Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PERCOBAAN I

(EFEK OBAT PADA MEMBRAN DAN KULIT MUKOSA)

I. Tanggal Percobaan : Sabtu, 15 Agustus 2015


II. Tujuan Percobaan : Memahami efek lokal dari berbagai jenis obat atau senyawa
kimia
terhadap kulit dan membran mukosa berdasarkan cara kerja
masing – masing serta dapat diaplikasikan efek obat dalam
praktik dan dampak efek lokal senyawa kimia digunakan sebagai
dasar keamanan penanganan bahan.
III. Teori Dasar

Obat merupakan zat yang digunakan untuk mendiagnosis, mengurangi rasa sakit,
serta mengobati ataupun mencegah penyakit pada manusia dan hewan (Ansel, 1985).
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 193/Kab/B.VII/71, obat
merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit, atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau
hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia.

Mayoritas obat bekerja secara spesifik terhadap suatu penyakit. Namun tidak
jarang juga obat yang bekerjanya secara menyeluruh. Berdasarkan efek obat yang
diberikan obat kepada tubuh, maka obat dibagi menjadi :

1. Obat yang berefek sistemik adalah obat yang memberi pengaruh pada tubuh yang
bersifat menyeluruh (sistemik) dan menggunakan sistem saraf sebagai perantara.
Obat ini akan bekerja jika senyawa obat yang ditentukan bertemu dengan reseptor
yang spesifik.
2. Obat yang berefek non-sistemik (lokal) merupakan  obat yang mempunyai
pengaruh pada tubuh bersifat lokal atau pada daerah yang diberikan obat. Contoh
obat ini adalah obat-obat yang bersifat anestesi lokal ataupun transdermal.
Laporan Praktikum Farmakologi 1
Berbagai produk obat yang bersifat lokal dibuat bertujuan untuk menghilangkan
segala sensasi yang tidak menyenangkan pada bagian yang spesifik di tubuh. Beberapa
contoh dari produk tersebut bersifat anastetik ataupun obat-obat yang diberikan secara
transdermal.Anastetika lokal atau yang dikenal dengan zat penghilang rasa setempat
adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls
saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-
gatal, rasa panas atau dingin.

Anastetika pertama adalah kokain, yaitu suatu alkaloid yang diperoleh dari daun suatu
tumbuhan alang-alang di pegunungan Andes (Peru). Setelah tahun 1892, perkembangan
anastetik meningkat pesat hingga ditemukan prokain dan benzokain, dan derivat-derivat
lainnya seperti tetrakain dan lidocain.

Anastesi bekerja dengan menghindarkan untuk sementara pembentukan dan tranmisi


impuls melalui sel saraf dan ujungnya. Anastetik lokal juga dapat menghambat penerusan
impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas sel saraf untuk ion natrium.

Beberapa kireteria yang harus dipenuhi suatu jenis obat yang digunakan sebagai
anestetika lokal :

a. Tidak merangsang jaringan


b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf
c. Toksisitas sistemik rendah
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut
dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan
(sterilisasi).

Selain anestesi, obat-obatan yang digunakan melalui transdermal pun mayoritas


menggunakan prinsip efek lokal yang hanya mengobati/mencegah rasa yang tidak
nyaman pada bagian yang diolesi/ditempelkan obat.

Laporan Praktikum Farmakologi 2


Transdermal merupakan salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan kulit,
namun mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (trans = lewat,
dermal =  kulit)

Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada tempat bahan itu bersentuhan
dengan tubuh. Efek lokal ini dapat diakibatkan oleh senyawa-senyawa kaustik, misalnya
pada saluran pencernaan, bahan korosif pada kulit, serta iritasi gas atau uap pada saluran
napas. Efek lokal ini menggambarkan perusakan umum pada sel-sel hidup.

Cara penggunaan obat yang memberi efek lokal adalah:

a) Inhalasi, yaitu larutan obat disemprotkan ke dalam mulut atau hidung dengan alat
seperti : inhaler, nebulizeer atau aerosol.
b) Penggunaan obat pada mukosa seperti: mata, telinga, hidung, vagina, dengan obat
tetes, dsb.
c) Penggunaan pada kulit dengan salep, krim, lotion, dsb.

IV. Alat dan Bahan

Bahan Alat
Menggugurkan bulu : Kulit Tikus - Alat-alat bedah
Korosif : Usus -Batang pengaduk
Sifat korosif : Larutan Raksa (II) klorida (HgCl2) -Wadah kaca
Larutan fenol 5% -Pipet tetes

Larutan asam sulfat pekat


Larutan asam klorida (HCl)
Larutan perak nitrat (AgNO3)

Menggugurkan bulu : Larutan natrium hidroksida 20%


Larutan natrium sulfide 20%
Veet cream
Laporan Praktikum Farmakologi 3
V. Prosedur
1. Efek menggugurkan bulu
a. Tikus terlebih dahulu dikorbankan, lalu diambil kulitnya kemudian kulit dibuat
potongan masing-masing 2,5X2,5 cm dan diletakan diatas wadah Kaca
b. Keatas potongan-potongan kulit ini diteteskan larutan-larutan obat yang
digunakan
c. Setelah beberapa menit dengan batang pengaduk dilihat apakah ada bulu yang
gugur
2. Efek korosif
a. Tikus yang sudah dikorbankan ususnya diambil dipotong-potong sepanjang 5 cm,
letakan diatas wadah kaca kemudian diteteskan cairan-cairan obat
b. Setelah beberapa menit dengan batang pengaduk, amati kerusakan yang terjadi

VI. Pengamatan

Efek Menggugurkan bulu

Efek diamati
Larutan
Kaustik
Bahan obat
Percobaan Bau (gugur
Percobaan diberikan Efek lainnya
awal bulu)
pada kulit
Menit
Lar. NaOH Warna kuning, Rontok
Apek 7
20% dan berlendir
Lar.Natrium
Kulit Bulu tidak berubah
Gugur Sulfida Tengik 12
Tikus warna, sedikit rontok
Bulu 20%
@2,5 cm Bulu rontok, kulit tidak
Veet Cream Amis 9 berubah warna, bau khas
Veet cream

Efek korosif

Laporan Praktikum Farmakologi 4


Larutan obat Pengamatan
Bahan
Percobaan yang diberikan Kerusakan
percobaan Sifat Korosif
pada usus pada Jaringan
Warna menjadi
Lar.Raksa putih pucat, Usus
klorida 5% menipis dan membengkak
melepuh
Fenol meresap
Lar.Fenol 5% warna menjadi Usus kering
putih dan pucat
Warna usus
Usus Tikus Jaringan tidak
Korosif Lar.NaOH 10% menjadi lebih
@5cm rusak
pucat
Warna putih pucat,
Usus mengecil
Lar.As sulfat meresap cepat,
lama-kelamaan
(P) melepuh menjadi
hancur
tipis dan kering
Warna putih
Lar.As Klorida
menjadi mengkerut Usus mengecil
(P)
dan kaku

VII. Pembahasan

Tikus yang digunakan dalam praktikum dilakukan pengorbanan terlebih dahulu.


pengorbanan dapat dilakukan dengan cara anastesi lokal maupun dengan cara dislokasi

Laporan Praktikum Farmakologi 5


lokal. Anastesi lokal dilakukan dengan cara memasukkan tikus kedalam toples yang telah
dijenuhkan dengan larutan eter dan tertutup, tunggu hingga tikus dalam keadaan mati.
Selain anastesi lokal, dislokasi lokal juga dapat digunakan dengan cara
memisahkan/menghambat pengaliran darah ke otak dengan merenggangkan bagian-
bagian tulang belakang dari tikus.

Tikus yang sudah dikorbankan kemudian dikuliti (ambil kulitnya) sesuai dengan
keperluan, baik dari segi jumlah maupun ukurannya. Selain kulit, bagian usus dari tikus
juga digunakan dengan cara membelah usus tikus dan memotongnya.

Kulit dan usus yang sudah ada tadi di letakkan diatas kertas saring dan mulailah dengan
pengujian yang sudah ditentukan.

Pada pengujian efek menggugurkan bulu, semua kelompok menghasilkan hasil


yang sama yakni hasil uji menunjukkan adanya kerontokan bulu setelah diberikan larutan
natrium hidroksida 20%, larutan natrium sulfide 20%, dan veet cream. Hal ini terjadi
karena garam natrium hidroksida bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada keratin
kulit, sehingga bulu akan rusak dan mudah gugur.

Pada pengujian efek korosif, beberapa hasil yang dapat diamati adalah:

a. HgCl2 5% pada usus akan menyebabkan usus menjadi memutih (pucat), menipis,
dan melepuh. Sehingga membuat jaringan menjadi bengkak.
b. Fenol 5% pada usus menyebabkan efek menjadi putih, kering dan pucat.
c. H2SO4 pekat pada usus akan menyebabkan usus menjadi pucat, tipis, kaku,
kering dan melepuh, yang lama kelamaan akan hancur.
d. HCl pekat pada usus akan menyebabkan kulit menjadi putih, kerut, kaku, dan
pucat. Sehingga usus mengecil.
e. NaOH 10% pada usus akan menyebabkan usus pucat dan jaringan tidak rusak.

VIII. Kesimpulan

Laporan Praktikum Farmakologi 6


 Obat yang berefek non-sistemik (lokal) merupakan  obat yang mempunyai
pengaruh pada tubuh bersifat lokal atau pada daerah yang diberikan obat. Contoh
obat ini adalah obat-obat yang bersifat anestesi lokal ataupun transdermal.
 Beberapa efek dari obat lokal yang dapat ditemui adalah menggugurkan bulu,
korosif, dan astringen.
  Tingkat pengguguran bulu tergantung kepada kadar dan jenis dari larutan yang
digunakan.
 Semakin tinggi kadar suatu zat yang bersifat menggugurkan bulu, maka akan
semakin mendekati tingkat korosif.
 Sama halnya dengan efek menggugurkan bulu. Larutan yang bersifat korosif pun
beraneka ragam, dan menghasilkan mekanisme efek yang berbeda-beda,
tergantung kepada kekuatan korosif yang dikandungnya.

IX. Pembahasan Soal

1) Apakah ada perbedaan bau yang jelas dari obat-obat yang bersifat menggugurkan
bulu sebelum dan sesudah digunakan?

Jawab : ya, sangat ada perbedaan bau yang jelas antara sebelum dan sesudah
menggunakan obat yang bersifat menggugurkan bulu.

2) Apakah mungkin suatu obat bekerja korosif tanpa menghilangkan bulu dan
sebaliknya?
Jawab : Hal itu mungkin saja terjadi, namun kemungkinannya hanya sedikit
sekali. Obat yang bekerja korosif akan mengendapkan protein kulit, sehingga
kulit/ membran mukosa akan menjadi rusak. Hal juga akan berpengaruh pada
organ rambut. Rambut merupakan struktur protein yang kompleks, yang terdiri
dari bermacam-macam jenis.
3) Sebutkan obat-obat lain yang dapat menyebabkan gugur bulu? Senyawa kimia
lain yang dapat menyebabkan korosif?

Laporan Praktikum Farmakologi 7


Jawab : Contoh obat lain yang dapat menggugurkan bulu adalah depylatories
mengandung zat kimia thyoglicolate yg dicampur dgn sodium hydroxide atau
calsium hidroxide sehingga benar-benar dapat menghilangkan bulu. Thyoglicolate
akan merusak struktur kimia yg merekatkan sel kulit dan rambut. Sedangkan
senyawa kimia lain yang dapat menyebabkan korosif adalah hydrogen fluoride,
kalium hidroksida, kalsium hidroksida, HNO3, dan asam asetat.

4) Sebutkan menurut saudara beberapa persyaratan yang sebaiknya dipenuhi obat


atau sediaan farmasi untuk dapat digunakan sebagai obat berefek local agar
menjamin keamanan pemakainnya.

Jawab :  Aman (tidak toksik, tidak iritatif), Efektif dan efisien, Stabil dalam
penyimpanan, bahan pembawa mampu membawa zat aktif dan melepaskannya
pada tempat aksi, Memiliki viskositas dan daya sebar sedemikian rupa sehingga
mudah dikeluarkan dari kemasan dan mudah dioleskan secara merata.

Laporan Praktikum Farmakologi 8


LAPORAN PERCOBAAN II

(Anestesi Permukaan)

I. Tanggal Percobaan : Sabtu, 15 Agustus 2015


II. Tujuan Percobaan :
 Mengenal tiga teknik untuk anestesi local pada hewan percobaan
 Memahami factor-faktor yang melandasi perbedaan dalam sifat dan potensi
anestesi local
 Mengenal berbagai factor yang mempengaruhi kerja anestetik lokal
 Menghubungkan potensi kerja anestetik local dengan manifestasi gejala
toksisitasnya serta pendekatan rasional untuk mengatasi toksisitas anestetika
III. Prinsip Percobaan :
 Anestetik local ialah obat yang menghambat konduksi saraf bila dikenakan secara
local pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Yang termasuk dalam golongan
anestetik local seperti: kokain dan ester PABA, contoh kokain dan lidokain.
Anestetik local permukaan tercapai ketika ditempatkan didaerah yang ingin
dianestesi.
 Obat anestetik local yang disuntikkan kedalam jaringan akan mengakibatkan
kehilangan sensasi pada struktur sekitarnya.
IV. Teori Dasar

Anestesi Lokal adalah obat yang mampu menghambat konduksi saraf terutama
nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Anestesi(pembiusan; berasal
dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk
merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada
tahun 1846.

Laporan Praktikum Farmakologi 9


Anestetika lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan
dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik
dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester.

Berdasarkan ikatan ini, anestetika lokal digolongkan menjadi :

- senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain)

- senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain)

Secara umum anestetik local mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3 bagian:
gugus amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatic lipofil melalui
suatu gugus antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau amin sekunder. Gugus
antara dan gugus aromatic dihubungkan dengan ikatan amid atau ikatan ester. Maka
secara kimia anestetik local digolongkan atas senyawa ester dan senyawa amid. 

Yang tergolong ke dalam golongan amida (-NHCO-): Lidokain (xylocaine,


lignocaine), mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacain (marcaine),
etidokain (duranest), dibukain (neupercaine), ropivakain (naropin), levobupivacaine
(chirocaine).

Obat baru pada dasarnya adalah obat lama dengan mengganti, mengurangi atau
menambah bagian kepala, badan, dan ekor. Di Indonesia yang paling banyak digunakan
ialah lidokain dan bupivakain. 

Perbedaan yang utama dari kedua klasifikasi obat anastesi antara amida dan ester
adalah dimana kedua obat tersebut dibawa untuk mengalami pemecahan metabolisme.
Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi lokal sangat penting, karena hampir
semua toksisitas obat tergantung dari keseimbangan antara kadar absorpsi ke dalam
pembuluh darah di tempat injeksi and kadar penghilangan obat dari darah dari proses
pemasukan ke dalam jaringan dan metabolisme.

Laporan Praktikum Farmakologi 10


V. Percobaan

1. Alat dan Bahan Percobaan


 Hewan percobaan :

Judul Percobaan Hewan Percobaan


Anestesi Permukaan 1 Kelinci

 Alat yang diperlukan :

Judul Percobaan Alat Yang Diperlukan


Anestesi Permukaan Gunting, pipet tetes, aplikator

 Obat yang diberikan :

Judul Percobaan Obat Yang Diberikan


Anestesi Permukaan Larutan Prokain HCL 2% dosis 0,5 ml, diberikan
dengan penetesan. Larutan Lidocain HCL 2% 1-2
tetes

VI. Prosedur Percobaan


Anestesi Permukaan

 Gunting bulu mata kelinci, agar tidak mengganggu aolikator


 Teteskan ke dalam kantung konyungtiva larutan anestetik local lidokain pada
mata kanan dan Prokain coffein pada mata kiri
 Tutup masing-masing kelopak nata selama satu menit
 Catat ada atau tidaknya reflek mata setiap 5 menit dengan menggunakan aplikator
tiap kali pada permukaan kornea.

Laporan Praktikum Farmakologi 11


VII. Hasil Pengamatan
Anestesi Permukaan

Pengamatan pada reflek mata pada waktu (menit)


Hewan Mat Obat
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Kedip Tidak Efek Kedip Kedip Kedip Kedip Kedip/
Lidoca kedip hilang/ normal
Kanan
in mata
Nor kedip
Kelinci
mal Kedip Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Efek
Tetrac kedip kedip kedip kedip kedip kedip hilang/
Kiri
ain mata
kedip

VIII. Pembahasan

Anestesi Permukaan

Berdasarkan ikatannya, lidocain termasuk anestesi lokal senyawa amida sedangkan


tetracaain termasuk anstesi lokal senyawa ester. Perbedaan yang utama dari kedua
klasifikasi obat anastesi antara amida dan ester adalah dimana kedua obat tersebut dibawa
untuk mengalami pemecahan metabolisme. Metabolisme (atau biotransformasi) dari
anastesi lokal sangat penting, karena hampir semua toksisitas obat tergantung dari
keseimbangan antara kadar absorpsi ke dalam pembuluh darah di tempat injeksi and
kadar penghilangan obat dari darah dari proses pemasukan ke dalam jaringan dan
metabolisme.

Dari hasil percobaan ini, adanya perubahan mata setelah pemberian obat lidokain
dan tetrakain pada masing-masing mata. Mata kanan diberikan lidokain dan mata kiri
diberikan tetrakain. Mata kanan yang diberikan lidokain masih adanya gerakan reflek
berkedip dibandingkan dengan mata kiri (lama kerja tetracain lebih panjang daripada
lama kerja lidocain).

IX. Kesimpulan

Laporan Praktikum Farmakologi 12


Anestesi Permukaan

Dari hasil percobaan ini, adanya perubahan mata setelah pemberian obat lidokain
dan tetrakain pada masing-masing mata. Mata kanan diberikan lidokain dan mata kiri
diberikan tetrakain. Mata kanan yang diberikan lidokain masih adanya gerakan reflek
berkedip dibandingkan dengan mata kiri (lama kerja tetracain lebih panjang daripada
lama kerja lidocain).

X. Pembahasan soal

Anestesi Permukaan

1. Apakah yang perlu diperhatikan pada persiapan larutan obat mata agar dapat
terjamin khasiatnya?
2. Pada percobaan, mata kelinci harus terlindung dari cahaya langsung. Jelaskan!
3. Sebutkan anestetika lokal mata yang digunakan, selain pada percobaan ini !

Jawaban

1. Larutan harus steril dan jangan dibiarkan terbuka agar tidak mengganggu zat
khasiatnya.
2. Agar mata tetap fokus dalam pemberian obat.
3. oxybuprocaine, promoxine dan proparacaine.

LAPORAN PERCOBAAN III

(Metoda Regnier)

Laporan Praktikum Farmakologi 13


I. Tanggal percobaan : 15 agustus 2015
II. Tujuan percobaan :
a. Mengenal tiga teknik (Anestesi permukaan, mukosa / metoda regnier, kondiksi)
untuk menyebabkan anastesi lokal pada beberapa hewan percobaan.
b. Memahami faktor-faktor yang melandasi perbedaan-perbedaan dalam sifat dan
potensi anestetika lokal.
c. Mengenal berbagai faktor yang mempengaruhi kerja anestetika lokal.
d. Menghubungkan potensi kerja Anestetika lokal dengan manifestasi gejala
toksisitasnya serta pendekatan rasional untuk mengatasi toksisitas anestetika.
III. Prinsip percobaan

Mata normal bila disentuh pada kornea akan memberikan resoin reflex okuler
( mata berkedip ). Apabila mata ditetskan anestetika local, reflex okuler timbul
setelah beberapa kali kornea desentuh , sebanding dengan kekuatan kerja anestetika
dan besarnya sentuhan yang di berikan. Tidak adanya refleks okuler setelah kornea
disentuh 100 kali dianggap sebagai tanda adanya anestesi total.

IV. Teori dasar


Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu tanpa disertai
kehilangan kesadaran atau kerusakan fungsi kontrol saraf pusat dan bersifat
reversibel. Obat anestesi lokal terutama berfungsi untuk mencegah atau
menghilangkan sensasi nyeri dengan memutuskan konduksi impuls saraf yang
bersifat sementara. Obat anestesi lokal pertama yang ditemukan adalah kokain.
Kokain yang ditemukan secara tidak sengaja pada akhir abad ke-19 ternyata memiliki
kemampuan sebagai anestesi yang baik. Kokain diperoleh dari ekstrak daun coca
(Erythroxylon coca). Selama berabad-abad bangsa Andean mengunyah ekstrak daun
ini untuk mendapatkan efek stimulasi dan euforia.

Kokain pertama kali diisolasi pada tahun 1860 oleh Albert Niemann. Layaknya
ahli kimia lainnya beliau mencicipi sendiri penemuannya dan merasakan efek mati
rasa di lidah. Sigmund Freud meneliti efek fisiologi kokain dan pada tahun 1884 Carl
Laporan Praktikum Farmakologi 14
Koller memperkenalkan pemakaian kokain dalam praktek klinis sebagai anestesi
topikal untuk operasi mata. Halstead mempopulerkan penggunaan cara infiltrasi dan
blok saraf. Penggunaan obat anestesi lokal secara luas saat ini berdasarkan hasil
observasi dan temuan di atas.

Anestesi merupakan pendamping paling tua Ilmu Bedah.Banyak kemajuan Ilmu


Bedah dicapai sejalan dengan perkembangan teknik serta penemuan obat anestesi
lokal baru yang lebih efektif dibandingkan obat anestesi lokal terdahulu. Hampir tidak
ada tindakan bedah yang dilakukan tanpa anestesi. Anestesi dapat mengurangi rasa
sakit saat tindakan, mengurangi biaya dan waktu, serta pemulihan lebih cepat,
sehingga tindakan bedah dapat dilakukan dengan tenang dan memberikan hasil baik.

Pada tindakan bedah, obat anestesi lokal dapat langsung diberikan dan diawasi
oleh operator sehingga operator harus memiliki pengetahuan mengenai jenis, cara,
penggunaan, metabolisme, dosis dan mekanisme kerja, efek samping, dan efek
merugikan dari obat anestesi lokal.

Metode regnier adalah Mata normal bila disentuh pada kornea akan memberikan
resoin reflex okuler ( mata berkedip ). Apabila mata ditetskan anestetika local, reflex
okuler timbul setelah beberapa kali kornea desentuh , sebanding dengan kekuatan
kerja anestetika dan besarnya sentuhan yang di berikan. Tidak adanya refleks okuler
setelah kornea disentuh 100 kali dianggap sebagai tanda adanya anestesi total.

V. Alat dan Bahan

a. Alat  Kelinci dewasa dan sehat


 Misai kelinci ±1,5cm  Larutan lidocain 2%
 Gunting 0,5ml
 Pipet tetes  Larutan tetrakain HCL
 Kotak kayu 2% 0,5ml
 Bahan
b.Bahan

Laporan Praktikum Farmakologi 15


VI. Prosedur kerja

1. Kelinci ditempatkan ke dalam kotaknya 1 jam sebelum percobaan dimulai. Gunting


bulu matanya , kemudian periksa refleks normal dari ke dua kornea dengan sentuhan
misai secara tegak lurus.
2. Pada waktu t=0, teteskan 0,5ml larutan obat yang akan diuji ke dalam mata kelinci.
Percobaan ini diulangi setelah 1 menit ( gunakan stopwatch).
3. Pada menit ke 8, dengan bantuan misai periksa refleks mata, yaitu dengan
menyentuhkan misai tegak lurus dibagian tengah kornea sebanyak 100 kali dengan
kecepatan yang sama. Jangan terlalu keras menyentuhnya dengan ritme harus diatur.
Apabila sampai 100 kali tidak ada refleks (kelopak mata tertutup ), maka dicatat
angka 100 untuk respon negatif. Tetapi jika seblum 100 kali sudah ada refleks di catat
adalah respon negatif sebelum mencapai angka 100.
4. Perlakukan yang sama diulang oada menit-menit ke : 15; 20 ; 25 ; 30 ; 40 ; 50 ; 60.
Jika sebelum menit yang ke 60 pada sentuhan pertama sudah ada refleks, maka menit-
menit yang tersisa diberikan angka satu.
5. Setelah percobaan di atas selesai , mata sebelahnya diperlakikan seperti ad 4, tetapi
hanya diteteskan larutan fisiologis.
6. Jumlah respon negatif dimuat dalam sebiah tabel dimulai dari menit ke 8. Jumlah
respon menunjukkan angka regnier, dimana anestesi local mencapai angka regnier
800, sedangkan angka regnier minimal angka 13.
7. Hitunglah / jumlahkanlah untuk waktu-waktu tertentu semua respon negatif. Apabila
pada sekali sentuhan terjadi refleks kornea, maka angka yang dicatat adalah 1. Hitung
angka rata-rata yang diberikan untuk masing-masing larutan yang diperoleh pada 8
kali pemeriksaan refleks kornea.

Laporan Praktikum Farmakologi 16


VII. Hasil pengamatan

Jumlah Sentu memberi refleks berked pada mata dime Ke…


Hewan Mata han ip nit
0 8 15 20 25 30 40 50 60
Kanan 27 Tidak 87 100 1 1 1 1 1
sentuha sentuhan sentuhan sentuh points points points points
n an
Kelinc Lidocain 3 kedip Berke 3 kedip 24 kedip 1
i 2% 0,5 ml dip kedip
Kiri Tidak Tidak Tidak Tidak 73 Tidak 90 Tidak 1
sentuh sentu points
an han
Tetrakain Berkedi Berke Berkedi berkedip 1 berke 5 berke
2% 0,5ml p dip p kedip dip kedip dip

Perhitungan :

Angka regnier minimal 13

Pada mata kanan :

219/8 = 27,275  termasuk anastesi local

Pada mata kiri :

164/8 = 20,5  temasuk anastesi local

VIII. Pembahasan

Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara
klinis guna menghilangkan sensasi secara reversible pada bagian tubuh tertentu.
(Intisari Farmakologi untuk Perawat, 2009 : 37)
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls
saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat
menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Anastetik local sebaiknya
tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan
anastetik local memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anastetik
lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin,
sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan
tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa
pemulihan. Zat anastetik local juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan,
dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.

 Struktur Anestesi Lokal


Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus
amino hidrofil ( sekunder atau tersiaer ) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester
( alcohol ) atau amaida dengan gugus aromatis lipofil. Semakin panjang gugus
alkoholnya maka semakin besar daya anastesinya, tetapi toksisitasnya juga
meningkat.
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut :
a. Senyawa ester : kokain dan ester – PABA (tetrakain, benzokain, kokain,
prokain)
b.      Senyawa amida : dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain
c.       Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida
Semua obat tersebut diatas adalah sintetis kecuali kokain yang alami.

 Syarat ideal anestesi local :


1.   Tidak merusak jaringan secara permanen
2.   Batas keamanan lebar
3.   Onset cepat
4.   Durasi lambat
5.   Larut air
6.   Stabil dalam bentuk larutan
7.   Tidak rusak karena proses penyaringan

Jenis Nama Penggunaan potensi Onset pKa Durasi Dosis


dagang maksimum
(menit) ( jam )
Amida

Bupivakain Marcaine Infiltrasi 8 2-10 8,1 3-10 175 mg

Dibukain Nupercain Topikal cepat singkat

Etidokain Duranest Infiltrasi 6 3-5 3-10 300 mg

Lidokain Xylocaine Infiltrasi/topikal 2 cepat 7,7 1-2 300 mg

Mepivakain Carbocain Infiltrasi 2 3-20 2-3 300 mg


e
Prilokain Infiltrasi 2 cepat 7,7 2-4 400 mg
Citanest
Prilokain/lidokain topikal 30-120 singkat
EMLA

Ester

Benzokain Anbesol Topikal Cepat Singkat

Kloroprokain Nesacaine Infiltrasi 1 Cepat 0,5-2 600 mg

Kokain Topikal 2-10 1-3 200 mg

Prokain Novocaine Infiltrasi 1 lambat 8,9 1-1,5 500 mg

Proparakain Ophthaine Topikal cepat singkat

Tetrakain Pontocaine Infiltrasi 8 lambat 8,51 2-3 20-50 mg

Tetrakain Cetacaine topikal cepat singkat

Tabel Anastesi Lokal

IX. Mekanisme Kerja


Anastesi lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya
dengan cara menghindarkan untuk sementara pembentukan dan trasmisi implus
melalui sel saraf ujungnya. Seperti juga alcohol dan barbital, anastesi lokal
menghambat penerusan implus dengan cara menurunkan permebilitas membran
sel saraf untuk ion – natrium yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini
disebabkan adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada berdekatan
dengan membran neuron. Pada waktu yang bersamaan, akibat turunnya laju
depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat laun
meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara resevibel.
X. Efek samping
Obat anestesi lokal mempengaruhi fungsi semua organ dengan menghambat
transmisi dan konduksi impuls, oleh karena itu obat anestesi lokal mempunyai
efek penting pada susunan saraf pusat, ganglion otonom, neuromuscular junction
dan semua jenis otot. Efek toksik yang terjadi berbanding lurus dengan
dosis/konsentrasi obat anestesi lokal yang masuk ke dalam sirkulasi.

Salah satu obat anestesi local :


Lidokain ( lignocain, xylocain, lidonest )
a.    Farmakodinamik
Ø  Anestesi lokal kuat. Terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih
ekstensif dari pada prokain.
Ø  Larutan lidokain o.5 % adalah anastesi infiltrasi, 1 – 2 % ; nastesi blok dan
topical.
Ø  Efektif tanpa vasokontraktor, kcepatan absorpsi dan toksitas, masa keja
lebih pendek.
b.    Farmakokinetik
Ø  Absorpsinya mudah diserap dari tempat ijeksi
Ø  Dapat tembus sawar darah otak
Ø  Metabolism : di hati , eksresinya di urin
c.    Indikasi
1. Injeksi : anastesi infitrasi, blok saraf anestesi epidural, kaudal dan
mukosa
2. Anest infitrat : larutan .025 % – 0.50% dengan atau tanpa adrenalain
3. Kedok gigi : larutan 1 – 2 % lidokain dengan adrenalin
4. Anestesi permukaan, anest kornea mata ( lidokain 2 % + adrenalin )
d.    Kontra indikasi
Iritabilitas jantung
e.    Efek samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP,
misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan
seizures. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian
akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung.
f.     Dosis
1.         Kosentrasi efektif minimal 0.25 %.
2.         Infitrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
3.         Kerja sekitar 1 – 1.5 juam tergantung konsetrasi larutan.
4.         Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer.
5.         0.25 % - 0.5 % + adrenalin 200.000 untu infitrasi.
6.         0.5 % untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
7.         1 % untuk blok motorik dan sensorik
8.         2 % untuk blok motorik pasien yang berotot (muscular)
9.         4% atau 10 % untuk topical semprot faring – laring
10.     5 % bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea
11.     5 % lidokain dicampur prilokain untuk topical kulit.
12.     5 % hiperbarik untuk analgesia intratekal

2. Tetrakain
 Derivat PABA
 Adalah anestesi local yang menembus kornea dan konjungtiva, obat ini efektif
setelah pemberian topical pada mata dalam 30 dtk dan anestesi bertahan selama
min. 15 mnt

 i.v = 10x lbh aktif & lbh toksik dp prokain

 Dosis dan pemberian: pada mata 1 atau 2 tetes larutan 0,5%; THT : lar 2%

 Kontraindikasi : diketahui adanya hipersensitiv terhadap tetrakain, inflamasi


okuler atau infeksi

 Tindakan pencegahan : Mata yang teranestesi harus dilindungi dari debu dan
kontaminasi bakteriologi samapai sensasi pulih sepenuhnya. Pemakaian yang
lama dapat menimbulkan opasitas pada kornea

 Efek merugikan : Perasaan terbakar setempat dapat timbul dan yang lebih
jarang adalah lakrimasi dan fotofobia

 Penyimpanan: Tetrakain tetes mata harus disimpan dalam wadah tertutup rapat
terlindung dari cahaya dan jangan didinginkan
XI. Kesimpulan

Kedua obat menghasilkan efek anastesi local karna angka regnier minimal 13
pada lidocain hcl angka regnier 27,375 dan pada tetrakain hcl memiliki angka
regnier 20,5 . dari hasil pengamatan diatas kita melihat bahwa lama kerja tetrakain
hcl lebih lama dibanding lidokain hcl tetapi tetrakain hcl lebih toksik dari pada
lidocain hcl

 Lidokain HCL
Bekerja cepat,bertahan lama,kekuatan kerja 4x prokain,toksisitas 2x prokain.tidak
diurai oleh hidrolase dibiotrasnformasi secara oksidatif.pemakaian simpatometik
harus dihindari.

 Tetrakain HCL
Berkhasiat 10x kuat dari prokain dan 10x lebih toksisitas.lebih sering digunakan
secara anestetik permukaan.sangat cepat diabsorbsi dari membran mukosa luka
sehingga terdapat bahaya keracunan absorpsi.

XII. Pembahasan soal


1. Apakah yang oerlu diperhatikan pada persiapan larutan obat mata agar dapat terjamin
khasiatnya ?

Jawab :

Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa sehingga sesuai digunakan pada mata.
Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas
obat, nilai isotonositas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet dan jika
perlu pemilihan pengawet dan kemasan yang tepat.
obat tetes mata haruslah :
a.    steril
b.    bebas dari partikel tersuspensi kecuali bentuk suspense
c.    sedapat ungkin isotonis dan isohidris
d.   Dibufer
e.    Dalam  wadah kecil, praktis dan steril
f.     Mengandung zat bakteriostatik untuk menjaga sterilitas dan stabilitas

Formulasi suspense obat mata dapat dibuat jika diperlukan untuk membuat
produk yang bertujuan mengingkatkan waktu kontak kornea, atau diperlukan untuk
obat tidak larut atau tidak stabil dalam pembawa air.

Larutan Mata
Sebelum memberikan larutan atau suspense oftalmik sebaiknya pengguna
mencuci tangan sampai bersih. Selama penanganan dan pemberian obat atau, harus
berhati-hati agar penetes tidak berkontak dengan mata, kelopak mata, atau permukaan
lain.

2. Pada percobaan, mata kelinci harus terhindar dari cahaya langsung. Jelskan !

Jawab :

Agar obat tersebut dapat bekerja dengan baik karena obat tersebut dengan mudah
dapat terurai oleh cahaya . Mata merupakan indera yang paling sensitive serta
mempunyai jaringan yang sangat halus dibanding dengan indera lain sehingga sangat
mudah terangsang , terinfeksi dan mengalami iritasi.

3. Sebutkan anestesi local mata yang digunakan, selain pada percobaan ini !

Jawab :

 Prokain HCL
 Piperakain HCL
 Prilokain HCL
LAPORAN PERCOBAAN IV

(Anastesi Konduksi)

I. Tanggal Percobaan : 15 Agustus 2015


II. Latar Belakang :

Anastetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong
natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf,
jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf
diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh
kerusakan struktur saraf. Anestetik lokal menghilangkan penghantaran saraf ketika
digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi tepat. Bekerja pada
sebagian Sistem Saraf Pusat (SSP)  dan setiap serabut saraf. Kerja anestetik lokal pada
ujung saraf sensorik tidak spesifik. Hanya kepekaan  berbagai struktur yang dapat
dirangsang berbeda. Serabut saraf motorik mempunyai diameter yang lebih besar
daripada serabut sensorik. Oleh karena itu, efek anestetika lokal menurun dengan
kenaikan diameter serabut saraf, maka mula-mula serabut saraf sensorik dihambat dan
baru pada dosis lebih besar serabut dihambat.

III. Tujuan Percobaan :


1. Mengenal tiga teknik untuk mencapai anestetika lokal pada berbagai hewan
percobaan
2. Memahami faktor-faktor yang melandasi perbedaan-perbedaan dalam sifat dan
potensi anestetika lokal
3. Mengenal berbagai faktor yang mempengaruhi kerja anestetika lokal
4. Dapat mengkaitkan daya kerja anestetika lokal dengan menifestasi gejala keracunan
serta pendekatan rasional untuk mengatasi keracunan

IV. Prinsip Percobaan

Anastetika Konduksi adalah Anestetika local yang disuntikkan di sekitar saraf tertentu
yang dituju dan hantaran rangsang pada tempat ini diputuskan.
V. Dasar Teori
Anestetik lokal adalah obat yang menghasilkan blockade konduksi atau blockade
lorong natrium pada dinding saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara
spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. Anestesi lokal
merupakan obat – obat yang menghalangi penghantaran impuls – impuls saraf ke
susunan saraf  pusat secara reversible pada penggunaan lokal.
 Struktur Anestetik Lokal
Anestetik lokal merupakan gabungan dari garam laut dalam air dan alkaloid larut
dalam lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik,
bagian badan sebagai penghubung terdiri dari cincin hidrokarbon dan bagian ekor yang
terdiri dari amino tersier bersifat hidrofilik. Anestetik lokal dibagi menjadi dua golongan:
1. Golongan ester (-COOC-)
Obat – obat ini termetabolisme melalui hidrolisis. Yang termasuk  kedalam golongan
ester, yakni : Kokain, Benzokain, ametocaine, prokain, piperoain, tetrakain,
kloroprokain.
2. Golongan amida (-NHCO-)
Obat – obat ini termetabolisme melalui oksidasi dealkilasi di dalam hati. Yang
termasuk kedalam golongan amida, yakni : Lidokain, mepivakain, prilokain,
bupivacain, etidokain, dibukain, ropivakain, levobupivacaine.
Kecuali kokain, maka semua anestesi lokal bersifat vasodilator (melebarkan
pembuluh darah). Sifat ini membuat zat anestesi lokal cepat diserap, sehingga
toksisitasnya meningkat dan lama kerjanya jadi singkat karena obat cepat masuk ke
dalam sirkulasi. Untuk memperpanjang kerja serta memperkecil toksisitas sering
ditambahkan vasokonstriktor. Vasokonstriktor merupakan kontraindikasi pada
keadaan-keadaan sebagai berikut: 
1. Anestesi end organ, misalnya telinga dan jari.
2. Infiltrasi, blok saraf pada persalinan spontan.
3. Penderita usia lanjut.
4. Penderita hipertensi.
5. Penderita dengan penyakit-penyakit kardiovaskuler.
6. Penderita diabetes mellitus.
7. Penderita tirotoksikosis.
 Cara Pemberian
1. Topikal : melalui cara ini obat dioleskan/ disemprotkan pada mukosa daerah tindakan,
misalnya pada mata, rongga hidung, faring, laring, traktus respiratorius bagian bawah,
telinga, uretra dan jalan lahir.  Agen anestesi lokal yang digunakan yang mudah
diserap permukaan mukosa, seperti lignokain 4%, kokain 5%, tetrakain, dan lidokain.
2. Infiltrasi : obat disuntikkan langsung ke dalam jaringan yang akan dimanipulasi, tanpa
mempertimbangkan persarafannya. Anestesi berdifusi dan khasiatnya dicapai melalui
penghambatan ujung saraf perasa di jaringan subkutan. Cara pemberian ini dipakai
pada pembedahan kecil, penjahitan luka, pengambilan kulit untuk transplantasi,
pencabutan gigi. Keuntungan teknik ini adalah sederhana, mudah dan dapat
diandalkan. Sedangkan kerugiannya ialah struktur jaringan di lapangan bedah
disamarkan.
3. Field block : obat disuntikkan mengelilingi daerah tindakan, misalnya pada
pengangkatan kista di kulit, tumor-tumor kulit.
4. Blok saraf : Melalui cara ini yang dituju langsung saraf bagian proksimal. Dengan
cara ini daerah yang dipersarafi akan teranestesi, misalnya pada tindakan operasi di
lengan bawah dengan memblok saraf brakialis.
5. Intravascular : obat dimasukkan langsung ke dalam vena atau arteri besar pada
ekstremitas yang bersangkutan, sedangkan aliran darah dibendung dengan manset
tensimeter, sehingga obat tidak langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Cara ini
dipakai pada reposisi patah tulang, amputasi, dan debridement.
6. Spinal : zat anastesi lokal disuntikkan ke dalam rongga subaraknoid atau ke ruang
epidural di dalam kanalis vertebralis pada ketinggian tertentu, sehingga daerah
setinggi persarafan yang bersangkutan dan di bawahnya teranestesi sesuai dengan
teori dermatom kulit.

 Mekanisme Kerja
Membran yang mudah terangsang dari akson saraf, mirip dengan membrane otot
jantung dan badan sel saraf mempertahankan potensial transmembran seitar -90 sampai
-60 mV. Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium yang masuk cepat ke
dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membrane ke arah keseimbangan potensial
natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini maka saluran natrium menutup (inaktif)
dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah
keseimbangan potensial kalium (-95mV), terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi
keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium.
Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung, dan anestesi lokal pun mempunyai
efek yang sama pada kedua jaringan tersebut. 
Obat anestesi lokal bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium
channel), mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium,
sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tidak terjadi konduksi saraf.
Potensi kerja obat anestesi lokal dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut
makin poten. Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan
konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Kosentrasi minimal anestetik lokal (analog dengan mac, minimum alveolar concentration)
dipengaruhi oleh :
a. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
b. pH (asidosis menghambat blockade saraf)
c. frekuensi stimulasi saraf

Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu : 

a.pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi


meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula
kerja cepat.

b. Alkalinisasi anestetik lokal membuat mula kerja cepat


c. Konsentrasi obat anestetik lokal
Lama kerja dipengaruhi oleh:
a. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetik lokal adalah protein
b. Kecepatan absorbsi.
c. Banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.
 Farmakokinetik
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang
akan dihambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak begitu penting dalam
memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan seperti halnya
mula kerja anestesi umum terhadap SSP dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topical
anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula kerja dan lama kerja
efek anestesinya. 
 Absorpsi sistemik
Absorpsi sistemik dipengaruhi oleh :
- Tempat suntikan
Kecepatan absorpsi sistemik sebanding dengan ramainya vaskularisasi tempat
suntikan (absorpsi intravena > trakeal > interkostal > kaudal > para-servikal >
epidural > pleksus brakialis > skiatrik > subkutan)
- Penambahan vasokonstriktor
Adrenalin 5 µg/ml membuat vasokonstriksi pembuluh darah pada tempat suntikan
sehingga dapat memperlambat absorpsi sampai 50%
- Karakteristik obat anestetik lokal
Obat anestetik lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabsorpsi secara
lambat
 Distribusi
Distribusi obat anestetik lokal dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan
ditentukan oleh faktor-faktor :
 Perfusi jaringan
 Koefisien partisi jaringan/ darah : Ikatan kuat dengan protein plasma obat lebih
lama di darah, Kelarutan dalam lemak tinggi meningkatkan ambilan jaringan\
 Massa jaringan: Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal

 Metabolisme dan ekskresi


Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah
larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang
bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada
sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan
meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam
air, sehingga mudah diekskresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali
oleh tubulus ginjal. 
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirikolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan
kloroprokain.
Ikatan amida dari anestesi lokal amida dihidrolisis oleh enzim mikrosomal
hati. Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap
individu, perkiraan urutannya adalah Prilokain (tercepat) > etidokain > lidokain >
mepivakain > bupivakain (terlambat).  Akibatnya, toksisitas dari anestesi lokal tipe
amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh,
waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal
menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit hati yang berat. 
Penurunan pembersihan anestesi lokal oleh hati ini harus diantisipasi dengan
menurunkan aliran darah ke hati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada
binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang
diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan aliran darah ke dalam hati dan
penekanan mikrosom hati karena halotan. Propanolol dapat memperpanjang waktu
paruh anestesi lokal amida.
1. Golongan ester
Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa
ester sangat cepat dan kemudian metabolit diekskresi melalui urin.
2. Golongan amida
Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan metabolisme
tergantung kepada spesifikasi obat anestetik lokal. Metabolismenya lebih lambat
dari hidrolisa ester. Metabolit diekskresi lewat urin dan sebagian kecil diekskresi
dalam bentuk utuh.
 Indikasi
1. Jika nyawa penderita dalam bahaya karena kehilangan kesadarannya, sebagai contoh
sumbatan pernafasan atau infeksi paru.
2. Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya anestesi umum. Hal ini
dapat terjadi pada kasus seperti partus obstetik operatif, diabetes, penyakit sel bulan
sabit, usia yang sangat lanjut, dan pembedahan yang lama.
3. Menghindari bahaya pemberian obat anestesi umum, seperti pada anestesi halotan
berulang, miotonia, gagal ginjal atau hepar dan porfiria intermiten akut.
4. Prosedur yang membutuhkan kerjasama dengan penderita, seperti pada perbaikan
tendo, pembedahan mata, serta pemeriksaan gerakan faring.
5. Lesi superfisial minor dan permukaan tubuh, seperti ekstraksi gigi tanpa penyulit, lesi
kulit, laserasi minor, dan revisi jaringan parut.
6. Pemberian analgesi pascabedah, contohnya sirkumsisi, torakotomi, herniorafi, tempat
donor cangkok kulit, serta pembedahan abdomen.
7. Untuk menimbulkan hambatan simpatik, seperti pada free flap atau pembedahan
reimplantasi, atau iskemia ekstremita. 
 Syarat – syarat Anestesi lokal yang baik
1. Tidak merangsang jaringan
2. Toksisitas sistemisnya kecil
3. Tak merusak saraf secara permanen
4. Efektif melalui penggunaan suntikan atau topical pada mukosa
5. Mula kerja cepat
6. Lama kerjanya lambat
7. Larut dan stabil dalam air serta stabil pada pemanasan (sterilisasi).
 Kontra Indikasi
a. Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah diketahui.
Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
b. Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
c. Kurangnya prasarana resusitasi.
d. Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
e. Infeksi  lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
f. Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
g. Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
h. Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
i. Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
j. Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk
bekerja dengan sempurna
k. Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
 Efek samping / tosisitas
1. Sistem saraf pusat (SSP)
SSP rentan terhadap toksisitas anestetik lokal, dengan tanda-tanda awal parestesi lidah
gelisah, nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, tinnitus, mual, muntah, tremor,
gerakan koreatosis, rasa logam di mulut, inkoherensia, kejang koma.
2. Sistem Pernafasan
Relaksasi otot polos bronkus. Henti nafas akibat paralise daraf frenikus, paralise
interkostal atau depresi langsung, pernafasan dalam dan kemudian tak teratur, sesak
nafas hingga apneu, hipersekresi dan bronkospasme.
3. Sistem kardiovaskuler : vasodilatasi, hipotensi, bradikardi, nadi kecil dan syok.
4. Reaksi hipersensitivitas berupa urtikaria, dermatitis, edema angioneurotik,
`bronkospasme, status asmatikus,sinkop dan apneu. 

VI. Percobaan

 Alat dan Bahan

Alat Bahan
- Alat suntik + Jarum Suntik -Mencit jantan 3 ekor
- Klem/Pinset ekor -Tetrakain
- Silinder khusus mencit -NaCl Fisiologis
- Timbangan -Lidokain
- Spidol
- Stopwatch
-
 Prosedur Kerja
1. Semua mencit dicoba dulu respon haffner (ekor mencit dijepit dan dilihat angkat
ekor atau menit bersuara) dan hanya dipilih hewan hewan yang member respon
haffner negatif, artinya hewan mengangkat ekor/bersuara
2. Hewan hewan dikelompokkan dan ditimbang dan diberi tanda
3. Mencit dimasukkan kedalam silinder (kotak penahan mencit) dan hanya ekornya
yang dikeluarkan. Jumlah silinder disesuaikan dengan jumlah mencit dari satu
kelompok
4. Ekor mencit kemudian dijepit pada jarak 0,5cm dari pangkal ekor. Manifestasi rasa
nyeri ditunjukkan dengan refleks gerakan tubuh mencit atau dengan suara kesakitan.
Respon demikian dicatat sebagai haffner negatif.
5. Pada waktu t =0, masing masing mencit dari kelompok yang sama disuntik.
Pehacain divena ekor, kelompok control hanya disuntik larutan pembawanya
dengan cara penyuntikkan yang sama.
6. Setalah waktu t=10 menit, masing masing mencit diperiksa respon haffner; dan
selanjutnya dilakukan hal yang sama pada t=15 dan 20 menit. Hasil pengamatan
dicatat dalam sebuah tabel

VII. Perhitungan Dosis dan Hasil Pengamatan

Perhitungan dosis:
Rumus :

1. Mencit ke-1 (BB= 20 g)


Dosis Lazim Lidokain = 50 mg/kg BB
Sediaan = 20 mg/ml, diencerkan menjadi 2 mg/ml
2. Mencit ke-2 (BB= 20 g)
Dosis Lazim NaCl 0,9% = 1000 ml/70kg BB = 0,13mg/kg BB
Sediaan = 20 mg/ml, diencerkan menjadi 0,02 mg/ml

3. Mencit ke-3 (BB= 21,7 g)


Dosis Lazim Tetrakain = 20ml/kg BB
Sediaan = 20 mg/ml, diencerkan menjadi 2 mg/ml

Pengamatan:

Respon Haffner pada waktu


Cara
Hewan Obat t= menit
pemberian
0 5 10 15 20 25
Tetracain Iv + + + - - -
Mencit Lidocain Iv + + + - - -
Kontrol negatif Iv + + + + + +

VIII. Pembahasan
Dari hasil percobaan ternyata NaCl memiliki efek anastesi yang dapat bertahan lebih
lama dibandingkan dengan Lidokain dan Terakain, ini disebabkan karena adanya blokade Na.
Teknik pemberian anastesi konduksi disuntikkan di sekitar saraf tertentu yang dituju atau
injeksi tulang belakang, yaitu pada suatu tempat berkumpulnya banyak saraf hingga tercapai
anastesi dari suatu daerah yang lebih luas.

Sebagai anastesi lokal, lidokain menstabilkan memrane sarafdenga cara menegah


depolarisasi pada membrane saraf melalui penghambatan masuknya ion Natrium. Obat
anastesi okal mencegah transmisi impuls saraf (blockade konduksi) dengan menghabat
perjalanan ion natrium melalui salura ion selektif Na+ dala membran saraf. Saluran Na sndiri
merupakan reseptor spesifik untuk molekul anastesi lokal. Kemacetan pembukaan saluran Na
oleh molekul anastesi lokal sedikit memperbesar hambatan keseluruh permeabilitas Na.
Kegagalan permeabilitas saluran ion terhadap Na memperhambat peningkatan kecepatan
depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian potensial aksi
tidak disebarkan.

Bila konsentrai yang meningkat dari suatu anastesi lokal dterapkanpada suatu serabut
saraf, maka nilai ambang aksitasi akan meningkat, konduksi impul lambat, kecepatan
peningkatan potensial aksi menurun, ampliude potensial berkurang, dan akhirna kemampuan
untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang.efek progresif ini disebabkan oleh adanya
ikatan antara anastetik lokal dengan saluran ion Na yang semakin meningkat. Pada setiap
saluran ion, ikatan menghasilkan penghambatan arus ion Na. Apabila arus ion Na
dihambatdisepanjang serabut saraf maka impuls yang melewati daerah yang dihambat tidak
terjadi.

IX. Kesimpulan
Anestesi konduksi merupakan teknik anestetika lokal yang di suntikan di sekitar saraf
tertentu yang dituju dan hantaran rangsang pada tempat ini diputuskan. Terdapat bermacam-
macam obat anestesi yang dapat digunakan dengan teknik anestesi konduksi, dimana masing-
masing obat memiliki kekuatan kerja, toksisitas, kecepatan absorpsi yang berbeda-beda.
Lidocain adalah anastetik lokal yang kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian
topikal dan suntik. Anestesi konduksi (penyaluran saraf), injeksi di tulang belakang, yaitu
dengan penyuntikan di suatu tempat dimana banyak saraf terkumpul, sehingga mencapai
anestesia dr suatu daerah yang luas , misal pada pergelangan tangan atau kaki, juga untuk
mengurangi nyeri yg hebat.

LAPORAN PERCOBAAN V
(Anestesi Infiltrasi)
I. Tanggal percobaan : 15 Agustus 2015
II. Tujuan percobaan :
1. Mengetahui efek obat anestesi infiltrasi
2. Mengetahui onset dan durasi obat anestesi infiltrasi
3. Mengetahui fungsi adrenalin dalam anestesi infiltrasi

III. Prinsip percobaan


Menimbulkan anestesi ujung saraf melalui kontak langsung dengan obat.

IV. Dasar Teori


Anestesi artinya hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai
maupun yang tidak disertai hilang kesadaran, diperkenalkan oleh Oliver W.
Holmes pada tahun 1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesi
disebut anestetik, kelompok obat ini dibedakan dalam anestesi umum dan
lokal.
Anestesi lokal sangat toksik bila diberikan secara suntikan, sehingga
penggunaannya terbatas pada pemakaian topikal dimata, selaput lendir atau
kulit. Beberapa anaestetika lokal lebih tepat untuk anaestesi infiltrasi atau
blokade syaraf, digunakan juga secara topikal.
Respons suatu organ otonom terhadap obat adrenergik ditentukan tidak
hanya oleh efek langsung obat tersebut, tetapi juga oleh refleks homeostatik
tubuh. Rangsangan adrenergik α1 menimbulkan vasokonstriksi yang
meningkatkan tekanan darah. Efinefrin dapat melokalisasi obat pada syaraf
yang akan memperpanjang waktu anaestesi, mengurangi kecepatan absorpsi
anaestesi lokal sehingga akn mengurangi toksisitas sistemiknya. Pada
umumnya zat vasokontriktor diberikan dalam kadar efektif minimal.

V. Bahan/ Alat/ Hewan coba


Bahan : Lar. Tetracain HCl, Lar. NaCl, Lar. Lidocain HCl,
Lar. Lidocain + Adrenalin @ 0,2 ml
Alat : Gunting; pisau cukur ; Spuit 1cc ; spidol ; peniti
Hewan : Kelinci

VI. Prosedur percobaan

1. Gunting bulu kelinci pada punggungnya dan cukur hingga bersih kulitnya
(hindari terjadinya luka )
2. Buat daerah penyutikkan dengan spidol dengan jarak minimal 3 cm
3. Uji getaran otot dengan memberikan sentuhan ringan pada daerah
penyuntikkan dengan peniti, setiap kali enam sentuhan
4. Suntikkan larutan-larutan diatas pada daerah penyuntikkan
5. Lakukan uji getaran setelah penyuntikkan seperti no. 3

VII. Hasil Pengamatan

Tabel. Pengamatan
Getaran otot punggung kelinci dengan 6 sentuhan
Bagian setiap kali dengan peniti pada waktu (t=menit)
Hewan Obat CP
percobaan setelah pemberian obat

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

Punggung Tetracain IC - + + + + + + + + - - -
kiri NaCl IC - - - - - - - - - - - -
Kelinci Lidocain IC - + + + + + + + - - - -
Punggung
Lidocain+ IC
kanan - + + + + + + + + - - -
Adrenalin

Keterangan : (-) getar, obat tidak berefek


(+) tidak getar, obat berefek
VIII. Pembahasan

1. Lidocain memberikan mula kerja cepat . Hal ini sesuai dengan teori karena
dalam teori Lidocain memiliki kerja lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan
lebih anaestesi.
2. NaCl tidak memberikan efek sama sekali. Hal ini sesuai dengan teori, NaCl
hanya larutan elektrolit dan tidak memiliki efek anastesi.
3. Tetracain memberikan efek mula kerja cepat dan masa kerja yang panjang.
Hal ini sesuai dengan teori, karena Tetracain adalah derivat asam
paraaminobenzoat memberikan efek 10 kali lebih aktif dan lebih toksik.
Tetracain digunakan untuk segala macam anaestesi.
4. Lidocain + Adrenalin memberikan efek lama kerja hampir sama kuat dengan
Tetracain. Hal ini sesuai teori karena penambahan adrenalin pada larutan
anaestetika lokal akan memperpanjang dan memperkuat kerja anaestesi lokal.

IX. Kesimpulan
Lidocain merupakan obat terpilih untuk anaestesi lokal karena
memberikan efek mula kerja yang cepat dan lebih aman dibanding Procain
dan Tetracain. Lidocain lebih efektif bila digunakan tanpa vasokontriktor
( adrenalin ), tetapi kecepatan absopsi dan toksisitasnya bertambah dan masa
kerjanya lebih pendek. Penambahan vasokontriktor berguna untuk mengurangi
kecepatan absorpsi anaestesi lokal sehingga dapat mengurangi toksisitas
sistemiknya tetapi akan memperpanjang dan memperkuat kerja anaestesi
lokal.

X. Pembahasan soal

1. Mengapa ada perbedaan antara efek anaestetika lokal dengan anaestetika


lokal dalam adrenalin?
Jawab : karena penambahan adrenalin pada larutan anaestetika lokal akan
memberikan rangsangan pada saraf adrenergik yang ada pada otot polos
pembuluh darah kulit dan menyebabkan vasokontriksi ( penyempitan
pembuluh darah )sehingga berkurangnya kecepatan absorpsi dalam darah.

2. Apakah kokain sebagai anaestetika lokal perlu ditambahkan adrenalin, jika


iya kenapa, jika tidak jelaskan !
Jawab : Tidak, karena kokain sendiri dapat menyebabkan vasokontriksi,
sehingga masa kerja kokain lebih lama dibanding anaestesi lokal lainnya.

3. Berikan penerapan klinis dari pemakaian anaestesi permukaan dan


anaestesi infiltrasi?
Jawab : Anaestesi permukaan, penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau dokter keluarga untuk pembedahan kecil, seperti
menjahit luka dikulit. Juga di gunakan sebagai persiapan untuk prosedur
diagnostik seperti bronkoskopi, gastroskopi, dan sitoskopi. Anaestesi
infiltrasi, misalnya pada daerah kecil di kulit atau gusi ( pada pencabutan
gigi ).

4. Bagaimana pengaruh pH daerah yang dianaestesi lokal terhadap potensi


anaestetika lokal?
Jawab : Anaestesi lokal yang biasa digunakan mempunyai pKa antara 8-9,
sehingga pada pH jaringan tubuh hanya didapati 5-20% dalam bentuk basa
bebas.

LAPORAN PERCOBAAN VI

(Toksisitas Anestetika Lokal)


I. Tanggal Percobaan : 15Agustus 2015

III. Tujuan Percobaan :

- Mengenal tiga teknik ( anestesi permukaan, mukosa / metode regnier


konduksi) untuk menyebabkan anestesi lokal pada hewan percobaan.

- Memahami faktor-faktor yang melandasi perbedaan-perbedaan dalam sifat dan


potensi anestetika lokal.

- Mengenal berbagai faktor yang mempengaruhi anestetika lokal.

- Menghubungkan potensi kerja anestetik lokal dengan manifestasi gejala


toksisitas serta pendekatan rasional untuk mengatasi toksisitas anestetika.

IV. Teori Dasar

Anestesi (pembiusan; berasal daribahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan


aesthētos,"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh.(Wikipedia, 2007). Penggunaan anastesi lokal untuk
pencegahan rasa sakit selama operasi,dimulai lebih dari 100 tahun yang lalu sewaktu Kaller
(1884) seorang opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan dari kokain suatu ester dari
asampara amino benzoat (PABA), dalam menghasilkan anstesi korneal. (Rusda,
2004)Anastesi injeksi yang pertama adalah ester lain dari PABA yaitu Procaine yang
disintesa oleh Einhorn pada tahun 1905. Obat ini terbukti tidak bersifataddiksi dan jauh
kurang toksik dibanding kokain. Ester-ester lain telah dibuattermasuk Benzocaine, Dibucaine,
Tetracaine dan Chloroprocaine, dan semuanya terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi kadang-
kadang menunjukkan sensitisasi danreaksi alergi. (Rusda, 2004).Penelitian untuk anastesi
lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat dengan berbagai keuntungan dapat
digunakan pada saat ini.

Secara kimiawi umumnya obat anastesi local terdiri dari sebuah gugus lipofilik
(biasanyasebuah cincin aromatic) yang berikatan dengan sebuah rantai perantara(umumnya
termasuk suatu ester atau amida) yang terikat pada satu gugusterionisasi (biasanya suatu amin
tersier). Aktivitas optimal memerlukan keseimbangan yang tepat antara gugus lipofilik dan
kekuatan hidrofilik. Penambahan sifat fisik molekul, maka konfigurasi stereokimia spesifik
menjadi penting, misalnya perbedaan potensi stereoisomer telah diketahui untuk beberapa
senyawa. Karena ikatan ester (seperti prokain) lebih mudah terhidrolisis dari ikatan amida
maka lama kerja ester biasanya lebih singkat. Anastesi local bersifat basa lemah. Untuk
aplikasi terapeutik, biasanya dibuat sebagai garam agar mudah larut dan lebih stabil. Di
dalam tubuh obat akanmenjadi basa tanpa muatan atau sebagai kation. (Katzung, 1997)

Absorbsi sistemik suntikan anastesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat- jaringan, adanya bahan
vasokonstriktor dan sifat fisikokimia obat. Aplikasianastesi local pada daerah yang kaya
vcaskularisasinya seperti mukosa trakea menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat
dan kadar obat dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan tempat yang perfusinya jelek
seperti tendon.Untuk anatesi regional yang menghambat saraf yang besar kadar darah
maksimum anastesi local menurun sesuai dengan tempat pemberian yaitu:interkostal
(tertinggi) > caudal > epidural > pleksus brachialis > saraf ischiadicus(terendah). Bahan
vasokontriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistemik anastesi lokal dari tempat
tumpukan obat dengan mengurangi alirandarah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata
terhadap obat yang masakerjanya singkat atau lemah seperti prokain, lodokain, dan
mepivakain (tidakuntuk prilokain). Vasokonstriktor kurang efektif dalam memperpanjang
sifat anastesi obat yang mudah larut dalam lipid danbekerja lama (bupivakain, etidokain)
mungkin karena molekulnya sangat erat terikat dalam jaringan. Selain itu katekolamin
mungkin mempengaruhi fungsineuronal antara lain meningkatkan analgesia terutama pada
medulla spinalis.(Katzung, 1997).

Anastesi local amida disebar meluasa dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena.
Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadidalam jaringan lemak setelah
fase distribusi awal yang cepat yang mujngkin menandakan ambilan kedalam organ yang
perfusinya tinggi seperti otak, hati,ginjal dan jantung, diikuti oleh fase distribusi lambat yang
terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang seperti otot dan usus. Karena
waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya
tidakdiketahui. (Katzung, 1997).

Anastesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut
dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anastesi lokal yang bentuknya
tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan.Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier
menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diekskresikan karena
bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal. (Katzung, 1997)

Tipe ester anastesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (Pseudocolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali mempunyai
waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokaindan kloroprokain.
(Katzung, 1997)Ikatan amida dari anastesi lokal amida dihidrolisis oleh enzim
mikrosomalhati. Kecepatan metabolisme senyawa amida didalam hati ini bervariasi
bagisetiap individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokkain >lidokain >
mepivakain > bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas darianestesi lokal tipe amida ini
akan meningkat pada pasien dengan gangguanfungsi hati. Penurunan pembersihan anestesi
lokal oleh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah ke hati. Sebagai contoh,
pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat
dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunanpembersihan ini
berhubungan dengan penurunan aliran darah ke dalam hati danpenekanan mikrosom hati
karena halotan. Propanolol dapat memperpanjang waktu paruh anestesi lokal amida.
(Katzung, 1997).

Anestesi lokal mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran danmenghambat saluran
dalam keadaan bergantung waktu dan voltase. Bilapeningkatan konsentrasi secara progresif
anestesi lokal digunakan pada satuserabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat,
konduksi impuls sarafmelambat, kecepatan munculnya potensial aksi menurun, ampltudo
potensialaksi mengecil, dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang.Efek
yang bertambah tadi meupakan hasil dari ikatan anestesi lokal terhadap banyak dan makin
banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium.
Jika arus ini dihambat melebihi titik kritissaraf, maka propagasi yang melintas daerah yang
dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk
menghambat propagasi,potensial istirahat jelas tidak terganggu. (Katzung, 1997).

Penghambatan saluran natrium oleh anestesi lokal adalah bergantung pada voltase dan
waktu: Saluran dalam keadaan istirahat mempunyai afinitas yang lebih rendah terhadap
anestesi lokal daripada keadaan diaktifkan. Olehkarena itu, efek dari kadar obat yang
diberikan makin jelas pada akson yang meletup cepat daripada serat dalam keadaan istirahat.
(Katzung, 1997)Peningkatan kalsium ekstrasel sebagian mengantagonisir kerja anestesilokal.
Kebalikan ini disebabkan oleh peningkatan potensial di permukaan membran karena kalsium,
sehingga menimbulkan keadaan istirahat yang berafinitas rendah. Sebaliknya, peningkatan
kalium ekstrasel mendepolarisasi potensial membran dan cocok untuk keadaan inaktif.
Keadaan ini memperkuatefek anastesi lokal. (Katzung, 1997)Kerja anestesi lokal juga
dipengaruhi :

1) pka : Obat anestesi lokal yang mempunyai pka mendekati PH fisiologismis: 7,4
akan mempunyai konsentrasi basa nonionisasi yang tinggi dan akan mudah menembus
membran sel syaraf sehingga “ onset of action “ akan lebih cepat.

2) Lipid Solubility : Kemampuan obat anastesi lokal untuk menembuslingkungan


hydrophobic sehingga makin mudah larut dalam lemak, maka “duration of action” semakin
panjang.

3) Protein Binding : Obat anastesi lokal yang berikatan dengan plasma protein(α1-
acid glycoprotein), maka “duration of action” obat anastesi lokal menjadi lebih panjang. Oleh
karena itu sangat hati-hati pada pasiendengan plasma protein yang rendah, dan obat akan
bebas dalam sirkulasi darah sehingga akan timbul efek toksik pada pasien. (Rusda, 2004).

Bebarapaobat yang seringdigunakanpadaanestetikalokal :

• Prokain HCL

Sering digunakan karena sifatnya diterima jaringan dengan baik, dalam organism cepat
disabunkan oleh esterase menjadi dietiloamin + paba yang bekerja melebarkan pembuluh
darah. Absorpsinya cepat diperlambat dengan penambahan vasodilator dan toksisitasnya jauh
lebih ringan.

• Lidokain HCL

Bekerja cepat,bertahan lama,kekuatan kerja 4x prokain,toksisitas 2x prokain.tidak diurai


oleh hidrolase dibiotrasnformasi secara oksidatif.pemakaian simpatometik harus dihindari

• Tetrakain HCL

Berkhasiat 10x kuat dari prokain dan 10x lebih toksisitas.lebih sering digunakan secara
anestetik permukaan.sangat cepat diabsorbsi dari membran mukosa luka sehingga terdapat
bahaya keracunan absorpsi.
V. Bahan dan Alat

Bahan : Alat :

1. Lidokain 1. Jarum suntik

2. Tetrakain 2. Timbangan tikus

3. Tikus 3. Kapas

4. Alkohol 4.Spuit 1 ml

5. Nacl infus 0,9%

VI. Prosedur Percobaan

1. Timbang 6 tikus ,masing-masing tikus diberi no 1-6 sebagai tanda pengenalnya.


Amati keadaan tikus sebelum diberikan obat.
2. Pada waktu T=0 menit, tikus no 1 diberikan obat Tetrakainsecara IP dan tikus no 3
diberikan obat Tetracain secara SC.
3. Pada waktu T=0 menit, tikus no 2 diberikan obat Lidocain secara IP dan tikus no 4
diberikan obat Lidocain secara SC.
4. Pada waktu T= 0 menit, tikus no 5 dan 6 diberikan suntikan nacl infus 0,9% masing-
masing secara IP dan SC.
5. Amati karakteristika tikus selama beberapa menit (sikap, kelakuan, kejang-kejang
kalau ada, bola mata, pupil mata dan gejala-gejala lain). Catat waktu gejala yang
muncul dan kematian jika ada .
6. Semua hasil pengamatan dimasukkan ke dalam sebuah tabel .

VII. Perhitungan Dan Hasil Pengamatan

Keterangan :

Berat konversi tikus = 200 g Konversi BB = 0,018 x 125 mg/kg BB = 2,25mg

Konversi dosis manusia = 0,018 ml Dosis sediaan Tetracain = 20 mg

Dosis sediaan Lidocain = 20 mg/1 ml


 Tikus 1 (obat Tetracain secara Intra Subcutan), Berat tikus : 200 gram
Pemberian obat : 0,018 x 125 mg/ml = 2,25

Volume Penyuntikan = 200 g x 2,25 mg= 2,25 mg

200 g

= 2,25 mg x 1 ml = 0,1125 ~ 0,1 ml

20 mg
 Tikus 2(Obat Lidocain secara Intra Peritoneal)Berat tikus :210gram
Pemberian obat : 0,018 x 125 mg/ml = 2,25

Volume Penyuntikan = 210 g x 2,25 mg = 2,3625 mg

200 g

= 2,3625mg x 1 ml = 0,118 ~ 0,1 ml

20 mg

 Tikus 3 (obat Tetracain secara Intra Peritoneal), Berat tikus : 110 gram
Pemberian obat : 0,018 x 125 mg/ml = 2,25

Volume Penyuntikan = 110 g x 2,25 mg = 1,2375 mg

200 g

= 1,2375 mg x 1 ml = 0,061 ~ 0,06 ml

20 mg

 Tikus 4(Obat Lidocain secara Intra Subcutan) Berat tikus : 200gram


Pemberian obat : 0,018 x 125 mg/ml = 2,25

Volume Penyuntikan = 200 g x 2,25 mg = 2,25 mg


200 g

= 2,25 mg x 1 ml = 0,1125 ~ 0,1 ml


20 mg

 Tikus 5(Nacl infus 0,9% secara Intra Peritoneal) Berat tikus :200gram
Pemberian obat : 0,018 x 125 mg/ml = 2,25

Volume Penyuntikan = 200 g x 2,25 mg = 2,25 mg

200 g

= 2,25 mg x 1 ml = 0,1125 ~ 0,1 ml

20 mg
 Tikus 6(Nacl infus 0,9% secara Subcutan) Berat tikus :140gram
Pemberian obat : 0,018 x 125 mg/ml = 2,25

Volume Penyuntikan = 140 g x 2,25 mg = 1,575 mg

200 g

= 1,575 mg x 1 ml = 0,07875 ~ 0,08 ml

20 mg

HasilPengamatan

Hewan Nama Obat Rute Waktu Karakteristik Gejala yang Waktu


Pemberian tikus sebelum timbul
diberi obat setelah
pemberian
obat
Tikus 1 Tetracain Intra 03.14 Aktif dan Diam, 10 menit
Subcutan normal normal

Tikus 2 Lidocain Intra 02.30 Aktif dan Lemas 10 menit


Peritoneal normal ,tertidur

Tikus 3 Tetracain Intra 03.21 Aktif dan Cemas, 10 menit


Subcutan normal aktive

Tikus 4 Lidocain Intra 02.25 Aktif dan Pupil mata 10 menit


Peritoneal normal mengecil,
diam,lemas

Tikus 5 Nacl infus Intra 03.00 Aktif dan Diam, 10 menit


0,9% Peritoneal normal tertidur

Tikus 6 Nacl infus Intra 03.00 Aktif dan Diam, 10 menit


0,9% Subcutan normal tertidur

VIII. Pembahasan
Pemberiaan obat anestetika lokal Lidokain HCl pada tikus yang diberikan secara IP
dan SC tidak menimbulkan kematiaan pada tikus, hanya menimbulkan efek lemas dan tidak
bergerak bila diberi rangsangan. Pada rute pemberian SC, efek yang timbul jauh lebih lama
dibandingkan IP. Pada pemberian injeksi via SC, kondisi tikus no 1 terlihat diam dan normal,
sedangkan pada tikus no 3 terlihat cemas ditandai dengan detak jantung tikus yang terus
berdebar.Sedangkan pada penyuntikan secara intra peritoneal efek yang ditimbulkan cepat
terlihat pada tikus no 2 yang tertidur dan lemas. Pada tikus no 4 terlihat efek tikus diam,
lemas, dan pupil mata mengecil. Penyuntikan nacl infus 0,9% pada tikus no 5 dan 6 tidak
menimbulkan efek terlihat pada keadaan tikus terlihat aktif dan normal.

IX. Kesimpulan

Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan


secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa sebagai anestesi lokal
amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan hambatan hantaran yang lebih cepat,
lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Tidak
seperti prokain, lidokain lebih efektif digunakan secara topikal dan merupakan obat anti
disritmik jantung dengan efektifitas yang tinggi. Untuk alasan ini, lidokain merupakan
standar pembanding semua obat anestesi lokal yang lain. Tiap ml mengandung: 2 –
(Dietilamino) – N – (2,6 – dimetil fenil) asetamida hidroklorida

Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak.
Sekitar 70% (55-95%) lidokain dalam plasma terikat protein, hampir semuanya dengan alfa 1
– acid glycoprotein. Distribusi berlangsung cepat,volume distribusi adalah 1 liter per
kilogram.

Konsentrasi obat anestesi yang rendah dalam plasma mungkin menyebabkan mati rasa
(baal) pada lidah dan bibir, mungkin menggambarkan penghantaran obat kedaerah vaskular
yang tinggi ini. Sebagai kelanjutan dari konsentrasi plasma yang meningkat, obat dengan
mudah melintasi sawar darah otak dan menyebabkan pola perubahan sistem saraf pusat yang
dapat diramalkan. Kegelisahan, vertigo, tinitus, dan kesulitan dalam memfokus terjadi lebih
awal. Peningkatan selanjutnya dari konsentrasi obat dalam sistem saraf pusat menyebabkan
ucapan seperti tertelan dan kejang otot rangkaEfek-efek di atas dapat dianggap sebagai
gejala-gejala toksik yang dapat diketahui secara dini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A.C & Hall, J. E. Buku ajar fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC

2. Siregar, Tahoma. Penuntun Praktikum Farmakologi I. Jakarta : ISTN,2008

3. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi FKUI, 1995

4. Anestesi Ivan Atjeh: Anestesi pada Pembedahan Mata

5. http://dokumen.tips/documents/praktikum-anastesia-lokal-2008.html
6. http://dokumen.tips/documents/efek-obat-mata-kelinci-03.html

7. http://smart-fresh.blogspot.com/2012/02/anestesi-lokal-farmakologi.html

8. Mutschler. E. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan


Toksikologi, terjemahan M. B. widianto dan A. S. Ranti, Penerbit ITB, Bandung. Hal
223

9. Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar Edisi II, Depok: Leskonfi

10. Tim Penyusun, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi V, Jakarta : Departemen

11. Garde MM & Cowey A. 2000. Deaf Hearing : Unacknowledged Detection of


Auditory Stimuli in a Patient with Cerebral Deafness. Cortex 36 (online),hal. 7180,
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10728898, diakses 16 Agustus 2015)

12. Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta, hal.414-
417

13. Rusda, Muhammad. 2004. Anastesi Infiltrasi pada Episiotomi (online),


(http://library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-rusda2.pdf,diakses 23Maret 2008)

14. Syarif A & Sunaryo. 2007. Kokain dan Anastetik Lokal Sintetik. Dalam :
Farmakologi dan Terapi, edisi5. Departemen Farmakologi danTerapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta, hal.260-261

15. Wikipedia. 2015.Anestesi (online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Lidocaine


:lidocaine-wikipedia, diakses 16 Agustus 2015)

Anda mungkin juga menyukai