TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
(2)
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya . Nyeri
merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman baik secara
sensori maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan jaringan
ataupun tidak (International Association for Study of Pain, 1979). Perry dan
Potter menyatakan bahwa nyeri sering kali merupakan tanda yang
menyatakan ada sesuatu yang secara fisiologis terganggu yang menyebabkan
seseorang meminta pertolongan (13).
Nyeri juga merupakan masalah yang serius yang harus direspons dan di
intervensi dengan memberikan rasa nyaman, aman dan bahkan membebaskan
nyeri tersebut. Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling umum, serta
salah satu alasan paling umum bagi pasien untuk mencari bantuan medis.
Klasifikasi nyeri dapat dibagi sebagai berikut:
1. Berdasarkan Sumber Nyeri, yang terdiri dari:
a. Nyeri Nosiseptif, merupakan nyeri yang timbul akibat terangsangnya
nosiseptor oleh adanya kerusakan jaringan. Nyeri nosiseptif dibagi dua,
yaitu:
1) Nyeri somatik: nyeri yang berasal dari tulang, sendi, otot, kulit atau
jaringan penghubung. Biasanya kualitas nyeri ini ditunjukkan dari
nyeri yang dirasakan atau denyutan dan terlokalisasi dengan baik
2) Nyeri viseral: nyeri yang timbul dari organ dalam, seperti sistem
pencernaan dan pankreas.
b. Nyeri Neurogenik – Neuropatik, merupakan nyeri yang timbul akibat
gangguan pada jalur sensorik di semua tingkat mulai dari saraf tepi
sampai ke sistem saraf pusat.
c. Nyeri Psikogenik – Idiopatik, merupakan nyeri yang sumbernya tidak
terdeteksi. Nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Nyeri ini
muncul karena faktor psikologis, bukan fisiologis.
B. Analgesik
Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan
bertindak dalam sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa
(3)
secara signifikan mengubah kesadaran . Obat analgesik antipiretik serta
obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu kelompok obat yang
heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia, walaupun
demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi
maupun efek samping (15).
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgesik dibagi dalam dua kelompok
besar yaitu kelompok non-narkotik yang bekerja pada saraf perifer dan
kelompok narkotik yang bekerja pada susunan saraf pusat.
1. Analgesik non-narkotik
Analgesik non-narkotik bersifat tidak adiktif dan kurang kuat
dibandingkan dengan analgesik narkotik. Obat-obat ini juga dinamakan
analgesik perifer, tidak menurunkan kesadaran dan tidak mengakibatkan
ketagihan secara kimiawi. Tujuan utama pengobatan dengan golongan ini
adalah meringankan rasa nyeri, yang seringkali merupakan gejala awal
yang terlihat dan keluhan utama yang terus-menerus dari pasien. Obat-
obatan ini digunakan untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang
dan dapat dibeli bebas. Obat anti-inflamasi non-steroid (AINS) merupakan
salah satu obat analgesik perifer yang banyak diresepkan dan juga
digunakan tanpa resep dokter. Secara umum AINS berpotensi
menyebabkan efek samping pada tiga sistem organ yaitu saluran cerna,
ginjal dan hati (16).
Beberapa contoh obat analgesik non-narkotik yang banyak dijumpai, yaitu:
a. Paracetamol
Paracetamol merupakan derivat para-aminofenol yang paling utama
digunakan. Paracetamol memiliki sifat analgesik dan antipiretik serta
aktivitas anti-inflamasi yang hampir tidak ada. Paracetamol digunakan
untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang dan kondisi demam
ringan. Paracetamol merupakan analgesik yang paling aman digunakan
pada wanita hamil, serta memiliki efek samping yang paling ringan.
Dosis lazim parasetamol untuk dewasa: 300 mg - 1 g per kali, dengan
maksimum 4 g per hari; untuk anak 6 - 12 tahun: 150 - 300 mg/kali,
dengan maksimum 1,2 g/hari. Untuk anak 1 - 6 tahun: 60 - 120 mg/kali
dan bayi di bawah 1 tahun: 60 mg/kali; pada keduanya diberikan
maksimum 6 kali sehari (16).
b. Asam mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik serta anti-inflamasi,
asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam
mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma sehingga interaksi
obat ini dengan antikoagulan harus diperhatikan. Dosis lazim asam
mefenamat adalah dengan dosis 2 - 3 kali 250 - 500 mg sehari (16).
c. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat. Obat ini bersifat
analgesik dengan efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek
analgesiknya sama dengan aspirin. Ibuprofen terikat dengan protein
plasma. Obat ini tidak dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui.
Dosis lazim ibuprofen adalah dengan dosis 4 kali 400 mg sehari (16).
d. Diklofenak
Diklofenak merupakan derivat dari asam fenilasetat. Diklofenak lebih
sering digunakan dalam bentuk garam natrium untuk menghilangkan
nyeri dan inflamasi pada berbagai kondisi. Obat ini tidak dianjurkan
pada wanita hamil. Dosis lazim diklofenak adalah dengan dosis orang
dewasa 100 - 150 mg sehari terbagi 2 atau 3 dosis (16).
e. Asam asetilsalisilat
Asam asetilsalisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
adalah analgesik, antipiretik dan anti inflamasi yang luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas. Aspirin digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit ringan sampai sedang. Dosis lazim asam
asetilsalisilat adalah dengan dosis dewasa: 325 - 650 mg, diberikan
secara oral tiap 4 - jam (16).
f. Piroksikam
Piroksikam merupakan salah satu NSAID (Non Steroidal Anti
Inflamatory Drugs) dengan struktur baru yaitu oksikam. Piroksikam
telah digunakan dalam muskuloskeletal dan gangguan sendi dengan
kondisi yang menyakitkan dan peradangan kronis (Sweetman, 2009).
Obat ini tidak dianjurkan pada wanita hamil. Dosis lazim piroksikam
adalah dengan dosis 20 mg sehari (dosis tunggal). Dosis pemeliharaan:
10-20 mg sehari (16).
2. Analgesik narkotik
Analgesik narkotik atau analgesik opioid merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Analgesik narkotik
memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat
ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Semua analgesik opioid menimbulkan adiksi, maka usaha untuk
mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan
tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa
bahaya adiksi (16).
Beberapa contoh obat analgesik narkotik yang banyak dijumpai, yaitu:
a. Morfin
Morfin merupakan derivat dari fenantren. Efek analgesik morfin sangat
selektif dan tidak disertai oleh hilangnya fungsi sensorik lain yaitu rasa
raba, rasa getar, penglihatan dan pendengaran. Morfin terutama
diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang
tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih hebat nyerinya
makin besar pula dosis yang diperlukan (16).
b. Kodein
Kodein merupakan derivat dari fenantren. Kodein adalah opioid yang
umum digunakan dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang.
Kodein sering dikombinasikan dengan produk analgesik lainnya
(misalnya asetaminofen) (16).
c. Tramadol
Tramadol sama efektif dengan morfin atau meperidin untuk nyeri
ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri hebat atau kronik lebih lemah.
Ketergantungan fisik terhadap tramadol dan penyalahgunaan dilaporkan
dapat terjadi. Dosis maksimum per hari yang dianjurkan adalah 400 mg
(16)
.
d. Metadon
Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi metadon sama dengan jenis nyeri
yang dapat dipengaruhi morfin. Metadon digunakan sebagai pengganti
morfin atau opioid lain (misalnya heroin) untuk mencegah atau
mengatasi gejala-gejala putus obat yang ditimbulkan oleh obat-obat
tersebut. Gejala putus obat yang ditimbulkan oleh metadon tidak sekuat
dari yang ditimbulkan oleh morfin atau heroin, tetapi berlangsung lebih
lama dan timbulnya lebih lambat. Dosis analgesik metadon oral untuk
dewasa berkisar antara 2,5-15 mg, sedangkan dosis parenteral ialah 2,5-
10 mg (16).
e. Propoksifen
Propoksifen hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan hingga
sedang, yang tidak cukup baik diredakan oleh asetosal. Kombinasi
propoksifen bersama asetosal berefek sama kuat seperti kombinasi
kodein bersama asetosal. Timbulnya adiksi terhadap propoksifen lebih
kecil kemungkinannya daripada terhadap kodein (16).
D. Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan
kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada
masyarakat (WHO).
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
(9)
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat .
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
fungsi rumah sakit adalah (11):
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum
dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit, sedangkan Rumah Sakit Khusus dimaksudkan untuk
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri atas:
1. Rumah Sakit Umum kelas A
2. Rumah Sakit Umum kelas B
3. Rumah Sakit Umum kelas C
4. Rumah Sakit Umum kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D dapat dikalsifikasikan lagi menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas D
b. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama
Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas:
1. Rumah Sakit Khusus kelas A
2. Rumah Sakit Khusus kelas B
3. Rumah Sakit Khusus kelas C.
Salah satu unit pelayanan yang mempunyai peranan yang sangat penting
didalamnya adalah unit pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian
adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit
(10)
. Seluruh kegiatan pelayanan rumah sakit ini dilakukan oleh Apoteker,
yang juga dibantu oleh beberapa Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK) adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan
Analis Farmasi (10).