Anda di halaman 1dari 44

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Pre-menstrual syndrome

1. Pengertian

Pre-menstrual syndrome adalah sekumpulan tanda gejala yang

muncul selama siklus menstruasi yang diakibatkan oleh kemungkinan

adanya fluktuasi oleh hormone steroid yang terjadi selama usia

reproduktif (Taylor D, 2005). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2008)

pre-menstrual syndrome (PMS) merupakan keluhan-keluhan yang

biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya

haid, dan menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang-kadang

berlangsung terus sampai haid berhenti. Menurut National Institute Of

Mental Health, kriteria diagnostik pre-menstrual syndrome yaitu

peningkatan 30% intensitas gejala PMS dari siklus hari ke 5 sampai ke

10 sebelum menstruasi berlangsung (Ramadani, 2013).

Berdasarkan laporan WHO (World Health Organization), PMS

memiliki prevalensi lebih tinggi di negara - negara Asia dibandingkan

dengan negara-negara Barat (Mohamadirizi & Kordi, 2013). Menurut

studi litertur oleh Ramadani M (2013) melaporkan bahwa sebanyak 30

– 50% dari wanita mengalami gejala PMS, dan sekitar 5% mengalami

gejala cukup parah yang berdampak besar pada kesehatan fisik dan

fungsi sosial mereka. 10% lainnya mengalami PMS yang sangat parah
2

hingga menyebabkan ketidakhadiran disekolah ataupun tempat kerja

selama 1 – 3 hari setiap bulannya.

Prevalensi PMS di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan

hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan terhadap siswi SMK di

Jakarta Selatan menunjukkan 45% siswi mengalami sindrom

pramenstruasi. Penelitian yang dilakukan di Kudus didapatkan bahwa

prevalensi PMS pada mahasiswi Akademi Kebidanan sebanyak 45,8%.

Penelitian yang dilakukan di Padang menunjukkan 51,8% siswi SMA

mengalami sindrom pramenstruasi, sedangkan penelitian yang

dilakukan di Purworejo pada siswi sekolah menengah atas, prevalensi

sindrom pramenstruasi sebanyak 24,6%. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan di Semarang didapatkan prevalensi kejadian sindrom

pramenstruasi sebanyak 24,9% (Pratita & Margawati, 2013).

2. Etiologi

Etiologi pre-menstrual syndrome (PMS) belum jelas, akan tetapi

mungkin satu faktor yang memegang peranan ialah ketidakseimbangan

antara estrogen dan progesterone dengan akibat retensi cairan dan

natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema

(Wiknjosastro, 2008).

Faktor biologis dan perubahan hormone berkaitan dengan

terjadinya pre-menstrual syndrome. Faktor – faktor tersebut seperti

faktor penurunan progesteron, peningkatan kadar estrogen, terjadinya

perubahan rasio kadar hormone estrogen dan progesterone,


3

peningkatan fungsi dari sistem renin – angiotensi – aldosteron,

peningkatan fungsi adrenalin, rendahnya kadar endorphin, perubahan

yang signifikan pada kadar catekolamin, perubahan kadar

prostaglandin, gangguan metabolism vitamin, peningkatan kadar

prolaktin dan perubahan pola pada sistem opiod endogen.

3. Gejala

Tabel 2.1 Gejala – Gejala Pre-menstrual Syndrome

Gejala fisik Gejala emosional


a. Perut kembung a. Depresi
b. Nyeri payudara b. Cemas
c. Sakit kepala c. Suka menangis
d. Kejang atau bengkak pada d. Sifat agresif atau
kaki pemberontakan
e. Nyeri panggul e. Pelupa
f. Hilang koordinasi f. Tidak bisa tidur
g. Nafsu makan bertambah g. Merasa tegang
h. Hidung tersumbat h. Iritabilitas
i. Perubahan defekasi i. Suka marah
j. Tumbuh jerawat j. Paranoid
k. Sakit pinggul k. Perubahan dorongan
l. Suka makan manis atau seksual
asin l. Konsentrasi berkurang
m. Palpitasi m. Merasa tidak aman
n. Peka suara atau cahaya n. Kelemahan
o. Rasa gatal pada kulit
p. Kepanasan
Sumber : Rayburn WF, (2001)

4. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui beberapa cara, dapat diukur

dengan menggunakan instrument The Shortened Premenstrual

Assessment Form (SPAF) yang dikembangkan oleh University of

California at Sandiego dan National Institute of Mental Health.

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)


4

merekomendasikan kriteria diagnosa keluhan dari PMS yaitu

instrument SPAF yang mana merupakan perpaduan simple tetapi

mempunyau validitas dan reliabilitas yang tinggi. The Shortened

Premenstrual Assessment Form (SPAF) adalah kriteria diagnosa

dengan penilaian sederhana yang terdiri dari 10 item mengenai gejala

yang dialami menjelang haid, antara lain :

Tabel 2.2 Gejala Menjelang Haid

No Gejala
1. Payudara tegang, nyeri dan bengkak
2. Malas dan tidak bergairah
3. Merasa tertekan
4. Mudah tersinggung dan marah
5. Merasa sedih, depresi
6. Sakit punggung, nyeri otot dan sendi atau kekakuan sendi
7. Berat badan bertambah
8. Merasa tidak enak badan, perut terasa penuh serta nyeri
9. Ada pembengkakan kaki dan tangan, atau tubuh terasa
dipenuhi cairan
10. Perasaan kembung, tubuh terasa membesar

Tiap item mempunyai nilai maksimal 6, dengan rentang mulai dari

gejala yang tidak dirasakan sampai gejala yang sangat berat. Berikut

sistem penilaian yang dilakukan :

1 : tidak ada keluhan


2 : keluhan sangat ringan (gejala yang dialami hanya sedikit terasa)

3 : keluhan sedang (gejala terasa dan tidak mempengaruhi aktivitas

sehari – hari)

4 : keluhan sedang (gejala terasa dan mempengaruhi aktivitas sehari

– hari
5

5 : keluhan berat (gejala terasa berat sekali dan terjadi penurunan

fungsi, beberapa aktivitas sehari – hari tidak bisa dilakukan)

6 Keluhan berat sekali (gejala terasa berat sekali, terjadi penurunan

fungsi fisik dan psikis, sehingga tidak mampu melakukan aktivitas

sehari – hari)

Diagnosis keluhan PMS dapat ditegakkan jika wanita mengalami

paling sedikit 5 dari gejala SPAF, dan minimal satu dari gejala pada

nomor 2, 3, 4 dan 5 dengan skor ≥ 30. Penlilaian keluhan PMS

dilakukan jika :

Skor 1 – 10 : tidak mengalami keluhan gejala PMS

Skor 11 – 19 : keluhan gejala PMS ringan

Skor 20 – 29 : keluhan gejala PMS sedang

Skor ≥ 30 : keluhan gejala PMS berat ( Noor S & Norfitri R, 2015)

5. Pencegahan dan Penanganan

a. Secara Farmakologi

Pencegahan dan penanganan dapat dilakukan secara

farmakologis dan nonfarmakologis. Secara farmakologi dapat

dilakukan dengan pemberian obat analgetik. Obat yang sering

diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein.

Pemberian analgesik kurang lebih 70% dapat disembuhkan atau

mengalami banyak perbaikan. Hendaknya pengobatan diberikan

sebelum haid yaitu mulai hari ke 1 – 3 sebelum haid dan pada hari

pertama haid (Wiknjosastro, 2008).


6

b. Secara Nonfarmakologi

Sedangkan penanganan secara nonfarmakologi dapat

dilakukan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan, diet,

kompres hangat pada bagian perut yang dapat menyebabkan

vasodilatasi dan mengurangi spasme uterus. Masase daerah perut

dapat mengurangi nyeri karena stimulus sentuhan teraupetik.

Melakukan latihan ringan seperti jalan kaki atau senam

dimungkinkan dapat memperbaiki aliran darah ke uterus dan tonus

otot. Penatalaksanaan dismenorhea dengan metode senam

melaporkan bahwa setelah dilakukan senam dismenorhea

menunjukkan adanya pengaruh senam dismenore pada mahasiswi

yang mengalami Premenstrual Syndrome (PMS) di Asrama

Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran (Rahmawati A, 2015).

Sedangkan Penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh

kompres hangat terhadap nyeri haid yang dilakukan pada 17

sampel pada mahasiswi semester VI Akper William Booth

Surabaya melaporkan bahwa ada pengaruh kompres hangat

terhadap nyeri haid pada PMS (Hartatik, F & Putri D, 2015).

Teknik relaksasi diprediksi mengurangi tension untuk menjadikan

rileks.

Menurut Wiknjosastro (2008) terdapat beberapa penanganan

untuk mengatasi pre-menstrual syndrome, antara lain :


7

a. Fisik, pendidikan kesehatan dan psikologis terapi

Memberikan penkes bahwa pre-menstrual syndrome adalah

gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan, dan dapat

dilakukan mandiri apabila seseorang mengalaminya, meliputi :

1) Menghangatkan perut, berfungsi untuk vasodilatasi dan

mengurangi spasme uterus.

2) Masase daerah perut yang terasa nyeri untuk mengurangi

nyeri

3) Melakukan jalan kaki atau senam yang berfungsi untuk

memperbaiki aliran darah keuterus

4) Teknik relaksasi untuk mengurangi tekanan dan

menjadikan rileks

b. Pemberian analgesik

Apabila rasa nyerinya berat, maka diperlukan istirahat

ditempat tidur dan kompres panas diperut bawah untuk

meringankan keluhan. Obat analgesic yang umum diberikan

adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein.

c. Terapi hormonal

Tujuan terapi ini adalah untuk menekan ovulasi. Tindakan

ini hanya bersifat sementara dengan maksud untuk

membuktikan bahwa gangguan yang dirasakan adalah

dismenore primer, dapat dilakukan dengan memberikan salah

satu jenis pil kombinasi kontrasepi.


8

d. Dilatasi kanalis servikalis

Tindakan ini memudahkan pengeluaran darah haid dan

prostaglandin didalamnya. Neurektomi prasakal (pemotongan

urat saraf pusat) ditambah neurektomi ovarial (pemotongan urat

saraf sensorik yang ada di ligamentum infundibulum)

merupakan tindakan terakhir apabila usaha – usaha lain gagal.

6. Fisiologis dan Patologis Menstruasi

Tahapan dalam proses menstruasi yaitu fase regenerasi, proliferasi,

premenstruasi (sekresi) dan menstruasi. Pre-menstrual syndrome

terjadi pada masa sekresi, yang mana pada fase ini terjadi peningkatan

hormone oksitosin dan estrogen. Oksitosin berpengaruh terhadap

peningkatan kontraksi, dan apabila kontraksi ini terjadi secara

berlebihan maka akan menimbulkan nyeri dibagian perut (Manuaba,

2008). Sedangkan peningkatan kadar prostaglandin yang berlebihan

dapat menyebabkan nyeri yang disertai kram pada perut, sakit

punggung, mual, muntah, diare maupun sakit kepala (Perry & Potter,

2005). Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan ultrasonografi

(USG) yang berfungsi untuk mengetahui adanya kelainan anatomi

pada uterus dan pemeriksaan laparoskopi untuk melihat kemungkinan

adanya endometriosis atau kelainan pelvik lainnya.


9

B. Konse Dasar Nyeri

1. Pengertian

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri

adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan

yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun

potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Sedangkan menurut Tamsuri (2007) nyeri didefinisikan sebagai suatu

keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila

seseorang pernah mengalaminya.

2. Fisiologi nyeri

Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari

nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara

sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan Nyeri merupakan campuran

reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk

memahami pengalaman nyeri, akan membantu menjelaskan tiga

komponen fisiologis berikut yakni: resepsi (proses perjalanan nyeri),

persepsi (kesadaran seseorang terhadap nyeri), dan reaksi (respon

fisiologis dan perilaku setelah mempersiapkan nyeri).

Stimulus penghasil nyeri mengirimkan implus melalui serabut

saraf perifer. Serabut saraf memasuki medulla spinalis dan menjalani

salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa

berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat

berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri


10

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke

korteks serebral. Sekali stimulus mencapai korteks cerebral, maka otak

menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan

dalam upaya mempersepsikan nyeri (Brunner & Suddarth, 2001).

3. Klasifikasi nyeri

a. Berdasarkan sumbernya

1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan

subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar) contoh:

terkena ujung pisau atau gunting

2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari

ligament, pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar

& lbh lama daripada cutaneu. Contoh : sprain sendi

3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam

rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena

spasme otot, iskemia, regangan jaringan

b. Berdasarkan penyebab

Ada dua macam, yaitu fisik (bisa terjadi karena stimulus fisik)

dan psycogenic (terjadi karena sebab yang kurang jelas/ susah

diidentifikasi, bersumber dari emosi/ psikis dan biasanya tidak

disadari)
11

c. Berdasarkan lokasi atau letak

1) Radiating pain. Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di

dekatnya

2) Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg

diperkirakan berasal dari jaringan penyebab

3) Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (contoh:

nyeri kanker maligna)

4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian. Tubuh yg

hilang (contoh: bagian tubuh yang diamputasi)

d. Berdasarkan lama/ durasi

1) Nyeri akut

Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau

intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan

intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Nyeri ini

terkadang bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis,

setelah keadaan pulih pada area yang rusak.

2) Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang

menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama,

intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam

bulan. Klien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami

periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan


12

eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini merupakan

penyebab utama ketidakmampunan fisik dan psikologis..

4. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

a. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat

harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang

melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan

fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,

karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus

dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau

meninggal jika nyeri diperiksakan.

b. Jenis kelamin

Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam

merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya.

c. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka

berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut

kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena

mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada

nyeri.

d. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang

terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.


13

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya

distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik

relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri

f. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa

menyebabkan seseorang cemas.

g. Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa

lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih

mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi

nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

h. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi

nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan

menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

i. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada

anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan

dan perlindungan (Potter & Perry 2005).


14

5. Intensitas nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif

dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang

yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang

paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap

nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,

2007).

Menurut smeltzer, et al (2002) adalah sebagai berikut :

a. Skala intensitas nyeri deskriptif

Tidak Nyeri Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri


nyeri ringan terkontrol berat
tidak
terkontrol

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan

nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal

Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari

tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak

yang sama di sepanjang garis.


15

b. Skala intensitas nyeri numerik

Tidak Nyeri sedang Nyeri


nyeri Hebat

Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,

klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Intensitas

skala nyeri dikategorikan sebagai berikut : 0 (tidak ada nyeri), 1-3

(nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang), 7-10 (nyeri berat).

Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala

untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm

c. Skala analog visual

Tidak Nyeri
nyeri sangat
hebat

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel

subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas

nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap

ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat


16

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa

memilih satu kata atau satu angka (Potter & Perry, 2005).

d. Skala intensitas nyeri menurut Bourbanis

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan

baik

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul.

6. Managemen nyeri secara non farmakologis

Merupakan upaya-upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri

dengan menggunakan pendekatan non farmakologi.


17

a. Distraksi

Distraksi merupakan metode penatalaksanaan nyeri

nonfarmakologis dengan cara mengalihkan perhatian klien ke hal

yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap

nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Potter &

Perry, 2005). Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan

teori aktivasi retikuler, yaitu menghambat stimulus nyeri ketika

seseorang menerima masukan sensori yang cukup atau berlebihan,

sehingga menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri

berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Stimulus sensori yang

menyenangkan akan merangsang sekresi endorfin, sehingga

stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang.

Distraksi bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka

waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya

berlangsung beberapa menit, misalnya selama pelaksanaan

prosedur invasif atau saat menunggu kerja analgesik.

Jenis teknik distraksi antara lain :

1) Distraksi visual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran,

melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.

2) Distraksi pendengaran

Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara

burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih


18

musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan

diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien

juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti

irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.

(Tamsuri, 2007).

Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart. Dari

sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik

Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling

dianjurkan. Beberapa penelitian sudah membuktikan,

Mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik.

Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis

dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan sebagai “Efek

Mozart”.

Musik merupakan salah satu teknik distraksi yang efektif.

Musik dapat menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan

kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari

nyeri. Musik terbukti menunjukkan efek antara lain

menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan

dan depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah,

dan mengubah persepsi waktu.

Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui

bunyi, kesunyian, ruang dan waktu. Musik harus didengarkan

minimal 15 menit supaya dapat memberikan efek teraupetik.


19

Salah satu jenis musik yang banyak digunakan adalah musik

klasik,seperti musik Mozart. Dari sekian banyak karya musik

klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart

(1756-1791) yang paling dianjurkan.

Berbagai penelitian mengenai metode distraksi terapi

musik banyak dilakukan. Beberapa studi kasus praktek dokter

gigi di Eropa menunjukkan bahwa terapi musik telah terbukti

bisa mengurangi nyeri yang dirasakan oleh seseorang (Potter &

Perry,2011). Hal tersebut sejalan dengan penelitian “Effect of

music therapy in dysmennorhic subjects during menstrual

phase of menstrual cycle” yangmana pemberian terapi musik

dilakukan selama 30 menit pada 30 wanita dengan rentang usia

18 – 25 tahun, dengan hasil bahwa skor dismenore mengalami

perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah

pemberian terapi musik (Kushalappa JA et al, 2014).

Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi

yang tinggi pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan

memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak. Yang tak

kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan musik

Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer klasik

lainnya tidak dapat digunakan (Andriana, 2007)


20

3) Distraksi pernafasan

Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus

pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan

inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai

empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut

secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam

hati).

Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan

dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan

tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik. Bernafas

ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan

pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan

massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan

melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri

4) Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu,

melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan

perangko, menulis cerita.

5) Tehnik pernafasan

Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang

6) Imajinasi terbimbing

Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang

menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan


21

tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari

perhatian terhadap nyeri

b. Massage atau pijatan

Merupakan manipulasi yang dilakukan pada jaringan lunak

yang bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsional atau

terkadang psikologi. Pijatan dilakukan dengan penekanan terhadap

jaringan lunak baik secara terstruktur ataupun tidak, gerakan-

gerakan atau getaran, dilakukan menggunakan bantuan media

ataupun tidak.

c. Relaksasi

Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh

berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau

kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan

ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala

ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi, klien dengan

pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang. Teknik

relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi

autogenik. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko.

Penelitian oleh Akbar I, Putria DE, & Afriyanti E (2014)

mengenai Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan

Dismenore pada Mahasiswi A 2012 Fakultas Keperawatan Unad

membuktikan adanya pengaruh yang signifikan sebelum dan

sesudah diberikan relaksasi otot progresif terhadap nyeri


22

dismenorea pada mahasiswi. Hal ini menunjukan bahwa relaksasi

otot progresif dapat menurunkan nyeri dismenorea.

Relaksasi otot-otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri

dengan merelaksasikan otot yang menunjang nyeri. Teknik

relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan

frekuensi lambat berirama. Periode relaksasi dapat membantu

melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri

kronis dan yang meningkatkan nyeri (Brunner & Suddarth, 2001)

d. Stimulasi kutaneus

Merupakan stimulasi kulit yang dilakukan untuk

menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan

endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter &

Perry, 2005).

C. Terapi Musik

1. Pengertian Terapi Musik

Musik adalalah suatu komponen yang dinamis yang bisa

mempengaruhi baik psikologis maupun fisiologis bagi pendengarnya

(Novita, 2012). Menurut Djohan (2009) kata musik berasal dari kata

Yunani muse. Dalam mitologi Yunani dikenal bahwa Sembilan muse,

dewi-dewi bersaudara yang menguasai nyanyian, puisi, kesenian, dan

ilmu pengetahuan, merupakan anak Zeus (Raja Para Dewa) dengan

Mnemosyne (Dewi Ingatan). Dengan demikian, musik merupakan


23

anak cinta ilahiah yang keanggunan, keindahan, dan kekuatan

penyembuhannya yang misterius itu sangat erat hubungannya dengan

tatanan maupun ingatan surgawi tentang asal-usul dan takdir kita.

Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen

musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan

mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spritual. Dalam

kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi pelengkap

(Complementary Medicine), Potter juga mendefinisikan terapi musik

sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit

dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang

digunakan dalam terapi musik dapat disesuai dengan keinginan, seperti

musik klasik, intrumentalia, slow music, orkestra, dan musik modern

lainnya (Potter & Perry , 2011).

Menurut American Therapy Associations, terapi musik telah

ditetapkan sebagai pelayanan kesehatan yang sama dengan terapi fisik.

Terapi ini terdiri dari penggunaan musik secara teraupetik pada fisik,

psikologis, kognitif dan atau fungsi sosial disegala usia (Djohan,

2009).

2. Efek Musik Terhadap Respon Tubuh

Mendengarkan musik dapat memproduksi zat endorphins

(substansi sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi

rasa sakit/ nyeri) yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri

disistem saraf pusat, sehingga sensasi nyeri dapat berkurang, musik


24

juga bekerja pada sistem limbik yang akan dihantarkan kepada sistem

saraf yang mengatur kontraksi otot-otot tubuh, sehingga dapat

mengurangi kontraksi otot (Potter & Perry, 2011)

3. Sejarah Terapi Musik

Di abad pertengahan, sejumlah asumsi teoritis seputar hubungan

antara musik dan pengobatan mulai berkembang :

a. Teori bahwa tubuh manusia terdiri dari empat cairan tubuh. Maka

kesehatan terjadi ketika ada keseimbangan di anatara ke empatnya,

dan ketidakseimbangan dapat menyebabkan gangguan mental.

Keseimbangan keempat cairan tubuh ini diyakini dapat dipengaruhi

oleh vibrasi musik.

b. Musik memiliki potensi dan khasiat mempengaruhi pikiran

manusia.

c. Kesadaran (pikiran) dapat meningkatkan atau mengganggu

kesehatan, dan musik melalui pikiran dengan mudah menembus

dan mempengaruhi seseorang untuk mengikuti prinsip tertentu

4. Jenis Musik

a. Musik klasik

Memiliki kejernihan, keagungan dan kebeningan. Musik ini

mampu memperbaiki konsentrasi atau ingatan.

b. Musik romantic

Menekankan ekspresi dan perasaan, seringkali memunculkan

tema – tema individualisme. Musik semacam ini paling baik


25

digunakan untuk meningkatkan simpati, rasa sependeritaan dan

kasih sayang.

c. Musik impresionis

Didasarkan pada kesan – kesan dan suasana hati musical yang

mengalir bebas dan menimbulkan imajenasi – imajenasi seperti

mimpi. Seperempat jam lamunan musical diikuti dengan beberapa

menit peregangan dapat membuka impuls – impuls kreatif dan

membuat seseorang bersentuhan dengan alam tak sadar.

d. Musik jazz

Musik yang muncul dari dataran afrika ini membawa

kegembiraan dan memberi ilham, melepaskan rasa gembira

maupun kesedihan mendalam, membawa kecerdasan dan

menegaskan kemanusiaan bersama.

e. Musik salsa

Mempunyai ketukan dan ritme yang hidup yang dapat

membuat jantung semakin cepet, meningkatkan pernafasan dan

membuat seluruh tubuh bergerak.

f. Musik rock

Dapat menggugah nafsu, merangsang gerakan aktif,

meredakan ketegangan dan menutup rasa sakit. Musik tersebut

dapat juga menciptakan ketegangan, stress dan rasa sakit dalam

tubuh apabila kita tidak dalam suasana batin untuk dihibur secara

energik (champbell, 2002).


26

5. Jenis Terapi Musik

Pada dasarnya hampir semua jenis musik bisa digunakan untuk

terapi musik. Setiap nada, melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk

dan gaya musik akan memberi pengaruh berbeda kepada pikiran

dan tubuh kita. Dalam terapi musik, komposisi musik disesuaikan

dengan masalah atau tujuan yang ingin kita capai.

Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik

memiliki 3 bagian penting yaitu beat, ritme, dan harmoni. Beat

mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni

mempengaruhi roh. Jika hati seseorang sedang susah, cobalah

mendengarkan musik yang indah, yang memiliki irama (ritme)

yang teratur, maka perasaan akan terasa lebih baik. Bahkan di luar

negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu

indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Hal ini

merupakan suatu bukti, bahwa ritme sangat mempengaruhi jiwa

manusia.

Sedangkan harmoni sangat mempengaruhi roh. Jika menonton

film horor, selalu terdengar harmoni (melodi) yang menyayat hati,

yang membuat bulu kuduk berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga

banyak digunakan harmoni yang membawa roh manusia masuk ke

dalam alam penyembahan. Di dalam meditasi, manusia mendengar

harmoni dari suara-suara alam di sekelilingnya.


27

Terapi Musik yang efektif menggunakan musik dengan

komposisi yang tepat antara beat, ritme dan harmoni yang

disesuaikan dengan tujuan dilakukannya terapi musik. Jadi memang

terapi musik yang efektif tidak bisa menggunakan sembarang musik.

Ada dua macam metode terapi musik, yaitu :

a. Terapi musik aktif

Pasien diajak bernyanyi, belajar main menggunakan alat

musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu singkat.

Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan dunia musik.

Untuk melakukan Terapi Musik aktif tentu saja dibutuhkan

bimbingan seorang pakar terapi musik yang kompeten.

b. Terapi musik pasif

Terapi musik pasif adalah terapi musik yang murah, mudah

dan efektif. Pasien tinggal mendengarkan dan menghayati suatu

alunan musik tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya.

Hal terpenting dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis

musik harus tepat dengan kebutuhan pasien.

Penelitian mengenai Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon

Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi Di RSUD A. Dadi

Tjokrodipo Kota Bandar Lampung, menunjukan perbedaan selisih

respon nyeri pasien post operasi antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol, yang mana pemberian terapi musik

mempunyai efektifitas yang lebih baik dalam manajemen nyeri


28

pasca pembedahan (Nurdiansyah TE, 2015). Tidak hanya itu, terapi

musik juga berpengaruh terhadap penurunan rasa nyeri kala I fase

aktif di RSUD Tugurejo Semarang (Safitrim SM, 2013)

6. Manfaat Musik

Menurut Spawnthe A (2003), musik mempunyai manfaat sebagai

berikut:

a. Efek Mozart, adalah efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang

dapat meningkatkan intelegensia seseorang.

b. Refresing, pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh,

dengan mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat

menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali.

c. Motivasi, adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling”

tertentu. Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul dan

segala kegiatan bisa dilakukan.

d. Perkembangan Kepribadian. Kepribadian seseorang diketahui

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jenis musik yang didengarnya

selama masa perkembangan.

e. Terapi, berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang

manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik

maupun mental. Beberapa gangguan atau penyakit yang dapat

ditangani dengan musik antara lain : kanker, stroke, dimensia dan

bentuk gangguan intelengisia lain, penyakit jantung, nyeri,

gangguan kemampuan belajar, dan bayi prematur.


29

f. Komunikasi, musik mampu menyampaikan berbagai pesan ke

seluruh bangsa tanpa harus memahami bahasanya. Pada kesehatan

mental, terapi musik diketahui dapat memberi kekuatan

komunikasi dan ketrampilan fisik pada penggunanya.

7. Manfaat Terapi Musik

Menurut Djohan (2009) terapi musik mempunyai manfaat antara lain :.

a. Untuk anak – anak

Manfaat untuk anak – anak adalah bagi mereka yang

mengalami gangguan fisik atau mental, kesulitan belajar, gangguan

berbicara, masalah perilaku, gangguan emosi, autis dan sindrom

Reu juga yang berkembang lebih jauh atau jenius

b. Untuk orang dewasa

bagi mereka yang mengalami gangguan mental, neurologis,

masalah penyimpangan, klien sakit kronis atau akut, dan pasien

yang terisolir dalam lembaga rehabilitas

c. Untuk manula

Adalah mereka yang membutuhkan rehabilitasi, klien

alzwimer, parkinson dan stroke.

8. Tujuan Diberikan Terapi Musik

a. Membantu mengekspresikan perasaan

b. Membantu rehabilitasi fisik

c. Memberikan pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan

emosi
30

d. Meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan unik untuk

berinteraksi dan membangun kedekatan emosional.

e. Membantu mengurangi stres, mencegah penyakit dan meringankan

rasa sakit.

9. Peran Musik Dalam Terapi Musik

Para ahli menyimpulkan bahwa hampir semua jenis musik dapat

digunakan untuk musik terapi. Terapi, dari berbagai musik yang ada,

hanya beberapa saja yang sering digunakan untuk terapi, yaitu jazz,

rock dan klasik. Musik jazz dalam penelitian oleh Blaum pada 2003

mendapatkan hasil bahwa setelah para siswa mendengarkan musik

jazz, mood mereka menjadi lebih enak, sehingga membantu para siswa

untuk belajar. Musik rock yang diteliti oleh Leigh Riby dan George

Caldwell, psikolog dari Glasglow Cladenian University bahwa siswa

yang mendengarkan musik rock hanya membutuhkan sedikit kerja otak

untuk mengerjakan tugas dengan baik. Sedangkan pada musik klasik,

banyak diketahui berbagai manfaatnya terutama pada musik Mozart.

10. Proses dan Langkah – Langkah Terapi Musik

Proses terapi musik menurut Djohan (2009) adalah sebagai berikut :

a. Assesmen

Assesmen adalah hal yang pertama kali harus dipenuhi untuk

memulai suatu tindakan terapi. Didalam asesmen, terapis musik

melakukan observasi menyeluruh terhadap kliennya,sehingga ia

memperoleh gambaran lengkap tenang latar belakang, keadaan


31

sekarang, keterbatasan klien dan potensi – potensi yang masih

dapat dikembangkan. Dengan gambaran ini terapis musik

mengembangkan kerangka asesmen yang kemudian diterjemahkan

kedalam rencana perlakuan, lengkap dengan estimasi waktunya.

b. Rencana perlakuan

Terapis musik merancang rencana perlakuan bagi klien secara

bertahap sampai klien dapat meraih batas keinginan yang

ditentukan sebelumnya.

c. Pencatatan

Sebuah proses terapi musik perlu mempertimbangkan riwayat

kesehatan klien dari bnayak sisi. Selain riwayat sebelum terapi

dimulai, seluruh proses terapi juga harus dicatat.

d. Evaluasi dan terminasi perlakuan

Langkah terakhir dalam proses terapi adalah mengevaluasi dan

melakukan terminasi perlakuan. Pada bagian ini terapis

menyiapkan kesimpulan akhir dari proses perlakuan dan membuat

rekomendasi untuk ditindaklanjuti.

11. Penggunaan Musik Untuk Meringankan Nyeri

Terapi musik tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi,

walau mungkin membutuhkan bantuannya saat mengawali terapi

musik. Untuk mendorong peneliti menciptakan sesi terapi musik

sendiri, berikut ini beberapa dasar dalam terapi musik :


32

a. Untuk memulai melakukan terapi musik, khususnya untuk

relaksasi, peneliti dapat memilih sebuah tempat yang tenang, yang

bebas dari gangguan.

b. Untuk mempermudah, peneliti dapat mendengarkan berbagai jenis

musik pada awalnya. Ini berguna untuk mengetahui respon dari

tubuh responden. Lalu anjurkan responden untuk duduk di lantai,

dengan posisi tegak dan kaki bersilangan, ambil nafas dalam –

dalam, tarik dan keluarkan perlahan – lahan melalui hidung.

c. Saat musik dimainkan, dengarkan dengan seksama instrumennya,

seolah – olah pemainnya sedang ada di ruangan memainkan musik

khusus untuk responden. Peneliti bisa memilih tempat duduk lurus

di depan speaker, atau bisa juga menggunakan headphone. Tapi

yang terpenting biarkan suara musik mengalir keseluruh tubuh

responden, bukan hanya bergaung di kepala.

d. Bayangkan gelombang suara itu datang dari speaker dan mengalir

ke seluruh tubuh responden. Bukan hanya dirasakan secara fisik

tapi juga fokuskan dalam jiwa. Fokuskan di tempat mana yang

ingin eneliti sembuhkan, dan suara itu mengalir ke sana.

Dengarkan, sembari responden membayangkan alunan musik itu

mengalir melewati seluruh tubuh dan melengkapi kembali sel – sel,

melapisi tipis tubuh dan organ dalam responden.

e. Saat peneliti melakukan terapi musik, responden akan membangun

metode ini melakukan yang terbaik bagi diri sendiri. Sekali telah
33

mengetahui bagaimana tubuh merespon pada instrumen, warna

nada, dan gaya musik yang didengarkan, responden dapat

mendesain sesi dalam serangkaian yang telah dilakukan sebagai hal

yang paling berguna bagi diri sendiri.

f. Idealnya, peneliti dapat melakukan terapi musik selama kurang

lebih 30 menit hingga satu jam tiap hari, namun jika tak memiliki

cukup waktu 10 menitpun jadi, karena selama waktu 10 menit telah

membantu pikiran responden beristirahat (Pandoe,2006).

12. Metode Terapi Musik

Metode terapi musik menurut Djohan (2009) adalah sebagai berikut :

a. Bernyanyi

Membantu klien yang mengalami gangguan bahasa, irama dan

kontrol pernafasan. Didalam kelompok, klien akan terbantu untuk

mengembangkan perhatiannya terhadap orang lain melalui

menyanyi bersama

b. Bermain Musik

Membantu pengembangan dan koordinasi kemampuan motorik

c. Gerakan ritmis

Digunakan untuk mengembangkan jangkauan fisiologis,

menggabungkan mobilitas/ ketangkasan/ kekuatan, keseimbangan,

koordinasi, konsentrasi, pola – pola pernafasan dan relaksasi otot


34

d. Mendengarkan musik

Dapat mengembangkan keterampilan kognisi, seperti memeori

dan konsentrasi. Mendengarkan musik merupakan proses

menghadapi persoalan ekspresi diri melalui lingkungan yang

kreatif. Musik dapat menstimulasi respon relaksasi, motivasi atau

pikiran, imajenasi, dan memori yang kemudian diuji untuk

didiskusikan secara individual atau dengan kelompok pendukung.

Sebagai pelengkap, musik juga menyediakan berbagai stimulasi

untuk menggali,mengenal dan memahami budaya sendiri maupun

budaya lain.

13. Mekanisme Kerja Musik Dalam Kesehatan

Bagaimana sebenarnya mekanisme kerja musik dapat mengurangi

rasa sakit, stres, kecemasan maupun menurunkan tekanan darah masih

dalam kajian dan kontroversi. Dalam mengurangi rasa sakit, muncul

beberapa teori yang menyatakan bahwa musik mempengaruhi sistem

autonomik, merangsang kelenjar hipofisis yang menyebabkan

keluarnya endorfin (opiat alami), sehingga terjadi penurunan rasa sakit

dan akan menyebabkan berkurangnya penggunaan analgetik ( Saing,

2007).
35

D. Fokus Terapi Musik Klasik

1. Pengertian Musik Klasik

Istilah musik klasik terdiri dari dua kata, yaitu musik dan klasik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah seni menyusun

nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal

untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan

kesinambungan. Sementara kata klasik, menurut KBBI yaitu karya

sastra yang bernilai tinggi serta langgeng dan sering dijadikan tolak

ukur atau karta sastra zaman kuno yang bernilai kekal. Jadi musik

klasik adalah nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga

mengandung irama, lagu, dan keharmonisan yang merupakan suatu

karya sastra zaman kuno yang bernilai tinggi.

Musik era klasik dimulai dari tahun 1750 hingga tahun 1820. Era

musik klasik terletak diantara era baroque dan era romantik. Banyak

sekali composer-composer terhebat yang pernah ada di dunia musik

hidup di era klasik. Sebut saja Joseph Haydn, Wolfgang Amadeus

Mozart, dan Ludwig van Beethoven. Lalu masih ada Luigi Boccherini,

Muzio Clementi, Carl Phillipp Emanuel Bach, Johann Ladislaus

Dussek, dan Cristoph Willibald Gluck.

2. Manfaat Musik Klasik

Musik klasik mempunyai fungsi menenangkan pikiran dan katarsis

emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme, melodi dan harmoni

yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang alfa serta gelombang


36

beta dalam gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang

membuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks dan

menidurkan. Selain itu musik klasik berfungsi mengatur hormon-

hormon yang berhubungan dengan stres antara lain ACHT, prolaktin,

dan hormon pertumbuhan serta dapat mengurangi nyeri (Campbell,

2002).

Penelitian oleh Prasetia DS, Sarwinanti (2015) dalam penelitiannya

yang berjudul Pengaruh Terapi Musik Klasik (Beethoven) Terhadap

Tingkat Nyeri Haid (Dismenorea) Pada Remaja Putri Kelas II MTS

Negeri Ngemplak Sleman Yogyakarta melaporkan bahwa ada

pengaruh terapi musik klasik (Beethoven) terhadap penurunan tingkat

nyeri haid. Penelitian tersebut didukung penelitian oleh Yuliatun L,

WB Chandra, Pertiwi K (2013) mengenai Pengaruh Terapi Musik

Klasik Terhadap Intensitas Dismenorea Primer yang melaporkan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan intensitas dismenorea

antara sebelum perlakuan dan setelah perlakuan.

Tidak hanya itu, terapi musik juga dapat menurunkan kecemasan

seperti penelitian yang dilakukan pada siswa yang belajar matematika

pada siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta kelas XI jurusan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) Hasil analisis data menunjukkan ada

penurunan skor yang signifikan antara pretest dan posttest pada

kelompok eksperimen (KE) yang mengindikasikan musik klasik


37

efektif dalam menurunkan kecemasan matematika pada siswa (Susanti

DW, Rohmah FA, 2011).

Musik klasik memiliki perangkat musik yang beraneka ragam,

sehingga didalamnya terangkum warna-warni suara yang rentang

variasinya sangat luas. Dengan kata lain variasi bunyi pada musik

klasik jauh lebih kaya daripada variasi bunyi musik lainnya.

Karenanya musik klasik menyediakan variasi stimulasi yang

sedemikian luasnya bagi pendengar.

3. Kerja Musik Klasik

Terapi musik di rancang untuk pengenalan yang mendalam

terhadap keadaan dan permasalahan klien sehingga setiap orang akan

memberi makna yang berbeda terhadap terapi musik yang diberikan.

Kesesuaian terapi musik akan sangat ditentukan oleh nilai-nilai

individual, falsafah yang dianut, pendidikan, tatanan klinis, dan latar

belakang budaya. Musik dapat mempengaruhi denyut jantung

sehingga menimbulkan efek tenang, disamping itu dengan irama

lembut yang ditimbulkan oleh musik yang didengarkan melalui telinga

akan langsung masuk ke otak dan langsung diolah sehingga

menghasilkan efek yang sangat baik terhadap kesehatan seseorang

(Jasmarizal, Sastra & Devi, 2011).

Semua jenis musik dapat digunakan sebagai terapi musik seperti

lagu-lagu relaksasi, lagu populer maupun musik klasik. Namun

ajarannya lagu yang bersifat rileks adalah lagu dengan tempo sekitar
38

60 ketukan/ menit. Apabila lagu terlalu cepat, maka secara tidak sadar

stimulus yang masuk akan membuat kita mengikuti irama tersebut,

sehingga keadaan istirahat yang optimal tidak tecapai. Dengan

mendengarkan musik, sistem limbik akan teraktivasi dan menjadikan

individu menjadi rileks yang dapat menurunkan tekanan darah. Selain

itu alunan musik dapat menstimulasi tubuh untuk memproduksi

molekul yang disebut nitric oxide (NO). Molekul ini akan bekerja pada

tonus pembuluhn darah sehingga dapat mengurangi tekanan darah

(Nafilasari & Mike Y, 2013)

4. Standar Operasional Prosedur Terapi Musik

Musik klasik yang komposisinya lahir dari budaya eropa. Musik

yang jika didengaran akan merasa nyaman dan terdengar lembut.

Musik klasik yang dipakai adalah musik klasik karya Mozart dengan

judul Piano Concerto.

Prosedur terapi musik menurut Pandoe (2009) adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan tempat yang tenang

b. Posisikan tubuh senyaman mungkin

c. Menyiapkan speaker, pilih musik klasik, serta menyesuaikan

volume suara musik

d. Saat musik dimainkan dengarkan dengan seksama instrumennya

e. Biarkan suara musik mengalir ke tubuh, bukan hanya bergaung

dikepala
39

f. Fokuskan dan bayangkan bahwa ketakutan yang difikirkan

merubah menjadi pengalaman yang indah dan menyenangkan

g. Dengarkan musik selama kurang lebih 30 menit

5. Daftar Lagu Yang Digunakan Dalam Terapi Musik

Tabel 2.3 Daftar Lagu Yang Digunakan Dalam Terapi Musik

Artis Yang
Judul Lagu
Mempopulerkan
The Unforgetting Heart Michael Hoppe
Vaya Con Dias Gray Bartlett
If I Fell/ My Life Ed Gerhard
Lake Of Heart Shen – Di Wang
Imagine Hohn Lennon
Love Me Tender Elvis Presley
Song Of Silence Gray Bartlett
Cant Help Falling In Love Elvis Presley
Let It Be Me Grey Barlett
To All The Girls I’ve Loved Bevore Julio Iglesias
You Need Me Boyzone
Reflections Christina Aguilera
Unchained Melody Elvis Presley
The First Time Ever I Saw You Face Celine Dion
You’ll Never Walk Alone Roger Williams
Unforgettable Nat King Cole
My Way Frank Sinatra
Ave Maria Unknow
Symphony #6 Patorale Beethoven
Romazane Eine Klein Nachmusik Mozart
Wind Serenade No, 12 C Minor K. 388 Mozart
Piano Concerto E- Flat K. 495 Mozart
Clarinet Concerto No. 24 K. 622 Mozart
Horn Concerto E – Flat K. 495 Mozart
The Swam Unknown
Morning Calm (Harp) Sylvia Woods
The Quite Garden (Harp) Philip Boulding
Give Me Your Hand (Harp) Georgia Kelly
Can’t Help Lovin That Man (Harp) Harpo Max
(Novita, 2012)
40

6. Terapi Musik Klasik Mozart

Salah satu jenis musik yang banyak digunakan untuk terapi adalah

musik klasik, seperti musik Mozart. Dari sekian banyak karya musik

klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart (1756-

1791) yang paling dianjurkan. Menurut Campbell (2002) musik-musik

Mozart memiliki keunggulan akan kemurnian dan kesederhanaan

bunyi-bunyi yang dimunculkannya, irama, melodi, dan frekuensi-

frekuensi tinggi.

Beberapa penelitian sudah membuktikan. Putra Y, Putri RB

(2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ada pengaruh terapi

musik Mozart terhadap penurunan derajat nyeri menstruasi pada

remaja putri di MAN Padang Japang. Kemudian oleh Liandary DO,

Hendra, Parjo (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh

Terapi Musik Klasi (Mozart) Terhadap Intensitas Nyeri Haid Pada

Remaja Putri Di SMA Negeri 1 Pontianak Tahun 2015 juga

menyebutkan bahwa musik klasik (Mozart) berpengaruh untuk

menurunkan intensitas nyeri haid pada remaja putri di SMA Negeri 1

Pontianak tahun 2015.

Musik Mozart merangsang dan memberi daya pada daerah-daerah

kreatif dan motivasi dalam otak. Musik Mozart memberi rasa nyaman

tidak saja ditelinga tetapi juga bagi jiwa yang mendengarnya.

Gubahan-gubahan musik klasik ini, bila rajin diperdengarkan akan

memberi efek keseimbangan emosi dan ketenangan.


41

Penelitian Pengaruh Terapi Musik Mozart Terhadap Penurunan

Derajad Nyeri Menstruasi Pada Remaja Putri Di MAN Padang Japang

Tahun 2014 memaparkan hasil yaitu derajat nyeri sebelum dilakukan

terapi musik mozart adalah 4,67 (nyeri sedang), rata-rata derajat nyeri

sesudah dilakukan terapi musik mozart adalah 3,72 (nyeri ringan).

Hasil analisa bivarait ada pengaruh terapi musik Mozart terhadap

penurunan derajat nyeri menstruasi pada remaja putri di MAN Padang

Jopang tahun 2014, nilai p = 0,000. Maka dapat disimpulkan bahwa

terapi musik mozart efektif untuk menurunkan derajat nyeri

menstruasi.

Tidak hanya musik klasik Mozart, musik yang dapat memberikan

efek terapi juga terdapat pada musik tradisional yang mana tersebar

diseluruh Nusantara. Salah satunya adalah Musik Tradisional Jawa.

Penelitian yag dilakukan Maryanti tahun 2010 mengenai Pengaruh

Terapi Musik Gamelan Jawa Nada Slendro terhadap Penurunan

Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia

Yuswo Adhi RW XVII Kelurahan Srondol Wetan Semarang

menunjukkan ada pengaruh terapi musik gamelan jawa nada slendro

terhadap penurunan TD pada lansia dengan hipertensi.

Kemudian dalam Kompas (2012) menyebutkan bahwa Langgam

Jawa yang termasuk genre musik keroncong dapat menjadi penawar

rasa nyeri dan cemas bagi ibu yang akan melahirkan. Langgam Jawa

yang memiliki tempo 60 ketukan per menit sesuai dengan pernyataan


42

para pakar dan peneliti, bahwa musik yang paling dianjurkan untuk

terapi adalah musik atau lagu dengan tempo 60 ketukan per menit yang

memberikan efek rileks. Hasil penelitian menunjukkan langgam Jawa

dapat menurunkan tingkat nyeri dan kecemasan yang dirasakan oleh

ibu bersalin.

7. Mekanisme Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pre-menstrual Syndrome

Dengan Terapi Musik

Setiap bulannya, wanita usia subur akan mengalami menstruasi.

Sebelum terjadinya menstruasi, selama 7- 10 hari seorang wanita akan

mengalami gejala - gejala perubahan emosional maupun fisik atau

yang sering disebut sindrom pramenstruasi dan akan mereda ketika

menstruasi dimulai. Respon fisik dari PMS salah satunya adalah nyeri.

Untuk meringankan gejala nyeri dapat dilakukan salah satunya dengan

metode nonfarmakologis yaitu distraksi. Distraksi merupakan metode

penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis dengan cara mengalihkan

perhatian klien ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan

kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap

nyeri.

Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori aktivasi

retikuler, yaitu menghambat stimulus nyeri ketika seseorang menerima

masukan sensori yang cukup atau berlebihan, sehingga menyebabkan

terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurangatau tidak

dirasakan oleh klien). Stimulus sensori yang menyenangkan akan


43

merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan

oleh klien menjadi berkurang. Distraksi bekerja memberi pengaruh

paling baik untuk jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri

intensif hanya berlangsung beberapa menit.

Musik merupakan teknik distraksi yang efektif. Musik dapat

menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan

mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti

menunjukkan efek antara lain menurunkan frekuensi denyut jantung,

mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri,

menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu. Musik

harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan efek

teraupetik. Salah satu jenis musik yang banyak digunakan adalah

musik klasik,seperti musik Mozart.


44

14. Kerangka Teori

Faktor yang Ketidakseimbangan


mempengaruhi : Hormon Estrogen
- Usia dan progesterone
- Jenis kelamin
- Kultur
- Makna nyeri Premenstrual
- Perhatian syndrome
- Anxietas
- Pengalaman
masa lalu Management Nyeri
- Pola koping Nyeri
Non farmakologi
- Support
keluarga dan
sosial
Distraksi : terapi musik

Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber : Wiknjosastro, 2008; Potter & Perry, 2011

Anda mungkin juga menyukai