewan percobaan akan
memberikan respon terhadap nyeri dengan menggunakan atau menjilat
kaki depan. Peningkatan waktu reaksi yaitu waktu antara pemberian
stimulus nyeri dan terjadinya respon dapat dijadikan parameter untuk
evaluasi aktivitas analgesik (Adeyemi, 2001).
4. Metode Mekanik
Metode ini menggunakan tekanan sebagai penginduksi nyeri. Tekanan
diberikan pada ekor atau kaki hewan percobaan. Pengamatan dilakukan
terhadap jumlah tekanan yang diperlukan untuk menimbulkan nyeri
sebelum dan sesudah diberi obat. Metode ini dapat dilakukan terhadap
anjing, tikus, dan mencit (Manihuruk, 2000).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.Bahan.
1. Asam Mefenamat
2. Asetosal
3. Paracetamol
4. Na C M C
5. Asam Asetat
6. Aquades
B. Peralatan.
C. Hewan Coba
1. Mencit
TIKUS PUTIH
TAKSONOMI MANUSIA (ALBINO)
D. Asetosal ( 80 mg )
• Dosis Manusia Komersial: 80 mg/tab
• Dosis Mencit 20 g BB : 80 mg x 0,0026 = 0,208 mg/20 g BB
0,208 𝑚𝑔 𝑥
• Dosis Mencit 21,05 g BB : 20 𝑔
= 21,05 𝑔
21,05 𝑔
𝑥= × 0,208 𝑚𝑔 = 0,218 mg
20 𝑔
20 𝑚𝑙
• Jumlah Asetosal : 0,5 𝑚𝑙 𝑥 0,218 𝑚𝑔 = 8,72 𝑚𝑔 dlm 20 ml Na CMC
1 - 10 12 2 55
11 - 20 34 25 3
21 - 30 32 6 65
TOTAL Σ 78 33 123
3. Pembahasan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil tabulasi praktikum tes analgesic untuk obat Asetosal, Asam
Mefenamat dan Paracetamol didapatkan urutan dari yang paling sedikit geliat
adalah Paracetamol, Asetosal dan Asam Mefenamat.
Dengan terbatasnya data yang dapat dikumpulkan maka jika dilihat dari
farmakokinetik ketiga obat didapatkan hasil yang sesuai literature. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih lengkap dan lebih baik maka diperlukan data
tambahan untuk menunjang kesimpulan yang lebih baik.
Saran.
Untuk mendapatkan hasil praktikum yang lebih baik dan mendapatkan
pengetahuan yang lebih lengkap maka harus dipersiapkan sarana dan prasarana
praktikum dengan lebih terencana. Waktu praktikum harus ditentukan kembali
mengingat untuk semester ini tergesa-gesa dan dikejar waktu pengumpulan nilai.
DAFTAR PUSTAKA