Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malpraktik tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan saja, melainkan kaum

profesional dalam bidang lainnya yang menjalankan praktiknya secara buruk, misalnya profesi

pengacara, profesi notaris. Hanya saja istilah malpraktik pada umumnya lebih sering digunakan

di kalangan profesi di bidang kesehatan/ kedokteran. Begitu pula dengan istilah malpraktik yang

digunakan dalam makalah ini juga dititikberatkan pada malpraktik bidang kedokteran, karena inti

yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai kasus malpraktik yang telah terjadi dan

analaisis kasusnya.

Berkenaan dengan kerugian yang sering diderita pasien akibat kesalahan (kesengajaan/

kealpaan) para tenaga kesehatan karena tidak menjalankan praktik sesuai dengan standar

profesinya, saat ini masyarakat telah memenuhi pengetahuan serta kesadaran yang cukup

terhadap hukum yang berlaku, sehingga ketika pelayanan kesehatan yang mereka terima dirasa

kurang optimal bahkan menimbulkan kondisi yang tidak diinginkan atau dianggap telah terjadi

malpraktik kedokteran, masyarakat akan melakukan gugatan baik kepada sarana pelayanan

kesehatan maupun kepada tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya atas kerugian yang

mereka derita.

Demi mewujudkan keadilan, memberikan perlindungan, serta kepastian hukum bagi

semua pihak, dugaan kasus malpraktik kedokteran ini harus diproses secara hukum. Tentunya

proses ini tidak mutlak menjamin akan mengabulkan tuntutan dari pihak pasien atau keluarganya

secara penuh, atau sebaliknya membebaskan pihak tenaga kesehatan maupun sarana pelayanan

kesehatan yang dalam hal ini sebagai pihak tergugat, dari segala tuntutan hukum. Pemeriksaan
terhadap dugaan kasus malpraktik kedokteran ini harus dilakukan melalui tahapan-tahapan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, serta pemeriksaan di sidang pengadilan untuk

membuktikan ada/ tidaknya kesalahan (kesengajaan/ kealpaan) tenaga kesehatan maupun sarana

pelayanan kesehatan tempat mereka bekerja.

Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan,

khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat

memunculkan isu adanya dugaan malpraktik medis yang secara tidak langsung dikaji dari aspek

hukum dalam pelayanan kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktik belum tentu disebabkan

oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, khususnya dokter.

Oleh karena itu, setiap dugaan malpraktik haruslah dianalisa dari berbagai sudut pandang.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan-

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kasus yang akan diangkat merupakan kasus malpraktik dan Alasannya?

2. Bagaimana pandangan hukum mengenai kasus tersebut?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Agar pembaca memahami malpraktik dari banyak sudut pandang

2. Agar pembaca mampu menentukan secara kritis apakah suatu kasus malpraktik atau

bukan

3. Agar pembaca mampu menganalisis suatu kasus dengan menggunakan pendekatan secara

hukum
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Contoh Kasus

Kasus Dokter Ayu saya ambil sebagai contoh, berikut kronologisnya :

 Tanggal 10 April 2010

Korban, Julia Fransiska Makatey (25) merupakan wanita yang sedang hamil anak

keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu itu,

ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembukaan dua.

Namun setelah delapan jam masuk tahap persalinan, tidak ada kemajuan dan justru malah

muncul tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu diputuskan untuk dilakukan operasi

caesar darurat. “Saat itu terlihat tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi

mengeluarkan feses saat persalinan sehingga diputuskan melakukan bedah sesar,”

ujarnya.

Tapi yang terjadi menurut dr Nurdadi, pada waktu sayatan pertama dimulai, pasien

mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan, itu adalah tanda

bahwa pasien kurang oksigen.


“Tapi setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien semakin

memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, ia dinyatakan meninggal dunia,” ungkap

Nurdadi, seperti ditulis Senin (18/11/2013).

 Tanggal 15 September 2011

Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry

Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara karena

laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado

menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.

“Dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya emboli

udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang sebelumnya tidak diketahui oleh

dokter. Emboli udara atau gelembung udara ini ada pada bilik kanan jantung pasien.

Dengan bukti ini PN Manado memutuskan bebas murni,” tutur dr Nurdadi.

Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah

Agung yang kemudian dikabulkan.

 18 September 2012

dr. Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian

akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).

 11 Februari 2013

Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah Agung

dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).


Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN Manado

menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan kalau ketiga

dokter tidak bersalah melakukan tindak pidana. Sementara itu, Majelis Kehormatan dan

Etika Profesi Kedokteran (MKEK) menyatakan tidak ditemukan adanya kesalahan atau

kelalaian para terdakwa dalam melakukan operasi pada pasien.

 8 November 2013

Dr Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), satu diantara terpidana kasus malapraktik akhirnya

diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan penjara. Ia diciduk

di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan Kalimantan

Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejari Manado sekitar

pukul 11.04 WITA

2.2. Analisa pada kasus

Masalah dasar : Hasil tindakan tidak seperti yang diharapkan.

1) Apakah kasus Dokter Ayu ini merupakan kasus malpraktik? Alasannya?

Jawab : Tidak

Alasan :

Walaupun pada akhirnya diciduk polisi, namun berdasarkan kasus di atas, hal itu terjadi

karena tuntutan jaksa yang didasarkan pada laporan keluarga korban dan ada indikasi
kekeliruan menerapkan hukum pada majelis kasasi. Padahal, berulang kali ditegaskan dr.

Ayu dan timnya tidak bersalah, seperti yang dinyatakan oleh MKEK dan PN Manado.

Lagipula, penyebabnya adalah emboli udara (emboli gas) yang memang bisa terjadi

kapan saja, berlangsung cepat, dan tanpa bisa diprediksi jika melakukan operasi besar,

apalagi operasi perut (operasi caesar). Meskipun pemeriksaan dan prosedur medis

lengkap telah dilakukan. Sebab, pemeriksaan medis biasa dilakukan sebelum ibu

melahirkan. Beberapa saat sebelum melahirkan bisa saja kondisi tubuh Ibu akan

menunjukkan keadaan normal. Padahal, emboli dapat terjadi secara tiba-tiba di tengah

persalinan. Apalagi setiap pasien memiliki keadaan tubuh yang berbeda. Emboli ini tidak

bisa kita periksa atau kita cek sebelum persalinan.

Mari kita tinjau kembali pengertian malpraktik. Secara sederhana malpraktik adalah

tindakan yang salah oleh dokter pada waktu menjalankan prakteknya. Dari segi hukum,

dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja

(intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun

suatu kekurang-mahiran/ketidak-kompetenan yang tidak beralasan. Malpraktik dalam

dunia kedokteran menitikberatkan pada bagaimana proses tindakan medis itu

dilaksanakan. Dalam kasus ini tergambar jelas bahwa tidak ada indikasi malpraktik akibat

kesengajaan, kelalaian ataupun ketidak mahiran. Karena memang, emboli bahkan sampai

sekarang memang tidak dapat ditebak kapan akan datang.

Mari kita tinjau dari prinsip 4D (Duty of care, Dereliction of duty, Damage, Direct

Causation). Dari Duty of Care, telah terjadi kontrak hubungan terapeutik antara dokter

pasien. Hubungan kontraktual ini berarti sebelum operasi telah terjadi informed consent
untuk menghormati hak autonomi pasien dimana ikatan yang terjadi adalah ikatan usaha

bukan hasil. Kemudian dari kriteria Dereliction of Duty kita dapat melihat bahwa dari

hasil otopsi, penyebab kematian adalah emboli yang memang bisa terjadi kapanpun.

Sehingga, tidak ada indikasi penyimpangan kewajiban. Hal ini juga diperkuat dengan

bukti walaupun sang ibu meninggal, namun sang anak selamat. Itu berarti dokter telah

berusaha maksimal. Damage di sini berarti segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien

sebagai kerugian akibat layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi

layanan. Dalam kasus ini, pasien, meninggal dunia 20 menit setelah operasi. Dan yang

terakhir ditinjau dari criteria Direct Causation yang adalah hubungan sebab akibat yang

nyata. Dalam kasus ini ada hubungan (Damage) dengan (Direct Causation) yaitu karena

meninggalnya pasien, masalah akhirnya berbuntut panjang hingga ke meja hijau. Dari

sudut pandang dr. Ayu, nama baik dokter dengan timnya akhirnya jatuh. Dunia

kedokteran mulai dipertanyakan kembali oleh khalayak umum. Dengan alas an

solidaritas, akhirnya banyak dokter yang mogok kerja. Dari sudut pandang korban atau

keluarga korban, meninggalnya pasien meninggalkan duka yang mendalam bagi

keluarga. Kerugian materiil yang ditimbulkan juga tidak sedikit.

Dari analisis berdasarkan keempat kriteria kelalaian tersebut, didapat kesimpulan, bahwa

tim dr. Ayu tidak melakukan tindakan malpraktik dengan bukti :

 Ayu dan dua koleganya sudah melakukan tindakan sesuai dengan prosedur,

keilmuan, dan kompetensi.

 Bahwa dalam tindakan darurat, seorang dokter harus segera melakukan tindakan

operasi, tidak perlu pemeriksaan penunjang.


 Penyebab kematian pasien adalah adanya emboli udara pada jantung yang

memang sulit untuk diprediksi, bisa terjadi kapan saja, dan begitu cepat.

 Dokter Ayu dan dua koleganya telah member tahu bahwa akan dilangsungkan

operasi namun hanya melalui lisan berhubung kondisi sangat darurat.

 Keterangan saksi ahli selaku Majelis Kehormatan Etik Kedokteran yang sudah

memeriksa dokter Ayu dan dua koleganya menyatakan tidak ada kelalaian dalam

penanganan pasien.

2) Bagaimana pandangan hukum terhadap kasus ini?

 Pasal 55 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : (1) setiap orang

berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga

kesehatan.

 Pasal 1371 KUH Perdata : Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan

dengan sengaja atau kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk

selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian

yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini

dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut

keadaan.

 Pasal 39 UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran : Praktik kedokteran

diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi

dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.

 Pasal 50 UU UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :


Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur

operasional;

c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;

dan

d. menerima imbalan jasa.

 Pasal 51 UU UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai

kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau

kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan

atau pengobatan;

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga

setelah pasien itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

atau kedokteran gigi.

 Pasal 52 UU UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. menolak tindakan medis; dan

e. mendapatkan isi rekam medis.

 Pasal 53 UU UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran :

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai

kewajiban :

a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

 Pasal 359 KUHP :

Barang siapa karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan

paling lama satu tahun.

 Pasal 360 KUHP :


(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-

luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan

paling lama satu tahun

(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka

sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjadikan pekerjaan

jabatan atau pencarian selama waktu tertemtu, diancam dengan pidana penjara

paling lama Sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
BAB III

Penutup

3.1. Kesimpulan

Ada banyak penyebab mengapa persoalan malpraktik medik mencuat akhir-akhir ini

dimasyarakat diantaranya pergeseran hubungan antara tenaga medis dan pasien yang tadinya

bersifat paternalistic tidak seimbang dan berdasarkan kepercayaan (trust, fiduciary relationship)

berganti dengan pandangan masyarakat yang makin kritis serta kesadaran hukum yang makin

tinggi. Selain itu jumlah dokter di Indonesia dianggap belum seimbang dengan jumlah pasien

sehingga seorang tenaga medis menangani banyak pasien (berpraktek di berbagai tempat) yang

berakibat diagnosa menjadi tidak teliti.

Apresiasi masyarakat pada nilai kesehatan makin tinggi sehingga dalam melakukan

hubungan dengan dokter, pasien sangat berharap agar dokter dapat memaksimalkan pelayanan

medisnya untuk harapan hidup dan kesembuhan penyakitnya. Selama ini masyarakat menilai

banyak sekali kasus dugaan malpraktik medik yang dilaporkan media massa atau korban tapi

sangat sedikit jumlahnya yang diselesaikan lewat jalur hukum. Dari sudut penegakan hukum

sulitnya membawa kasus ini ke jalur pengadilan diantaranya karena belum ada keseragaman

paham diantara para penegak hukum sendiri soal malpraktik medik ini.

Masih ada masyarakat (pasien) yang belum memahami hak-haknya untuk dapat

melaporkan dugaan malpraktik yang terjadi kepadanya baik kepada penegak hukum atau melalui

MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia). Oleh karenanya lembaga


MKDKI sebagai suatu peradilan profesi dapat ditingkatkan peranannya sehingga mendapat

kepercayaan dari masyarakat sebagai lembaga yang otonom, independent dan memperhatikan

juga nasib korban. Bahkan berkaitan dengan MKDKI ini SEMA RI tahun 1982 menyarankan

agar untuk kasus dugaan malpraktik medik sebaiknya diselesaikan dulu lewat peradilan profesi

ini.

Namun ada juga masyarakat (pasien) yang belum memahami keterbatasan dokter.

Banyak yang masih mengira bahwa malpraktik hanya ditinjau pada hasilnya, padahal utamanya

adalah pada prosedurnya.

Dari sudut hukum acara (pembuktian) terkadang penegak hukum juga kesulitan mencari

keterangan ahli yang masih diliputi esprit de corps. Mungkin sudah saatnya diperlukan juga saksi

yang memahami ilmu hukum sekaligus ilmu kesehatan.

Bahaya malpraktek memang luar biasa. Tidak hanya mengakibatkan kelumpuhan atau

gangguan fatal organ tubuh, tetapi juga menyebabkan kematian. Masalah yang ditimbulkan pun

bisa sampai pada masalah nama baik, baik pribadi bahkan negara, seperti yang dipaparkan waktu

penjelasan fenomena malpraktek pada era globalisasi tadi. Benar-benar kompleks sekali

permasalahan yang timbul akibat malpraktek ini. Sehingga benar bahwa malpraktek dikatakan

sebagai sebuah malapetaka bagi dunia kesehatan di Indonesia.

4.2. Saran

Terhadap dugaan malpraktik medik, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak

hukum (melalui jalur hukum pidana), atau tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh
ketentuan pasal 98 KUHAP memasukkan perkara pidana sekaligus tuntutan ganti rugi secara

perdata.

Anda mungkin juga menyukai