I. DEFINISI
Stroke adalah gangguan suplay O2 ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan oleh
sumbatan atau pecahnya satu atau lebih pembuluh darah yaang memperdarahi otak,
dan terjadi dengan tiba-tiba.
Dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: trombosis, emboli dan pendarahan cerebral.
c. Penunjang Diagnostik
- CT Scan kepala : menunjukkan lokasi dan luasnya pendarahan atau infark
- Magnetik resonance imaging (MRI) : udem atau infark, hematum,
bergesernya struktur otak
- Arteriographi serebral
- Elektro encefalographi (EEG) : menunjukkan transmisi inpusi syaraf
- Fungsi lumbal : tekanan intra cranial meningkat/normal
1
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas sahubungan dengan tidak sadar atau
refleks batuk tidak berfungsi.
2. Penurunan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terganggunya aliran
darah serebral (thrombus, emboli, pendarahan serebral, dan spasme atau kompresi
pembuluh dara serebral).
3. gangguan komunikasi berhubungan dengan afasia/disatria sekunder pada cedera
pusat bicara diotak.
4. Ketidakmampuan merawat diri: hygiene, makan, eliminasi berhubungan dengan
gangguan mobilisasi fisik dan perubahan dalam proses berfikir.
5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan gangguan fungsi neurofisiologis.
6. Gangguan menelan berhubungan dengan kelumpuhan atau kelemahan otot-otot
menelan.
7. Gangguan eliminasi, urine, inkontinensia berhubungan dengan hilangnya
kemampuan kontrol eliminasi urine sekunder pada gangguan motor syaraf
unilateral.
8. Resiko tinggi terjadi cedera: jatuh berhubungan dengan kelemahan atau dimensia.
9. Ketidak berdayaan berhubungan denzgan lesi pada hemisfer otak kiri atau otak
kanan akibat trauma.
10. Kurang pengetahuan pasien/keluarga tentang proses penyakit, diet, obat-obatan,
tingkat aktivitas, eliminasi, lingkungan, hasil yang diharapkan, dan pencegahan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
V. PERENCANAAN
1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan tidak sadar atau
refleks batuk tidak berfungsi.
Tujuan : Jalan nafas menjadi bersih.
Kriteria hasil : - Pasien mendemonstrasikan batuk yan efektif
- Dada berkembang simetris, gas darah normal.
- Tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan:
a. Kaji pernafasan (irama, frekuensi), refleks batuk dan karakteristik sekresi.
b. Ajarkan dan anjurkan latihan batuk efektif dan panjang nafas.
c. Atur posisi kepala lebih tinggi +300.
d. Kaji bunyi nafas setiap penghisapan sekresi.
e. Bila perlu pasang guedel dan penghisapan sekresi.
f. Beri oxygen sesuai program medik.
g. Monitor ahasil nalisa gas darah dan haemoglobin.
h. Beri cairan +3 liter/24 jam untuk mengencerkan sekresi.
i. Lakukan fisiotherapi dada.
2
- Fungsi sensorik dan motorik meningkat.
Rencana tindakan:
a. Kaji tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan serebral, irritabilitas,
gelisah, penurunan kesadaran, paresthesis, kelemahan motorik, paralisis dan
kejang (nilai GCS).
b. Kaji ulang sesering mungkin status aliran darah serebral (kesadaran, motorik,
sensorik).
c. Jika ada trombus dan embolus: monitor efek thereapeutik dan thereapeutik
dari obat-obatan anti koagulansia dan anti platelet serta vasodilator perifer.
d. Jika terjadi pendarahan intra serebral akibat pecahnya aneurisma serebral,
monitor efek thereapeutik dan non threpeutik dari anti fibrinolitik jika diberi
untuk mencegah pecahnya trombus dan pendarahan tulang.
e. Monitor efek therapeutik dan non thereapeutik dari obat-obatan yang
berkhasiat menurunkan spasme pembuluh darah serebral.
f. Lakukan tindakan untuk mengurangi udema serebral dalam menurunkan
tekanan pada pembuluh darah: pertahankan batasan cairan sesuai program
(dapat dibatasi sampai 100 cc/hari untuk beberapa hari), naikan kepala tempat
tidur 20-300 kecuali kontra indikasi untuk meningkatkan drainage vena
serebral yang adekuat, hindari fleksi leher untuk menurunkan resiko
jugularis, monitor efek therapeutik dan non therapeutik dari diuretik osmotik
dan kortikosteroid jika diberikan.
g. Lakukan tindakan untuk mencegah dan menagggulangi tekanan intrakranial
3
k. Ikutsertakan pasien dalam pelatihan therapi bicara (speach therapi).
l. Konsultasikan dengan therapist bicara untuk menentukan pola komunikasi
yang sesuai.
Rencana tindakan:
a. Kaji tindak ketidakmampuan melakukan perawatan diri.
b. Kaji minat pasien untuk mandiri dalam hal makanan, minum, mandi, BAB
dan BAK.
c. Bantu keperluan pasien sepenuhnya dan beri latihan secara bertahap.
d. Berikan makanan melalui pipa lambung sesuai program medik, kontrol posisi
pipa tersebut untuk mencegah aspirasi.
e. Demonstrasikan pada pasien cara memenuhi kebutuhan perawatan diri sesuai
dan kondisi yang ada.
f. Beri perawat kulit tiap 4-5 jam gunakan pelembut kulit (bokdy lation).
g. Tinggikan bagian kepala tempat tidur saat pasien makan.
h. Latihan eliminasi secara teratur:
- Lakukan perawatan catheter tiap 8 jam.
- Tawarkan pot/urinal 2-4 juam bila tidak memakai catheter.
- Monitor BAB tiap hari, beri obat pelunak faces atau klisma sesuai
program medik.
4
6. Gangguan menelan berhubungan dengan kelumpuhan atau kelemahan otot-otot
menelan.
Tujuan : Gangguan menelan dapat diatasi.
Kriteria hasil : Pasien dapat menelan tanpa aspirasi.
Rencana tindakan:
a. Kaji kemampuan pasien menelan sekresi, minum dan makanan.
b. Berikan posisi setengah duduk dengan kepala agak fleksi untuk memudahkan
proses menelan.
c. Siapkan makanan lunak agar mudah ditelan.
d. Bantu menyuap makanan dan minuman denzgan perlahan-lahan.
e. Observasi tanda-tanda aspirasi.
f. Siapkan peralatan isap lendir dan bila perlu lakukan penghisapan.
g. Anjurkan pasien menggunakan sisi lidah yang lebih kuat untuk mendorong
makanan.
h. Diskuiskan dengan dokter tentang kemungkinan pemasangan pipa lambung
sementara untuk memasukan makanan/ cairan.
5
f. Awasi dan bantu saat pasien melakukan aktivitas.
g. Perhatikan keluhan pasien saat dan sesudah latihan.
h. Gunakan sabuk pengaman pada pasien yang mengunakan kursi roda.
i. Libatkan keluarga dalam latihan dan perawatan pasien.
9. Ketidakberdayaan berhubungan dengan lesi pada hemisfer otak kiri atau otak
kanan akibat trauma.
Tujuan : Kelemahan/ketidakberdayaan dapat diatasi.
Kriteria hasil : Pasien mendemonstrasikan persepsi yang realistis terhadap
kelemahan yang dikalami.
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat kelemahan neurologik, persepsi dan kesadaran pasien terhadap
bagian tubuh yang lemah.
b. Beri umpan balik yang realistis.
c. Orientasikan pasien terhadap lingkungan kegiatan rutin.
d. Ciptakan lingkungan yang aman, letakan peralatan yang diperlukan pada
tempat mudah dijangkau.
e. Lakukan pendekatan dan bicara pada pasien dari sisi yang normal.
f. Bantu pasien mengenal dan menghadapi gangguan persepsi dengan:
- Atur lingkungan sesuai dengan tingkat persepsi pasien.
- Anjurkan pasien melihat pada sisi yang lemah.
- Ingatkan pasien untuk selalu melibatkan sisi yang lemah dalam
beraktivitas.
- Anjurkan dan dampingi pasien melihat dan memegang sisi yang lemah.
- Gunakan rangsangan pada sisi yang lemah untuk meningkatkan
rangsangan atau mengenal sisi yang lemah.
g. Kolaborasi dengan tim rehabilitasi untuk menyusun program rehabilitasi.
6
d. Anjurkan pasien melakukan pengalihan aktivitas, misalnya: membaca,
menonton tv, dan mendengar radio.
e. Rencanakan waktu istirahat, hindari kelelahan.
f. Ingatkan dokter untuk menjelaskan penanganan medis.
g. Tekankan pada pasien dan keluarga betapa pentingnya perawatan tindak
lanjut dirumah, kesinambungan program rehabilitasi dengan memperhatikan
penanganan tempat tidur, jalan menurun, dan pemakaian sandal yang datar.
7
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA KEPALA
I. DEFINISI
Trauma Kepala merupakan trauma ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10
menit) dengan gejala pusing, noda-noda didepan mata, linglung. Gegar otak tidak
meningggalkan gejala sisa atau tidak meyebabkan kerusakan struktur kerusakan
struktur otak.
8
8. Resiko tinggi terjadinya gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari yang
dibutuhkan sehubungan dengan menurunnya kemampuan menerima nutrisi
akibat menurunnya kesadaran.
V. PERENCANAAN
1. Aktual tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan kerusakan
pusat pernafasan dimedula oblongota.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif
Rencana tindakan :
a. Kaji kecepatan, kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi nafas.
b. Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik, catat sifat,
warna dan bau lendir.
c. Apabila pasien sudah sadar, anjurkan dan ajarkan pasien latihan nafas dalam.
9
5. Ganggguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan pembuluh darah, arteri
pendarahan vena, infeksi akibat hematomi.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral, reflek cornea normal.
Rencana tindakan :
a. Kaji reflek kornea, adanya diplopia.
b. Kaji penurunan kesadaran, iritability, respon terhadap rangsangan, tingkah
laku dan glasgow coma scale (GCS).
c. Kaji perubahan orientasi, fungsi motorik dan sensorik.
d. Catat perkembangan neurologi.
e. Monitor dan catat hasil pemeriksaan tekanan intra kronial.
f. Monitor dan catat hasil CT Scan, Serebral Angio Grafi, Brain Scan, EEG.
g. Laksanakan program terapi:
- Pemberian obat osmotik diuretik (monitor, gliceral).
- Obat diuretik (lasix, furosamid).
- Obat sedativ.
- Obat psikoterapi.
h. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30-450.
i. Tutup mata dengan kasa dengan diberi cairan lubricant.
7.Resiko tinggi terjadi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari ynag dibutuhkan
tubuh berhubungan dengan menurunnya kemampuan menerima nutrisi akibat
menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Rencana tindakan :
a. Kaji kemampuan mengunyah dan menelan.
b. Auskultasi bising usu dan catat bila terjadi penurunan bising usus.
c. Berikan porsi makanan sering tapi sedikit melalui sonde/oral.
d. Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemeriksaan protein total, globulin,
albumin dan Hb.
10
VI. KRITERIA EVALUASI
1. Pola nafas kembali efektif.
2. Peningkatan tekanan intrakranial tidak terjadi.
3. Cairan elektrolit tubuh seimbang.
4. Mengembalikan fungsi persepsi sensoris agar mengarah kepemulihan, komplikasi
dapat dicegah atau seminimal mungkin tidak terjadi.
5. Perfusi jaringan serebral, reflek cornea normal.
6. Mampu melakukan aktivitas fisik dan mampu memnuhi kebutuhan sehari-hari,
komplikasi decubitus tidak terjadi.
7. Tidak terjadi infeksi baru.
8. Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
11
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS
I. DEFINISI
Meningitis adalah Suatu peradangan pada selpaut meningen yang disebabkan oleh
bakteri dan virus, tergantung pada penyebab meningitis yang dibagi dalam tipe
meningococcus, dan stapilococcus.
III. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data subjektif
Apakah ada riwayat ;
a. Fraktur pada tulang tengkorak
b. Kecelakaan otak dan sum-sum tulang belakang
- Pengetahuan keluarga tentang penyakit / perawatan.
- Pasien mengatakan sesak napas.
- Pasien / keluarga mengatakan badan panas.
- Pasien / keluarga mengatakan nyeri kepala.
- Keluarga mengatakan pasien tidak mau makan / minum.
- Keluarga mengatakan cemas tentang kondisi pasien
2. Data objektif
- Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
- Pernah infeksi seperti endocarditis dan penyakit yang disebabkan virus.
- Penurunan kesadaran yang cepat.
- Nafsu makan kurang.
- Dyspnoe.
- Suhu meningkat : > 40 C.
- Kejang.
- Pasien gelisah.
- Turgor kulit jelek.
- Berat bada menurun, kesadaran menurun.
- Ekstremitas kaku dan dingin.
- Mulut dan bibir kering.
- Pasien tidak dapat melakukan aktivitas.
- Sukar diajak berkomunikasi.
- Pasien tidak bergairah, lesu dan tidak lincah.
- Pasien gelisah.
3. Data Laboratorium
- Hemoglobin menurun (normal 0,7 – 14,2 gr %).
- Pemeriksaan faeses : Erytrocyt jika penyebab infeksi.
- Cairan cerebro spinal :
Tekanan meningkat (normal 80-200).
Jumlah protein meningkat sampai 45 mg/dl.
Konsentrasi gula menurun kurang dari 40 mg/dl.
- Leukosit darah meningkat
4.Penunjang Diagnostik
- Foto thorak
- Foto kepala
- Lumbal fungsi
12
2. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
cerebral udema dan penurunan supllay oksigen.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri akut pada kepala berhubungan dengan, iritasi pada
selaput meningens.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan, menurunnya
kekuatan otot, nyeri dan penurunan kesadaran.
5. Cemas orang tua berhubungan dengan keadaan pasien dan kurangnya
pengetahuan.
6. Gangguan persepsi sensory berhubungan dengan perubahan penglihatan.
7. Resiko luka berhubungan dengan perubahan status mental dan penurunan
kesadaran.
V. PERENCANAAN
1. Resiko terjadinya infeksi sekunder berhubungan dengan reaksi dari peradangan
perubahan dari status nutrisi, kurangnya teknik aseptik.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil : - Keluarga memperhatikan kebersihan lingkungan dan
alat-alat yang digunakan.
- Keluarga mengerti manfaat cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien.
Rencana tindakan :
a. Pemeliharaan teknik aseptik yang baik terhadap anak oleh dokter/ staf dan
keluarga pasien.
b. Monitor tanda-tanda vital terutama suhu tubuh.
c. Periksa keluhan nyeri dada, denyut nadi tidak teratur, auskultasi suara
pernapasan, monitor irama dan kecepatannya.
d. Catat karakteristik urine.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotika.
13
d. Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat-obatan.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri akut pada kepala berhubungan dengan proses
peradangan dan iritasi pada selaput meningens.
Tujuan : Nyeri dapat teratasi.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang/ hilang.
- Pasien tenang dan dapat beristirahat dengan baik.
- Tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
a. Siapkan lingkungan yang tenang dan nyaman.
b. Bantu pasien dalam pemenuhan aktifitas serta perawatan sehari-hari.
c. Berika kompres dingin pada axila dan lipat paha secara terus menerus.
d. Berikan posisi yang nyaman dengan kepala ekstensi.
e. Ajarkan latihan pasif, ROM dan massage pada otot leher dan bahu.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obat.
6. Cemas orang tua berhubungan dengan keadaan pasien dan kurang pengetahuan.
Tujuan : Cemas orang tua dapat teratasi.
Kriteria Hasil : - Orang tua dapat mengungkapkan rasa cemas.
- Orang tua tua dapat menyebutkan tentang perawatan
yang baik terhadap anaknya.
Rencana tindakan :
a. Bina hubungan yang baik dengan orang tua pasien/ keluarga.
b. Beri kesempatan kepada keluarga terutama ibu pasien untuk mengekspresikan
perasaannya.
c. Dekati ibu/ keluarganya dengan memberikan sentuhan yang bersifat
psikologis.
d. Berikan penjelasan setiap proses pengobatan dan perawatan yang dilakukan
pada anaknya dengan bahasa yang mudah dimengerti.
e. Libatkan/ ikut sertakan ibu dalam melaksanakan program pengobatan dan
perawatan
f. berikan pendidikan kesehatan seperti :
- Anjurkan tentang latihan pasif secara bertahap.
14
- Jelaskan pada ibu pentingnya menjaga kebersihan.
- Jelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya meningitis.
- Jelaskan gejala awal penyakit meningitis.
15
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA MEDULA SPINALIS
I. DEFINISI
Trauma medulla spinalis adalah luka pada spinal akibat udema, penekanan dan
pemotongan tulang. Luka terjadi pada servical, thorak, lumbal, bisa complet dan
incomplet, mekanisme luka bisa fleksi, ekstensi, fleksion rotasi, ekstension rotasi,
penekanan dan dapat menyebabkan kelumpuhan motorik dan sensorik.
16
- Ekstremitas dingin, pucat.
- BAB tidak terasa.
- Tidak bisa BAB.
- Bising usus (-)
- Distensi abdomen.
- Mati rasa/kebas.
- Meras semutan/kejang pada tangan dan kaki.
- Kehilangan sensasi.
- Kehilangan refleks tendon.
- Perubahan refleks pupil.
- Nyeri bagian belakang dan leher.
- Sesak napas.
- Sulit bernapas.
- Cyanosis.
- Temperatur naik.
- Pada penis tidak dapat ereksi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium; darah : PCO2 meningkat, PO2 menurun.
d. Penunjang Diagnostik
1. Foto thorax : - Servical adanya fraktur.
- Lumbal.
2. CT Scan.
IV. PERENCANAAN
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan luka fisik, peregangan otot.
Disreflexia berhubungan dengan rangsangan respon saraf simpatik karena luka
pada toracal VII.
Tujuan :Rasa nyaman terpenuhi.
kriteria hasil : - Nyeri terkontrol, rasa nyaman meningkat.
- Secara verbal pasien mengatakan nyeri hilang.
- Insiden antonomic dysrefleksia menurun.
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri dan peregangan otot dan bantu pasien dalam
mengidentifikasikan nyeri, lokasi, type nyeri.
b. Kaji hipertensi, bradicardi, peningkatan nyeri.
c. Monitor dan catat kekuatan otot, kelemahan, perubahan tanda vital.
d. Berikan tindakan yang dapat memberikan rasa nyaman pasien, perubahan
posisi, massase.
e. Berikan tehnik relaksasi; alihkan perhatian dengan visualisasi, pendengaran,
latihan napas dalam.
f. Kolaborasi dengan dokter;
- pemberian obat-obat analgetik.
- Pemberian obat untuk relaksasi otot.
- Pemberian obat anti peradangan.
- Pemasangan kateter dan obat rangsangan BAB.
- Obat topical anestesi.
g. Lakukan pengompresan panas dingin.
h. Letakkan bagian kepala tempat tidur lebih tinggi.
17
2. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kegagalan neuromuskuler dan
pemasangan traksi. Ketidak mampuan merawat diri berhubungan dengan
kelemahan otot.
Tujuan :Mobilisasi fisik pasien terpenuhi.
kriteria hasil : - Pasien dapat melakukan aktivitas secara optimal dan
dapat mengikuti program rebolitasi.
- Terhindar dari kontraktur.
Rencana tindakan :
a. Kaji fungsi motorik, kontraktur dan kekurangan sensasi selama trauma spinal.
b. Lakukan pergantian posisi setiap 2 jam sekali secara perlahan-lahan.
c. Lakukan ROM exercise setiap 2-4 jam sekali.
d. Berikan alat bantu pada pasien untuk memudahkan minta pertolongan (bel).
e. Tinggikan extremitas (kaki, tangan) + 90 derajat.
f. Monitor TD sebelum dan sesudah latihan.
g. Bantu semua keperluan pasien.
h. Kolaborasi dengan dokter;
- pemberian obat-obat antiemboli
- penempatan pasien pada tempat tidur kinetic terapi
- untuk konsultasi fisioterapi.
4. Gangguan fungsi seksual berhubungan dengan gangguan pungsi karena luka pada
spinal. Tidak efektif koping individu berhubungan dengan krisis situasi, paralisis.
Tujuan/kriteria hasil : - Secara verbal pasien dan keluarga dapat menerima
perubahan-perubahan pada dirinya.
- Harga diri meningkat dan pasien mempunyai rencana
dan beradaptasi untuk kehidupan yang akan datang.
Rencana tindakan :
a. Kaji respon pasien terhadap perubahan fungsi tubuh.
b. Kaji peran keluarga dan diskusikan tentang keadaan pasien bersama-sama
keluarga.
18
c. Motivasi dan berikan informasi tentang keadaan sakitnya dan diskusikan
rencana perawatan/pengobatan yang diberikan.
d. Kaji kecemasan pasien yang dapat meningkatkan harga diri sesuasi dengan
keadaan yang diderita.
e. Kaji kecemasan dan keluhan-keluhan pasien tentang adanya ketidak
mampuan dalam hubungan seksual.
f. Ajarkan pasien/keluarga cara pemecahan masalah.
5. Resiko tinggi tidak efektif pola napas berhubungan dengan kelumpuhan otot
diaphragma, rangsangan respon saraf simpatik karena luka pada thoracal VII.
Tujuan/kriteria hasil : - Ventilasi adekuat, tidak ada kegagalan respirasi.
- Analisa gas darah dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a. Kaji jalan napas pasien.
b. Lakukan pengisapan lendir bila banyak lendir dijalan naapas, catat kualitas
dan kuantitas cairan.
c. Kaji pungsi respirasi, ajarkan pada pasien laatihan napas dalam dan catat
spontanitas pernapasan, penggunaan otot pernapasan, jenis pernapasan.
d. Auskultasi suara pernapasan, ronchi.
e. Kaji kemampuan refleks batuk dan lihat apakah pasien merasa nyeri pada saat
batuk.
f. Observasi warna kulit apakah sianosis.
g. Anjurkan pasien untuk minum 2000-3000 cc/hr.
h. Monitor TTV.
i. Monitor pergerakan diafragma.
j. Kolaborasi;
- monitor kapasitas vvital, tidal volume, analisa gas darah.
- Pemberian O2 nasal, ventilator.
- Fisioterapi
- Melakukan chest terapi.
19
Rencana tindakan :
a. Kaji area kulit, adanya iritasi, kemerahan, bengkak, penekanan.
b. Observasi bentuk integritas kulit dan catat adanya pembengkaan, merah dan
bersihkan secara rutin dan lakukan massase.
c. Rubah posisi 2 jam sekali miring kiri-kanan atau posisi duduk (prone posisi)
d. Cuci dan keringkan kulit khususnya pada daerah yng lembab.
e. Gunakan pakaian tidur yang kering dan lembut.
f. Tinggikan extremitas bawah secara periodik sesuai keadaan pasien
g. Kaji warna dan bau urine
h. Periksakan urine kultur
i. Lakukan perawatan kateter secara steril
j. Jaga kepatenan kateter
k. Anjurkan pasien minum 2-3 liter/24 jam.
20
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EPILEPSI
I. DEFINISI
Epilepsi adalah epilektif yang terjadi berulang-ulang dan sering sehingga pasien
belum berakhir dari serangan satu type telah mendapat serangan lain.
21
3. Resiko terjadinya trauma berhubungan dengan rangsangan kejang.
4. Perubahan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan proses peradangan/infeksi.
5. Perubahan/gangguan fisik berhubungan bedrest.
VI. PERENCANAAN
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang
berkurang.
Tujuan : Infeksi sekunder tidak terjadi.
Rencana tindakan :
a. Isolasikan pasien.
b. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan pasien
baik itu pengunjung maupun petugas.
c. Hindarkan pasien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas
maupun pengunjung.
d. Observasi secara teratur tiap 4-6 jam suhu tubuh pasien.
e. Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur.
f. Auskultasi bunyi nafas, pola dan frekuensinya.
g. Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan pasien untuk nafas
dalam.
h. Observasi urine output, warna, bau, jumlah.
22
c. Berikan kompres dingin pada kepala dan dahi.
d. Pertahankan posisi yang nyaman bagi klien.
e. Lakukan message pada daerah leher dan otot bahu dan punggung.
f. Gunakan penghangat didaerah leher dan punggung bisa berupa balsem.
23
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ENCHEPHALITIS
I. DEFINISI
Encephalitis adalah Peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak dan medula spynalis.
V. PERENCANAAN
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh yang
berkurang.
Tujuan : Infeksi sekunder tidak terjadi.
Rencana tindakan :
a. Isolasi klien.
24
b. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan pasien
baik itu pengunjung maupun petugas.
c. Hindarkan pasien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas
maupun pengunjung.
d. Observasi secara teratur tiap 4-6 jam suhu tubuh pasien.
e. Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur.
f. Auskultasi bunyi nafas, pola dan frekuensinya.
g. Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan pasien untuk nafas
dalam.
h. Observasi urine output, warna, bau, jumlah.
25
c. Letakan pasien dalam posisi prone satu atau dua hari apabila pasien
kooperatif.
d. Latih pasien untuk melakukan pergerakan rom.
e. Gunakan penahan selama terjadi paralise kaki/ tungkai.
f. Jaga agar posisi kepala tetap seimbang dalam posisi telentang.
g. Kaji kemampuan untuk duduk, kekuatan tangan, kaki dan keseimbangan
untuk berdiri serta gunakan alat untuk menahan tekanan pada tulang yang
menonjol.
26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HERNIASI NUKLEUS PULPOSUS
I. DEFINISI
HNP (Herniasi Nukleus Pulposus) adalah sujatu keadaan penonjolan diskus
intervertebralis kedalam kanalis vertebralis atau nukleus pulposus yang menonjol
kedalam kanalis vertebralis (diskus prolaps) atau nukleus pulposus sebagai bagian
tersendiri dalam kanalis vertebralis.
V. PERENCANAAN
1. Perubahan rasa nyaman, nyeri akut/kronik berhubungan dengan luka fisik karena
tekanan pada syaraf.
27
Tujuan : Nyeri terkontrol/hilang.
Rencana tindakan :
a. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lama, faktor pencetus.
b. Anjurkan pasien tirah baring selama fase akut posisi semi fowler dan spinal,
pinggul, lutu dalam keadaan flexi tanpa atau dengan elevasi kepala 100-300
atau posisi lateral.
c. Atur posisi pasien, posisi flexsi, tekuk dan menegangkan punggung.
d. Berikan tindakan untuk menahan punggung atau dengan memasangkan
korset.
e. Batasi aktivitas selama fase akut sesuai indikasi.
f. Letakan barang-barang yang diperlukan didekat pasien yang mudah
dijangkau.
g. Pergunakan alat penyokong badan seperti: tiang penopang lumbal.
h. Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya:
- Letakan papan dibawah kasur atau tempat tidur ortopedi.
- Memberikan obat-obat:
Valium (untuk mengendorkan otot).
Obat anti inflamasi.
Obat analgetik.
- Konsultasi dengan fisioterapi.
- Penggunaan kompres hangat, diathermi, ultra sound.
2. Gangguan aktifitas fisik berhubungan dengan nyeri otot, kejang otot, bedrest.
Tujuan : - Pasien dapat makan dan minum.
- Mengetahui perawatan diri sendiri.
- Mendemonstrasikan teknik keseimbangan beraktivitas.
- Dapat meningkatkan kegiatan dan kekuatan tubuh.
Rencana tindakan :
a. Mengawasi pasien dalam mengambil tindakan yang aman sebagai indikasi
dari situasi pasien.
b. Catat emosional/respon terhadap keseimbangan beraktivitas.
c. Mengikujti pasien kegiatan dengan periode istirahat secara bertahap dan
sesuai kemampuan individu.
d. Berikan latihan aktivitas pasif dan aktivitas aktif dan periode istirahat pasien
selama latihan.
e. Ajarkan latihan tungkai bawah, pergelangan kaki dan evaluasi adanya udema,
eritema pada ekstremitas bagian bawah dan tanda-tanda lainnya.
f. Kaji aktivitas dan ambulasi pergerakan.
g. Demonstrasikan penggunaan perlengkapan tambahan untuk latihan otot dan
keseimbangan.
h. Lakukan perawatan kulit, masase, menekan-nekan, menukar posisi dan amati
kulit dalam waktu-waktu tertentu.
i. Kolaborasi:
- Pengobatan untuk nyeri dalam melakukan latihan aktivitas.
- Menggunakan obat-obat anti emboli.
28
- Pasien mengenali ketidak efektifan coping dan dapat
melakukan pemecahan.
- Pasien dapat mengembangkan diri terhadap perubahan
status.
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat kegelisahan pasien dan bantu pasien untuk menentukan coping
yang baik untuk mengatasi keadaan: menghilangkan keadaan rasa malu.
b. Berikan informasi yang tepat dan menjawab semua pertanyaan pasien.
c. Berika kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan keluhannya.
d. Kaji kemungkinan gangguan pada proses penyembuhan pasien.
e. Kolaborasi, memberikan dukungan dan psikoterapi.
29
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUMOR INTRA KRANIAL
I. DEFINISI
Tumor Intra Kranial (Tumor Otak) kelanjutan dari infeksi telinga, sinus dan infeksi
mastoid yang dapat mengakibatkan kematian.
V. PERENCANAAN
1. Kecemasan
Kemungkinan penyebabnya:
- Gangguan komunikasi verbal.
- Gangguan fungsi sensori dan motorik.
- Lingkungan asing.
- Kurangnya pengetahuan tentang penyakit test diagnostic dan pengobatan,
prognosa yang tidak jelas.
- Gangguan proses berpikir.
- Dukungan social ekonomi yang kurang.
- Kebutaan.
Tujuan : Kecemasan berkurang, ditandai dengan:
- Pola tidur kembali ke keadaan semula.
- Ekspresi wajah rileks.
- Tanda vital stabil.
- Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Klien dapat mengungkapkan rasa cemas dan takut berkurang.
Rencana tindakan:
30
a. Kaji tanda dan gejala kecemasan pada klien seperti insomnia, tremor, intabel,
tidak dapat tidur, diaproses, tachypnoe, tachycordua, peningkatan tekanan
darah, wajah pucat, menarik diri serta klien mengungkapkan ketakutan-
ketakutan dan rasa cemasnya.
b. Untuk mnegurangi rasa cemas dan takut, maka:
- Orientasikan klien dengan lingkungan rumah sakit, alat-alat dan kegiatan
sehari-hari.
- Kenalkan staf/ perawat yang akan berpartisipasi dalam perawatannya dan
jika memungkinkan hendaknya staf/perawat yang akan membantunya
tetap/ tidak bergantian untuk memberi rasa aman terhadap klien.
- Yakinkan klien bahwa staf memperhatikannya, dan akan membantu kapan
saja dibutuhkan.
- Yakinkan pintu dan jendela selalu terbuka untuk mencegah perasaan
terkurung bagi klien.
- Perlihatkan sikap yang tenang dalam berinteraksi dengan klien.
- Dorongkan klien untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya (takut,
cemas) dan beri umpan balik.
- Beri penguatan terhadap penjelasan dokter dan jelaskan pengertian yang
salah tentang diagnosa penyakitnya, rencanakan program dan
prognosanya.
- Jelaskan terlebih dahulu semua test diagnostik yang akan dilakukan.
- Ciptakan lingkungan yang tenang sehingga klien dapat beristirahat dengan
baik
31
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RABIES
I. DEFINISI
Rabies adalah penyakit yang akut dari SSP disebabkan oleh virus rabies yang dapat
menyerang hewan berdarah panas dan manusia.
2. Data objektif
- Menderita tremor (gerakan memutar-mutar dar jari/ tremor istirahat).
- Respon muskuler terhadap gerakan.
- Penamoilan muka.
- Liur menetes.
- Gaya berjalan.
- Batang tubuh ekstensi ke depan.
- Terjadi konstipasi yang kadang-kadang sangat parah.
- Penurunan atau perlambatan respon terhadap berbagai rangsangan.
- Kesulitan menelan.
- Tidak mampu melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.
- Percobaan sensori.
V. PERENCANAAN
1. Gangguan rasa nyaman gelisah berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal.
Rencana tindakan :
a. Sediakan ruangan khusus bagi pasien.
b. Kurangi pencahayan dan kebisingan.
c. Berikan kompres dingin.
d. Kolaborasi pemberian antipiretik, antibiotic dan sedatif.
32
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehubungna dengan penurunan
tingkat kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi.
Rencana tindakan :
a. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhannya, seperti, mandi.
b. Makan dengan sonde (tergantung keadaan pasien).
c. BAB/ BAK dengan DC (sesuai keadaan).
VI. PELAKSANAAN
1. Letakan pasien diruang isolasi.
2. Beri lingkungan yang nyaman, kurangi pencahayaan (diruang gelap).
3. Pasang pengaman (pinggiran) ditempat tidur.
4. Perawat selalu berada didekat pasien.
5. Kolaborasi pemberian luminal, morphine dan obat-obat relaxasi otot.
6. Kolaborasi pemberian obat penguat jantung seperti preparat digital.
7. Beri cairan RL dan obat diuretic.
8. Dalam melakukan tindakan pada pasien, gunakan handskoen untuk menjaga
penularan.
33
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GULLIAN BARRE SYNDROME
34
5. Perubahan penampilan tubuh, gangguan identitas diri, peran berhubungan
dengan kehilangan fungsi tubuh privasi.
6. Resiko tinggi terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan
kekuatan mekanis dan tekanan.
7. Menurunkan cardire output berhubungan dengan dipengaruhinya saraf otonom
dan immobilisasi.
8. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
kontractability bronchus.
9. Resiko tinggi kekurangan nutrisi berhubungan dengan menurunnya gag reflek,
kemampuan menelan dan mengunyah.
10. Resiko tinggi perubahan eliminasi faces berhubungan dengan menurunnya
peristaltik dan immobilisasi.
IV. PERENCANAAN
1. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dideritanya, paralisis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas hilang.
Rencana tindakan :
a. Beritahu pasien karakteristik dari penyakitnya.
b. Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan perasaannya
secara verbal.
c. Memberi dorongan kepada keluarga agar dapat bekerja sama dalam
meningkatkan pengobatan pasien.
d. Beritahu tindakan-tindakan pengobatan dan proses penyakitnya.
e. Tempatkan pasien pada tempat yang mudah diamati perawat.
3. Perubahan rasa nyaman nyeri pada kaki berhubungan dengan gejala guillain barre.
Tujuan : Nyeri hilang.
Rencana tindakan :
a. Mengatur posisi yang menyenangkan.
b. Memberi analgesic ringan, seperti aceptaminplen.
c. Ajarkan teknik relaksasi yang sesuai.
35
c. Latih pergerakan otot (rom) untuk semua ekstremitas baik aktif maupun
pusat beberapa kali dalam sehari.
d. Membantu pasien turun dari tempat tidur sekurang-kurangnya satu kali
sehari.
e. Menggunkan stocking elastis kaki ditinggikan bila duduk dikursi.
36
9. Resiko tinggi kekurangan nutrisi berhubungan dengan menurunnya gag reflek,
kemampuan menelan dan mengunyah.
Tujuan : Intake nutrisi dapat dipertahankan
Rencana tindakan :
a. Cek gag reflek sebelum memberi makan.
b. Berikan makanan yang lunak.
c. Monitor intake makanan yang masuk.
37
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PARKINSON
I. DEFINISI
Parkinson merupakan penyakit system syaraf yang paling sering. Penyakit ini sama
dengan Parkinson idiopatik dan paralysis agitan (yang tidak diam).
V. PERENCANAAN
1. Gangguan pemenuhan O2 (tidak teratur) berhubungan dengan kelelahan.
Tujuan : Pola nafas kembali teratur.
Rencana tindakan :
a. Kaji pola pernafasan.
b. Ajarkan pasisen latihan bernafas secara normal.
c. Atur posisi pasien: posisi kepala lebih tinggi ± 300C.
d. Bila perlu beri O2 sesuai program dokter.
e. Observasi tanda vital setiap ½ jam sekali.
f. Beri lingkungan yang nyaman dan tenang pada pasien.
38
Tujuan : Cedera trauma tidak terjadi
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat kesadaran terhadap lingkungan.
b. Hindari alat-alat yang berbahaya pada pasien.
c. Beri lingkungan yang nyaman dan tenang.
d. Anjurkan keluarga pasien dan perawat dapat bekerjasama dalam peningkatan
penyembuhan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan dengan susah
menelan.
Tujuan : Terpenuhinya kebutuhan makan pasien.
Rencana tindakan :
a. Beri makanan yang lunak.
b. Beri makanan sedikit demi sedikit.
c. Beri makanan yang hangat.
d. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan.
39