Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I

“Obat Sistem Saraf Pusat”


UJI ANALGESIK AKIBAT INDUKSI KIMIA DENGAN METODE
GELIAT

Dosen :
▪ Ainun Wulandari, M.Sc., Apt.
▪ Putu Rika Veryanti, M.Farm-Klin., Apt.
▪ Theodora, M.Farm., Apt.

Disusun Oleh :
Nova Karlina Siregar
NPM 20334711
BAB I
PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Obat Sistem Saraf Pusat ( Uji Analgesik Akibat Induksi Kimia dengan Metode Geliat )

B. Latar Belakang

Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk
menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral, rektal, dan
parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis
yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik
penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya. Farmakologi sebagai kajian bahan-bahan yang
berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui pada proses kimia, khususnya melalui
pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses-proses tubuh yang
normal.
Sistem kita terdiri dari dua kelompok yakni susunan saraf pusat (SSP) yang meliputi otak
dan sumsum tulang belakang dan sistem saraf perifer dengan saraf-saraf yang secara langsung
atau tidak langsung, ada hubungannya dengan sistem saraf pusat. Sistem saraf otonom
membawa impuls saraf dari susunan saraf pusat ke organ efektor melalui jenis serat saraf pusat
ke organ efektor melalui jenis syaraf-syaraf eferen yaitu syaraf praganglion dan syaraf
pascaganglion.
Nyeri merupakan suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa dirasakan sebagai rasa
sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin,
tertusuk benda tajam, patah tulang, dan lain-lain. Rasa nyeri timbul apabila terjadi kerusakan
jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan
individu bereaksi dengan cara memindahkan posisi tubuhnya (Guyton & Hall, 1997). Pada
dasarnya, rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Meskipun nyeri berguna bagi
tubuh, namun dalam kondisi tertentu, nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan
penderitaan bagi individu yang merasakan sensasi ini

C. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat :
1. Mengamati respon geliat atau writhing reflex pada mencit akibat induksi kimia
2. Mengetahui mula kerja obat (onset of action), lama kerja obat (duration of action) dan
saat obat mencapai efek yang maksimum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

D. Teori Dasar
Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab
paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi sosial dan
kualitas hidup penderitanya. Rasa nyeri akan disertai respon stress, antara lain berupa
meningkatnya rasa cemas, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi napas. Nyeri yang
berlanjut atau tidak ditangani secara adekuat, memicu respon stress yang berkepanjangan, yang
akan menurunkan daya tahan tubuh dengan menurunkan fungsi imun, mempercepat kerusakan
jaringan, laju metabolisme, pembekuan darah dan retensi cairan, sehingga akhirnya akan
memperburuk kualitas kesehatan (Hartwig & Wilson, 2006).
Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan pada saraf sensoris dan pengalaman
emosional yang dapat memberikan sinyal pada individu terhadap kerusakan jaringan. Kerusakan
ini dapat disebabkan oleh rangsangan kimia, mekanik, termal, dan kondisi patologis (contoh:
tumor, inflamasi, kerusakan syaraf, dll) (Brenner & Stevens, 2006). Rangsangan mekanik,
termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu, dapat menyebabkan kerusakan-
kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri
(prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, serotonin, dan ion-ion kalium) (Mutschler,
1991). Kemudian rangsangan akan disalurkan ke otak melalui sumsum tulang belakang sampai
di thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana impuls dirasakan
sebagai nyeri (Mutschler, 1991).
Nyeri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut
berasal dari luka atau trauma, kejang, penyakit kulit, otot, struktur somatik, dan bagian dalam
tubuh, sedangkan berdasarkan lokasinya nyeri kronik yaitu daerah viseral dan miofasial (otot
dan jaringan - jaringan penghubung) (Herfindal et al., 2000). Berdasarkan asalnya, nyeri dibagi
menjadi dua jenis, yaitu nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri somatik dibagi lagi atas nyeri
permukaan dan nyeri dalam. Nyeri permukaan biasanya dapat memberikan reaksi perlindungan
yang cepat dari serangan mendadak, seperti menutup mata atau menarik anggota badan. Nyeri
dalam adalah nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang, dan jaringan ikat. Nyeri ini
berlangsung lama dan menyakitkan seperti sakit kepala. Nyeri viseral terjadi pada tegangan otot
perut, kejang otot polos, aliran darah kurang, dan penyakit yang disertai radang (Mutschler,
1991).
Rasa nyeri timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan
lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan posisi
tubuhnya (Guyton & Hall, 1997). Pada dasarnya, rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan
tubuh. Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi tertentu, nyeri dapat
menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penderitaan bagi individu yang merasakan sensasi ini.
Sensasi nyeri yang terjadi mendorong individu yang bersangkutan untuk mencari
pengobatan, antara lain dengan mengkonsumsi obat-obatan penghilang rasa nyeri (Analgesik).
Analgesik adalah obat yang dapat menghilangkan rasa sakit atau nyeri. Nyeri merupakan sensasi
yang subyektif yang diakibatkan oleh persepsi terhadap suatu impuls. Rasa nyeri atau pain
adalah suatu fenomena komplek yang melibatkan aktivitas neuron dan respon penderita terhadap
aktivitas saraf tersebut. Stimulus nyeri antara lain terdiri dari stimulus termis, stimulus fisis,
stimulus mekanis, stimulus kimiawi dan senyawa kimia endogen.
Analgesik di klasifikasikan dalam 2 golongan besar yaitu analgesik sentral (golongan
narkotik) dan analgesik perifer (golongan non-narkotik) (Tan & Rahardja, 2008). Analgesik
narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif,
digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang moderat ataupun berat seperti rasa sakit yang
disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut sesudah operasi, kolik usus atau ginjal.
Aktivitas analgesik narkotik jauh lebih besar dibanding golongan analgesik non narkotik,
sehingga disebut analgesik kuat. Pemberian obat ini secara terus menerus menimbulkan
ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan (Siswandono & Sukardjo, 2000). Contoh
analgesik narkotik adalah morfin dan kodein. Morfin adalah prototipe (bentuk asli/dasar) dari
opioid. Morfin diindikasikan untuk nyeri moderat sampai berat, dan nyeri kronik. Morfin
menyebabkan sedasi, efek ansiolitik, dan dapat mengurangi dosis anestesi.
Analgesik non-narkotik mengurangi nyeri dengan dua aksi yaitu di sistem saraf pusat dan
perifer. Tempat aksi utama yaitu di sistem saraf perifer dan pada level nosiseptor dapat
mengurangi penyebab nyeri. Sensasi nyeri berhubungan dengan pelepasan substansi endogen
seperti prostaglandin, bradikinin (Katzung, 2007). Berdasarkan struktur kimianya, analgesik
non-narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgesik antipiretika dan obat anti radang
bukan steroid (Non Steroidal Antiinflamatory Drugs = NSAID).
Analgesik antipiretika digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan
gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Contoh
golongan ini adalah asetaminofen. Kelompok NSAID mempunyai efek analgesik, antipiretik
dan efek antiinflamasi. Untuk kasus ini, yang paling banyak digunakan adalah zatzat dengan
efek samping relatif sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, diklofenak (Siswandono & Soekardjo,
2000; Tan & Rahardja, 2008).
Asam asetat glasial merupakan penginduksi nyeri kimia yang digunakan untuk
menstimulasi rasa sakit pada peritoneum mencit; dengan responnya berupa geliat atau writhing
reflex. Selain asam asetat glasial, untuk menginduksi nyeri/ rasa sakit pada mencit dapat
digunakan fenilkinon. Bahan penginduksi tersebut diberikan secara intraperitoneum. Parietal
peritonium sangat sensitif terhadap stimulasi fisik dan kimia walaupun tidak terjadi inflamasi.
Keberadaan cairan dalam peritonium dapat menstimulasi rasa sakit.
Aspirin, antalgin, asam mefenamat, indometasin dan lain-lain dapat menghilangkan rasa
sakit karena dapat menghambat sintesis prostaglandin dengan cara hambatan pada enzim
siklooksigenase. Efek anakgesik yang ditimbulkan oleh golongan obat ini bersifat mekanik, fisik
atau kimiawi. Prostaglandin adalah mediator nyeri perifer. Injeksi PGE2 dan PGI2 secara
intradermal dalam waktu singkat menyebabkan respon radang berupa eritema, vasodilatasi,
edema dan hiperalgesia. Respon dapat berlangsung hampir 10 jam.
Metoda-metoda pengujian aktivitas analgetika dilakukan dengan menilai kemampuan zat
uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan
(mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara mekanik, termik, elektrik dan secara
kimia. Metode pengujian dengan induksi nyeri secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk
mengevaluasi obat-obat analgetika kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada
hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai
ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri atau juga
peranan frekuensi respon nyeri. (Anonim, 1991)
Reflek geliat atau writhing reflex merupakan reflek nyeri pada mencit akibat substansi
penginduksi nyeri. Dalam waktu ±5 menit setelah diberi penginduksi nyeri, umumnya mencit
mulai merasakan nyeri. Hewan akan berdiam di suatu tempat, yang biasanya di sudut ruangan,
badannya ditekuk, bulunya acapkali berdiri dan ekornya diangkat ke atas. Setelah beberapa saat,
hewan akan bergerak perlahan, menarik satu atau kedua kaki belakangnya, badannya
direntangkan dan perutnya ditekan hingga menyentuh dasar. Gerakan ini seringkali disertai
dengan gerakan kepala yang menoleh ke belakang sehingga tampak seolah-olah mencit tersebut
menggeliat. Reflek ini dapat terjadi selama masa durasi kerja penginduksi. Refleks geliat ini
selanjutnya digunakan sebagai parameter uji pada metode ini.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

E. Alat, Bahan dan Prosedur


Hewan coba : Mencit putih, jantan (jumlah 9 ekor), bobot tubuh 20-30 g
Obat : - Larutan asam asetat glasial 3% sebanyak 0,5 ml secara IP
- CMC Na 1% secara PO
- Asam mefenamat 500 mg/ 70 kg BB manusia secara PO
- Parasetamol 500 mg/ 70 kg BB manusia secara PO
Alat : Spuit injeksi 1 ml, jarum sonde oral, timbangan hewan, bejana untuk
pengamatan, stop watch

Prosedur:
1. Siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, amati kelakuan normal masing-masing mencit
selama 10 menit.
2. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor
mencit dengan perbedaan dosis obat yang diberikan (faktor perkalian 2):
Kelompok I : CMC Na 1% secara PO
Kelompok II : asam mefenamat 500 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
Kelompok III : parasetamol 500 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
3. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit.
4. Berikan larutan obat sesuai kelompok masing-masing dan catat waktu pemberiannya.
5. Setelah ditunggu 15-30 menit, kemudian diberi penginduksi nyeri asam asetat glasial 3%
sebanyak 0,5 ml secara IP.
6. Tempatkan mencit ke dalam bejana untuk pengamatan.
7. Amati, catat dan tabelkan pengamatan respon geliat mencit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

F. Data Hasil Praktikum


Dalam percobaan ini mencit dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok
terdiri dari 3 ekor mencit, sebagai berikut:

Kelompok Mencit Berat Badan (gram)


I 1 25
2 23
3 26
II 1 30
2 21
3 24
III 1 28
2 26
3 20

Larutan obat yang tersedia adalah sebagai berikut:

Nama Obat Konsentrasi


CMC Na 1%
Asam Mefenamat 1% (500 mg dalam 50 ml)
Parasetamol 1% (500 mg dalam 50 ml)
G. Tabel Pengamatan
Tabel pengamatan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Efek Geliat
Respon Jumlah Geliat
Percobaan Bahan Obat Mencit
Awal dalam Periode
ke-
15-60 menit
1 + 28
CMC-Na 1%
2 + 30
(PO)
3 + 31
Uji analgesik 1 + 6
Asam Mefenamat
akibat induksi 2 + 6
Mencit 500mg/70 Kg BB
kimia dengan 3 + 8
Manusia (PO)
metode geliat
1 + 14
Parasetamol 500mg/70 2 + 13
Kg BB Manusia (PO)
3 + 15

Keterangan:
Respon awal + = mencit memberi reflek geliat, 5 menit setelah induksi asam asetat glasial 3%
Respon awal - = mencit tidak memberi reflek geliat, 5 menit setelah induksi asam asetat glasial 3%

H. Perhitungan Dosis Pemberian dan Volume Pemberian


Pembuatan Larutan CMC Na 1%:
1. Timbang 1 g CMC NA
2. Panaskan 200 ml air hingga mendidih
3. Ukur air panas 20 ml ke dalam mortar dan taburkan CMC Na 1 g, diamkan sampai
mengembang
4. Aduk sampai terdispersi secara merata
5. Ukur sisa air dan tambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volume larutan
menjadi 100 ml.
Sediaan asam mefenamat 1% (500 mg dalam 50 ml) ; Rute pemberian : Per Oral (PO)
1. Mencit ke-1 BB = 30 gram.
Dosis lazim asam mefenamat untuk manusia BB 70 kg = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 30 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 1,3 mg
= 1,95 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1,95 mg/ 500 mg x 50 ml
= 0, 195 ml
= 0,20 ml
2. Mencit ke-2 BB = 21 gram
Dosis lazim asam mefenamat untuk manusia BB 70 kg = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 21 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 21 g = (21 g/ 20 g) x 1,3 mg
= 1,365 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1,365 mg/ 500 mg x 50 ml
= 0,1365 ml
= 0,14 ml
3. Mencit ke-3 BB = 24 gram
Dosis lazim asam mefenamat untuk manusia BB 70 kg = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 24 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 24 g = (24 g/ 20 g) x 1,3 mg
= 1,56 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1,56/ 500 mg x 50 ml
= 0,156 ml
= 0,16 ml
Sediaan Paracetamol 1% (500 mg dalam 50 ml)
Rute pemberian : Per Oral (PO)

1. Mencit ke-1 BB = 28 gram.


Dosis lazim asam paracetamol untuk manusia BB 70 kg = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 28 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 28 g = (28 g/ 20 g) x 1,3 mg
= 1,82 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1,82 mg/ 500 mg x 50 ml
= 0, 182 ml
= 0,18 ml
2. Mencit ke-2 BB = 21 gram
Dosis lazim paracetamol untuk manusia BB 70 kg = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 21 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 21 g = (21 g/ 20 g) x 1,3 mg
= 1,365 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1,365 mg/ 500 mg x 50 ml
= 0,1365 ml
= 0,14 ml
3. Mencit ke-3 BB = 26 gram
Dosis lazim paracetamol untuk manusia BB 70 kg = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 26 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 26 g = (26 g/ 20 g) x 1,3 mg
= 1,69 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 1,69/ 500 mg x 50 ml
= 0,169 ml
= 0,17 ml

Rumus Daya Analgesik :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑜𝑏𝑎𝑡


% daya analgesik = 100 - ( 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 x 100%
 Hewan uji (mencit) diberikan CMC-Na = Sebagai kelompok kontrol

20
 % daya analgesik asam mefenamat = 100 – ( 89 x 100% )

= 100 – 22,47
= 77,53 %

42
 % daya analgesik paracetamol = 100 – ( 89 x 100% )

= 100 – 47, 19
= 52,81 %

Jumlat Geliatan

77,53 % (% daya analgesik Asam Mefenamat)

20

52,81 % (% daya analgesik Parasetamol)

42

Nama Obat

As.mefenamat Parasetamol

I. Pembahasan
Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mengamati respon geliat (writhing reflex) pada
mencit akibat induksi kimia dan untuk mengetahui mula kerja obat (onset of action), lama kerja
obat (duration of action) dan saat obat mencapai efek yang maksimum pada hewan uji (mencit).
Dilakukan dengan menginduksi rasa nyeri secara kimia yaitu dengan pemberian asam asetat
glasial yang merupakan penginduksi nyeri kimia yang digunakan untuk menstimulasi rasa sakit
pada peritoneum mencit, dengan responnya berupa geliat (writhing reflex). Pemberian obat
dilakukan secara per oral (PO).
Analgesik merupakan obat yang dapat menghilangkan rasa sakit atau nyeri. Nyeri
merupakan sensasi yang subyektif yang diakibatkan oleh persepsi terhadap suatu impuls. Rasa
nyeri atau pain adalah suatu fenomena komplek yang melibatkan aktivitas neuron dan respon
penderita terhadap aktivitas saraf tersebut. Stimulus nyeri antara lain terdiri dari stimulus termis,
stimulus fisis, stimulus mekanis, stimulus kimiawi dan senyawa kimia endogen. Analgesik
antipiretika digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala
penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Contoh golongan ini
adalah paracetamol. Kelompok NSAID mempunyai efek analgesik, antipiretik dan efek
antiinflamasi. Untuk kasus ini, yang paling banyak digunakan adalah zat-zat dengan efek
samping relatif sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, diklofenak.
Pada praktikum ini, digunakan obat Asam mefenamat dan Parasetamol untuk terapi
analgesik. Tahap pertama akan diberikan dahulu dosis terapinya baik itu asam mefenamat,
paracetamol maupun CMC sebagai zat pembanding. Lalu beberapa menit kemudian setelah
dilakukan pengujian, memperkirakan obat tersebut dapat di absorbsi dengan baik maka akan di
induksi dangan asetat glasial secara intraperitonial, lalu diamati selama 60 menit maka di peroleh
hasil bahwa asam mefenamat lebih sedikit memberikan respon geliat dibanding parasetamol.
Dapat dilihat dari respon geliat mencit karena di induksi oleh zat penginduksi yaitu asam
asetat glasial. Hal ini dikarenakan bahwa asam mefenamat lebih asam di banding parasetamol,
maka obat yang lebih asam di absorbsi akan masuk ke lambung lalu masuk di usus kemudian di
absorbsi lebih cepat dibandingkan obat yang tingkat keasamannya rendah sehingga ketika
menempati sisi reseptor asam mefenamat lebih cepat memberikan efek. Selain kedua obat
tersebut, obat NSAID lainnya seperti Aspirin, antalgin, dan ibuprofen juga dapat menghilangkan
rasa nyeri dengan menghambat sintesis prostaglandin pada enzim siklooksigenase.
Reflek geliat (writhing reflex) merupakan reflek nyeri pada mencit akibat substansi
penginduksi nyeri. Dalam waktu ±5 menit setelah diberi penginduksi nyeri, umumnya mencit
mulai merasakan nyeri. Hewan akan berdiam di suatu tempat, yang biasanya di sudut ruangan,
badannya ditekuk, bulunya berdiri dan ekornya diangkat ke atas. Setelah beberapa saat, hewan
akan bergerak perlahan, menarik satu atau kedua kaki belakangnya, badannya direntangkan dan
perutnya ditekan hingga menyentuh dasar. Gerakan ini seringkali disertai dengan gerakan kepala
yang menoleh ke belakang sehingga tampak seolah-olah mencit tersebut menggeliat. Reflek ini
dapat terjadi selama masa durasi kerja penginduksi. Refleks geliat ini selanjutnya digunakan
sebagai parameter uji pada metode ini,
BAB V
PENUTUP

J. Kesimpulan
1. Analgesik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri.
2. Pada Hewan Uji (mencit), nyeri dapat di induksi dengan senyawa kimia seperti asam
asetat glasial dengan timbul respon berupa geliat (writhing reflex).
3. Respon geliat (writhing reflex) merupakan reflek nyeri pada mencit akibat substansi
penginduksi nyeri. Dalam waktu ±5 menit setelah diberi penginduksi nyeri, umumnya
mencit mulai merasakan nyeri
4. Kemampuan efek analgesik dalam menurunkan nyeri dapat dihitung berdasarkan % daya
analgesik.
5. Asam mefenamat memberikan efek analgesik lebih cepat dan lebih baik dibandingkan
dengan parasetamol. Karena asam mefenamat memiliki kadar asam yang tinggi di
bandingkan parasetamol, maka dari itu asam mefenamat lebih cepat di absorbsi di
lambung yang kemudian masuk ke dalam usus.

K. Daftar Pustaka

Anonim. 2005. Farmakologi Dasar dan Terapi Edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Badan PPSDM Kesehatan, Praktikum
Farmakologi.

Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editor,. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.
Gaya Baru: Jakarta, 2007.

Guyton & Hall. 1997. Susunan sistem saraf dan fungsi dasar sinaps, dan substansi
transmiter. Dalam: Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9.

Herfindal, E.T., 2000. Therapeutics Drug and Disease Management, Seventh. ed. Dick R,
Gourley, Lippincott Williams & Wilkins.

H.Sardjono, O.Santoso, Hedi R.Dewoto. 2004. Analgesik opioid dan antagonis. Dalam:
Sulistia G. Ganiswarna, dkk., eds. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Joenoes, Z. N., 2002, Ars Prescribendi Jilid 3, Airlangga University Press, Surabaya.

Katzung, Bertram G. 1986. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta : Salemba Medika.

Tim Dosen, 2018. Petunjuk Praktikum Farmakologi Fakultas Farmasi ISTN, Eksperimen
Dasar: Faktor yg Mempengaruhi Efek Farmakologi (Variasi Biologi dan Variasi Kelamin).
hlm: 30-31

Tjay Hoan Tan, dkk. 2010.Obat-obat Penting. Jakarta : PT. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai