Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja merupakan mereka yang berusia 10-19 tahun (WHO, 2018). Saat
menuju dewasa, banyak hal yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku remaja
sehingga akan berakibat terhadap kesehatan reproduksi. Seperti menjelang
menstruasi. Gejala yang timbul adalah rasa tidak nyaman yang terjadi pada
periode singkat, semenjak beberapa jam sampai beberapa hari dan bisa menjadi
intens serta menganggu aktivitas sehari-hari. Gangguan yang biasa dialami
sebelum menstruasi disebut Premenstruasi Syndrome (PMS) (Suparman, Pertiwi,
2016 dalam Isramilda, Kasih Purwati, 2020).
Premenstruasi Syndrome (PMS) adalah kumpulan tanda-tanda fisik,
psikologis, dan emosional yang berhubungan lewat siklus menstruasi seorang
wanita dan bersifat konsisten. Terjadi antara fase luteal dan siklus menstruasi.
Penyebab diduga karena aksi progesteron pada neuromudulator seperti serotonin,
katekolamin, opioid, asam Gamma Aminobutyric (GABA). Peningkatan resistensi
insulin dan peningkatan sensitivitas akibat malnutrisi (kalium, magnesium, dan
B6) (Susanti dkk, 2017 dalam Hadah Liriski Parahats, Esitra Herfanda, 2019).
Premenstruasi Syndrome (PMS) adalah gejala menstruasi yang umum pada
wanita yang mungkin melahirkan selama siklus menstruasi. Menurut American
College of Obstretrics and Ginecologist 2015, PMS adalah perubahan tubuh dan
suasana hati yang berlangsung selama beberapa hari dan gejala tersebut dapat
muncul sebulan setelah menstruasi dimulai. Premenstruasi Syndrome (PMS)
adalah gejala yang terjadi pada wanita dalam 7-14 hari menstruasi dan
menyebabkan ketidaknyamanan. Syndrome Premenstruasi (PMS) dapat
memanifestasikan dirinya dalam bentuk perubahan fisik, psikologis, dan perilaku
(Arlia Fika Damayanti, Dora Samaria, 2021).
Premenstruasi Syndrome (PMS) sering sekali menganggu kegiatan sehari-
hari sehingga dapat menurunkan produktivitas seorang wanita. Etiologi dari PMS
salah satunya adalah penurunan kadar endorfin dapat ditingkatkan dengan

1
2

melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat menaikan kualitas kesehatan


individual dan mencegah berbagai penyakit. Bagi beberapa wanita, gejala
Premenstruasi Syndrome ada yang masuk dalam kategori berat, sehingga dapat
menganggu aktivitas mereka. Kurangnya aktivitas fisik akan menyebabkan
defisiensi endorfin dalam tubuh yang dapat mengakibatkan Syndrome
Premenstruasi. Namun dengan aktivitas fisik berupa olah raga, kegiatan di dalam
rumah dapat merangsang hormon endorfin keluar dan menimbulkan perasaan
tenang saat Syndrome Premenstruasi terjadi.
Gejala yang timbul menjelang menstruasi akan menganggu aktivitas sehari-
hari pada remaja putri sampai dengan saat menstruasi berlangsung. Premenstruasi
Syndrome juga berdampak pada penurunan nafsu makan, kelelahan, labilitas
mood. Bagi para remaja putri yang bersekolah, Premenstruasi Syndrome dapat
menganggu kualitas kesehatan, konsentrasi, prestasi dan keaktifan kegiatan
belajar disekolah (Rizki Hasan, Dwi Susanti, 2020).
Ativitas fisik merupakan faktor yang dapat mengurangi Premenstruasi
Syndrome sehingga apabila aktivitas fisik rendah dapat meningkatkan keparahan
dari Premenstruasi Syndrome, seperti rasa tegang, emosi, dan depresi. Dengan
adanya aktivitas fisik akan meningkatkan produksi endorphin, menurunkan kadar
estrogen dan hormon steroid lainnya, memperlancar transport oksigen di otot,
menurunkan kadar kortisol, dan meningkatkan perilaku psikologis (Ratikasari,
2015).
Berdasarkan laporan World Health Organisation (WHO). Premenstruasi
Syndrome memiliki prevalensi lebih tinggi di negara-negara Asia dibandingkan
dengan negara-negara Barat. Hasil penelitian American College Obstetricans and
Gynekologist (ACOG) di Sri Lanka tahun 2012, melaporkan bahwa gejala PMS
dialami sekitar 65,7% remaja perempuan. Hasil studi Mahin Delara di Iran tahun
2012, ditemukan sekitar 98,2% mengalami gejala PMS ringan dan sedang.
Indonesia mengalami sindrom premenstruasi sebanyak 2-10% mengalami gejala
berat. Frekuensi gejala premenstruasi cukup tinggi pada wanita indonesia yang
ditemukan bahwa dari 260 orang wanita usia subur, yaitu 95% memiliki satu
gejala sindrom premenstruasi, dengan tingkat sindrom premenstruasi sedang
3

hingga berat sebesar (3,9%) sehingga menganggu aktivitas sehari-hari (Christin


Yael Sitorus, Puri Kresnawati, Hainun Nisa, Marni Br Karo, 2020).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik pada remaja putri
Indonesia dengan perkembangan PMS di Smk Jaya Buana Kresek ?
1.3 Pertanyaan Peneliti
1.3.1 Bagaimana hubungan aktivitas fisik remaja putri di Smk Jaya Buana
Kresek dengan perkembangan PMS?
1.3.2 Bagaimana gambaran Remaja Putri Di Smk Jaya Buana Kresek ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan dengan kejadian aktivitas fisik Premenstruasi Syndrome
(PMS) Pada Remaja Putri Di Smk Jaya Buana Kresek Kabupaten
Tangerang.

1.4.2 Tujuan Khusus


1.Tujuan khusus pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui Aktivitas
Fisik Pada Remaja Putri Di Smk Jaya Buana Kresek.
2 . tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki sindrom
pramenstruasi (PMS) dari remaja Putri Di Smk Jaya Buana Kresek.
3 . Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mencari penjelasan
tentang kejadian PMS.
4

1.4 Manfaat Penelitian


4.4.1 Bagi Institusi
Manfaat penelitian bagi perguruan tinggi adalah untuk
mewujudkannya dalam memenuhi kewajiban lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.

4.4.2 Bagi Responden


Manfaat penelitian bagi responden dapat menambah ilmu
pengetahuan dan informasi tentang gejala Premenstruasi Syndrome
(PMS).

4.4.3 Bagi Peneliti


Manfaat penelitian ini untuk peneliti yaitu pengetahuan
tentang Premenstruasi Syndrome (PMS) bertambah.

4.4.4 Bagi Profesi Keperawatan


Peneliti ingin agar hasil penelitiannya dapat bermanfaat
untuk acuan bagi profesi keperawatan agar dapat lebih
mengaplikasikan ilmunya khususnya pada remaja yang rentan
dengan kejadian PMS.

4.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya


Diharapkan untuk peneliti kedepannya dalam meneliti
dapat terus menyelidiki apa yang tidak diselidiki secara
menyeluruh selama penyelidikan ini .
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Aktivitas Fisik


Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang
membutuhkan konsumsi energi. Aktivitas fisik sangat penting untuk menjaga
kesehatan yang baik, kesehatan mental dan kualitas hidup. Aktivitas fisik
didefinisikan sebagai segala bentuk gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka dan dibagi menjadi kelompok ringan, sedang, dan berat dengan
pengeluaran energi yang signifikan (Yudha Wahyu Putra & Amalia Solichathi
Rizqi, 2018).
WHO mendefinisikan aktivitas fisik sebagai setiap aktifitas yang dihasilkan
karena otot rangka bahwa membutuhkan energi. Aktivitas fisik dapat dibagi tiga
kategori, yaitu ringan, sedang dan berat (WHO, 2018). Aktivitas fisik ringan
membutuhkan sedikit energi dan umumnya dikenal (endurance) seperti: jalan,
membersihkan rumah, menyuci baju atau piring, mencuci mobil, berhias, duduk,
menonton TV, bermain game, belajar, nongkrong. Aktivitas sedang membutuhkan
energi yang intens atau berkelanjutan, gerakan otot yang berirama atau
fleksibilitas (flexibility) seperti: jogging, tenis meja, berenang, bermain dengan
kucing, bersepeda, bermain musik, dan berjalan aktif. Aktivitas intens umumnya
dikaitkan melalui olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength) misalnya: lari,
bermain sepakbola, aerobik, bela diri, (misalnya karate, taekwondo, pencak silat)
dan outbound (Nurmalina, 2011 dalam Jihan Zata Lini Nurhadi & Fatahillah,
2020).
Aktivitas fisik dan olahraga adalah dua istilah yang berbeda. Aktivitas
merupakan segala bentuk gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot
rangka yang menyebabkan kenaikan kalori dan penggunaan kalori dalam tubuh
melebihi dari kebutuhan energi saat istirahat (Organization, 2018). Olahraga
adalah jenis aktivitas fisik berulang dengan aturan yang bertujuan untuk
meningkatkan kebugaran dan performa fisik (infodatin, 2015 dalam Ari
Wicaksono, 2020). Ini menurunkan tingkat kortisol di otot dan meningkatkan

5
6

kondisi mental. Semua mekanisme ini mendukung hubungan terbalik aktivitas


fisik Premenstruasi Syndrome, dimana makin teratur aktivitas fisik maka akan
semakin berkurang keparaham sindroma premenstruasi. Menurut Dusek (2001)
prevalensi disminorel nyeri haid pada masa menjelang menstruasi jauh lebih
tinggi pada perempuan yang tidak berolahraga secara teratur. Secara psikologis
aktivitas fisik dapat membangun mood, meningkatkan rasa percaya diri, dan
meningkatkan kemampuan mengatasi tantangan.
Premenstruasi Syndrome (PMS) merupakan kumpulan gejala fisik,
psikologis dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita; gejala
biasanya timbul 6-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang ketika menstruasi
dimulai, mayoritas wanita pada usia reproduktif mengalami satu atau lebih gejala
premenstruasi pada sebagian besar siklus menstruasi. Keparahan dan frekuensi
gejala yang dialami bisa berbeda diantara masing-masing siklus. PMS yang cukup
parah memiliki pengaruh negatif pada aktivitas sehari-hari individu, menganggu
fungsi sosial dan pribadi, prestasi kerja, aktivitas keluarga dan sosial serta
hubungan seksual menjadi terpengaruh secara negarif.
PMS jadi akibat kombinasi dari berbagai faktor yang kompleks, salah
satunya akibat perubahan, hormonal yang terjadi sebelum menstruasi penyebab
lainnya namun bisa dikendalikan adalah faktor gaya hidup diantaranya aktivitas
fisik, kondisi psikologis, dan mikronutrien (kalsium, magnesium, vitamin B).
Agar PMS dapat dikurangi bahkan dihilangkan, disarankan pada wanita untuk
memperbaiki gaya hidup (life style) dengan meningkatkan aktivitas fisik, menjaga
pola makan yang sehat, memenuhi kebutuhan harian untuk micro nutrient
terutama kalsium, magnesium dan vitamin B, serta menghindari stress (Surmiasih,
2016 dalam Risky Fiskalia, 2018).

2.1.1 Tipe-tipe Aktivitas Fisik


Ada 3 tipe macam sifat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk
mempertahankan kesehatan tubuh yaitu :
1. Ketahanan (edurance)
7

Aktivitas fisik yang meningkatkan daya tahan mendukung jantung


paru-paru, dan sistem peredaran darah agar tetap sehat. Aktivitas fisik yang
dilakukan selama 30 menit (4-7 hari seminggu). Contoh beberapa kegiatan
yang dapat dipilih seperti :
a. Berjalan kaki
b. Lari sedang
c. Berenang, senam
d. Bermain tenis
e. Berkebun
2. Kelenturan (flexibility)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu
pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur)
dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka
aktivitas yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari perminggu). Contoh
beberapa kegiatan yang dapat dipilih :
a. Peregangan
b. Senam taichi, yoga
c. Mencuci pakaian, mobil
d. Mengepel lantai
3. Kekuatan (strength)
Aktivitas fisik yang membangun kekuatan membantu otot menahan
beban yang diizinkan, menjaga tulang agar kuat, tetap bugar mencegah
osteoporosis. Aktivitas fisik selama 30 menit (2-4 hari seminggu) untuk
menjaga kelenturan. Beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti :
a. Push-up
b. Naik turun tangga
c. Bawa perbelanjaan
d. Mengikuti senam teratur (fitness)
e. Aktivitas fisik meningkatkan energi dan pengeluaran energi
(pembakakaran kalori), contoh :
1) Jalan kaki (5,6-7 kkal/menit)
8

2) Berkebun (5,6 kkal/menit)


3) Menyetrika (4,2 kkal/menit)
4) Menyapu rumah (3,9 kkal/menit)
5) Mencuci baju (3,56 kkal/menit)
6) Membersihkan jendela (3,7 kkal/menit)

2.1.2 Tingkatan Aktivitas Fisik


Menurut Norton et al. 2010 kategori aktivitas fisik meliputi :
1. Aktivitas Fisik Sedenter
Kata sedenter berasal dari bahasa latin “sedere” yang berarti “duduk”.
Aktivitas sedenter merupakan aktivitas tidak bergerak (non-transport
activities) atau menetap dalam jangka waktu lama, aktivitas ini sering
dikaitkan melalui aktivitas seperti duduk, membaca, bermain game dan
tertidur, termasuk duduk bekerja di kantor. Istilah aktivitas sedenter di
beberapa jurnal dengan intensitas aktivitas fisik kategori sangat rendah.
2. Aktivitas Fisik Ringan
Aktivitas fisik intensitas rendah yang sebanding dengan latihan
aerobik yang tidak menyebabkan perubahan signifikan pada laju pernafasan.
Contoh kegiatan tersebut ialah berdiri, berjalan perlahan atau jalan santai,
mengerjakan pekerjaan rumah, bermain, jangka kurun aktivitas yang
dikerjakan kurang dari 60 menit.

3. Aktivitas Fisik Sedang


Aktivitas ini perlu dijelaskan dalam hal aktivitas aerobik. Kegiatan ini
termasuk berjalan 3,5-4,0 mil/jam, berenang, bermain golf, berkebun,
bersepeda dengan kecepatan sedang. Durasi kegiatan ini adalah 30-60 menit
1-2 kali dalam 7 hari/minggu.
4. Aktivitas Fisik Berat
Kegiatan yang sering atau rutin dilaksanakan pada seminggu dan
dengan durasi kurang lebih 75 menit 5-6 kali melingkupi aktivitas aerobik
9

dengan aktivitas yang lain seperti berjalan cepat, naik turun tangga,
memanjat, kegiatan olahraga yang memperhatikan nafas terengah-engah
seperti jogging, sepak bola, voli, dan basket, bermain tenis.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik


Menurut British Hearth Foundation 2014 yaitu :
1. Faktor Biologis
a. Usia
Anak-anak cenderung lebih aktif dari pada anak muda atau remaja.
Secara alamiah anak cenderung aktif bermain karena tertarik pada alur
permainan.
b. Jenis Kelamin
Penurunan aktivitas yang paling menonjol adalah pada anak
perempuan pada usia sekitar 10 tahun menjelang masa awal remaja.
Hampir di setiap negara anak laki-laki lebih aktif dari pada anak
perempuan. Sedangkan di Irlandia usia 11 tahun 43% anak-anak laki-
laki dan 31% anak perempuan.
2. Faktor Demografis
a. Status Sosial Ekonomi
Pada anak dan remaja, anak dengan status sosial ekonomi yang
tinggi lebih aktif dari pada yang memiliki status sosial ekonomi yang
rendah. Sekitar 10% perbedaan diantara keduanya.
b. Ras
Untuk anak-anak kejelasan hubungan etnik belum begitu jelas
namun pada remaja terdapat penelitian yang berkaitan yaitu remaja
berkulit putih cenderung aktif dari pada etnis lain.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat rendahnya
aktivitas fisik. Anak di sekolah pertisipasi aktivitas fisiknya lebih besar
dan mulai menurun menjelang remaja.
d. Faktor Psikologi
10

Terlibat dalam seleksi dan perencanaan aktivitas fisik ketertarikan


dan kepercayaan dari nilai-nilai aktivitas fisik contohnya nilai-nilai
peraturan.

2.2 Definisi Premenstruasi Syndrome (PMS)


Premenstrual Syndrome (PMS) adalah kumpulan gejala fisik dan psikologis,
yang tidak menyenangkan yang dialami wanita sebelum menstruasi, yang terjadi
sekitar 1-2 minggu sebelum menstruasi. Perhimpunan Ahli Obstetri dan
Ginekologi Amerika 2016. Sindrom atau gejala PMS menghilang segera setelah
menstruasi dimulai, atau bahkan 12 hari sebelum menstruasi. Tidak ada tes,
laboratorium atau studi lain yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PMS
(Ernawati Sinaga et al,.2017 dalam Risky Fiskalia, 2018).
Premenstrual Syndrome (PMS) adalah gangguan siklus yang lazimnya
menyerang wanita muda dan setengah baya dan ditandai dengan gejala fisik dan
emosional yang konsisten. (Maulidah,2016).
Premenstrual Syndrome (PMS) adalah kombinasi gejala yang muncul
sebelum menstruasi dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi. PMS
adalah kumpulan keluhan dari gejala fisik, emosi, dan perilaku yang terjadi pada
sistem reproduksi, wanita (Christin Yael Sitorus, Puri Kresnawati, Hainun Nisa,
Marni Br Karo, 2020)
Premenstruasi Syndrome (PMS) merupakan perpaduan tanda-tanda fisik,
psikologis, sama emosional yang terkait menggunakan daur menstruasi
perempuan. Sekitar 80-95% cewe usia fertile mengalami tanda-tanda
premenstruasi yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Gejala-gejala
ini bisa diprediksi dan umumnya terjadi secara teratur selama 2 minggu menjelang
menstruasi. Ini mungkin hilang segera sehabis perdarahan dimulai, namun
mungkin berlanjut (Sibagariang dkk, 2010 dalam Risky Fiskalia, 2018).

2.2.1 Penyebab dari Premenstruasi Syndrome (PMS)


Penyebab dari Premenstruasi Syndrome (PMS) adalah (Saryono dkk, 2009
dalam Maulidah, 2016). :
11

1. Faktor Hormon
Premenstruasi Syndrome (PMS) terjadi pada sekitar 70-90% wanita
usia subur dan lebih sering terjadi pada wanita usia 20-40 tahun. Peran
hormon ovarium tidak jelas, tetapi gejala PMS sering berkembang ketika
ovarium stres. Faktor hormon ketidakseimbangan antara hormon estrogen
dan progesteron. Kadar hormon estrogen sangat tinggi, diatas batas normal
tetapi kadar progesteron rendah. Hal ini menyebabkan perbedaan genetik
dalam sistem pembawa pesan yang memediasi sensitivitas reseptor dan
pelepasan hormon seks intraseluler.
2. Faktor Kimiawi
Faktor kimiawi sangat mempengaruhi dan munculnya Premenstruasi
Syndrome (PMS). Bahan-bahan kimia tertentu di dalam otak seperti
serotonim, berubah-ubah selama siklus menstruasi. Serotonin memiliki efek
yang kuat pada suasana hati. Hal ini terkait dengan gejala-gejala depresi,
kecemasan, daya tarik, malaise, perubahan pola makan, gangguan tidur,
agresif dan nafsu makan meningkat.
3. Faktor Genetik
Faktor genetik pula memainkan suatu kiprah bahwa sangat penting,
lantaran peristiwa Premenstruasi Syndrome (PMS) 2 kali berdasarkan
kembar identik.
4. Faktor Psikologis
Faktor psikologis, atau stres memiliki efek mendalam pada
perkembangan PMS, dan ketika seorang perempuan wanita merasakan
gejala PMS.
5. Faktor Gaya Hidup
Faktor gaya hayati pada pola makan seorang memainkan kiprah sama
pentingnya. Makan berlebihan memainkan kiprah primer tanda-tanda gejala
PMS.
12

2.2.2 Faktor Resiko Premenstruasi Syndrome (PMS)


Premenstrual Syndrome (PMS) umumnya terjadi pada wanita yang sensitif
terhadap perubahan hormonal dan siklus menstruasi, beberapa faktor yang
meningkatkan kejadian premenstruasi menstruasi Syndrome (PMS).
1. Riwayat Keluarga
Genetika adalah faktor yang berperan penting dalam perkembangan
PMS, dan peran genetik ini dapat dilihat dari riwayat keluarga, keluarga
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anggota keluarga biologis yaitu
ibu dan saudara perempuan. Maka memiliki resiko lebih besar menderita
PMS.
2. Wanita yang pernah melahirkan
Faktor yang bisa menaikkan risiko terkena PMS yang pertama yaitu
wanita yang melahirkan.
3. Status Perkawinan
Wanita yang telah menikah lebih mungkin mengalami PMS dari pada
wanita yang belum menikah.
4. Usia
Usia juga sebagai faktor risiko nan bisa menaikkan terjadinya PMS.
Dalam hal ini, semakin bertambah usia, maka PMS akan PMS semakin tak
jarang terjadi dalam perempuan usia 30-45 tahun.

5. Stres
Faktor stres akan memperbesar gangguan PMS. Hal ini juga sangat
merajai kejiwaan dan kepintaran seseorang ketika menuntaskan masalah.
Stres adalah reaksi tanggung jawab manusia, baik secara fisik maupun
psikologis sebab adanya perubahan kemarahan, kecemasan juga bisa bentuk
lain emosi ialah dengan reaksi stres.
6. Pola Makan
Faktor norma mengonsumsi kuliner atau minuman tinggi gula garam,
kopi, cokelat, minuman bersoda, produk susu, dan kuliner olahan bisa
memperberat tanda-tanda PMS.
13

7. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Indeks massa tubuh adalah indeks yang digunakan untuk memprediksi
presentase lemak di dalam tubuh manusia. Lemak adalah salah satu senyawa
dari tubuh yang mempengaruhi proses produksi hormon estrogen, pula
faktor utama timbulnya Syndrome Premenstruasi adalah hormon estrogen.
8. Kekurangan Zat-zat Gizi
Jika nutrisi ini kurang dalam tubuh, ada beberapa nutrisi yang apabila
meningkatkan risiko PMS. Nutrisi yang dimaksud yaitu vitamin B (terutama
B6), Vitamin E, Vitamin C, magnesium, zat besi, dan asam linoleat.
9. Kegiatan Fisik
Faktor risiko berikutnya yang dapat memperburuk PMS ialah kurang
olahraga serta aktivitas fisik. Kebiasaan olahraga yang buruk memperoleh
Premenstruasi Syndrome, aktivitas fisik meningkatkan endorphin,
menurunkan estrogen dan hormon steroid lainnya, meningkatkan
transportasi oksigen dalam otot, mengurangi kadar kartisol, dan
meningkatkan keadaan psikologis (Fibrianti, 2016 dalam Risky Fiskalia,
2018).

2.2.3 Gejala Premenstruasi Syndrome (PMS)


Tanda-tanda yang terjadi dapat diperoleh sama atau bervariasi mulai bulan
ke bulan. Menurut kebanyakan tanda-tanda bahwa merupakan manifestasi asal
produksi hormon progesteron dibagian akhir daur menstruasi, lebih dekat
menggunakan datangnya masa menstruasi. Intinya, tanda-tanda Premenstruasi
Syndrome (PMS) modifikasi menggunakan bermacam modifikasi. Tengah yakni
perubahan fisik, perubahan suasana hati, juga perubahan mental (Mufidah, 2014
dalam Risky Fiskalia, 2018).
Gejala PreMenstruasi Syndrome (PMS) yang sering terjadi menurut
Departement of Health and Human Service di USA 2009 berdasarkan chart PMS
symptoms Tracker :
1. Jerawat
2. Dada bengkak, sensitif
14

3. Merasa lelah tanpa alasan


4. Insomnia
5. Sakit perut serta kembung
6. Badan membengkak
7. Sembelit atau diare
8. Sakit kepala atau sakit punggung
9. Selera makan berkurang
10. Konsenterasi memori
11. Perubahan mood
12. Waswas
Berdasarkan pawesti & Untari 2015, tanda-tanda Premenstruasi Syndrome
(PMS) dikelompokkan ke dalam tiga symptoms yaitu :
1. Behavior symptoms
Gejala ini serta mencakup lelah, insomnia, makan berlebihan, dan
perubahan gairah seksual.
2. Psychologic symptoms
Gejala ini mudah tersinggung, mudah marah, depresi, mudah sedih,
cengeng, cemas, susah konsentrasi, bingung, sulit istirahat dan merasa
kesepian.
3. Physical symptoms
Secara fisik juga terdapat gejala seperti sakit kepala, bengkak dan
nyeri pada payudara, nyeri punggung, distensi perut, bengkak pada kaki dan
tangan, mual, serta nyeri pada otot. Gejala lain dari Premenstruasi
Syndrome (PMS). Adalah penambahan berat badan, mual.

2.2.4 Jenis-jenis PreMenstruasi Syndrome (PMS)


Tipe dan gejala Premenstruasi Syndrome (PMS) bermacam-macam,
menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. 80% gangguan PMS
termaksud tipe A, penderita tipe H sekitar 60%, PMS tipe C 40%, dan PMS D
20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalkan tipe
A dan D secara bersamaan (Sibagariang dkk, 2010 dalam Risky Fiskalia, 2018).
15

1. PMS tipe A anxiety


Hal ini ditandai seperti kecemasan, hipersensitivitas, saraf tegang,
ketidakstabilan. Bahkan sementara wanita mengalami depresi ringan hingga
sedang saat sebelum menstruasi dimulai. Gejala ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Hormon
estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Hormon
progesteron dapat diberikan untuk meredakan gejala, tetapi beberapa
peneliti mengutarakan, bahwa pasien dengan PMS mungkin kekurangan
vitamin B6 dan magnesium. Orang dengan PMS A perlu makan banyak
serat dan membatasi minum kopi.
2. PMS tipe H hyperhydration
Tanda-tandanya meliputi edema, perut kembung, nyeri payudara,
pembengkakan anggota badan, penambahan berat badan premenstruasi.
Jenis gejala ini juga dikaitkan dengan jenis PMS lain. Pembengkakan
disebabkan oleh akumulasi air di jaringan diluar sel “ekstasel” karena diet
pasien tinggi garam dan gula. Pemberian diuretika untuk mengurangi retensi
air dan natrium dalam tubuh hanya meredakan tanda-tanda. Untuk
mencegah tanda-tanda pasien disarankan untuk mengurangi asupan garam
dan gula.
3. PMS tipe C craving
Hal ini ditandai dengan adanya rasa lapar makanan manis, sebagian
besar coklat dan karbohidrat sederhana beserta gula. Tanda-tanda
hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, sakit kepala terkadang
pingsan. Biasanya muncul sekitar 20 menit setelah mengkonsumsi gula
dalam jumlah banyak insulin dalam tubuh. Ditimbulkan akibat stres,
tingginya kadar garam di makanan, kekurangan asam lemak esensial.
4. PMS tipe D depression
Ditandai melalui tanda-tanda rasa depresi, ingin menangis, lemah,
ganguan tidur, pelupa, bimbang, sulit menuruti istilah kata (verbalisasi),
bahkan kadang-kadang timbul merasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh
diri. Umumnya PMS tipe D berlangsung bersamaan melalui PMS tipe A.,
16

hanya sekitar 3% dari semua tipe PMS murni tipe D. PMS tipe D murni
ditimbulkan akibat ketidakseimbangan hormon progesteron serta estrogen,
dimana hormon progesteron pada peredaran haid terlalu tinggi dibandingkan
menggunakan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dengan tipe A
bisa ditimbulkan beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino
tyrosine, penyerapan bersama penyimpanan timbal di tubuh, atau
kekurangan magnesium dan vitamin B (terutama B6). Mempertinggi
konsumsi makanan adapun mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat
membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan
menentukan PMS tipe A.

2.2.5 Pencegahan Premenstruasi Syndrome (PMS)


Pencegahan Premenstruasi Syndrome (PMS) dapat dilakukan dengan cara :
1. Modifikasi Gaya Hidup
Ada beberapa hal tertentu yang perlu dilakukan untuk meminimalisir
gejala yang bisa terjadi akibat perubahan hormonal. Olahraga rutin,
mengurangi asupan kafein, banyak istirahat dan mengurangi stres dapat
membantu memperbaiki gejala sindrome premenstruasi (PMS).
2. Pola Diet
Jenis makanan yang direkomendasikan untuk penderita Premenstruasi
Syndrome (PMS) bervariasi dari wanita ke wanita, dan karena wanita
dengan PMS dapat memiliki kondisi utama lainnya seperti hipoglikemia dan
tekanan darah tinggi, pengaturan dan penelitian khusus ini juga perlu
diproritaskan untuk dilakukan rekomendasi seperti makanan. Mengurangi
asupan gula, karbohidrat, (nasi, kentang, telur) dapat mencegah edema
(pembengkakan), dan mengurangi konsumsi kafein (kopi), teh alkohol. Dan
soda juga dapat mengurangi ketegangan, keceasan, dan insonia.
3. Olahraga
Biasakan untuk berolahraga dan melakukan aktivitas fisik secara rutin.
Ini bisa berupa jalan sehat, lari, bersepeda atau berenang. Beberapa wanita
mengatakan bahwa berolahraga ketika mereka mengalami Premenstruasi
17

Syndrome (PMS) dapat membantu mereka rileks dan tidur di malam hari
(Maulidah,2016 dalam Risky Fiskalia, 2018).

2.3 Definisi Remaja


Pada masa remaja, seseorang bergerak dari anak-anak menuju dewasa.
Menurut Moh Ali Asrori 2016:9, “Masa remaja dalam bahasa aslinya disebut
remaja, dan berasal dari kata latin adolescere yaitu “tumbuh atau tumbuh dan
dewasa”. Hal ini menurut Piaget Moh Ali & Moh Asrori, 2016:9. Bahwa remaja
adalah usia yang sama atau minimal, meskipun individu tidak merasa terintegrasi
dengan masyarakat dewasa, dan merupakan anak-anak di bawah tingkat orangtua,
mereka. Itu berarti derajat paralelisme.
Menurut WHO, remaja adalah penduduk berusia 10-19 tahun, menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk
yang berusia 10-18 tahun, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana (BKKBN). Rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum
menikah. (Diananda Amita,2018) dalam.
Usia remaja dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu :
1. Pra Remaja (11 atau 12-14 tahun)
Remaja ini memiliki waktu yang singkat, selama satu tahun. 12
sampai 14 tahun. Tahap ini tampaknya negatif. Langkah ini dikatakan
buruk. Fase sulit bisa jadi sulit untuk berkomunikasi dengan anak dan
orangtua. Fungsi fisik dapat terganggu oleh perubahan seperti perubahan
hormonal yang dapat menyebabkan perubahan suasana hati pada remaja.
Peningkatan intropeksi ini terkait dengan apa yang orang lain pikirkan
tentang mereka.

2. Remaja Awal (13 atau 14 tahun – 17 tahun)


Pada titik ini, perubahan terjadi dengan cepat. Pada usia ini, banyak
orang mengalami ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam
banyak hal. Statusnya belum diketahui. Jadi dia mencari seseorang.
Hubungan sosial berubah, mengarah pada perubahan pola. Seperti dewasa
18

muda, remaja sering merasa diberdayakan untuk membuat keputusan


sendiri. Tahap perkembangan ini berfokus pada memperoleh kemandirian
dan identitas, membuat pemikiran lebih logis, idealis, dan menghabiskan
lebih banyak waktu diluar keluarga
3. Remaja Lanjut (17-21 tahun)
Dia ingin menjadi pusat perhatian, dan mengekspresikan dirinya
dengan cara berbeda dari yang dia lakukan. Di awal masa remajanya. Dia
sangat idealis dan ambisius, dengan banyak energi.
Berdasarkan penjelasan para ahli diatas masa remaja memiliki rentan
usia 10 sampai 23 tahun, dan masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu
pra-remaja usia rentan 10-14 tahun, remaja awal berusia 14 hingga 17 tahun,
dan remaja yang lebih tua berusia 15-23 tahun.

2.3.1 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Premenstruasi Syndrome


Aktivitas fisik merupakan faktor yang dapat mengurangi rasa sakit akibat
PMS, sehingga jika aktivitas fisik rendah dapat meningkatkan keparahan dari
PMS, seperti rasa tegang, emosi, dan depresi. Dengan adanya aktivitas fisik akan
meningkatkan produksi endorfin, menurunkan kadar estrogen dan hormon steroid
lainnya, memperlancar transpor oksigen di otot, menurunkan kadar kortisol, dan
meningkatkan perilaku psikologis (Ratikasari, 2015 dalam Risky Fiskalia, 2018).
19

2.4 Kerangka Teori

Fakftor Penyebab Syndrome Peremenstruasi (PMS)


1. Faktor hormonal
2. Faktor kimiawi
3. Faktor genetik
4. Faktor psikologis
5. Faktor gaya hidup

Fakftor Risiko

1. Riwayat keluarga
2. Wanita yang pernah
melahirkan
3. Status perkawinan
4. Usia
5. Stres
6. Pola makan
7. Indeks masa tubuh
(IMT)
8. Kekurangan zat-zat
Gizi
9. Aktivitas fisik

Gambar 1. Kerangka Teori Modifikasi dari (Maulidah, 2016: Finurina dkk,


2016 dalam Risky Fiskalia, 2018).
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian adalah gambaran dan hubungan antara
satu variabel dengan variabel lain dari satu konsep atau lainnya, atau satu
variabel dari masalah yang diteliti. Konsep adalah suatu abstraksi yang
dipahami dan dibentuk. Oleh karena itu konsep tidak dapat di amati dan
diukur secara langsung. Untuk mengamati dan mengukur suatu konsep
kita harus menjelaskannya dalam bentuk variabel (Notoatmojo, 2018).
Penelitian ini mempunyai variabel bebas (Independen) adalah
Aktivitas Fisik dan variabel terikat (Dependen) yakni Premenstruasi
Syndrom (PMS). Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Bagan 1. Kerangka Konsep 3.1
Variabel Independen Variabel Dependen

Aktivitas Fisik Premenstruasi Syndrome (PMS)

Keterangan :
Variabel bebas : Aktivitas Fisik
Variabel terikat : Premenstruasi Syndrom (PMS)

3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian (Sugiyono, 2017). Hipotesis pada penelitian ini ialah sebagai
berikut:
Ha: Ada hubungan. Aktivitas fisik dengan kejadian Premenstruasi Syndrome
(pms) pada remaja putri di Smk Jaya Buana Kresek Kabupaten Tangerang.
H0 : Tidak ada hubungan. Aktivitas fisik dengan kejadian Premenstruasi
Syndrome (PMS) pada remaja putri di Smk Jaya Buana Kresek Kabupaten
Tangerang.

21
21

3.3 Definisi Operasional Definisi


Definisi Operasional variabel merupakan uraian batasan variabel
yang dimaksud, ataupun tentang apa yang diukur variabel yang
bersangkutan (Notoatmojo, 2018). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan
Kejadian Premenstruasi Syndrome (PMS) Pada Remaja Putri Di Smk Jaya
Buana Kresek.
Definisi Operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik
yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang
dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi
atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang
kemungkinan dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2018).
Tabel 1. Definisi Operasional
Definisi
Variabel Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
Operasional
Variabel Aktivitas Kuisioner Mengisi Membagi Ordinal
Independen fisik adalah kuisioner antara
Aktivitas semua dan jumlah
Fisik pergerakan membagikan nilai
tubuh yang yang terdiri responden
dihasilkan dari 3 yaitu
oleh kategori dengan
pergerakan yaitu skor
otot skeletal aktifitas tertinggi
dan fisik ringan, (30) dn
menghasilkan aktifitas dikalikan
pengeluaran sedang, dan dengan
energi Rizky aktifitas 100%
Fiskalia, berat. setiap
2018). alternatif Aktifitas
Berat : bila
Jawaban jawaban
“Ada diberi pada skor
nilai = 2 76%-100%
“Tidak” Aktivitas
diberi nilai Sedang :
=1 bila
(Skala jawaban
Gutman). pada skor
56-100%
Aktivitas
Ringan : 0-
22

Definisi
Variabel Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
Operasional
55%
Variabel Premenstruasi Kuisioner Mengisi Dikatakan Ordinal
Dependen syndrome 1-10 kuisioner PMS jika
Kejadian (PMS) adalah SPAF yang terdiri mengalami
Premenstruas kumpulan (Shortened dari 10 paling
i syndrome gejala fisik, Premenstru pertanyaan. sedikit 5
(PMS) psikologis, l Asessment tanda PMS
dan Form) Pertanyaan atau total
emosional Tidak ada score lebih
yang terkait keluhan = 1 atau sama
dengan siklus Sangat dengan 30
menstruasi ringan = 2
wanita (Rizky Ringan = 3 1 = tidak
Fiskalia, Sedang = 4 PMS jika
2018). Berat = 5 score < 30
(Skala 2 = PMS
Linkert). jika score >
30
23
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
aktivitas fisik dengan kejadian premenstruasi syndrome pada siswi
remaja XI di Smk Jaya Buana Kresek Kabupaten Tangerang dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap hubungan korelatif antar variabel (Sugiono, 2012).

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian ini akan dilakukan di Smk Jaya Buana Kresek


Kabupaten Tangerang. Alasan penelitian melakukan penelitian di
Smk Jaya Buana Kresek Kabupaten Tangerang. Karena untuk
meneliti apakah Ada Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian
Premenstruasi Syndrome (PMS) Pada Remaja Putri di Smk Jaya
Buana Kresek Kabupaten Tangerang.
2. Waktu yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini
dilakukan pada bulan Juni-juli 2022. Di Smk Jaya Buana Kresek
Kabupaten Tangerang.

4.3 Populasi, Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalis yang terdiri atas obyek dan


subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti dan dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2017). Populasi dalam penelitian ini

24
25

adalah remaja putri kelas XI di Smk Jaya Buana Kresek


Kabupaten Tangerang yang berjumlah 120 remaja putri.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang akan diteliti atau sebagian


jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Badriyah, 2012).
Sampel pada penelitian ini adalah siswi remaja kelas XI di Smk Jaya
Buana Kresek Kabupaten Tangerang. Untuk menghitung besarnya
sampel menggunakan rumus slovin (Sugiyono, 2013).
n =N1+N (d2)
Keterangan ;
N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat signifikasi (d=0,05)
Untuk menentukan sampel dalam penelitian ini diketahui populasinya
sebanyak 120 responden maka, penghitungannya adalah :
n =N1+N (d2)
n =1201+120(0,05)2
n =1201+120 (0,0025)
n =1201+0,3
n =1201,3
n = 92 Responden
Dengan demikian diketahui jumlah sampel pada penelitian ini sejumlah
92 Responden.

Kriteria sampel ada 2 yaitu :


1. Kriteria Inklusi
26

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat


mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.
a. Siswi remaja kelas XI semua jurusan yang bersedia menjadi
responden
b. Siswi remaja kelas XI yang sudah menstruasi

2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab
(Nursalam, 2012). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kriteria
eksklusi sebagai berikut :
a. Siswi remaja XI yang tidak hadir
b. Siswi remaja XI yang tidak bersedia menjadi responden

4.4 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

4.4.1 Instrumen Penelitian

Dalam sebuah penelitian, peneliti harus memiliki istrumen


penelitian, yang berisi tentang daftar pertanyaan atau kuisioner
yang dibuat oleh peneliti untuk mengukur variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diukur yaitu
Aktivitas Fisik dan variabel Kejadian Premenstruasi Syndrome.

1. Kuisioner I aktivitas fisik diukur dengan cara membuat pertanyaan


terstruktur dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari 3
kategori yaitu aktivitas fisik ringan, aktivitas sedang, dan aktivitas
berat. Setiap alternatif jawaban “Ada” diberi nilai 2, dan jawaban
“Tidak” diberi nilai 1. Skor tertinggi adalah 30 dan skor terendah
adalah 0. Untuk menentukan kategori setiap responden yaitu
dengan cara membagi antara jumlah nilai responden dengan skor
tertinggi 30 dan dikalikan dengan 100%.
27

2. Kuisioner II terdiri dari 2 bagian, yaitu :


Terdiri dari nama responden, umur. Shortened Premenstrual
Assesment Form (SPAF) yaitu instrumen pengukur premenstruasi
syndrome yang terdiri dari 10 butir kuisioner singkat penilaian gejala
premenstruasi syndrome SPAF sendiri merupakan instrumen yang telah
dipercaya dan divalidasi. Subjek penelitian diminta untuk menilai setiap
gejala premenstruasi yang dialami dari 10 gejala yang tercantum di
kuisioner dengan skala 1-5, mulai tidak terasa sampai yang (berat). Di
katakan PMS jika mengalami paling sedikit 5 tanda PMS atau total skor
lebih atau sama dengan 30.

4.4.2 Tahap Pengumpulan Data


a. Setelah mendapatkan izin dari pembimbing maka setelah itu
dilanjutkan dengan membawa surat permohonan penelitian dari
STIKes YATSI untuk melakukan penelitian kepada institusi
terkait.
b. Setelah mendapatkan izin untuk melakukan penelitian di Smk Jaya
Buana Kresek Kabupaten Tangerang maka peneliti menemui
responden dan menjelaskan maksud dari penelitian serta
responden membaca dan mendatangani lembar persetujuan
menjadi responden jika bersedia.
c. Responden akan di jelaskan cara pengisian kuisioner dan
dianjurkan untuk bertanya jika tidak mengerti. Kuisioner ini
dikumpulkan pada hari yang sama.
d. Kuisioner yang telah diisi, dikumpulkan setelah sudah dilengkapi
oleh responden.

4.5 Pengolahan Data


Metode pengolahan data yang digunakan adalah tabulasi dan SPSS versi
20.0 dengan langkah-langkah sebagai berikut :
28

1. Editing, yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuisioner


yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan
responden.
2. Coding, yaitu memberikan kode berupa angka pada setiap jawaban yang
diisi oleh responden. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan
atau menghindari kesalahan dalam pengolahan data dan analisa data.
3. Processing, adalah melakukan pemindahan atau memasukan data dari
kuisioner ke dalam komputer untuk diproses. Memasukan data kedalam
komputer dilakukan dengan SPSS.
4. Cleaning, yaitu mengevaluasi kembali data untuk menghindari
kesalahan dalam data.
5. Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai dengan kategori yang
telah dibuat untuk tiap-tiap subvariabel yang diukur dan selanjutnya
dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi.
6. Scoring, adalah langkah pemberian nilai atau bobot terhadap jawaban
responden sehingga dapat menghasilkan jawaban dari variabel.
7. Computer, untuk mengolah data dengan komputer peneliti terlebih
dahulu perlu menggunakan program tertentu, baik yang sudah tersedia
maupun program yang sudah dipersiapkan secara khusus dapat
ditambahkan bahwa ilmu-ilmu sosial banyak sekali digunakan program
SPSS dengan menggunakan program tersebut dapat dilakukan tabulasi
sederhana, tabulasi silang, regresi, korelasi, analisa faktor dan berbagai
tes statistik.

4.6 Analisa Data


4.6.1 Analisa Univariat
Adalah menganalisis tiap-tiap variabel penelitian yang ada secara
deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi (Notoadmodjo, 2005).
Analisa univariat didalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan
tingkat aktivitas fisik responden, karakteristik usia menarche, umur, serta
29

kejadian Premenstruasi Syndrome pada siswi remaja kelas XI di Smk Jaya


Buana Kresek Kabupaten Tangerang.

4.6.2 Analisa Bivariat


Analisa bivariate ini akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Analisis yang digunakan adalah Chi-
Square Test (Uji Chi Kuadrat) dengan confidence interval (CI) 95% dan
tingkat kemaknaan p<0,05.

4.7 Etika Penelitian


Penjelasan ini menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh
bertentangan dengan etik. Tujuan penelitian harus etis dalam arti hak
responden harus dilindungi. Pada penelitian ini setelah mendapatkan
persetujuan penelitian dengan menekankan masalah etika meliputi :
1. Lembar persetujuan penelitian (Informed Consent)
Lembar persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan
agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak
yang akan terjadi selama pengumpulan data. Jika responden bersedia
diteliti, mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika
tidak peneliti harus menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa nama (Anonymity)
Anonymity dilakukan untuk menjaga kerahasiaan identitas
responden, penelitian tidak akan mencantumkan nama subjek pada
lembar pengumpulan data (kuisioner) yang diisi oleh subjek. Lembar
tersebut diberi kode tertentu.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin
kerahasiaannya. Hanya kelompok tertentu saja yang akan disajikan atau
dilaporkan pada hasil riset.
30

4.8 Keterbatasan Penelitian


Pada pelaksanaan penelitian ini peneliti memiliki berbagai keterbatasan
sebagai berikut :
1. Waktu
Keterbatasan waktu pada penelitian ini diakibatkan karena situasi
dan kondisi sedang dalam keadaan pandemi covid-19.
2. Pengolah Data
Peneliti mendapatkan hambatan berupa kesulitan dalam
pengoprasian program pengolah data dengan komputer (SPSS).
Sehingga harus mempelajarinya terlebih dahulu. Melalui panduan buku,
youtube, dan rekan yang sudah mengetahui cara pengoprasian dalam
menggunakan SPSS.
30

Anda mungkin juga menyukai