Anda di halaman 1dari 53

Rangkuman Materi Keperawatan Gawat Darurat II

Dosen Ampu : M Sandi Hayanto,S.Kep.,Ners,M.Kep.

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Siti Sofia 1119030

KEPERAWATAN 4A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG

2022
Pertemuan 1 : Asuhan Keperawatan Stroke

Definisi : Defisit neurologis yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung sebagai akibat
adanya gangguan pembuluh darah otak. Disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan
daerah fokal pada otak yang terganggu.(WHO)

Klasifikasi stroke berdasarkan patologi dan gejala klinik ,maka stroke dibafi 2

1. Stroke Hemoragik
- Perdaraghan intra serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid,disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak tertentu
- Kejadiannya saat melakukan aktiviyas atau saat aktif
- Kesadaran pasien menurun
2. Stroke Non Hemoragik
- Berupa iskemia ,emboli dan thrombosis cerebral
- Terjadi saat / setelah lama beristirahat ,bangun tidur,pagi hari
- Tidak terjadi perdarahan tetapi hipoksia karena iskemia,dapat timbul edema sekunder
- Kesadaran pasien umumnya baik

Menurut Black(2005) Stroke dibagi :

1. Transient ischemic Attack/TIA atau serangan otak sepintas . terjadi deficit neurologic
dalam waktu 30 menit berlangsung kurang dari 24 jam tanpa meninggalkan gejala
sisa.TIA diakibatkan karena mikroemboli dari plak atherosklerotik pembuluh darah
ekstrakranial dan u[ntuk sementara mengintrupsi okdigenasi otak
2. Reversible ischemic Neurologi Defisit(RIND) atau serangan oatak iskemik yang
reversible . gigunakan jika gejala sisa deficit neurologic masih terjadi setelah 24 jam
3. Stroke in evolution atau stroke progresif terjadi dalm beberapa jam sampai beberapa
hari .terjadi akibat pembesaran thrombus di dalam pembuluh darah arteri.
4. Completed Stroke terjadi deficit neurologic tidak mengalami perbaikan dalam waktu
2-3 hari.

Tiga factor penentu Berat Ringannya Gangguan


1. Cepat nya kejadian : efek stroke akan terlihat beberapa menit/jam
2. Daerah otak yang terkena
3. Gangguan suplai darah ke bagian otak tertentu
- Kekurangan selama 1-4 menit masih dapat pulih
- >4 menit keruskan jaringan irreversible-nekrosis

Etiologi

Tidak diketahui

Factor resiko :

- Akibat adanya kerusakan pada arteri karena usia ,hipert[ebsi ,DM


- Penyebab timbulnya thrombosis; polysytemia
- Penyebab emboli;MCI,kelainan katup,dll
- Penyebab hemoragik tidak terlalu tinggi ,aneresmia arteri ,penurunan factor
pembekuan darah
- Factor lain: hipertensi, merokok cigarette, alcohol berlebih,pengguanaan kokain dan
obesitas.

• PatofisiologiOklusi

• Penurunan perfusi jaringan serebral

• Iskemia

• Metabolisme anaerob

- Asam laktat meningkat

- Edema serebral

• Aktivitas elektrolit terganggu

- Pompa Na dan Kalium gagal

- Edema cerebral
• Perfusi otak menurun

• Nekrosis jaringan otak

• Gangguan neurologis

TANDA DAN GEJALA

Berdasarkan daerah dan luasnya otak yg terkena

• Pengaruh thd status mental

- Tidak sadar

- Konfuse

- Lupa akan tubuh sebelah

• Pengaruh fisik

- Paralisis

- Kesulitan menelan

- Gangguan sentuhan dan sensasi

- Gangguan penglihatan

• Pengaruh terhadap Komunikasi

- Bicara tdk jelas

- Kehilangan Bahasa

• Berdasarkan bagian hemispher yg terkena

• Stroke Hemisfer kanan

- Hemiparese sebelah kiri tubuh

- Penilaian buruk
- Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral shg kemungkinan terjatuh ke sisi
yg berlawanan

• Stroke Hemisfer kiri

- Hemiparese kanan

- Perilaku lambat dan sangat berhati-hati

- Kelainan bidang pandang sebelah kanan

- Disfagia global

- Apasia

- Mudah frustasi

Test Diagnostik

- CT Scan. Pemeriksaan awal u/ menentukan apakah strok hemoragik atau non


hemoragik. Pemeriksaan ini dapat melihat adanya edema, hematoma, iskemia dan
infark.

- Angiografi Serebral. Membantu menentukan penyebab strok secara spesifik,


seperti perdarahan atau obstruksi arteri, ada tidaknya oklusi atau rupture.

- Pungsi Lumbal. Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada


trombosis, emboli serebral, TIA.

- MRI. Menunjukkan daerah yg mengalami infakr, hemoragik, kelainan bentuk


arteri-vena.

- EEG. Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak

Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan stroke dpt dibagi menjadi dua fase yaitu

1. Fase akut
Selama fase akut tindakan keperawatan ditujukan u/ mempertahankan fungsi vital pasien
(life saving) dan memfasilitasi perbaikan neuron.

2. Fase paska akut.

1. Fase Akut

2. Fase Paska Akut


 Terapi farmakologik
1. Stroke infark aterotrombotik

Terapi trombolitik, Anti-agregasi trombosit/ platelet dan Neuroprotektan

2. Stroke kardioemboli

Anti-koagulan, anti-agregasi trombosit dan neuroprotektan

 Terapi spesifik berdasarkan lokasi perdarahan


Pengkajian
• Aktivitas / Istirahat
- Kesulitan melakukan aktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi, paralisis
- Gangguan tingkat kesadaran
- Gangguan penglihatan
• Sirkulasi
- Hipertensi
- Disritmia
• Integritas ego
- Putus asa, tidak berdaya, emosi labil
• Eliminasi
- Inkontinensia urine
- Distensi abdomen
• Makanan / cairan
- Napsu makan hilang
- Mual, muntah
- Kehilangan sensasi kecap, kesulitan menelan
• Neurosensori
-Pusing
-Tingkat kesadaran menurun; koma
-afasia
• Pernapasan
-Ketidakmampuan menelan / batuk/ hambatan jalan napas
• Keamanan
-Kesulitan u/ melihat obyek dari sisi yg terkena
-Tdk mampu mengenali obyek
-Kesulitan berkomunikasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b d interupsi aliran darah, gangguan oklusif,
hemoragic, vasopasme serebral, edema serebral

2. Kerusakan mobilitas fisik b d kelemahan, parestesia

3. Kerusakan komunikasi verbal b d kerusakan sirkulasi serebral, kehilangan kontrol otot


fasial

4. Kurang perawatan diri b d kehilangan koordinasi otot

Perubahan perfusi jaringan serebral b d interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragic,
vasopasme serebral, edema serebralTujuan

- Mempertahankan tingkat kesadaran

- TTV stabil

• Intervensi

- Observasi status neurologis, TTV

- Letakkan kepala dgn posisi agak ditinggikan

- Pertahankan tirah baring, Ciptakan lingkungan tenang

- Batasi aktivitas klien

- Cegah terjadinya mengejan saat defekasi

- Kolaborasi pemberian Oksigen

- Kolaborasi pemberian Obat sesuai indikasi : antikoagulan, antihipertensi, pelunak


feses

- K/P kolaborasi persiapan pembedahan

Kerusakan mobilitas fisik b d kelemahan, parestesia

• Tujuan
- Mempertahankan / meningkatkan kekuatan fungsi bagian tubuh yg terkena

- Mempertahankan integritas kulit

• Intervensi

- Kaji kemampuan aktivitas klien secara fungsional

- Ubah posisi minimal 2 jam sekali

- Ajarkan latihan gerak aktif dan pasif pd semua ekstremitas

- Gunakan penyangga lengan ketika klien berada dlm posisi tegak

- Bantu klien dlm beraktivitas

- Observasi daerah kulit yg terkena penekanan, warna, edema

- K/p Kolaborasi dengan fisiotherapi

Kerusakan komunikasi verbal b d kerusakan sirkulasi serebral, kehilangan kontrol otot fasial

• Tujuan

- Klien dpt mengindikasikan pemahaman komunikasi

- Membuat metode komunikasi yang tepat

• Intervensi

- Kaji derajat disfungsi

- Mintalah pasien u/ mengikuti perintah sederhana

- Tunjukkan obyek dan minta pasien u/ menyebutkan nama benda tsb

- Berikan metode komunikasi alternatif, mis; menulis di papan tulis, gambar

- Kolaborasi dgn speech Therapi

Kurang perawatan diri b d kehilangan koordinasi otot


• Tujuan

- Klien dpt melakukan aktivitas perawatan diri dlm tingkat kemampuan mandiri

• Intervensi :

- Kaji kemampuan dan tingkat kemampuan klien melakukan pemenuhan kebutuhan


sehari-hari

- Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yg dilakukan atau
keberhasilannya

- Berikan bantuan perawatan diri bila pasien tdk mampu melakukan sendiri (mandi,
bab, bak, dsb)

- Berikan dukungan

- Dekatkan barang-barang kebutuhan klien

EVALUASI

- Mempertahankan tingkat kesadaran

- TTV stabil

- Mempertahankan / meningkatkan kekuatan fungsi bagian tubuh yg terkena

- Mempertahankan integritas kulit

- Klien dpt mengindikasikan pemahaman komunikasi

- Membuat metode komunikasi yg tepat

- Klien dpt melakukan aktivitas perawatan diri dlm tingkat kemampuan sendiri

Pertemuan 2 : Kegawat daruratan Endokrin


Hipoglikemia: Kadar glukosa darah dibawah normal. Diagnosis ditegakan jika kadar glukosa
plasma ≤ 63 mg% (3,5 mmol/L) “Adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah “

Klasifikasi klinis hipoglikemia:

Ringan : simtomatik dapat ditangani sender ,tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari

Sedang: simtomatik dapat ditangani sender,menimbulkan gangguan untuk aktivitas sehari-hari

Berat:sering tidak simtomatik karena gangguan kognitif ,tidak mampu beraktivitas,membutuhkan


terapi parenteral glucagon IM atau glukosa IV,disertai koma atau kejang

 insidensi

- 15, 5 kasus/th,

- wanita > pria,

- 65 % akibat DM

 Penyebab

- Pemberian insulin berlebihan

- pemberian antidiabetik oral berlebihan

- konsumsi makanan terlalu sedikit

- Aktivitas fisik berat.

- Ketidak seimbangan nutrisi dan cairan akibat mual dan muntah

- Konsumsi alkohol

Tanda dan gejala hipoglikemia:

- Stad. parasimpatis : lapar, mual, TD turun

- Stad. gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sederhana.
- Stad. Simpatik : keringat dingin pada wajah, tangan, palpitasi.

- Stad. Gangguan otak berat : koma dengan atau tanpa kejang

Penatalaksanaan

 Tujuan Pengobatan

- Meningkatkan kadar glukosa darahsecepatnya

- Identifikasi penyakit penyerta atau hubungannya dengan cidera

 Interventions Nonpharmacologic

- Kaji dan kepatenan ABC

- Pertahankan kepatenan jalan nafas dan ventilasi adekuat

- Pada klien sadar beri minuman mengandung glukosa atau sukrosa (15 gr gula dapat
meningkatkan 20 – 120 mg/dl).

- Glukosa oral : 10 – 20 gr segera diberikan, dalam bentuk tablet, jelly tau 150-200 ml
minuman.

- Bila belum ada jadwal makan dalam 1 – 2 jam, berikan tambahan 10 – 20 g KH


kompleks.

- Jika ada kesulitan menelan dan tidak gawat berikan madu atau gel glukosa lewat mukosa
rongga mulut.

- Glukagon IM : glukagon 1 mg IM, diikuti pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan


pemebrian 40 gKH dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan.

- Glukosa IV , diberikan hati-hati :150 – 200 ml glukosa 10% atau 75 – 100 ml glukosa
20%

Pertemuan 5
Asidosis Respiratorik: Kelompok 1

DEFINISI

Asidosis respiratorik merupakan keadaan kelebihan asam relative di cairan tubuh akibat retensi
atau produksi berlebihan CO2. Asidosis repiratorik akut terjadi dan mereda dalam 3 hari atau
kurang; asidosis respiratorik kronik menetap dalam waktu yang lebih lama.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Asidosis respiratorik hampir selalu disebabkan oleh hipoventilasi. Asidosis respiratorik kronis
tersering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) perubahan-perubahan
patologis yang menyebabkan kolaps saluran napas, air trapping dan gangguan hubungan
ventilasi-perfusi (V/Q).

Asidosis respiratorik dapat terjadi secara iatrogenic (akibat penatalaksanaan) dari ventilasi
mekanis yang adekuat atau dari pemberian oksigen berlebih pada klien dengan retensi CO2
kronis (seperti pada PPOK).

Patofisiologi

CO2 terakumulasi dalam darah dan dengan cepat terdifusi ke seluruh kompartemen tubuh.
Hiperkapnea ini mendorong reaksi hidrolisis ke arah maju, menciptakan asam karbonat yang
berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3. Penyanggaan segera oleh penyangga non-bikarbonat terjadi.
Kompensasi ginjal berlanjut selama 3-5 hari, dengan sekresi H+ dan regenerasi bikarbonat yang
lebih hebat. Produksi amonia ginjal meningkat, meningkatkan fungsi penyangga urine amonia
namun menurunkan simpanan protein.

Pada asidosis respiratorik akut, peningkatan cepat PaCo2, mengakibatkan hipoksemia pada klien
yang menghirup udara ruangan karena CO2, yang diretensi menggeser oksigen di alveoli.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis disfungsi sistem organ akibat asidemia mencakup hipotensi dan disritmia
jantung yang disebabkan oleh penurunan tonus vaskular, penurunan kontraktilitas miokard, dan
manifestasi gangguan keseimbangan elektrolit. Perubahan aliran darah serebral dan penurunan
neurotransmisi pada asidosis respiratorik akut dapat bermanifestasi sebagai tremor, kejang,
letargi, sopor, hingga koma (ensefalopati hiperkapnik).

Asidosis Metabolik

Pengertian

Asidosis metabolik merupakan keadaan kelebihan asam (atau defisit basa) relatif pada cairan
tubuh akibat akumulasi asam-asam terfiksasi atau hilangnya bikarbonat.

Etiologi

Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh satu dari dua mekanisme: akumulasi asam terfiksasi
atau hilangnya basa. Kedua mekanisme ini sering dapat dibedakan secara klinis dengan ada atau
tidak adanya gap anion yang tinggi. Nilai normal gap anion adalah 12 + 4 mEq/L.

Asidosis non-gap anion yang disebabkan hilangnya basa juga disebut asidosis metabolik
hiperkloremik. Pada kasus ini, ginjal menahan klorida saat bikarbonat yang berlebih hilang dari
tubuh, dan gap anion tetap normal. Bikarbonat yang berlebih dapat hilang melalui ginjal ataupun
saluran cerna.

PATOFISIOLOGI

Asidosis metabolik disertai dengan peningkatan ventilasi kompensasi. Asidemia berat


menginduksi resistansi insulin dan menekan enzim-enzim glikolitik, menyebabkan gangguan
metabolisme energi.

Pada asidosis metabolik yang disebabkan oleh akumulasi asam-asam organik, penyanggaan
menurunkan simpanan bikarbonat dengan cepat. Jika fungsi ginjal tidak terganggu, regenerasi
HCO3-, oleh ginjal terjadi dengan ekskresi H+; meskipun demikian, respons ini membutuhkan
waktu beberapa hari.

Manifestasi Klinis

Asidosis metabolik tampak jelas pada nilai-nilai GDA dengan pH dan kadar HCO, yang rendah.
PaCO, turun dengan terjadinya kompensasi respiratorik. Manifestasi sistemik asidemia
disebabkan oleh perubahan fungsi protein dan gangguan keseimbangan elektrolit yang
menyerupai manifestasi asidosis respiratorik kecuali terdapatnya mekanisme kompensasi berupa
hiperventilasi.

Ketoasidosis diabetic: kelompok 2

A. Pengertian

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang


ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif.1 KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah 2
komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Kedua
keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih
sering dijumpai pada DM tipe 1. KAD mungkin merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1 atau
mungkin merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan insulin pada DM tipe 1 pada keadaan
infeksi, trauma, infark miokard, atau kelainan lainnya. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan salah satu komplikasi akut diabetes melitus akibat defisiensi (absolut ataupun relatif)
hormon insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera akan
menyebabkan kematian.

Patofisiologi

KAD ditandaiolehadanyahiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton


yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari kekurangan atau inefektifitas
insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut mengakibatkan perubahan
produksi dan pengeluaran glukosa dan meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton.
Hiperglikemia terjadi akibat peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis
dan glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.

Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin,


laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim
glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose 1,6 bifosfat, dan piruvat
karboksilase). Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang
bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD.Selanjutnya,
keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan
mengakibatkan hipovolemia dan penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang terakhir
akan memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari peningkatan produksi benda
keton telah dipelajari selama ini. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi
hormon kontraregulator menyebabkan aktivasi hormon lipase yang sensitif pada jaringan lemak.
Peningkatan aktivitas ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free
fatty acid/FFA).

Faktor pencetus ketoasidosis diabetic

Faktor pencetus tersering dari KAD adalah infeksi, dan diperkirakan sebagai pencetus lebih
dari 50% kasus KAD. Pada infeksi akan terjadi peningkatan sekresi kortisol dan glukagon
sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang bermakna. Faktor lainnya adalah
cerebrovascular accident, alcohol abuse, pankreatitis, infark jantung, trauma,
pheochromocytoma, obat, DM tipe 1 yang baru diketahui dan diskontinuitas (kepatuhan) atau
terapi insulin inadekuat.

Tanda dan Gejala

Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam beberapa hari, perubahan
metabolik yang khas untuk KAD biasanya tampak dalam jangka waktu pendek (< 24 jam).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KAD bersifat multifaktorial sehingga memerlukan pendekatan terstruktur


oleh dokter dan paramedis yang bertugas. Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan pada
penatalaksanaan KAD.

1. Terapi cairan

2. Terapi insulin

3. Natrium

4. Kalium

5. Bikarbonat
6. Fosfat

7. Magnesium.

8. Hiperkloremik.

9. Penatalaksanaan terhadap infeksi yang menyertai

10. Terapi pencegahan DVT (deep vein trombosit)

• Monitoring terapi

Semua pasien KAD harus mendapatkan evaluasi laboratorium yang komprehensif


termasuk pemeriksaan dalam rangka dengan profil kimia termasuk pemeriksaan elektrolit dan
analisis gas darah.

• Komplikasi terapi

Komplikasi yang lebih sering dariKAD adalah hipoglikemia oleh karena penangana yang
berlebihan dengan insulin, hipokalemia yang disebabkan oleh pemberian insulin dan terapi
asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak
kontinyu setelah perbaikan tanpa di berikan insulin subcutan.

Gambaran klinis

Gambaran klinis dari penyakit ini sebagai berikut .Pertama tama selama beberapa hari penderita
merasa sangat haus dan banyak kencing. secara otomatis, jika penyakit ini menimpa, penderita
akan meminum air banyak, bahkan minuman yang memiliki banyak kandungan gula. Dampak
nya, pada penderita akan merasakan kelelahan dengan disertai dengan mual dan muntah muntah.
Kondisi perut penderita menjadi tidak normal, seakan mengalami guncangan. Nyeri perut hebat
juga dapat terjadi. Lambat laun penderita merasa ngantuk dan kesadarannya mulai menurun.

• Peranan Hormon

Peranan insulin Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut dan relatif. Terhadap hormon
kontra regulasi yang berlebihan (glukagon, efinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan).
Defisiensi insulin dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau
oksogen yang berkurang. Peranan glukagonDiantara hormon-hormon kontra regulator, glukagon
yang paling berperan dalam ketogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan
menghambat pembentukan malonyl.Hormon kntra regulator insulin lain Kadar efinefrin dan
kortisol darah meningkat pada KAD. Hormon pertumbuhan (GH) pada awal terapi KAD
kadarnya kadang-kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin.

HIPOGLIKEMIA: kelompok 3

Definisi

Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah
berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang
dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan
gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan
gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran (syok
hipoglikemia) (Nabyl, 2009).

Etiologi

• Dosis suntikan insulin terlalu banyak

Penyutikan Insulin pada pasien diabetes uyang melebihi dosis, seharusnya penderita diabetes
militus melakukan pengecekan gula dalam darah (GDS) sebelum menyuntikan insulin sehingga
pasien mengetahui dosis yang akan digunakan.  

• Lupa makan atau makan terlalu sedikit

Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua kali sehari dan
obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan.Kadar insulin dalam darah harus seimbang dengan
makanan yang dikonsumsi.Jika makanan yang dikonsumsi kurang maka keseimbangan ini
terganggu dan terjadilah hipoglikemia.

• Aktifitas terlalu berat

Olahraga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan insulin.Pada saat insulin.
Pada saat berolahraga,tubuh berolahraga,tubuh akan menggunakan menggunakan glukosa
glukosa darah yang banyak sehingga kadar glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olahraga
merupakan cara terbaik untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa menggunakan insulin.

• Minum alkohol tanpa disertai makan

Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah akan menurun

Patofisiologi

Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada glukosa
untuk digunakan sebagai bahan bakar.Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh
glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja.
Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara
terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf
di dalam system saraf tersebut (Smeltzer,2001).

Manisfestasi Klinis

Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari dua fase antara lain
(Sudoyo,2006):

Fase Pertama: Gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga
dilepaskannya hormone epinefrin. Gejalanya  berupa  berupa palpitasi, palpitasi, keluar banyak
keringat, keringat, tremor, tremor, ketakutan, ketakutan, rasa lapar dan mual (glukosa turun 50
mg%).

Fase Kedua : Gejala-gejala Gejala-gejala yang terjadi yang terjadi akibat mulai akibat mulai
terjadinya terjadinya gangguan fungsi gangguan fungsi otak, gejalanya berupa pusing,
pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya ketrampilan motorik yang halus,
penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma (glukosa darah 20 mg%). Adapun gejala- gejala
hipoglikemi menurut beratnya ringan hipoglikemi (Smeltzer, 2001):

Klasifikasi Hipoglikemia

Tipe hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni (Price, 2006):


1. Transisi dini neonatus (early transitional neonatal): ukuran bayi yang  besar ataupun
ataupun normal yang mengalami mengalami kerusakan kerusakan sistem produksi
produksi  pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.  

2. Hipoglikemi klasik sementara (classic transient neonatal): terjadi jika  bayi mengalami
mengalami malnutrisi malnutrisi sehingga sehingga mengalami mengalami kekurangan
kekurangan cadangan cadangan lemak dan glikogen.

3. Sekunder (scondary) : sebagai suatu respon str Sekunder (scondary) : sebagai suatu
respon stress dari neonatus sehingga ari neonatus sehingga terjadi peningkatan
metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.

Penatalaksanaan Hipoglikemia

 Glukosa Oral

Pengobatan reaksi insulin selalu glukosa. Jika pasien dapat menelan, cara terbaik memberikan
glukosa adalah dengan memberikan minuman yang mengandung glukosa atau sukrosa karena
dalam bentuk ini, glukosa dapat melewati lambung dan diabsorpsi di dalam usus dalam waktu
yang paling pendek. Jika pasien terlalu gemetar, dalam keadaan stupor, atau tidak kooperatif
untuk minum, berikan desktrose bolus 25 gr dari 50% selama beberapa menit. Jika jalur ini atau
dosis ini tidak tersedia, berikan 1 mg glukagon secara subkutan atau intramuskular untuk
meredakan gejala dengan memicu pemecahan dan pelepasan cepat glukosa ke dalam aliran darah
dari simpanan glikogen hati (Morton, 2017).

 Glukosa Intramuskular

Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit.
Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang
pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia
dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit.
Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah
sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram (4 sendok
makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung seperti
crakers dan biscuit untuk mempertahankan pemulihan, mengingat kerja 1 mg glukagon yang
singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27
menit). Reaksi insulin dapt pulih dalam waktu 5 sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang
panjang atau hipoglikemi yang diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif.

 Glukosa Intravena

Glukosa intravena harus diberikan dengan berhati-hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi
40 % IV sebanyak 10-25 cc setiap 10-20 menit sampai pasien sadar disertai infuse dekstrosa 10
% 6 kolf/jam.

Pemeriksaan Penunjang

• Gula darah puasa

Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelumm diberiglukosa 75 gram oral) dan
nilai normalnya antara 70-110 mg/dl.

• Gula darah 2 jam post prandial

Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam.

• HBA1c

Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah yang
sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2-3 bulan. HBA1c
menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4-6%. Semakin
tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya
komplikasi.

KRISIS TIROID: kelompok 4

PENGERTIAN

Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai demamtinggi dan
disfungsi system kardiovaskuler, system syaraf dan system saluran cerna. Krisis tiroid
merupakan suatu penyakit yang mengacu pada kejadian mendadak yangmengancam jiwa akibat
peningkatan dari hormone tiroid sehingga terjadi kemunduranfungsi organ
ETIOLOGI

1. Operasi dan urut/pijat

2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid

3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen

4. Infeksi

5. Stroke

6. Trauma

7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan Solitary toxic adenoma

8. Tiroiditis

9. Penyakit troboblastik

10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan

11. Pemakaian yodium yang berlebihan

12. Kanker pituitary

13. Obat-obatan seperti Amiodarone

MANIFESTASI

1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)

2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C

3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, 4. Kelemahan, Eksoftalmus,


Amenore)

4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)

5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)


6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).

PATOFISIOLOGI

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan
autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG,
tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Kelenjar tiroid dirangsang terus-
menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena
peningkatan produksi hormon tiroid. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan
TBG yang diperantarai oleh 3,`5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Krisis tiroid
timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang
menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan
bentuk paling berat dari tirotoksikosis.

PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Koreksi hipertiroidisme

a. Menghambat sintesis hormon tiroid

b. Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih banyak
dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. PTU
diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti
200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa
diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg

c. Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk

d. Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes tiap 6
jamatau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.

e. Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer

f. Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.

g. Menurunkan kadar hormon secara langsung


h. Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.

i. Terapi definitive

j. Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).

2. Menormalkan dekompensasi homeostasis

a. Terapi suportif

b. Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravena

c. Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen

d. Multivitamin, terutama vitamin B

e. Obat aritmia, gagal jantung kongstif

f. Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan

g. Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat


meningkatkan kadar T3 dan T4)

h. Glukokortikoid

i. Sedasi jika perlu

3. Obat antiadrenergic

Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin dan guatidin kini
praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker.

4. Pengobatan faktor pencetus

Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus infeksi, misalnya
dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada (Bakta & Suastika, 1999).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. TEST T4 SERUM

2. TEST T3 SERUM

3. TEST T3 AMBILAN RESIN

4. Test TSH ( Thyroid Stimulating Hormone )

5. Test Thyrotropin Releasing Hormone

6. Tiroglobulin

KOMPLIKASI

Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat menyebabkan
angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma,
dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).

Pertemuan 9 : Trauma captis

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TRAUMATIC BRAIN INJURY

Pengertian

- Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) à satu bentuk trauma yg dpt mengubah
kemampuan otak dlm menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial
dan pekerjaan atau dpt dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yg dpt
menimbulkan perubahan – perubahan fungsi otak (Black, 2005)

- Menurut konsensus PERDOSI (2006), cedera kepala yg sinonimnya à trauma kapitis =


head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury mrpk trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tdk langsung yg menyebabkan gangguan
fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer
maupun permanen.

ETIOLOGI

 Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:


1. Trauma tumpul.

2. Trauma tajam (penetrasi)

Dan bagaimana jenis/tipe cedera:

1. Focal. àkerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater. Kerusakan tersebut
berupa gabungan antara daerah perdarahan (kerusakan pembuluh darah kecil seperti
kapiler, vena, dan arteri), nekrosis otak, dan infark.

2. Diffuse. Cedera menyeluruh karena benda tumpul

3. Frakture

Patofisiologi

- Patofisiologi cedera otak traumatik berdasarkan kerusakan jaringan saraf yang terjadi
dapat kita kelompokkan dalam dua kategori, yaitu: cedera primer atau cedera yang
disebabkan langsung oleh gaya mekanik pada awal cedera; dan cedera sekunder atau
kerusakan lanjut dari jaringan dan sel setelah cedera primer terjadi

Cedera otak traumatik dpt memicu beberapa kondisi patologis yg hampir semuanya dapat
diidentifikasi dgn  CT scan kepala.

- Fraktur tengkorak

- Hematoma epidural, hematoma subdural

- Perdarahan subaraknoid, perdarahan Intraparenkim, perdarahan intraventrikular

- Kontusio serebri

- Cedera aksonal fokal dan diffuse dgn edema serebri.[25]

Pengolongan berdasarkan akibat Jejas

Jejas kepala.

• Lesi primer.
- hantaman langsung pada kepala.
- akselerasi, deselerasi, rotasi.
- fraktur tulang tengkorak, sel neuron rusak, pembuluh darah robek.
• Lesi sekunder.
- proses patologik dinamis, komplikasi intrakranial
- hematoma intrakranial: epidural, subdural, subarakhnoid, intraserebral,
intraserebelar.
- pembengkakan otak, edema otak à TIK meningkat, aliran darah setempat
menurun, spasme pemb. darah, infark.

Klasifikasi cedera kepala

- Cedera kepala ringan (GCS : 13 – 15 )


- Cedera kepala sedang (GCS : 9 - 12 )
- Cedera kepala berat (GCS : =< 8 )

Jejas kepala tertutup .

- Komosio serebri àatau gegar otak merupakan keadaan pingsan yg berlangsung kurang
dari 10 menit setelah trauma kepala

- kontusio serebri àdpt terjadi dlm waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi
perdarahan intraserebral yg membutuhkan tindakan operasi

- Fraktur depresi tulang tengkorak

Fraktur komplikata tulang tengkorak

Pemeriksaan

- Keadaan umum.

- jejas ringan : keadaan sadar-siaga

- Jalan nafas, respirasi, tekanan darah, keadaan jantung.


- Kesadaran.

- Fungsi mental

- Saraf otak

- Sistem motorik,

- Sistem sensorik, otonom, refleks-refleks.

Glascow Coma Scale

• Used to document assessment in three areas

- Eyes

- Verbal response

- Motor response

• Normal is 15 and less than 8 indicates coma

Mata

- Poin 1: mata tidak bereaksi dan tetap terpejam meski telah diberi rangsangan, seperti
cubitan pada mata.

- Poin 2: mata terbuka setelah menerima rangsangan.

- Poin 3: mata terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat mengikuti perintah untuk
membuka mata.

- Poin 4: mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan.

Verbal

- Poin 1: tidak mengeluarkan suara sedikit pun meski sudah dipanggil atau diberi
rangsangan.

- Poin 2: suara yang keluar berupa rintihan tanpa kata-kata.


- Poin 3: suara terdengar tidak jelas atau hanya mengeluarkan kata-kata, tetapi bukan
kalimat yang jelas.

- Poin 4: suara terdengar dan mampu menjawab pertanyaan, tetapi orang tersebut tampak
kebingungan atau percakapan tidak lancar.

- Poin 5: suara terdengar dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan
benar serta sadar penuh terhadap lokasi, lawan bicara, tempat, dan waktu.

Motorik

- Poin 1: tidak mampu menggerakkan tubuhnya sama sekali walau sudah diperintahkan
atau diberi rangsangan nyeri.

- Poin 2: hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki atau meluruskan kaki dan tangan
saat diberi rangsangan nyeri.

- Poin 3: hanya mampu menekuk lengan dan memutar bahu saat diberi rangsangan nyeri.

- Poin 4: mampu menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika dirangsang nyeri.
Misalnya, orang tersebut merespons dengan menarik tangannya ketika dicubit.

- Poin 5: mampu menggerakkan tubuhnya ketika diberikan rangsangan nyeri dan orang
tersebut dapat menunjukkan lokasi nyeri.

- Poin 6: mampu melakukan gerakan tubuh apa pun saat diperintahkan.

- Assess bodily function including respiratory, circulatory and elimination

- Pupil checks – are pupils equal and how they react to light

- Extremity strength

- Corneal reflex test

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA


- Penanganan harus ditangani sejak dari tempat kecelakaan, selama transportasi, diruang
gawat darurat, kamar Ro, sampai ruang operasi, ruang perawatan/ ICU

- Monitor : derajat kesadaran, vital sign,kemunduran motorik, reflek batang otak, monitor
tekanan intrakranial.

- Monitor tekanan intrakranial diperlukan pada:

1. Koma dengan perdarahan intrakranial atau kontusio otak

2. Skala Koma Glasgow <6 (motorik < 4)

3. Hilangnya bayangan ventrikel III dan sisterne basalis pada CT skan otak

4. Trauma multipel sehingga memerlukan ventilasi tekanan positif intermitten (IPPV)

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA

 Indikasi CT san:

1. Skala Koma Glasgow (GCS) ≤ 14

2. GCS 15 dengan:

a. Adanya riwayat penurunan kesadaran

b. Traumatik Amnesia

c. Defisit neurologi fokal

d. Tanda dari fraktur basis kranii atau tulang kepala.

Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)

1. Simple head injury

Pasien tanpa diikuti ggn kesadaran, amnesia, maupun gejala serebral lain hanya
perawatan luka, Ro hanya atas indikasi, keluarga diminta observasi kesadaran

2. Kesadaran terganggu sesaat.


Riwayat penurunan kesadaran sesaat setelah trauma tetapi saat diperiksa sudah sadar
kembali : Ro kepala, penatalaksanaan selanjutnya seperti simple head injury

 Pasien dalam keadaan menurun

1. Cedera kepala ringan (GCS 15-13)

Kesadaran disorientasi, atau not obey command, tanpa defisit neurologi fokal: Peratan
luka, Ro kepala

CT scan: bila dicurigai adanya lucid interval (hematom intrakranial), follow up kesadaran
semakin menurun, timbul lateralisasi

Observasi: keadaran (GCS), tanda vital, pupil, gejala fokal serebral

Cedera kepala sedang GCS 9-12

Biasanya mengalami ggn kardiopulmoner

a. Periksa dan atasi ggn jalan nafas, pernafasan, sirkulasi

b. Pemeriksaan keadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain

c. Fiksasi leher dan patah tulang ekstremitas jika ada.

d. Ro kepala, bila perlu bagian tubuh yang lain

e. CT scan bila dicurigai hematom intrakranial

f. Observasi tanda vital, kesadaran, pupil, defisit fokal serebral

g. Cedera kepala berat GCS 3-8

h. Biasanya disertai cedera multipel, disamping kelainan serebral juga ada kelainan sistemik

i. a. Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation/ABC). Pasien CK berat sering


dalam keadaan hipotensi, hipoksia, hiperkapnea akibat ggn pulmoner. Tindakan resusitasi
ABC

 Keseimbangan elektrolit
Pada saat awal masuk dikurangi untuk mencegah udem otak, 1500-2000 ml/hari
parenteraldengan cairan koloid , kristaloid Nacl 0,9%, ringer laktat. Jangan diberikan yang
mengandung glukosa – hiperglikemi, menambah udem otak

Pantau keseimbangan cairan, elektrolit darah.

- Profilaksis: diberikan pada CK berat dengan fraktur impresi, hematom intrakranial, PTA
yang panjang

- Komplikasi sistemik

Demam, Kelanan gastrointestinal, kelainan hematologis perlu ditanggulangi segera.

- Obat Neuroprotektor

Manfaat obat pada CK berat masih diteliti manfaatnya seperti lazaroid, antagonis
kalsium, glutamat, citikolin

Pertemuan 10: Askep Luka Bakar

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

 Umum

- Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pasien dengan Luka Bakar


(LB)

 Khusus: mahasiswa mampu

- Menjelaskan patofisiologi (LB)

- Menjelaskan klasifikasi (LB)

- Menghitung kebutuhan cairan pasien (LB)

- Menjelaskan tindakan keperawatan LB

- Menjelaskan pengaturan temperatur pd ps LB


- Menjelaskan pencegahan risiko komplikasi

PATOFISIOLOGI LB

 Fase awal/ fase akut / fase shock

-Gangguan saluran pernafasan/edema?

-Gangguan sirkulasi/cairan & elektrolit?

 Fase sub akut

- Kehilangan epitel penguapan cairan,elektrolit, protein dan inflamasi. sindroma


disfungsi organ multipel dan

sepsis.

 Fase lanjut

-Parut hipertropik dan kontraktur sebagai penyulit.

- Penyembuhan dalam 10 hr timbul parut < 4% dan penyembuhan > 21 hr resiko timbul
parut 75%

PATHOFISIOLOGI:

- Luka bakar disebabkan pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.

- Panas dpt dipindahkan lewat hantaran atau radia elektromagnetik.

- Luka bakar dpt dikelompokkan menjadi LB termal, radiasi atau kimia.

- Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel.

- Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan.

- Jaringan yg dalam termasuk organ visera dpt mengalami kerusakan karena luka bakar
elektrik atau kontak lama dg agen penyebab.

- Dalamnya LB bergantung pada suhu agen penyebab.


- Nekrosis dan kegagalan organ dpt terjadi

- Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah terhadap : air,


Natrium, Klorida, Protein tubuh.

- Kesemuanya meninggalkan sel dan menyebabkan terjadinya oedema.

- Kemudian dapat terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi.

Faktor-faktor kehilangan Cairan tubuh :

1. Peningkatan Mineralo kortikoid.


- Retensi air, natrium, klorida.
- Ekresi kalium.

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah: keluarnya elektrolit dan protein dari


pembuluh darah.

3. Perbedaan tekanan osmotik intra sel dan ekstra sel.

4. Luka Bakar akan mengakibatkan , tdk hanya kerusakan kulit, tetapi juga amat
mempengaruhi seluruh sistem tubuh klien.

5. Seluruh Sistem tubuh klien menunjukan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon
kompensasi terhadap luka bakar.

6. Pd luka bakar yg luas (mayor) tubuh tdk mampu lagi u/ mengkompensasi sehingga
timbul berbagai macam komplikasi

Manifestasi sistem tubuh

- Respon Kardio Vaskuler.

- Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran


kapiler yg mengakibatkan kehilangan natrium, air dan protein plasma serta oedema
jaringan yg diikuti dgn; penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah,
penurunan perfusi pada organ mayor, oedema menyeluruh.
- Respon Gastrointestinal.

Respon umum yg biasa terjadi pd klien luka bakar >20 % adalah penurunan aktivitas
gastrointestinal. àdisebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta
respon endokrin terhadap adanya perlukaan yg luas

Pemasangan NGT akan mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan potensial

Respon Immunologi:

Respon immunologi dibedakan dalam dua , yaitu :

1. Respon barier mekanik. Sebagai barier mekanik, kulit berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk.

2. Respon immun selular

3. Respon Pulmoner

4. Meskipun tdk terdpt cedera pulmoner, hipoksia dpt dijumpai.

5. Pd kondisi berat konsumsi Oksigen oleh tubuh akan meningkat dua kali lipat.

6. Cedera pulomer : saluran nafas atas dan cedera dibawah glotis.

7. Karbonmonoksida merupakan gas yg paling sering menimbulkan cedera inhalasi.

8. Penurunan kelenturan paru, penurunan kadar Oksigen serum dan asidosis respiratorik dpt
terjadi dlm 5 hari pertama setelah LB.

Indikator Kemungkinan Kerusakan Paru :

- Riwayat LB di daerah yg tertutup.

- LB pada wajah dan leher.

- Rambut hidung gosong.

- Suara yg menjadi parau, perubahan suara, batuk kering, stridor, sputum yg penuh jelaga.
- Sputum yg berdarah.

- Pernafasan yg berat atau takipnea dan tanda-tanda penurunan kadar oksigen lain.

- Eritema dan pembentukan lepuh pd mukosa oral atau faring

KLASIFIKASI LUKA BAKAR :

Berdasarkan penyebab

- Panas kering.

- Panas basah.

- Tersengat listrik.

- Bahan kimia.

- Radiasi.

Frostbite

Berdasarkan Derajat Luka bakar.

Derajat Jaringan Penyebab Karakteristik Nyeri


terkena

Derajat 1 Kerusakan epitel Sinar matahari Kering; tidak Nyeri


minimal lepuh; merah-
pink; memutih
dgn tekanan

Derajat IIA Epidermis, Cahaya, cairan Basah; pink atau Nyeri


dermis minimal hangat merah; lepuh;
sebagian
memutih
Derajat IIB Keseluruhan Benda panas, Kering ; pucat ; Nyeri
epidermis, nyala api, cedera berlilin ; tidak
sebagian dermis radiasi memutih

Derajat III Semua yang Nyala api yang Kulit terkelupas, Sedikit nyeri /tdk
diatas & bagian berkepanjangan, avaskular, pucat, nyeri
lemak subkutan ; listrik, kimia dan kuning sampai
dpt mengenai uap panas coklat
jaringan ikat
otot, tulang

BERDASARKAN TINGKAT KEPARAHAN

Keparahan Kriteria

Luka bakar minor  Derajat II PLTT <15 % (dws) <10


(anak)
 Derajat III <2 % tanpa komplikasi.

Luka bakar sedang tak terkomplikasi  Derajat II LPTT 15–25 % (dws)


 Derajat II LPTT 10-25 % (anak)
 Derajat III LPTT < 10 %

Luka bakar mayor  Derajat II LPTT >25%(dws), >


20% (anak)
 Derajat III LPTT 10 % atau lebih
 Cedera inhalasi
 Cedera sengatan listrik
PERAWATAN LUKA BAKAR FASE RESUSITASI/DARURAT:

Perawatan Di Tempat Kejadian

- Mematikan Api.

- Mendinginkan LB.

- Melepaskan benda Penghalang.

- Menutup LB.

- Mengirigasi LB kimia.

- Air way, breathing dan circulation manajemen.

PENATALAKSANAAN MEDIS DARURAT:

- Prioritas Utama tetap ABC.

- Sesudah Respirasi dan sirkulasi adekuat, perhatikan luka bakarnya.

- Tentukan luas Luka Bakar.

- Pasang kateter urin indwelling

- Jika LB luas pasang NGT.

- Propolaksis Tetanus.

Perhatikan kebutuhan psikologis pasien

KOMPLIKASI YANG MUNGKIN TERJADI

1. DI IGD

- Syok hipovolemik/neurogenik

- Distres pernafasan

- Gangguan kardiovaskuler: gangguan irama (pada luka bakar listrik) dan gagal jantung
- Gagal ginjal akut

- Compartmen syndrome (pada LB derajat III daerah ekstremitas)

2. RAWAT INAP
Diseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Kontraktur
Infeksi dan sepsis

TINDAKAN KEPERAWATAN

- Nilai keadaan umum pasien, jalan nafas (A), pernafasan (B) dan sirkulasi (C).

- Pasang NGT jika diperlukan

- Pasang kateter urin jika LB> 30% derajat II & III.

- Rehidrasi sesuai kebutuhan

- Terapi O2:pd trauma inhalasi dapat dilakukan nebulasi dengan bronchodilator.

- Kolaborasi pemberian obat

- Pemantauan: Status kesadaran(GCS) dan kardiovaskular, tanda vital, urine output, BJ


urine, nilai CVP jika terpasang dan analisa gas darah.

KEBUTUHAN CAIRAN PADA LB

- Resusitasi cairan :

- (Form Baxer atau Parkland)

4 ml RL x BB kg x % PLTT

- Pemberian :

8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan.

8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan.


8 jam III diberikan sisanya.

PERAWATAN LUKA DAN THERAPI

Perawatan luka bakar

- Cuci luka dengan cairan deterjen yang menandung desinfektan (cairan deterjen
yang menandung desinfektan : NaCl = 1 : 100) kemudian dicuci ulang dengan
NaCl 0,9% agar tidak tersisa residu antiseptik

- Biarkan bullae (lepuh) utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada daerah sendi
yang dapat mengganggu gerakan)

- Selimuti pasien dengan selimut steril (usahakan pasien tidak kedinginan sampai
siap dipindah ke ruang rawat khusus)

 Pemberian obat – obatan

(kolaborasi dokter)

- Antasida , H2 antagonis

- Analgetik

- Antibiotika

- Terapi cairan

◦ Pengendalian infeksi :

- Pencucian luka.
- Pembalutan.
- Tehnik aseptik.
- Pemberian salep luka bakar.
- Pembalutan serta pemberian tetanus toxoid dan ATS.

PENGATURAN SUHU TUBUH


 Pencegahan hipothermi : suhu kamar disesuaikan agar suhu tubuh pasien 36 – 37 oC

Pertemuan 13

Kelompok 1 : luka bakar

Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringanyang disebabkan kontak

dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan

kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah (Moenadjat, 2011)

Berbagai aktifitas sehari-hari yang dilakukanpun dapat menjadi penyebab terjadinya


luka bakar misalnya kecelakaan yang menyebabkan meledaknya kendaraan, memegang peralatan
dalam keadaan panas sewaktu memasak, tersengat arus listrik ataupun karena sebab lainnya
(Azhari, 2012)
Etiologi
 Zona Koagulasi : Merupakan daerah yang mengalami kontak langsung. Kerusakan
jaringan berupa koagulasi (denaturasi) protein akibat pengaruh trauma termis.
 Zona Statis : Daerah di luar/ di sekitar dan langsung berhubungan dengan zona koagulasi.
Kerusakan yang terjadi pada zona ini terjadi akibat perubahan endotel pembuluh darah,
trombosit , leukosit yang diikuti perubahan permeabilitas kapiler, trombosis, dan respon
inflamasi lokal.
 Zona Hiperemia : Merupakan daerah di luar zona stasis. Terjadi reaksi berupa
vasolidatasi tanpa banyak melibatkan reaksi sel dalam zona ini.
Luas luka bakar
Luas luka bakar yang mengenai permukaan kulit akan mempengaruhi metabolism. Pada luka
bakar yang mengenai tubuh kurang dari 30%, perpindahan cairan sebatas pada area yang
terkena luka bakar. Apabila luka bakar mengenai tubuh lebih dari 30% perpindahan cairan tidak
hanya mengenai area yang terkena luka bakar, tetapi juga mengenai jaringan yang tidak terpapar
luka bakar.
Faktor-faktor yang MempengaruhiPenyembuhan Luka
Faktor Penderita
Usia Penderita
• Faktor Gender : Kulit wanita lebih tipis dibandingkan dengan kaum pria.
• Faktor Gizi : Faktor yang merupakan modal seseorang dalam konteks daya tahan terhadap
suatu bentuk trauma. Energi yang diperlukan untuk beraktivitas sehari-hari, menjalankan fungsi
organ dan sistem berlipat ganda karena katabolisme protein (proteolisis) pada trauma berat dan
keperluan proses penyembuhan
• Faktor Premorbid : kelainan kardiovaskuler, kelainan neurologic, kelainan paru, kelainan
ginjal, kelainan metabolime
- Faktor Trauma
Jenis, luas, dan kedalaman luka merupakan faktor-faktor yang memiliki nilai prognostic.
orientasi berat ringannya luka bakar hanya terpaku pada luas luka. Pada tahun-tahun
selanjutnya disadari bahwa jenis dan kedalaman luka memiliki peranan yang tidak kalah
besar.
- Penurunan Jaringan
Penurunan jaringan yang diubah statusnya menjadi avaskuler, seperti balutan luka yang
terlalu restriktif atau hematoma meluas.
- Vaskularisasi
Vaskularisasi yang buruk dapat menyebabkan perlambatan penyembuhan luka, karena
dibutuhkan vaskularisasi yang baik untuk penyembuhan luka
Penyebab Luka Bakar
- Luka Bakar Termal: Agen cidera berupa api, air panas, atau kontak dengan
objek panasobjek panas
- Luka Bakar Listrik: Cidera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik di rumah merupakan
sebuah insiden, tertinggi pada anak-anak masih kecil
- Luka Bakar Termal: Agen cidera berupa api, air panas, atau kontak dengan objek panas
- Luka Bakar Kimia: Terjadi dari life atau kandungan agen pencedera, serta konsentrasi
dan suhu agen
- Luka Bakar Radiasi: Luka bakar bila terpapar pada bahan radioaktif dosis tinggi
ANALISIS JURNAL
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA LUKA BAKAR PADA MATA Diptha
Renggani Putri , Rani Himayani
Luka bakar oleh bahan kimia mewakili cedera mata yang paling sering dan berpotensi membuat
buta, hal ini merupakan keadaan darurat pada mata yang membutuhkan penanganan segera.
Mayoritas pasien masih muda dan paparan terjadi di rumah, tempat kerja dan dapat juga ada
hubungannya dengan tindak kriminal. Cedera alkali terjadi lebih sering daripada cedera asam.
Intervensi paling penting untuk paparan bahan kimia adalah :
- Irigasi yang cepat dan banyak.
Tujuan utama irigasi adalah normalisasi pH dan penghilangan dan pengenceran zat
penyebab. Air keran yang bersih bisa digunakan jika paparan terjadi di tempat kerja
industri, sekolah, atau rumah. Penanganan di Unit Gawat Darurat, air keran umumnya
harus dihindari, karena tidak steril dan mengandung organisme yang diketahui
menyebabkan ulkus kornea yang sulit diobati.
- Anestesi topikal dengan proparacaine 0,5% memungkinkan irigasi lebih mudah.
Analgesik sistemik dapat dipertimbangkan. Oleskan salep antibiotic topikal, seperti
eritromisin, moxifloxacin 0,5% atau tobramicin 1% 4- 6 kali/hari. Air mata buatan bebas
pengawet dapat digunakan berkala.
Kelompok 2 : Benda Pada Mata
Benda Asing dalam suatu organ merupakan benda yang berasal dari luar tubuh maupun dari
tuhuh yang di dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang bearasal dari luar tubuh
dikenal dengan benda asing eksogen yang biasanya masuk melalui hidung atau mulut, sedangkan
yang berasal dari dalam tubuhdikenaldengan asing eksogen yang biasanya masuk melalui hidung
atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh dikenal dengan benda asing endogen
(Yunizaf.2012).
Kondisi ini terjadi ketika ada suatu benda yang berasal dari luar tubuh memasuki mata. Benda ini
dapat berupa apa saja, baik partikel debu, logam, dan sebagainya. Benda asing merupakan salah
satu penyebab cedera kornea dan penyakit matalain yang paling sering terjadi. Berat ringannya
kerusakan pada mata tergantung dari besar kecilnya benda asing, kecepatan masuknya, dan jenis
dari benda itu sendiri. Jika benda asing masuk ke dalam, maka harus segera dikeluarkan.
Membiarkannya berlarut-larut akan memperberat penyakit, bahkan dapat menyebabkan
kebutaan.
Komplikasi
Masuknya benda asing kedalam mata dapat menimbulkan sejumlah komplikasi, seperti:
1. Keratitis: Peradangan pada lapisan kornea mata.
2. Ulkus kornea: Terdapatnya luka terbuka pada lapisan kornea mata.
3. Katarak traumatis: Katarak yang diakibatkan karena masuknya benda hingga kedalam lensa.
4. Perforasi: Pecahnya bola mata akibat benda tajam ataupun komplikasi luka terbuka pada
kornea yang tidak diterapi dengan baik.
Patofisiologi
Ada berbagai factor yang menentukan tempat tertinggalnya benda asing dan kerusakan yang
diakibatkanIOFB, termasukukuran, bentuk, danmomentum objeksaatterjadinyaimpak, serta
lokasi dari penetrasiokuli. Setelah berada dalam ruang intraokuli, benda asing dapat terjebak
dalam struktur manapun yang dijalaninya dan dapat berlokasi dimana pun dari anterior chamber
hingga keretina.
Material organic seperti silia, material tumbuh-tumbuhan, dan tulang dapat masuk kedalam mata
dan menyebabkan reaksi granulomatosa. Jamur dapat bersamaan masuk dengan material organic
dan menginfeksi mata.
Gejala
Ekstraokular
Merupakan kerusakan yang terjadi di kornea. Gejala yang dirasakan ialah:
•Sensasi akan adanya benda asing dalam mata. Hal ini akan membuat Anda ingin berkedip terus-
menerus
•Rasa tidak nyaman
•Silau saat melihat cahaya
•Produksi air mata berlebihan
•Mata merah
•Nyeri hebat pada mata
Intraokuler
Merupakan kerusakan yang terjadi dibagian yang lebih dalam dari kornea,seperti iris dan
lensa.Keadaan ini dapat diakibatkan oleh hantaman keras.Contohnya pada ledakan,atau dapat
berupa benda tajam yang menusuk bola mata.Gejala yang dirasakan ialah keluar cairan maupun
darah dari dalam mata.
Pengobatan
Lakukan hal-hal berikut ini jika Anda merasa terkena benda asing dalam mata:
1. Jangan menggosok atau menekan bola mata.
2. Jangan gunakan alat-alat, seperti penjepit dan cotton bud, untuk mengeluarkan benda tersebut
dari mata.
3. Batasi gerakan bola mata.
4. Perban mata dengan kain bersih atau kasa steril.
5. Jika objek terlalu besar, gunakan bantuan kain untuk membantu menutup mata.
6. Jika terdapat tusukan benda tajam seperti pisau, jangan lakukan pencabutan.
Kelompok 3: Kegawat daruratan Sistem Integumen Akibat Perilaku Kekerasan
Definisi
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Perilaku kekerasan atau agresif
merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. (Keliat, Ana
Budi. Dkk. 2009).
Penyebab Perilaku Kekerasan
Faktor Predisposisi : Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi

Faktor Presipitasi : Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, 4 ketidakberdayaan, percaya
diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.

Rentang Respon dari Perilaku Kekerasan

1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.

2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat
dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.

3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu.
Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap
orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan
yang sama dari orang lain.

5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

Mekanisme Koping dari perilaku kekerasan

1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang
yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.

2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.

3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.

4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan

Data Obyektif:

- Muka merah

- Pandangan tajam

- Otot tegang

- Nada suara tinggi

- Berdebat

- Merampas makanan, memukul jika tidak senang

Data Subyektif

- Mengeluh perasaan terancam

- Mengungkapkan perasaan tidak berguna

- Mengungkapkan perasaan jengkel

- Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik,dada sesak, bingung.

Analisa Jurnal “Penganiayaan Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah tangga”

METODE

Berdasarkan anamnesa terhadap korban dan penyidik yang meminta keterangan langsung dari korban
saat melapor bahwa sebelum mengalami penganiyaan telah terjadi pertengakaran adu mulut korban
dengan pelaku yang masih saudara kandung suami korban yang memaksa korban untuk menyerahkan
hak asuh anak korban kepada pelaku, karena pelaku menganggap korban tidak akan mampu membiayai
hidup anak korban yang selama ini telah ditelantarkan oleh suami korban, hal itu menyebabkan
pertengkaran adu mulut dan berujung korban dipukul dan didorong sampai terjatuh yang
mengakibatkan luka lecet pada bagian bibir atas ,gusi depan bagian atas dan dagu.

HASIL

Berdasarkan anamnesa, terdapat pada pemeriksaan luar:


1. Dijumpai luka lecet pada bibir atas, dengan ukuran panjang 0,5 cm lebar 0,5 cm setentang garis
tengah tubuh. Dengan cirri luka: berwarna merah, bentuk tidak teratur, permukaan luka tidak
rata

2. Dijumpai luka lecet pada gusi depan pada rahang kanan atas, dengan ukuran panjang 0,5 cm
lebar 0,5 cm setentang garis tengah tubuh

3. Dijumpai luka berdarah pada dagu dengan ukuran panjang 1 cm lebar 0,5 cm setentang garis
tengah tubuh

4. Dijumpai luka berdarah pada dagu dengan ukuran panjang 1 cm lebar 0,5 cm setentang garis
tengah tubuh

Kesimpulan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan
dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan
perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara
lain :

1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)

3. Memberontak (acting out)

4. Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.

Kelompok 4 : percobaan bunuh diri

Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang merusak diri sendiri dengan mengemukakan
rentang harapan-harapan putus asa,sehingga menimbukan tindakan yang mengarah pada
kematian.

Menurut Keliat (2009) terdapat 3 macam perilaku bunuh diri yaitu:


1.Isyarat bunuh diri
Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri.Klien umunya
mengungkapkan rasa bersalah,bersedih,marah,putusasa,klien juga mengungkap kan hal-hal
negative tentang dirinya yang menggambarkan harga diri rendah.
2.Ancaman bunuh diri
Klien secara aktif telah memiliki rencana bunuh diri,tetapi tidak diserta dengan rencana bunuh
diri.Klien memerlukan pengawasan yang ketat karena dapat setiap saat memanfaatkan
kesempatan yang ada untuk melaksanakan rencana bunuh diri.
3.Percobaan bunuh diri

Adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.Pada
kondisi ini,klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara.

Pertemuan 14

Kelompok 1 : Stroke Akut

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit
neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke akut
didefinisikansebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otakkarena sumbatan
(stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) . Stroke adalah terjadinya gangguan
fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24
jam, akibat gangguan aliran darah otak. Menurut penulis, stroke adalah gangguan fungsional
otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan
ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian.

PENGGOLONGAN STROKE

a. Stroke nonperdarahan (iskemik/infark)

Penggolongan berdasarkan perjalanan klinisnya dikelompokkan sebagai berikut.

Transient ischemic Attack (TIA): serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24
jam.
Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): gejala neuro logis akan menghilang antara > 24
jam sampai dengan 21 hari.

Progressing stroke atau stroke in evolution: kelainan atau defisit neurologik berlangsung secara
bertahap dari yang

Stroke komplit atau completed stroke: kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan tidak
berkembang lagi.

b. Stroke Iskemik berdasarkan penyebabnya*

Menurut klasifikasi The National Institute of Neurological Disorders Stroke Part III trial -NINDS
III, dibagi dalam 4 golongan yaitu karena:

Aterotrombotik penyumbatan pembuluh darah oleh kerak/plak dinding arteri.

Kardioemboli sumbatan arteri oleh pecahan plak (emboli)stroke dari jantung.

Lakuner: sumbatan plak pada pembuluh darah yang berbentuk lubang.

Penyebab lain: semua hal yang mengakibatkan tekanan darah turun (hipotensi)

PENYEBAB : Stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu penyumbatan arteri yang
mengalirkan darah ke otak (disebut stroke iskemik/ nonperdarahan) atau karena adanya
perdarahan di otak (disebut stroke perdarahan/hemoragik). Stroke dan penyakit jantung koroner
dapat terjadi karena adanya dua atau lebih faktor risiko (multirisk factors), bukan hanya satu
faktor.

GEJALA DAN TANDA KLINIS

Gejala stroke akut sebagai berikut:

-Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan atau
tungkai atau salah satu sisitubuh.

-Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa
terbakar.
-Mulut tidak simetris, lidah mencong bila diluruskan.

-Gangguan menelan: sulit menelan, minum suka keselek

-Bicara tidak jelas (rero/pelo/cadel), sulit berbicara.

Penatalaksanaan umum

Tindakan pertama dalam menangani pasien dengan stroke ada lah dengan menilai
terhadap sistem pernapasan dan jantung. Pemeriksaan terhadap jalan napas meliputi pemeriksaan
pada daerah mulut, seperti sisa makanan, gigi palsu, atau benda asing lainnya yang dapat
menghalangi jalan napas penderita. Lalu diperiksa keadaan sirkulasinya, seperti tekanan darah
dan denyut nadi. Pada saat di rumah sakit pasien akan diperiksa jan tungnya (dengan EKG). Bila
diperlukan dapat diberikan oksigen, pemasangan infus, serta terapi lainnya seperti pemberian
obat penurun panas, dan obat penurun tekanan intrakranial.

Kelompok 2: cedera kepala

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.Cedera
kepala (traumacapitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung
mengenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala,fraktur tulang tengkorak,robekan
selaput otak,dan kerusakan jaringa otak itu sendiri,serta mengakibatkan gangguan neurologis.

Klasifikasi Klasifikasi Cedera

Cedera Primer Primer: Cedera Cedera primer, primer,primer,primer, terjadi terjadi pada
padawaktuwaktuwaktu benturan benturan benturanbenturan benturan,mungkinmungkin mungkin
mungkinkarena karenamemarmemarmemarmemar pada pada permukaanpermukaan permukaan
permukaanotakotak ,lasetasilasetasilasetasi lasetasi lasetasi substansisubstansi substansi
substansi alba, alba,alba, cedera robekan robekan robekan atau hemoragi hemoragi hemoragi

Cedera Sekunder :Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensi nyameliputi hyperemia (peningkatan
volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler,serta vasodilatasi arterial,semua
menimbulkan peningkatan isi intracranial dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial(TIK)
Etiolog Etiolog Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
lalu lintas (kecepatan tinggi,kecepatan rendah),jatuh,pukulan benda tumpul,Sedangkan benda
tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.

Patofisiologi:Berdasarkan patofisiologinya,kita mengenal dua macam cedera otak,yaitu cedera


otak primer dance dera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian trauma,dan merupakan suatu fenomena mekanik.Umumnya
menimbulkan lesi permanen.Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi
stabil,sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.

ManifestasiKlinis

Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besar nya dan distribusi cedera otak.
1.Cedera kepala ringan:
●Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
●Pusing menetap dan sakit kepala,gangguan tidur,perasaan cemas.
●Kesulitan berkonsentrasi,pelupa,gangguan bicara,masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini menetap selama beberapa hari,beberapa minggu atau lebih lama setelah
konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2.Cedera kepala sedang
●Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan
●Gangguan kesadaran,abnormalitas pupil,awitan tiba-tiba deficit
neurologik,perubahanTTV,gangguan penglihatan dan pendengaran,disfungsi sensorik,kejang
otot,sakit kepala,vertigo dan gangguan pergerakan.

3.Cedera kepalaberat
●Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan
kesehatan.
●Pupil tidak aktual,pemeriksaan motorik tidak aktual,adanya cedera terbuka,fraktur tengkorak
dan penurunan neurologik.
●Nyeri,menetap atau setempat,biasanya menunjukan fraktur.
●Fraktur pada kubah cranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
Pemeriksaan penunjang

1.Foto polos tengkorak(skull X-ray), Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2.Angiografi cerebral, Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan
intracranial hematoma.
3.CT-Scan, Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema
kontosiodan pergeseran tulang tengkorak.
4.Pemeriksaan darah dan urine.
5.Pemeriksaan MRI
6.Pemeriksaan fungsi pernafasan, Mengukurvolume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang
penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan(medulla oblongata).
7.Analisa Gas Darah

Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu:


1.Pencegahan primer : Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera
seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
2.Pencegahan sekunder:
•Memberikan jalan nafas yang lapang(Airway)
•Memberi nafas/ nafas buatan(Breathing)
•Menghentikan perdarahan(Circulations).
3.Pencegahan tersier
•Rehabilitasi Fisik
•Rehabilitasi Psikologis
•Rehabilitasi sosial

Anda mungkin juga menyukai