Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PMDD

Disusun Oleh: Kelompok 2

Sintia Wati Harmain : 222207118


Anggi Veren Nita : 222207119
Bella Nurmala : 222207120
Rana Ismawati : 222207121
Rani Ismawati : 222207122
Putri Apri Nanti : 222207123

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S-1)


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah pada Mata Kuliah
Masalah Pada Gangguan Reproduksi dengan Judul PMDD. Adapun maksud dan
tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Masalah Pada
Gangguan Reproduksi dengan Judul PMDD.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami mengucapkan Terima kasih semoga Makalah PMDD


ini bisa bermanfaat bagi seluruh mahasiswa/i Program Studi Kebidanan S-1
Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

Yogyakarta, 13 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengetian Dari PMDD?
2.2 Tanda Dan Gejala Dari PMDD?
2.3 Penyebab Dari PMDD?
2.4 Faktor Predisposisi Dari PMDD?
2.5 Perencanaan Dan Farmakologi Dari PMDD?
2.6 Penatalaksanaan Dari PMDD?

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Kementerian Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah
semua penduduk yang berada dalam rentang usia 10-18 tahun (Kementerian
Kesehatan RI, 2014). Kategori usia remaja di dunia sebesar 18% dari jumlah
seluruh penduduk dan di Yogyakarta sebagai kota pelajar memiliki 180
penduduk yang berada di usia remaja yaitu penduduk yang berusia 10-18
tahun1. Pada masa remaja akan terjadi perubahan baik secara fisik maupun
secara psikologis, pada remaja putri akan mengalami menstruasi. Periode
menstruasi pada sebagian remaja putri mengakibatkan berbagai permasalah,
mulai dari adanya gangguan belajar, ketidakhadiran selama sekolah ataupun
terjadinya premenstrual syndrome atau yang lebih dikenal dengan PMS.
Gejala premenstrual yang dapat terjadi mulai dari gejala ringan sampai gejala
yang sedang seperti nyeri payudara, nyeri perut dan perubahan mood ringan.
Pada gejala premenstrual berat yaitu PMDD maka wanita tersebut akan
mengalami perubahan mood yang berat dan timbulnya rasa marah yang sulit
dikontrol sehingga cenderung menghindari orang-orang sekitar.
Prevalensi PMS dan PMDD bervariasi pada setiap Negara, di India
prevalensi remaja yang mengalami PMS sebesar 18,4 dan PMDD 3,7%
sedangkan pada di Indonesia sendiri dari 675 remaja putri, 8,4% diantaranya
mengalami gejala PMS dan 18,5% mengalami gejala PMDD. Gejala PMS dan
PMDD yang dialami oleh remaja akan memengaruhi fungsi fisik, nyeri tubuh,
status kesehatan secara umum, fungsi sosial, status emosional, vitalitas dan
kesehatan mental. Gejala tersebut akan mengganggu fungsi fisik dan fungsi
remaja sebagai pelajar sehingga akan mengganggu prestasi mereka. Gejala
premenstrual yang dialami remaja dapat diatasi dengan berbagai penanganan,
namun sebelumnya perlu diketahui prevalensi remaja yang mengalami gejala
PMS dan PMDD sehingga peneliti menyusun penelitian ini dengan tujuan
mengetahui prevalensi remaja yang mengalami gejala PMS dan PMDD yang
ada di Kota Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Yang Dimaksud Dengan PMDD?
1.2.2 Apa Saja Tanda Dan Gejala Dari PMDD?
1.2.3 Apa Saja Penyebab Dari PMDD?
1.2.4 Apa Faktor Predisposisi Dari PMDD?
1.2.5 Bagaimana Perencanaan Dari PMDD?
1.2.6 Bagaimana Penatalaksanaan Dari PMDD?
1.2.7 Bagaimana Farmakologi Dari PMDD?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Maksud Dari PMDD
1.3.2 Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala Dari PMDD
1.3.3 Untuk Mengetahui Penyebab Dari PMDD
1.3.4 Untuk Mengetahui Faktor Predisposisi Dari PMDD
1.3.5 Untuk Mengetahui Perencanaan Dari PMDD
1.3.6 Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Daei PMDD
1.3.7 Untuk Mengetahui Farmakologi Dari PMDD
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)

Premenstrual dysphoric disorder (PMDD) adalah gangguan terkait


emosi dan fisik yang dialami wanita sebelum masa menstruasi. Gangguan ini
merupakan bentuk yang lebih parah dari premenstrual syndrome (PMS) atau
sindrom pramenstruasi.

Premenstrual dysphoric disorder adalah bentuk yang lebih parah dari


premenstrual syndrome dan dimasukkan dalam gangguan kejiwaan manual
diagnostic (DSM5) (del Mar Fernández et al.,2019)

PMS dan PMDD memiliki gejala yang mirip dengan depresi. Namun,
pada PMS dan PMDD, gejalanya akan membaik sepenuhnya segera setelah
menstruasi dimulai, sedangkan pada depresi tidak.

Berdasarkan penelitian, ada 3–5 persen wanita yang mengalami


PMDD sebelum memasuki masa menstruasinya. Gejala PMDD sendiri
umumnya terjadi pada 1–2 minggu sebelum wanita mengalami menstruasi dan
mereda 2–3 hari setelah haid dimulai.

Meski gejalanya serupa dengan PMS, seperti kram perut,


pembengkakan payudara, dan mudah lelah, PMDD menimbulkan perubahan
mood yang lebih parah sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari serta
kehidupan sosial penderitanya.

2.2 Tanda dan Gejala Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)

Pada dysphoric disorder gejala yang dialami setidaknya ada lima gejala
dan gejala tersebut terjadi pada minggu terakhir sebelum menstruasi dimulai
dan membaik dalam beberapa hari setelah awal menstruasi. Premenstrual
dysphoric disorder harus diikuti oleh satu atau lebih gejala berikut ini:
a. Adanya labilitas afektif yang nyata, misalnya perubahan suasana hati, tiba-
tiba merasa sedih atau menangis atau adanya kepekaan yang meningkat
terhadap penolakan
b. Kemarahan yang nyata atau peningkatan konflik interpersonal.
c. Suasana hati yang tertekan, perasaan putus asa atau pikiran yang mencela
diri sendiri.
d. Kecemasan, ketegangan dan atau perasaan tertekan atau gelisah yang
nyata

Gejala berikut ini harus ada untuk mencapai total lima gejala yang
dikombinasikan gejala diatas

a. Penurunan minat pada aktivitas yang biasa dilakukan (misalnya pekerjaan,


sekolah, teman atau hobi.
b. Kesulitan subyektif dalam konsentrasi.
c. Kelesuan, mudah lelah atau ditandai dengan adanya kekurangan energi
d. Perubahan nafsu makan yang nyata, makan yang berlebihan.
e. Hypersomnia atau insomnia.
f. Perasaan yang diluar kendali.
g. Adanya gejala fisik seperti nyeri atau bengkak pada payudara, nyeri sendi,
kembung atau adanya penambahan berat badan.

2.3 Penyebab Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)

Penyebab premenstrual dysphoric disorder (PMDD) belum diketahui


secara pasti. Namun, gangguan ini diduga terjadi akibat menurunnya kadar
hormon estrogen dan progesteron sebelum masa menstruasi.

Di samping itu, perubahan kadar zat yang mengatur suasana hati


(serotonin), juga dapat membuat wanita menjadi lebih sensitif sehingga
memicu terjadinya PMDD.

2.4 Faktor Prediposisi Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)


PMDD dapat dialami oleh setiap wanita. Akan tetapi, terdapat
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang wanita mengalami
PMDD, yaitu:

a. Memiliki keluarga dengan riwayat premenstrual dysphoric disorder


(PMDD).
b. Mengalami trauma pada emosi atau fisik.
c. Memiliki riwayat depresi atau gangguan mood lainnya.
d. Memiliki berat badan berlebih.
e. Mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
f. Merokok.

2.5. Perencanaan dalam mencegah Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)

Premenstrual dysphoric disorder (PMDD) sulit dicegah karena


penyebabnya belum diketahui secara pasti. Namun, wanita yang memiliki
riwayat depresi atau gangguan kecemasan dianjurkan untuk mengobati kondisi
tersebut sehingga risiko terjadinya PMDD dapat menurun.

Seperti pada PMS, ada beberapa cara untuk mengurangi keparahan gejala
PMDD, yaitu:

a. Mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang.


b. Meningkatkan asupan buah-buahan, sayuran, dan karbohidrat kompleks.
c. Mengurangi asupan makanan cepat saji, serta makanan tinggi gula atau
tinggi garam.
d. Mengurangi konsumsi minuman berkafein.
e. Beristirahat dan tidur yang cukup.
f. Mengelola stres dan melakukan teknik relaksasi.
g. Berolahraga rutin, terutama olahraga peregangan seperti yoga.

2.6 Penatalaksanaan dan Farmakologi Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)

Pengobatan PMDD bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah


terjadinya komplikasi. Metode pengobatannya akan disesuaikan dengan
keluhan yang dialami pasien.
Salah satu metode pengobatan PMDD adalah dengan mengonsumsi
obat-obatan, seperti:

a. Obat antidepresan
Antidepresan yang memperlambat pengambilan kembali serotonin
efektif bagi banyak wanita penderita PMDD. Biasanya, pilihan pertama
adalah salah satu inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) seperti
sertraline (Zoloft), citalopram (Celexa), escitalopram (Lexapro), atau
fluoxetine (Prozac). Pilihan lainnya adalah inhibitor reuptake serotonin
dan norepinefrin (SNRI) venlafaxine (Effexor).
Antidepresan jenis lain, yang menargetkan neurotransmiter selain
serotonin, belum terbukti efektif dalam mengobati PMDD. Hal ini
menunjukkan bahwa penghambat reuptake serotonin bekerja secara
independen dari efek antidepresannya – tetapi mekanisme kerjanya pada
PMDD masih belum jelas.
Obat-obatan ini juga meringankan gejala PMDD lebih cepat dibandingkan
gejala depresi berat, yang berarti perempuan tidak harus mengonsumsi
obat tersebut setiap hari. Sebaliknya, wanita dapat meminumnya secara
berkala, yang juga dikenal sebagai dosis fase luteal karena bertepatan
dengan rentang waktu sekitar 14 hari yang dimulai tepat setelah ovulasi
dan berakhir saat menstruasi dimulai.
Keputusan apakah akan menggunakan inhibitor reuptake serotonin
setiap hari atau secara berkala bergantung pada jenis gejala yang dialami
wanita tertentu dan apakah gejala PMDD terjadi bersamaan dengan
depresi yang lebih persisten. Dosis intermiten cukup untuk mengobati
iritabilitas atau suasana hati, namun pengobatan setiap hari mungkin
diperlukan untuk mengendalikan gejala somatik seperti kelelahan dan
ketidaknyamanan fisik.
Efek samping inhibitor reuptake serotonin biasanya relatif ringan
dan bersifat sementara. Mual, misalnya, biasanya mereda setelah beberapa
hari mengonsumsi obat untuk pertama kalinya – dan masalahnya
cenderung tidak terulang kembali meskipun obat tersebut diminum
sesekali. Namun, efek samping seksual, seperti penurunan libido dan
ketidakmampuan mencapai orgasme, dapat mengganggu dan terus-
menerus, meskipun pemberian dosisnya terputus-putus. Tentu saja, PMDD
juga dapat mengurangi hasrat seksual, sehingga secara praktis,
mengonsumsi penghambat reuptake serotonin secara berkala mungkin
masih tampak seperti strategi yang dapat diterima.
b. Pil KB, untuk menghentikan proses ovulasi agar kadar hormon tidak naik-
turun sehingga gejala PMDD dapat mereda.
Kontrasepsi oral (OK) umumnya diresepkan oleh ginekolog dan
dokter layanan primer untuk pengobatan PMS meskipun hanya sedikit
penelitian yang menunjukkan kemanjurannya hingga saat ini. Dua uji coba
terkontrol secara acak (RCT) yang lebih tua pada sampel wanita dengan
PMS yang dikonfirmasi secara prospektif melaporkan kurangnya
kemanjuran dengan kontrasepsi oral monofasik dan trifasik. Survei kohort
populasi tanpa PMS atau PMDD yang jelas telah melaporkan bahwa
kontrasepsi oral tidak mengubah suasana hati pada sebagian besar wanita,
namun sebagian wanita melaporkan perbaikan gejala pramenstruasi, dan
sebagian wanita lainnya melaporkan timbulnya gejala pramenstruasi
negatif. Setelah diperkenalkannya kontrasepsi oral pada akhir tahun 1990-
an yang mengandung etinil estradiol 30 μg dan progesteron unik,
drospirenone 3 mg, peningkatan mood dan kualitas hidup selama fase
luteal mulai dilaporkan dalam kelompok populasi nonklinis. Selain itu,
perpanjangan rejimen kontrasepsi oral selama 6 bulan dilaporkan
berhubungan dengan gejala emosional dan fisik pramenstruasi yang lebih
sedikit dibandingkan pemberian normal 21/7 setiap bulan pada wanita
yang tidak mencari perawatan karena gejala pramenstruasi yang
bermasalah. Sebuah RCT yang membandingkan kontrasepsi oral yang
mengandung etinil estradiol 30 μg dan drospirenone 3 mg dengan plasebo
pada 82 wanita penderita PMDD melaporkan bahwa kontrasepsi oral dan
placebo. Memperbaiki sebagian besar gejala pramenstruasi dan
kontrasepsi oral secara signifikan lebih efektif dibandingkan plasebo
dalam mengurangi keinginan makan, meningkatkan nafsu makan dan
jerawat saja. Namun, 2 penelitian terbaru mengenai YAZ (Bayer
HealthCare), sebuah kontrasepsi oral yang mengandung etinil estradiol 20
μg dan drospirenone 3 mg, diberikan dalam bentuk pil aktif selama 24 hari
diikuti dengan interval bebas hormon selama 4 hari, telah melaporkan
keunggulan dalam mengurangi gejala emosional dan fisik pramenstruasi
bila dibandingkan dengan plasebo. Yonkers dan rekannya melaporkan
studi desain paralel di mana YAZ atau plasebo diberikan kepada 450
wanita dengan PMDD selama 3 bulan. Pearlstein dan rekannya
melaporkan studi desain crossover di mana YAZ atau plasebo diberikan
kepada 64 wanita dengan PMDD selama 7 bulan dengan siklus washout
sedang. Kedua penelitian tersebut melaporkan bahwa gejala, fungsi dan
ukuran kualitas hidup yang dinilai sendiri, serta gejala dan ukuran fungsi
yang dinilai oleh dokter, semuanya membaik secara signifikan dengan
YAZ dibandingkan dengan plasebo. Dalam kedua penelitian tersebut, efek
samping yang lebih umum terjadi pada YAZ, dibandingkan dengan
plasebo, termasuk mual, perdarahan intermenstruasi, dan nyeri payudara.
Pada tahun 2006, YAZ menerima persetujuan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk pengobatan PMDD pada wanita
yang menginginkan kontrasepsi oral. Kemanjuran kontrasepsi oral khusus
ini dalam mengurangi gejala pramenstruasi mungkin disebabkan oleh
pemberiannya dalam rejimen, yang memberikan kadar hormon lebih stabil
dan mengurangi gejala buruk yang dapat terjadi selama penghentian
perdarahan. Kemanjuran yang berbeda dari kontrasepsi oral ini mungkin
juga disebabkan oleh sifat antimineralokortikoid dan antiandrogenik yang
unik dari drospirenone.
c. Obat pereda nyeri, seperti ibuprofen dan naproxen, untuk meredakan
keluhan fisik, seperti kram perut, nyeri otot, dan pembengkakan payudara.
d. Suplemen, seperti kalsium, vitamin B6, serta magnesium, untuk membantu
meredakan gejala PMDD.
Kalsium 600 mg dua kali sehari dibandingkan dengan plasebo pada
wanita dengan PMDD. Kalsium dilaporkan memiliki tingkat kemanjuran
sebesar 48% dalam mengurangi gejala emosional dan fisik pramenstruasi
(kecuali kelelahan dan insomnia), dibandingkan dengan 30% untuk
plasebo. Namun, wanita dengan penyakit kejiwaan yang terjadi bersamaan
tidak dikecualikan secara jelas dan pengobatan bersamaan diperbolehkan,
kecuali analgesik. Kemanjuran kalsium agak berkurang pada wanita yang
memakai kontrasepsi oral. Hasil penelitian ini sangat penting, dan kalsium
memerlukan penelitian lebih lanjut.
e. Perawatan penekan ovulasi lainnya
Agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRH) menekan ovulasi
dengan menurunkan regulasi reseptor GnRH di hipotalamus,
menyebabkan penurunan hormon perangsang folikel (FSH) dan pelepasan
LH dari hipofisis yang mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan
progesteron. Agonis GnRH diberikan secara parenteral (misalnya,
suntikan goserelin bulanan subkutan, suntikan leuprolida bulanan
intramuskular, buserelin intranasal harian). Agonis GnRH telah dilaporkan
lebih unggul dibandingkan plasebo pada 8 dari 10 RCT yang
dipublikasikan pada wanita dengan PMS atau PMDD. Sebuah meta-
analisis dari 5 penelitian ini melaporkan rasio odds sebesar 8,66 bahwa
agonis GnRH akan menyebabkan perbaikan gejala emosional dan fisik
pramenstruasi, dibandingkan dengan plasebo. Strategi hormon “tambahan
kembali” telah diselidiki untuk melawan konsekuensi medis yang tidak
diinginkan dari hipoestrogenisme akibat anovulasi berkepanjangan yang
disebabkan oleh agonis GnRH. Meta-analisis menyimpulkan bahwa
penambahan estrogen dan progesteron tidak mengurangi kemanjuran
agonis GnRH85 meskipun telah dilaporkan bahwa penambahan estrogen
dan progesteron pada goserelin dan leuprolide menyebabkan munculnya
kembali suasana hati dan kecemasan. gejala pada beberapa wanita dengan
PMS parah. Karena wanita dengan PMS dan PMDD parah mempunyai
respons abnormal terhadap fluktuasi hormonal normal, tidak
mengherankan jika beberapa wanita mungkin mengalami gejala suasana
hati dan kecemasan akibat penambahan steroid gonad, sehingga
mengurangi manfaat dari strategi penggantian. Strategi penggantian yang
disarankan juga mencakup pulsed progesterone dosis rendah dan tibolon,
steroid sintetik dengan sifat estrogenik, androgenik, dan progestogenik.
Keamanan penggunaan agonis GnRH dan hormon pengganti dalam jangka
panjang tidak diketahui.
Ooforektomi dan anovulasi berkepanjangan dari danazol, estrogen
atau progesteron yang diberikan sepanjang siklus bukanlah pengobatan
umum, terutama karena risiko medis yang menyertai keadaan
hipoestrogenik berkepanjangan, yang menyebabkan masalah kesehatan
jangka panjang yang sama seperti yang timbul dari penggunaan agonis
GnRH. . Danazol, steroid sintetik, meredakan gejala pramenstruasi bila
diberikan dengan dosis yang menginduksi anovulasi (200–400 mg/hari).
Ketika danazol 200 mg setiap hari diberikan hanya selama fase luteal,
yang tidak menyebabkan anovulasi, nyeri payudara membaik, namun
gejala pramenstruasi lainnya tidak membaik. Beberapa penelitian
mengenai estrogen atau progesteron yang diberikan pada sebagian besar
siklus menstruasi menghasilkan laporan yang beragam. Dua penelitian
kecil melaporkan pengurangan PMS yang sulit diatasi dengan histerektomi
dan ooforektomi bilateral. Histerektomi dengan ooforektomi harus
dianggap sebagai pilihan pengobatan terakhir bagi wanita dengan PMDD
parah yang tidak merespons pengobatan standar.
f. Pemberian progesteron fase luteal (tablet mikronisasi oral, tablet
sublingual, supositoria vagina) adalah salah satu pengobatan lama yang
diteliti untuk PMS dan sebagian besar disebabkan oleh hipotesis awal
bahwa PMS mungkin disebabkan oleh defisiensi progesteron. Namun,
kadar hormon abnormal belum terlihat pada wanita dengan PMS atau
PMDD. Tinjauan sistematis baru-baru ini menyimpulkan bahwa, karena
kekurangan metodologi penelitian sebelumnya, tidak mungkin untuk
menentukan apakah progesteron bermanfaat atau tidak untuk PMS atau
PMDD. Tinjauan sistematis sebelumnya terhadap RCT progesteron dan
progestogen fase luteal yang dipublikasikan melaporkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna secara klinis antara semua bentuk progesteron dan
plasebo, meskipun progesteron memiliki keunggulan kecil yang signifikan
secara statistik dibandingkan plasebo. Terdapat sedikit keuntungan dari
penggunaan progesteron mikronisasi oral, dan penulis mendalilkan bahwa
hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kadar ALLO yang berasal
dari bentuk progesteron ini.
g. Modifikasi gaya hidup dan perawatan psikososial
Modifikasi gaya hidup yang dapat meringankan gejala
pramenstruasi dapat diperoleh melalui materi swadaya atau program
psikoedukasi yang dipimpin oleh profesional. Intervensi kelompok yang
terdiri dari 4 sesi selama 18 minggu yang menekankan pola makan,
olahraga, dan penyusunan ulang persepsi positif wanita mengenai siklus
menstruasinya lebih unggul dibandingkan kondisi kontrol dalam
mengurangi gejala pramenstruasi. Dalam intervensi lain, 4 kelompok
dukungan sejawat dan bimbingan profesional mingguan yang mencakup
perubahan pola makan dan olahraga, modifikasi lingkungan, pemantauan
diri, dan teknik kognitif lainnya dilaporkan lebih unggul daripada kondisi
kontrol daftar tunggu dalam mengurangi gejala pramenstruasi. Tidak jelas
modifikasi gaya hidup mana yang paling membantu karena hanya sedikit
penelitian yang dilakukan mengenai modifikasi gaya hidup tertentu atau
perawatan psikososial.
h. Perawatan herbal, komplementer dan lainnya.
Tinjauan pengobatan komplementer telah melaporkan bahwa
terdapat bukti terkuat mengenai manfaat chasteberry, atau V. agnus castus.
Ada hipotesis bahwa manfaat chasteberry untuk gejala pramenstruasi
mungkin disebabkan oleh sifat agonis dopamin yang mungkin mengurangi
kadar FSH atau prolaktin. Chasteberry baru-baru ini dilaporkan
mengurangi gejala pramenstruasi dalam sebuah penelitian terbuka
terhadap wanita dengan PMDD. Chasteberry dan fluoxetine keduanya
dilaporkan efektif pada RCT pada wanita penderita PMDD; Namun,
fluoxetine lebih baik untuk gejala emosional dan chasteberry lebih baik
untuk gejala fisik. Tinjauan berbasis bukti menyimpulkan bahwa RCT
tidak memberikan manfaat yang konsisten untuk Ginkgo biloba, minyak
Evening Primrose, dan perawatan homeopati, namun RCT awal yang
positif menyarankan studi lebih lanjut mengenai pijat, pijat refleksi,
manipulasi chiropraktik dan biofeedback. RCT kecil telah melaporkan
bahwa terapi saffron dan masing-masing lebih unggul dibandingkan
plasebo pada wanita dengan PMS yang dikonfirmasi secara prospektif.
Ada laporan terbuka yang positif, tetapi tidak ada RCT, dengan
Hypericum, yoga, citra terpandu, stimulasi foto dan akupunktur. Telah
dikemukakan bahwa kurang tidur dan terapi cahaya dapat menurunkan
disforia pramenstruasi dengan memperbaiki ritme sirkadian abnormal
yang ditemukan pada wanita dengan PMDD. Meskipun studi crossover
melaporkan bahwa cahaya terang di malam hari selama 2 minggu
pramenstruasi menurunkan depresi dan ketegangan, meta-analisis dari
beberapa percobaan yang ada menunjukkan ukuran efek yang kecil untuk
terapi cahaya terang.

Selain dengan obat-obatan, gejala PMDD juga dapat diatasi dengan


mengubah pola hidup menjadi lebih sehat, seperti:

a. Berolahraga secara rutin.


b. Tidak merokok.
c. Mengurangi konsumsi minuman beralkohol dan berkafein.
d. Membiasakan diri untuk tidur yang cukup.
e. Melakukan relaksasi, seperti yoga atau meditasi.
f. Mengendalikan stres dengan baik.
g. Berbagi cerita dan dukungan dengan teman wanita lain.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Tri Kesuma, Elsi Dwi Hapsari, Purwanta. 2019. Prevalensi Gejala
Premenstrual Syndrome (Pms) Dan Premenstrual Dysphoric Disorder
(Pmdd) Pada Remaja Di Kota Yogyakarta. Jurnal Wacana Kesehatan
Volume 4, Nomor 1.

Dewi, Tri Kesuma, dkk. 2023. Prevalensi Premenstrual Syndrome Dan


Premenstrual Dysphoric Disorder Siswi Asrama Dan Non Asrama Pasca
Covid-19. Malahayati Health Student Journal, Volume 3 Nomor 2.

https://my.clevelandclinic.org/health/articles/9132-premenstrual-dysphoric-
disorder-pmdd Diakses pada tanggaal 13 September 2023, pukul 20:30
WIB.

https://www.jeanhailes.org.au/health-a-z/periods/premenstrual-syndrome-pms
Diakses pada tanggal 13 September 2023, pukul 20:45 WIB

https://www.health.harvard.edu/womens-health/treating-premenstrual-dysphoric-
disorder Diakses pada tanggal 23 September 2023, pukul 21:00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai