Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI HIPERTENSI

Oleh:

SRI ASTUTI

2011040156

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI

A. DEFINISI

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam

bentuk kerusakan tersebut (Covington & McLean, 2019).

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang multidimensional. Fenomena ini

dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti

terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial

atau dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri

memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk

penderitaan (Bahrudin, 2017).

B. ETIOLOGI

Nyeri tidak hanya dihasilkan oleh satu stimulus. Nyeri biasanya dihubungkan

dengan beberapa proses patologis spesifik. Kelainan yang mengakibatkan rasa nyeri

mencakup infeksi, inflamasi, trauma, kelainan degenerasi, keadaan toksik metabolik

atau neoplasma. Nyeri dapat juga muncul karena distorsi mekanis ujung-ujung saraf

misalnya karena meningkatnya tekanan di dinding organ. Nyeri dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya yaitu umur, lingkungan, kelelahan, riwayat nyeri

sebelumnya, dll. Sebagian rasa nyeri hebat disebabkan oleh karena trauma, iskemia,

atau inflamasi disertai kerusakan jaringan yang menyebabkan terlepasnya zat kimia

tertentu yang berperan dalam merangsang ujung-ujung saraf perifer (LeMone, 2016).
C. TANDA GEJALA

Gejala dan tanda menurut PPNI (2016) adalah sebagai berikut:

1. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : mengeluh nyeri

Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari

nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur.

2. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : tidak tersedia

Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,

proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan dapat

berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik.

1. Nyeri Akut dan Nyeri Kronis

Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak

berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah

sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri kronik.

2. Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik

Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan

kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada

nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri

nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan

neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf

aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan

menusuk (Covington & McLean, 2019).

E. PATOFISIOLOGY

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi

maupun rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang

mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K +

ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada

beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga terjadi inflamasi.

Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan

histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak

berbahaya dapat menyebabkan nyeri. Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor

pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang

nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan

menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan

nosiseptor.

Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal,

tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor

terangsang maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen

terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga

menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.


Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung

jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan

nyeri (Bahrudin, 2017).

F. PATHWAY

Etiologi

Panas atau Iskemia jaringan Trauma sel, Kejang otot Perubahan dalam
dingin yang infeksi jaringan
berlebihan misalnya oedem
Blok pada arteri Kerusakan sel
Kerusakan coronary
Pemekaan pada
jaringan
Pelepasan mediator reseptor nyeri
nyeri (Histamin, bradikinin
Merangsang bradikinin,
thermo sensitive prostaglandin,
reseptor serotonin, ion
kalium,dll)

Merangsang nosiseptor

Dihantarkan
serabut tipe A
Serabut tipe c

Medulla spinalis

Hipotalamus, thalamus dan sistem limbik

Otak
(korteks somasensorik)

Persepsi nyeri

Nyeri
G. PENATALAKSANAAN

1. Medis

a. Pemberian Analgesik

1) Agen Nonopioid

Obat mencegah pembentukan produksi prostaglandin sehingga mengurangi

jumlah impuls nyeri yang diterima oleh CNS.

2) Agen Opioid

Ketika opioid diberikan nyeri tidak dihilangkan, tapi mengurangi rasa tidak

nyaman.

3) Analgesik Adjuvant

Analgesik adjuvan adalah agen farmakologis yang berguna dalam

pengelolaan nyeri (Bahrudin, 2017).

2. Keperawatan

a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,

onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor

presipitasi.

b. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan.

c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

pasien.

d. Kaji pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri.

e. Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri.

f. Kaji bersama pasien mengenai factor – factor yang dapat menurunkan atau

memperberat nyeri.
g. Gunakan terapi non farmakologis untuk mengurangi nyeri, contohnya relaksasi

otot progresif.

h. Evaluasi bersama pasien dan tim (NIC, 2018).

3. Pengukuran Nyeri (Score Nyeri)

a. Verbal Rating Scale (VRSs)

Menggunakan suatu word list untuk mendeskripsikan nyeri yang dirasakan.

b. Numeric Rating Scale (NRSs)

Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari

intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang

dirasakan dari angka 0-10. “0” menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan “10”

menggambarkan nyeri yang hebat.

c. Visual Analogue Scale (VASs)

Metode ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan keadaan

tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat.

d. McGill Pain Questionnaire (MPQ)

Menggunakan check list untuk mendeskripsikan gejala-gejala nyeri yang

dirasakan. Metode ini menggambarkan nyeri dari berbagai aspek antara lain

sensorik, afektif, dan kognitif (Bahrudin, 2017).


DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. (2017). Patofisiologi nyeri (Pain). Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Malang, 13(1), 7–13.

Bulechek Gloria M, Howard K. Butcher, joanne M. Doctherman, Cheryl M. Wagner.

(2018). Nursing Intervention Classification (NIC). Elsevier

Covington, E. C., & McLean, M. J. (2019). Pain : Current Understanding of Assessment,

Management, and Treatments. National Pharmaceutical Council, 3(1).

Herdman Heather T & Shigemi Kamitsuru (2018). Daignosis Keperawatan Definisi dan

Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa. Jakarta:

EGC

PPNI. 2016. Simple Guide Nyeri. TIM Pokja SDKI DPP PPNI. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai