LOKAL By AULIA MIFTAKHUR RAHMAN on Sep 24, 2010 in Academic 1. I. Pendahuluan Perbedaan antara obat dan racun terletak pada dosisnya. Keduanya sama-sama senyawa kimia yang jika diberikan pada tubuh akan memberikan efek berbeda sesuai dosis yang diberikan. Berdampak menyembuhkan jika dosisnya tepat tapi mengakibatkan keracunan jika dosisnya berlebih. Racun merupakan zat kimia yang masuk dengan cara apapun dan dalam jumlah kecil yang dapat menimbulkan gangguan atau abnormalitas fisiokimia. Toksikan ada yang bekerja secara lokal dan general (umum). Senyawa kimia yang bekerja secara lokal dibagi menjadi beberapa derajat kerusakan respon lokal. Respon yang terjadi timbul di tempat yang direaksikan tanpa proses absorbsi. Tubuh manusia dan hewan hampir semuanya ditutupi oleh kulit, akibatnya kulit dapat terpapar berbagai jenis zat kimia misalnya kosmetik, produk rumah tangga, obat topical dan pencemaran industri, terutama di tempat kerja tertentu. Praktikum kali ini menggunakan senyawa kimia yang bekerja secara lokal (setempat), yaitu senyawa kimia yang bersifat irritansia dan protektiva. Irritansia merupakan kelompok senyawa yang bekerja tidak selektif pada sel dan jaringan tubuh dengan cara merusak sel-sel atau bagian dari sel untuk sementara atau permanen. Reaksi yang bersifat ringan hanya akan merangsang fungsi sel, namun bila parah atau berlangsung lama akan merusak fungsi sel dan dapat menimbulakan kematian jaringan. Bergantung dari kekuatan kerja senyawa kimia tersebut, daya kerja irritansia dapat berupa rubefaksi (perangsangan setempat yang lemah), vesikasi (terjadi pembentukan vesikel), pustulasi (terbentuk pus), dan korosi (sel-sel jaringan rusak). Senyawa protektiva adalah senyawa yang digunakan untuk melindungi kulit atau mukosa terhadap daya kerja irritansia, baik yang kimiawi maupun yang berupa sinar. Beberapa dapat melindungi tubuh dari efek zat-zat yang bekerja sistemik dengan melindunginya agar tidak terserap melalui mukosa. Beberapa daya kerja protektiva adalah demulsensia (senyawa kimia yang merupakan cairan koloid), emolsiensia (senyawa kimia yang merupakan zat minyak), astringensia (senyawa kimia yang digunakan lokal untuk mempresipitasikan protein), dan adsorbensia (senyawa kimia yang digunakan pada kulit dan membran mukosa, ulcera, dan luka-luka). 1. II. Tujuan Tujuan dari praktikum kali ini adalah praktikan mengetahui reaksi yang ditimbulkan oleh zat irritansia dan protektiva dan mengetahui contoh dari senyawa tersebut. 1. III. Hasil Tabel 1 Hasil percobaan zat irritansia rubefasiensia Perlakuan Reaksi Gosokan mentol merah, panas, terasa sedikit perih setelah digosok di tangan selama 33 detik Kloroform kapas merah, perih, panas setelah ditekan dengan kapas tersebut selama 37 detik Kloroform tetes dingin, cairan cepat hilang, reaksi dapat dirasakan setelah 25 detik Celupan jari: Air Alkohol 25% Gliserin 25% Minyak olivarium pucat, tidak keriput pucat, keriput, perih, kesemutan tidak ada perubahan (tidak pucat dan tidak keriput) tidak ada perubahan Tabel 2 Hasil percobaan zat irritansia kaustika Senyawa Reaksi pada kulit Reaksi pada mukosa usus H 2 SO 4 pekat cembung dan hiperemi ringan pengerasan, cekung dan putih HCL pekat cembung dan hiperemi ringan putih dan terjadi penebalan HNO 3 pekat cembung yang sekelilingnya putih dan hiperemi yang cukup hebat putih, keras, dan cekung Fenol likuafaktum lebih putih penipisan NaOH 75% hiperemi sangat parah dan cekung penipisan Kloroform tidak ada perubahan lepuh, transparan dan penipisan Tabel 3 Hasil percobaan zat protektiva Senyawa kimia Waktu (detik) 1. Demulsensia 2. H 2 SO 4 1/10 N 3. H 2 SO 4 1/10 N + gom arab 10% 1 14 1. Absorbensia 2. 1ml striknin nitrat (0,2 mg/ml) 3. 1ml striknin nitrat (0,2 mg/ml) yang telah dikocok dengan karbo adsorbensia sebelumnya 69 598 1. Astringensia 2. Asam Tanin - 1. IV. Pembahasan Rubefasiensia Sepotong menthol yang digosokkan pada kulit selama 2-3 menit membuat kulit menjadi kemerahan, terasa panas, tetapi batasnya tidak terlihat dengan jelas. Hal ini dapat terjadi karena menthol hanya merangsang daerah setempat dan bersifat lemah. Rangsangan ini menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah sehingga terjadi hiperemi dan rasa panas pada daerah tersebut. Kloroform yang diteteskan pada kulit membuat kulit terasa dingin, sedangkan kapas berkloroform yang diletakkan pada kulit membuat kulit terasa perih, panas, merah dan tidak berbatas jelas. Kloroform merupakan zat yang mudah menguap, kulit yang ditetesi oleh kloroform membuat kulit terasa dingin karena panas tubuh pada kulit tersebut digunakan untuk menguapkan kloroform. Kapas yang dicelupkan ke dalam kloroform membuat kloroform tidak mudah menguap, sehingga efeknya dapat bekerja lebih lama. Kapas berkloroform yang diletakkan pada kulit membuat kulit terasa perih, panas, merah, dan tidak berbatas jelas, karena kloroform memiliki efek vasodilatasi dan menyebabkan rasa nyeri atau perih. Hal ini juga disebabkan oleh penguapan kloroform yang dihambat oleh kapas, sehingga perangsangan dilatasi kapiler berlangsung terus menerus. Dilatasi mula-mula mengenai vasa superficial, kemudian lebih mendalam pada struktur subkutan, langsung, ataupun kena refleks sehingga kongesti ini disertai rasa gatal, terbakar atau nyeri. Iritasi oleh contoh zat-zat di atas dapat sembuh tanpa lesi-lesi. Kejadian ini menunjukkan bahwa derajat iritasi tidak parah, hanya pada stadium rubefaksi. Jadi, menthol dan kloroform merupakan contoh zat rubefasiensia. Jari tangan yang dicelupkan pada larutan fenol 5% dalam air membuat jari tangan menjadi pucat, keriput, kesemutan, dan sedikit perih. Hal ini disebabkan karena terjadi perangsangan setempat yang lemah yang menyebabkan reaksi antara larutan tersebut dengan sel yaitu bagian protoplasma sel. Jari tangan yang dicelupkan pada larutan fenol 5% dalam gliserin 25 % tidak berpengaruh pada kulit, sedangkan jari tangan yang dicelupkan pada larutan fenol 5% dalam minyak olivarum membuat kulit terasa sedikit mati rasa. Fenol merupakan rubefaksiensia yang bersifat vasokonstriktif dan merusak fungsi sel, sehingga jari tangan manjadi keriput dan pucat. Aliran darah yang dihambat membuat jari tangan kakurangan vaskularisasi dan nutrisi dari darah sehingga jari tangan merasa kesemutan atau sedikit mati rasa. Kaustika Pada percobaan kaustika dilakukan penetesan pada kulit dan mukosa usus tikus. Penetesan H 2 SO 4 pada permukaan kulit memberikan reaksi berupa benjolan dengan batasan yang jelas, sedangkan pada mukosa usus terjadi pengerasan serta wawrna mukosa usus menjadi berwarna putih. Senyawa H 2 SO 4 termasuk ke dalam golongan asam kuat yang bersifat korosif terhadap logam. H 2 SO 4 sangat mudah bereaksi dengan air dan bahan-bahan organik lainnya dengan cara mengeluarkan asap. H 2 SO 4 pekat bersifat higrokospik, yaitu dapat menyerap air dari zat- zat yang basah, termasuk jaringan tubuh sehingga efek yang ditimbulkan pun akan menyebabkan pengerasan pada bagian kulit yang terkena. Toksikologi larutan H 2 SO 4 jika terkena pada kulit dapat menyebabkan gatal-gatal, sampai menimbulkan luka bakar. H 2 SO 4 pekat dapat membakar jaringan kulit hingga epidermis dan dapat menyebabkan syok. Perubahan yang terjadi pada mukosa usus disebabkan karena rusaknya sel-sel mukosa usus sehingga terbentuk jaringan ikat yang menyebabkan permukaan mukosa menjadi keras, dan warna putih terjadi karena panas yang dihasilkan H 2 SO 4 menyebabkan lepuh dan hancurnya sel mukosa (protein), dan menjadi menggumpal. Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun. Hal ini lah yang menyebabkan sel mukosa usus yang begitu halus dan lunak menjadi hancur atau terbakar dan mengeras saat ditetesi asam sulaf pekat ini, kerusakan jaringan dikarenakan dehidrasi dan kerusakan termal sekunder akibat pelepasan panas oleh reaksi asam sulfat dengan air. Gambar 1 Struktur kimia H 2 SO 4
Pemberian HCl pekat pada bagian kulit tikus mengakibatkan terjadinya perubahan yaitu kulit jadi membengkak dan setelah menit ke-30 kulit tikus melepuh.Sedangkan ketika HCl pekat diberikan pada mukosa usus terjadi perubahan yaitu mukosa usus melepuh, melunak, dan menguning. Pada kulit abdomen tikus terjadi kebengkakan karena adanya respon imunologi sebagai tanda munculnya bahan asing berupa senyawa kimia HCl pekat. Pemberian HCl sebenarnya tidak menimbulkan perubahan sampai melepuh karena HCl merupakan asam kuat dan akan mengakibatkan terjadinya koagulasi. Pada mukosa usus terjadi perubahan warna menjadi menguning. Hal ini bukan merupakan perubahan patologis, melainkan karena kontaminasi kotoran. Asam klorida pekat apabila diberikan pada kulit akan terasa menyengat, terlebih lagi senyawa yang termasuk asam kuat. Asam klorida pekat termasuk kedalam golongan asam kuat Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia merupakan komponen utama dalam asam lambung. Asam klorida merupakan cairan yang sangat korosif. Asam lambung merupakan salah satu sekresi utama lambung. Ia utamanya terdiri dari asam klorida dan mengasamkan kandungan perut hingga mencapai pH sekitar 1 sampai dengan 2. Asam nitrat (HNO 3 ) adalah sejenis cairan korosif yang tak berwarna, dan merupakan asam beracun yang dapat menyebabkan luka bakar. Gambar 2.struktur kimia HNO 3
Pemberian NaOH 75% di kulit abdomen tikus setelah menit ke-30 mengakibatkan terjadinya perubahan yaitu kulit melepuh, memerah dengan adanya batas yang jelas. Sedangkan dengan pemberian NaOH 75% pada mukosa usus terjadi perubahan yaitu mukosa usus memerah dan pembuluh darah menghitam. NaOH 75% merupakan salah satu contoh basa kuat. Kulit dan mukosa usus melepuh karena apabila senyawa kimia bereaksi dengan basa maka akan terjadi pelisisan jaringan tubuh tikus. Pembuluh darah menghitam karena NaOH 75% dapat merusak sel-sel atau bagian dari sel darah. . Pemberian NaOH 75% di kulit abdomen tikus setelah menit ke-30 mengakibatkan terjadinya perubahan yaitu kulit melepuh, memerah dengan adanya batas yang jelas. Sedangkan dengan pemberian NaOH 75% pada mukosa usus terjadi perubahan yaitu mukosa usus memerah dan pembuluh darah menghitam. NaOH 75% merupakan salah satu contoh basa kuat. Kulit dan mukosa usus melepuh karena apabila senyawa kimia bereaksi dengan basa maka akan terjadi pelisisan jaringan tubuh tikus. Pembuluh darah menghitam karena NaOH 75% dapat merusak sel-sel atau bagian dari sel darah. Asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) merupakan contoh senyawa kimia yang bekerja secara lokal dan bersifat irritansia. Reaksi antara irritansia dengan sel biasanya berlangsung terhadap protein protoplasma sel, sehingga dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein bila senyawa kimia bereaksi dengan asam dan lisis bila senyawa kimia bereaksi dengan basa Demulsensia Percobaan demulsensia menunjukkan waktu reaksi saat pencelupan ke dalam H 2 SO 4 lebih cepat dibandingkan dengan waktu yang ditunjukkan untuk bereaksi pada pencelupan H 2 SO 4 + gum arab 10%. Hal ini disebabkan karena toksisitas oleh asam kuat (H2SO4) menyebabkan korosif agen pada konsentrasi yang tinggi dan menyebabkan beberapa jaringan dehidrasi. Toksisitas oleh asam kuat (H2SO4) terjadi karena adanya nekrosis tipe koagulasi yang cenderung untuk membatasi kerusakan lebih lanjut. Konsentrasi bahan atau PH larutan bahan tersebut dapat menjadi indikator potensi kerusakan serius, jika terkena kulit maka kulit akan terbakar kemudian jaringan akan mengalami erosi dan ulcerative. Warna kulit menjadi coklat atau kuning. Larutan H2SO4 1/50N ditambah gom Arab 10% berfungsi agar kulit dapat terlindungi terhadap daya kerja irritansia dari larutan H2SO4 1/50N. Gom Arab (gum Arabic) yang berasal dari getah pohon acacia. Gom Arab berfungsi sebagai pelindung kulit atau mukosa dari daya kerja irritansia, baik yang kimiawi maupun yang berupa sinar. Gom Arab dapat melindungi tubuh dari efek zat zat yang bekerja sistemik dengan melindunginya agar tidak terserap melalui mukosa. Daya kerja ini memberikan efek local yang lemah, dan meliputi zat zat yang indifferen (kimiawi). Maka dari itu hasil kelompok kami menunjukkan bahwa katak yang dicelupkan kakinya di dalam larutan H2SO4 1/50N yang ditambah gom Arab 10% lebih tahan asam daripada kaki katak yang hanya dicelupkan pada larutan H2SO4 1/50N saja dan seharusnya katak yang telah dicerebrasi lebih tahan terhadap asam daripada katak yang belum dicerebrasi karena katak yang telah dicerebrasi kurang mampu merasakan rasa sakit karena cerebrumnya sudah dirusak, tetapi hasil data kelompok kami menunjukkan bahwa katak yang belum dicerebrasi lebih tahan terhadap asam daripada katak yang sudah dicerebrasi. Kesalahan data yang kelompok kami buat dikarenakan kemungkinan pertama katak sudah sensitive terhadap larutan H2SO4 1/50N, karena kaki katak sudah berulang ulang dicelupkan ke dalam larutan H2SO4 1/50N sehingga kaki katak menjadi sensitive. Kemungkinan kedua karena kelompok kami mengitung berapa lama katak dapat tahan terhadap asam dengan melihat katak menarik kakinya, sehingga data kami berbeda dengan sebenarnya karena kelompok kami tidak tahu apakah kaki katak tersebut ditarik menandakan bahwa katak tidak tahan terhadap asam atau memang kaki katak tersebut bergerak secara spontan. Astringensia Pengamatan terhadap mukosa lidah yang telah ditetesi tanin memperlihatkan bahwa ujung lidah berwarna rose (merah muda). Warna ini sama seperti warna normal lidah. Lidah terasa kering dan pahit. Bahan yang bersifat Astringent (misal tanin) bersifat mempresipitasi protein, menyebabkan kulit menjadi kasar, meningkatkan penyembuhan dan mengeringkan secara kulit bila digunakan secara topikal.Permukaan mukosa (dalam percobaan ini digunakan mukosa lidah) yang diolesi tanin akan mengalami presipitasi sehingga permeabilitasnya menurun. Hal ini mengakibatkan menurunnya penyerapan zat racun. Adsorbensia Pengamatan terhadap katak yang disuntik dengan striknin memperlihatkan terjadinya kekejangan yang bersifat simetris, tetanus dan aspontan. Pada katak kedua yang disuntik dengan striknin yang telah dicampur karbon menunjukkan gejala yang mirip dengan katak pertama. Namun, kematian katak lebih lama. Striknin merupakan bahan yang bersifat stimulansia. Striknin bekerja pada susunan saraf pusat yang akan menggertak sistem motorik, sehingga pemberian striknin secara subkutan akan memberikan efek kejang/tremor. Kejang atau tremor ini diakibatkan karena kelebihan dari impuls yang disalurkan melalui motor endplate saraf selanjutnya (Asetilkolin binding tidak terjadi). Kejang yang terjadi bersifat tetanus (frekuensinya cepat) dan aspontan (terjadi jika ada rangsangan). Katak yang disuntik dengan striknin saja dalam waktu yang singkat setelah mengalami kekejangan dan tremor akan mati. Katak yang kedua yang disuntik dengan striknin dan karbon mengalami kejang/tremor yang sama tetapi kematian katak lebih lama dari pada katak pertama. Lebih lamanya katak kedua mati diakibatkan karena karbon berfungsi sebagai zat yang mengadsorbsi striknin (adsorbensia). Karbon tidak mengiritasi dan akan membantu memproteksi secara mekanis dengan cara menyerap racun atau zat yang merugikan tubuh (striknin). Karbon aktif diperkirakan mengurangi absorpsi racun sampai 60%. Karbon aktif bekerja dengan cara menyerap senyawa kimia obat atau racun. Karena karbon tidak diserap oleh tubuh, maka karbon yang telah menyerap racun tadi akan dikeluarkan oleh tubuh. 1. V. Kesimpulan Menthol dan kloroform termasuk zat rubefasiansia. Kedua zat ini memiliki efek dilatasi pembuluh darah sehingga terjadi hiperemi dan rasa panas pada daerah tersebut. Asam kuat (H 2 SO 4 , HCl) dan basa kuat (NaOH) bersifat korosifa dengan perbedaan terletak pada eksudat yang terjadi. Asam kuat menyebabkan eksudat menggumpal akibat terjadinya denaturasi protein, sedangkan basa kuat eksudatnya mengalami lisis. Gum arab termasuk zat demulsensia karena bersifat menghambat terjadinya iritasi pada kulit. Zat yang bersifat protektiva lainnya adalah tanin yang berfungsi untuk menurunkan penyerapan racun. Selain itu, karbon juga termasuk protektiva dengan cara kerja mengabsorbsi racun (striknin) sehingga tidak terserap oleh tubuh.