Oleh
Kelompok 3
2021
SENYAWA KIMIA YANG BEKERJA LOKAL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet tetes, spuid,
stopwatch, tikus, katak, dan kapas. Bahan yang digunakan antara lain menthol,
kloroform, larutan fenol 5%, alkohol 25%, gliserin 25%, dan minyak olivarium,
asam sulfat pekat, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, fenol likuafatkum,
NaOH 75 %, H2SO4 1/50 N, H2SO4 1/10 N, H2SO4 1/25 N, H2SO4 1/75 N, gom
Arab 10%, tanin 5%, strikhnin nitrat, NaOH, Na2S, dan Ca-tioglikolat (Veet).
Prosedur Kerja
Iritansia
1. Rubefasiensia
2. Kausatika
Protektiva
1. Demulsensia
Rangsangan diberikan pada salah satu kaki katak yang telah dilukai
dengan larutan H2SO4 1/10 N. kemudian kaki lainnya dicelupkan ke
dalam larutan H2SO4 1/10 N ditambahkan gom Arab 10% dan respon dari
katak diamati.
2. Astringensia
NaOH, Na2S, dan Veet diteteskan di atas kulit tikus pada tempat yang
berbeda. Biarkan 10 menit, kemudian bekasnya dibersihkan dengan kapas.
Diamati ada tidaknya rambut yang lepas dan efeknya terhadap kulit. Setelah
selesai pengamatan, tempat bekas tetesan dicuci dengan sabun. Zat devilator
dalam bidang kosmetik manusia diperiksa apakah dapat menimbulkan kerusakan
pada kulit atau tidak.
Senyawa Iritansia
Menthol yang digosokkan pada kulit lama kelamaan akan berubah warna
seperti kemerahan dan adanya sensasi agak panas. Menthol bekerja pada reseptor
dingin, sehingga sensasi yang dirasakan ketika menggunakan menthol adalah rasa
dingin. Namun jika penggosokan dilakukan secara berulang dan terus menerus
maka akan timbul efek panas dan sedikit nyeri. Menthol bekerja dengan cara
meningkatkan vasodilatasi kulit, sehingga mampu mengurangi fungsi kulit.
Menthol hanya merangsang daerah setempat dan bersifat lemah (Sumardjo 2006).
Kloroform yang ditumpahkan pada kapas dan didiamkan pada kulit memberikan
rasa panas, perih dan membuat kulit menjadi kemerahan, sedangkan kloroform
yang langsung ditetesi pada kulit memberikan rasa dingin dan tidak meninggalkan
bekas pada kulit. Kloroform merupakan zat yang mudah menguap. Kloroform
akan menimbulkan iritansia ringan jika terpapar dalam waktu yang lama di kulit.
Kloroform memiliki efek vasodilatasi dan menyebabkan rasa nyeri. Hal ini dapat
terjadi karena penguapan kloroform dihambat oleh kapas sehingga perangsangan
dilatasi kapiler berlangsung terus menerus kemudian akan menimbulkan rasa
gatal, terbakar atau nyeri (Tasmin et al. 2014).
Fenol merupakan zat kristal yang tidak berwarna dan memiliki bau khas.
Fenol dapat mengiritasi dan korosif terhadap kulit dan membran mukosa (Erlyta
et al. 2019). Praktikum ini menggunakan fenol 5% yang ditambahkan berbagai
senyawa lainnya yaitu alkohol 25%, gliserin 25%, dan olvarium. Fenol 5% yang
ditambahkan alkohol 25% menghasilkan reaksi yaitu jari yang memutih dan
menunjukkan perubahan bentuk pada kulit (keriput) hal ini terjadi karena fenol
dapat melarutkan senyawa polar dalam hal ini alkohol. Fenol 5% yang di
tambahkankan gliserin 25% tidak menimbulkan reaksi signifikan hal ini karena
gliserin yang melembabkan kulit dan mencegah fenol untuk menarik cairan dari
kulit. Fenol 5% yang ditambahkan olvarium tidak menimbulkan reaksi apapun
karena olvarium merupakan minyak yang diperoleh dari buah dan senyawa
olvarium tidak mudah larut oleh fenol sehingga senyawa ini menjadi senyawa
protektiva untuk kulit (Cyntiani 2012).
Sebelum dilakukan uji kausatika, hewan coba yaitu tikus harus ditimbang
terlebih dahulu. Bobot badan tikus setelah ditimbang maka didapatkan hasil 168
gram. Tikus kemudian diberikan sediaan anestesi campuran ketamin dan xylazin
dengan dosis anestesi berdasarkan bobot badan tikus. Area ventral tikus yang
telah dicukur kemudian diberi tanda lingkaran kecil sebanyak 6 buah pada kulit.
Setiap lingkaran diberikan sediaan yang akan diujikan dan kemudian ditunggu
selama 30 menit.
Tabel 2 Hasil uji kausatika
Senyawa Kimia Reaksi Pada Kulit
Asam nitrat merupakan asam inorganik yang bersifat korosif dan asam
oksidatif kuat. Asam nitrat yang berkontak dengan kulit dapat menyebabkan
coagulation burns, kerusakan pada epithelium, lepuh, ulser, dan bekas luka
permanen tergantung dari jumlah paparan senyawa. Asam nitrat pekat dapat
menyebabkan luka bakar pada kulit (National Research Council 2010). Asam
klorida pekat merupakan salah satu zat kimia berbahaya karena sifatnya yang
mudah menguap mudah terbakar dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit (Arifin
et al. 2012). Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisik. Bahan iritan dapat merusak lapisan
tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah
daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid
membran) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membrane sel dan
merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti (Sularsito et al. 2007).
Berdasarkan hasil uji, area kulit yang ditetesi dengan H2SO4 pekat, HNO3
pekat, dan HCl pekat menunjukkan perubahan pada kulit berupa penebalan
(seperti menggelembung) dan memutih. Hasil ini sesuai dengan literatur bahwa
asam kuat dan pekat akan menyebabkan iritasi pada kulit dan menyebabkan kulit
menjadi lepuh. Pemberian zat fenol liquafaktum pada kulit tikus tidak
menunjukkan perubahan. Phenol liquefactum atau liquefied carbolic acid sering
digunakan untuk mengatasi rasa nyeri (Margono 1970). Fenol liquafaktum
merupakan bahan yang bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan iritasi pada
kulit. Percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan literatur. Hal ini dapat
disebabkan karena kemungkinan bahan yang digunakan sudah tercampur oleh
bahan lainnya yang berdampak pada efek karsinogenik yang ditimbulkan tidak
muncul.
Senyawa Protektiva
Penambahan gum arab pada larutan H2SO4 menyebabkan kaki katak lebih
lama mengangkat ketimbang larutan satu yang hanya mengandung H2SO4. Hal ini
dapat terjadi karena gum merupakan sediaan demulsensia. Demulsen merupakan
zat dengan berat molekul yang tinggi dan bersifat larut air serta berfungsi
mengurangi iritasi. Demulsen masuk ke dalam grup protektif dan bekerja dengan
melapisi permukaan kulit yang rusak serta menjaga lapis stratum corneum dan sel
di bawahnya pada bagian epidermis sehingga membentuk barrier pelindung dari
stimulus eksternal (Riviere dan Papich 2009). Gum arab merupakan hidrokoloid
dari eksudasi alami pohon akasia dengan sifat berkelarutan baik di air, memiliki
viskositas rendah dalam larutan berair, dapat membentuk film, dan merupakan
pengemulsi yang baik (Shiyan 2021). Sifat dari gum arab tersebutlah yang mampu
melindungi permukaan kaki katak lebih baik terhadap rangsangan atau stimulus
H2SO4.
Hasil yang didapatkan melalui penetesan tanin pada lidah adalah lidah
menjadi kering dan terdapat rasa pahit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Idroes et
al. (2019) yang menyebutkan bahwa tanin merupakan senyawa astringen yang
berasal dari bahan alam dengan kandungan polifenol larut air, memiliki bobot
molekul tinggi, serta memberikan rasa pahit dan juga kesat. Menurut Siamtuty et
al. (2017) gugus polifenol tanin dapat mengikat dan mengendapkan atau
menyusutkan protein dan menyebabkan rasa kering dan puckery (kerutan) di
dalam mulut . Pemberian tanin secara oral dapat mengalami adsorpsi pada mukosa
gastrointestinal dan melindungi mukosa dari iritasi. Tanin berikatan dengan sel
kelenjar sehingga mampu mengurangi eksudasi dan sekresi. Sifat tanin yang
mampu mengkoagulasi protein dalam kelenjar pencernaan selain menyebabkan
sekresi berkurang juga menimbulkan efek berupa mukosa menjadi kering
(Japaries 2010).
Senyawa Depilator
NaOH ++
Na2S +
Veet +++
SIMPULAN
SARAN
Arifin M, Wijaya AE, Kusumawardani AS, Lutfatin RI, Astuti ED. 2012. Laporan
Akhir PKM-P Curcumax Reagen Praktis Penguji Kandungan Boraks pada
Bakso. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Ganiswarna SG. 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): FK-UI Press
Ling LJ, Hanley, Belfus. 2000. Toxikology Secrets. Philadelphia (US): Elsevier.
Margono P. 1970. Masalah penulisan resep oleh dokter gigi [skripsi]. Surabaya :
Universitas Airlangga
Muller RS. 2008. Small Animal Clinical Pharmacology (Second Edition). USA:
W.B. Saunders.
Subamia UDP, Wahyuni GI, Widiasih NN. 2019. Analisis resiko bahan kimia
berbahaya di laboratorium kimia organik. Jurnal Matematika, Sains, dan
Pembelajarannya. 13(1) : 49-70.
Sularsito, Sri Adi dan Djuanda Suria.2007. Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Tasmin N, Erwin, dan Kusuma IW. 2014. Isolasi, identifikasi dan uji toksisitas
senyawa flavonoid fraksi kloroform dari daun terap (Artocarpus
oforatissimus blanco). Jurnal Kimia Mulawarman. 12(1): 45-54.
Villee CA, Walker WF, Barnes RD. 1988. General Zoology. Philadelphia (US):
W.B. Saunders Company.
Zebua NF, Sudewi, Prihatini M. 2019. Formulasi dan evaluasi sabun transparan
dari kolagen tulang sapi (Bos sp.) sebagai pelembab. Journal of
Pharmaceutical and Sciences. 2(1) : 1-9.