Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ETIK DAN HUKUM

KEDOKTERAN DISKUSI KASUS DR.


AYU

DOSEN PEMBIMBING:

Irma Susanti, drg., M.H.(Kes)

KELAS C

KELOMPOK 3:

1. KARLINA RAHMA 7. LIDYA OKTAVIA


MAHARANI (201911081) (201911087)
2. KEVIN YUAN SAPUTRA 8. LITTA IRSANIA
(201911082) (201911088)
3. KHOFIFAH (201911083) 9. LUCKY ANANDA
4. KIANTI RAESA ISLAMIAH LOURIANDONO
(201911084) (201911089)
5. LAURA REGITHA 10. M. RAFA DANI UTAMA
REVIANANDA (201911085) (201911090)
6. LIA (201911086)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)


2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kemudahan
bagi kami penyusun untuk dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah ETIKA KEDOKTERAN tentang
kasus malpraktik operasi cito section sesaria yang dilakukan oleh dr.Ayu , yang
mana dengan tugas ini kami sebagai mahasiswa dapat mengetahui lebih jauh dari
materi yang diberikan dosen.

Makalah yang berjudul “DISKUSI KASUS”. Mengenai penyelesaian lebih lanjut


kami memaparkannya dalam bagian pembahasan makalah ini.

i
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................1
BAB II................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Pembahasan Kasus......................................................................................3
BAB III................................................................................................................ 10
PENUTUP........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan..............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencapaian kesehatan optimal sebagai hak asasi manusia merupakan salah
satu unsur kesejahteraan umum yang akan turut menjamin terwujudnya
pembangunan kesehatan dalam meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Untuk mencapai hal tersebut perlu
diciptakan berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat. Dokter sebagai
salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai
peran yang sangat penting dan terkait secara langsung dengan proses pelayanan
kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Ilmu pengetahuan, keterampilan,
sikap dan perilaku sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan akan
merupakan landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan
kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan. Pendidikan kedokteran pada
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Tetapi sekarang keadaan sudah banyak berubah. Terkadang kehilangan
nyawa hanyalah hal yang biasa dan kasusnya bisa menguap begitu saja. Banyak
profesi yang mengesampingkan etika profesinya agar mendapat keuntungan
pribadi dan mengesampingkan asas kemanusiaan.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana pembahasan kasus dr. Ayu?
2. Bagaimana analisis kasus secara etika?
3. Bagaimana analisis kasus secara disiplin?
4. Bagaimana analisis kasus secara hukum?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pembahasan kasus dr. Ayu
2. Mengetahui analisis kasus tersebut secara etika
3. Mengetahui analisis kasus tersebut secara disiplin
4. Mengetahui analisis kasus secara hukum

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Kasus


Kronologi kasus:

1. 10 April 2010
Korban, Julia Fransiska Makatey (25) merupakan wanita yang sedang ha
mil anak keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan pusk
esmas. Pada waktu itu, ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembu
kaan dua. Namun setelah delapan jam masuk tahap persalinan, tidak ada k
emajuan dan justru malah muncul tanda-tanda gawat janin, sehingga ketik
a itu diputuskan untuk dilakukan operasi caesar darurat. Pada saat itu terlih
at tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi mengeluarkan feses
saat persalinan sehingga diputuskan melakukan bedah sesar. Tapi yang terj
adi menurut dr Nurdadi, pada waktu sayatan pertama dimulai, pasien meng
eluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan, itu adalah t
anda bahwa pasien kurang oksigen. Tapi setelah itu bayi berhasil dikeluark
an, namun pasca operasi kondisi pasien semakin memburuk dan sekitar 20
menit kemudian, ia dinyatakan meninggal dunia.

2. 15 September 2011
Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr
Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 b
ulan penjara karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadila
n Negeri (PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan be
bas murni. Dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah k
arena adanya emboli udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang s
ebelumnya tidak diketahui oleh dokter. Emboli udara atau gelembung udar
a ini ada pada bilik kanan jantung pasien. Dengan bukti ini PN Manado me
mutuskan bebas murni. Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena jaksa
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan.

3. 18 September 2012
dr Ayu dan koleganya ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
Atas putusan MA, dr Ayu ditangkap di tempat praktiknya, RSIA Permata
Hati, Balikpapan, Kaltim, Jumat, 8 November 2013 lalu. Ia dibawa ke
Manado dan dijebloskan ke Rutan Malendeng. Tujuh hari kemudian, satu
kolega dr Ayu, dr Hendry Simanjuntak, ditangkap di Medan Sumatera
Utara. Ia menyusul dr Ayu, ditempatkan di Rutan Malendeng. Kini hanya
tersisa dr Hendry Siagian yang masih buron.

4. 11 Februari 2013
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahka
mah Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (P
K). Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN
Manado menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyak
inkan kalau ketiga dokter tidak bersalah melakukan tindak pidana. Sement
ara itu, Majelis Kehormatan dan Etika Profesi Kedokteran (MKEK) menya
takan tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian para terdakwa dala
m melakukan operasi pada pasien. Dan Menunjuk Jerry Tambu, SH, LLM,
Ramli Siagian SH dan Sabat Sinaga, SH, MH sebagai kuasa hukum untuk
upaya Peninjauan Kembali (PK)

5. 8 Februari 2014
Tiga dokter terpidana kasus malapraktik, dr Dewa Ayu Sasiary Prawarni,
dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian akhirnya benar-benar bebas.
Kepastian kebebasan mereka setelah salinan petikan putusan peninjauan
kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA), telah diterima Rutan
Malendeng Manado, Jumat (7/2/2014) malam.

4
2.2 Analisi Kasus

Setelah kami mengumpulkan data-data dari berbagai sumber kelompok kami men
yatakan bahwa kami setuju dengan keputusan akhir Mahkamah Agung yang meny
atakan bahwa Dokter Ayu dan dua temannya dibebaskan berikut adalah point-poi
nt yang mendukung keputusan kami :

a. Bahwa Dokter Ayu sudah melakukan semua tindakan menurut proses yan
g standar dilakukan untuk sebuah proses operasi Cesar. Jika menurut kelua
rga ada kelalian dalam hal ini membiarkan pasien mununggu berjam-jam d
alam proses persalinan itu dikarenakan dalam proses melahirkan ada tahap
an-tahapan pembukaannya, dalam kasus ini sang pasien memang membutu
hkan proses sampai 8 jam untuk sampai pada proses pembukaan terakhir.
b. Menurut kelompok kami soerang dokter juga hanya seorang manusia biasa
yang juga hanya lah seorang yang memiliki kemampuan lebih dalm memb
antu orang-orang sakit. Seorang Dokter bukanlah Tuhan yang bisa membu
at seseorang untuk terus hidup di dunia ini. Jadi jikalau ada seseorang men
inggal di rumah sakit itu bukan merupakan kesalahan dokter apalagi dokte
r tersebut sudah melakukan semua prosedur sesuai dengan profesinya. Kar
ena hidup dan mati manusia hanya ditangan Tuhan bukan ditanggan seora
ng dokter.

2.2.1 Secara Etika

Dilihat dari segi etika kedokteran, tim dokter yang terdiri dari dr Ayu,
dr Hendi Siagian dan dr Hendry Simanjuntak telah melakukan pelanggara
n azas etika kedokteran yang pertama yaitu azas menghormati otonomi pas
ien. Dalam azas ini dijelaskan bahwa pasien memiliki kebebasan untuk me
ngetahui serta memutuskan apa yang dilakukan terhadapnyya, dan untuk i
ni dokter perlu memberikan penjelasan yang cukup kepada pasien. Pasien
berhak dihormati pendapat dan keputusannya dan tidak boleh ada pemaksa
an.

5
Dalam kasus ini, sebelum menjalankan operasi darurat kelahiran atau
cito secsio sesaria, ketiga dokter itu tidak pernah menyampaikan kepada
keluarga pasien setiap risiko dan kemungkinan yang bakal terjadi,
termasuk risiko kematian. Dalam dakwaan jaksa bahkan dijelaskan, tanda
tangan Siska yang tertera dalam surat persetujuan pelaksanaan operasi
berbeda dengan tanda tangan Siska pada kartu tanda penduduk (KTP) dan
kartu Askes-nya. Dokter Hendy-lah yang bertanggung jawab untuk
meminta tanda tangan Siska.

2.2.2 Secara Disiplin

Dalam kasus ini ketiga dokter tidak mempertimbangkan hasil rekam


medis dari puskesmas yang merujuk Siska Makatey. Rekam medis itu
menyatakan, saat masuk Rumah Sakit (RS) Prof RF Kandou, Malalayang,
Manado, keadaan Siska Makatey adalah lemah. Selain itu, status
penyakitnya adalah berat.

Dalam dakwaannya, jaksa menjabarkan, sebelum melakukan operasi,


dokter tidak melakukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan
jantung dan foto rontgen dada. Padahal, sebelum dibius, tekanan darah
Siska tergolong tinggi, yaitu mencapai 160/70. Pemeriksaan jantung baru
dilakukan pasca-operasi dilaksanakan. Dari pemeriksaan itu disimpulkan,
Siska mengalami kelainan irama jantung. Pasca-operasi, denyut nadi Siska
mencapai 180 kali per menit. Hal itu pertanda bahwa pada jantung pasien
terjadi kegagalan akut karena terjadi emboli, yaitu penyumbatan pembuluh
darah oleh suatu bahan, seperti darah, air ketuban, udara, lemah, atau
trombus.

Majelis kasasi menilai, kesalahan itu mempunyai hubungan sebab


dan akibat dengan meninggalnya Siska. "Perbuatan para terdakwa
mempunyai hubungan kausal dengan meninggalnya Siska Makatey," kata
majelis kasasi dalam putusan. Dalam pertimbangan majelis kasasi, hal

6
yang meringankan dr Ayu dan kawan-kawan, yakni saat melakukan
operasi, ketiganya masih menempuh pendidikan pada Program Pendidikan
Dokter Spesialis Universitas Sam Ratulangi Manado. Artinya, saat
melakukan operasi itu, tiga dokter itu belum menjadi dokter spesialis
kandungan, meski kini sudah.

2.2.3 Secara Hukum

a. Kasus dr. Ayu ditinjau dari KUH Pidana


Julia Fransiska Matakey meninggal dunia dengan sebab emboli
udara pada bilik jantung sebagai komplikasi persalinan. Akan tetapi,
keluarga Julia Fransiska Matakey, khususnya ibunya, tidak menerima
kepergian anaknya tersebut karena dia menilai bahwa dokter Ayu Sasiary
dan dua orang rekannya yang bertindak sebagai operator sempat
membiarkan Julia tanpa melakukan tindakan apapun saat proses persalinan
berlangsung. Dokter Ayu dan kedua rekan dokternya dituntut oleh pihak
keluarga karena dianggap melanggar pasal 359 KUHP yang berbunyi,
“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman
kurungan selama-lamanya satu tahun.”
Kejadian ini terjadi pada tahun 2010. Pada bulan September 2011,
atas dasar kematian karena sebab yang tidak diketahui oleh dokter,
Pengadilan Negeri Manado memutuskan bahwa dr. Ayu dan rekan-
rekannya bebas murni. Akan tetapi, kasus ini kembali muncul pada tahun
2012 ketika mereka masuk dalam Daftar Pencarian Orang dan memuncak
pada bulan November 2013 di mana dr. Ayu dijatuhkan vonis 10 bulan
penjara oleh Mahkamah Agung atas dasar pelanggaran KUHP pasal 359.
Jika dicermati isi dari KUHP tersebut, dr. Ayu dinyatakan bersalah
jika Julia mati akibat kesalahannya. Akan tetapi, pada hasil otopsi, Julia
dinyatakan meninggal akibat emboli udara pada bilik jantung kanannya
yang sebelumnya tidak diketahui oleh dokter. Bahkan pada Februari 2013,
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) telah menegaskan bahwa

7
dr. Ayu tidak melakukan kesalahan ataupun kelalaian dari sisi etika.
Secara teknis, Julia tidak mati akibat kinerja dr. Ayu yang salah sehingga
seharusnya dr. Ayu terbebas dari tuduhan ini. Secara medikolegal, hal ini
bukan merupakan malpraktek, tetapi merupakan medical error.
Di lain pihak, hal yang memberatkan dr. Ayu dkk. adalah tidak
adanya surat izin praktek (SIP) untuk melakukan operasi sebagaimana
yang mereka lakukan dan memalsukan tanda tangan pasien pada lembar
persetujuan atau informed consent. Secara implisit, memang kedua hal ini
merupakan kesalahan yang dilakukan mereka sehingga jaksa penuntut
dapat berkata mereka melanggar KUHP. Akan tetapi, hal ini serta merta
secara langsung berkaitan dengan meninggalnya Julia Makatey. Bahkan
menurut Ketua Komisi Yudisial (KY) Gorontalo Suparman Marzuki, jika
dilihat dari undang-undang kesehatan dan kode etik kedokteran, mungkin
hal ini belum tentu bersalah. Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia Budi Supriyanto juga berpendapat bahwa
KUHP yang menjerat dr. Ayu perlu ditinjau ulang karena terdapat dualism
di mana ada pula undang-undang yang mengatur tentang praktik
kedokteran. Budi Supriyanto juga menegaskan bahwa kasus seperti ini
seharusnya dibawa ke pengadilan khusus terlebih dahulu, yaitu Majelis
Kehormatan Displin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Terhadap kesalahan dokter yang bersifat melanggar tata nilai
sumpah atau kaidah etika profesi, pemeriksaan dan tindakan, dilakukan
oleh Organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan atau atasan langsung
yang berwenang (Departemen Kesehatan RI). Pemeriksaan dibantu oleh
perangkan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan
dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.
b. Kasus dr. Ayu ditinjau dari Konsep Negara Hukum

8
Terdapat lima macam konsep negara hukum yaitu konsep
nomokrasi islam, konsep rechtsstaat, konsep rule of law, konsep socialist
legality dan konsep negara hukum pancasila (Bastari dkk, 2010).
Indonesia menganut konsep negara hukum pancasila. Dimana pada konsep
negara hukum pancasila, pancasila dijadikan sebagai dasar pokok dan
sumber hukum dan juga memakai UUD 1945. Sehingga pada kasus dr.
Ayu harus diselesaikan secara serius dan tuntas sehingga baik dari pihak
dr. Ayu maupun pihak keluarga mendapatkan keadilan yang sama dimata
hukum.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memiliki peran
sebagai badan pengawas dan penegak disiplin dokter dan dokter gigi di Indonesia.
Dalam kasus ini, apabila dalam penanganan operasi tersebut tidak sesuai dengan
SOP (Standard Operasional Prosedur) dan yang menilai telah terjadi kesalahan
dalam penanganan operasi tersebut adalah Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan delegasi
dari Pasal 1 angka 14 dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran.

Aspek informed consent dan adanya transaksi terapeutik merupakan dasar


seorang dokter untuk melakukan suatu tindakan medis. Dengan diabaikannya
aspek informed consent  dan transaksi terapeutik maka dalam ajaran ilmu hukum
pidana, hal tersebut termasuk dalam kelalaian seorang dokter dalam menjalankan
suatu tindakan medis. Untuk dapat dipidananya seorang dokter yang melakukan
suatu tindakan medis tanpa didahului oleh aspek informed consent dan transasi
terapeutik maka pihak yang berwenang harus dapat membuktikannya. Tanpa
adanya aspek informed consent dalam suatu tindakan medis, maka hal tersebut
dapat masuk dalam elemen kesalahan yang dimaksudkan dalam pasal 359 KUHP.

3.2 Saran

Ada baiknya kita melakukan beberapa hal berikut agar kita terbebas dari
bahaya malpraktek kedokteran :

1.      Pilih tempat pengobatan (RS atau Klinik) yang memiliki reputasi cukup
baik. Jangan hanya mempertimbangkan jarak dengan rumah sebagai dasar

10
memilih tempat berobat. Jangan ragu memilih di tempat yang jauh asalkan
reputasinya bagus, meskipun di dekat rumah anda ada layanan kesehatan tetapi
belum jelas reputasinya.

2.      Ketika pasien melakukan rawat inap, akan ada dokter yang ditunjuk untuk
menangani pasien. Jangan ragu untuk meminta dokter yang anda percayai kepada
pihak manajemen

3.      Jangan takut untuk bertanya kepada dokter mengenai tindakan medis yang
dilakukan. Menurut UU Kesehatan, keluarga pasien berhak tahu apa saja tindakan
medis yang dilakukan dokter kepada pasien.

4.      Jangan takut untuk bertanya kepada dokter obat yang diberikan kepada
pasien. Sebagai keluarga, anda berhak tahu dan dilindungi oleh UU Kesehatan.

5.      Cari Pendapat Kedua bahkan Ketiga. Setiap orang tentu memiliki pendapat
yang berbeda, begitu juga dengan dokter. Mereka memiliki pengalaman, ilmu, dan
terlebih lagi hati nurani yang berbeda. Semua perbedaan ini bisa jadi bahan
pertimbangan yang baik bagi Anda.

6.      Jika Memungkinkan Cari Dokter yang Anda Kenal Baik Karakternya


sesingga kita tidak perlu lagi akan kesungguhan mereka dalam menangani
penyakit kita. Karena rasa percaya tersebut maka kita tidak perlu merasa takut
bahwa sang dokter akan mencelakai kita. 

11
DAFTAR PUSTAKA

1. https://etikaprofesi93.blogspot.com/2014/06/v-
behaviorurldefaultvmlo.html
2. Anggi. 2013. Kasus dr. Ayu Ini Kronologi Dokter Vs Mahkamah Agung
(http://m.news.viva.co.id/news/read/462229-kasus-dr-ayu--inikronologi-
dokter-vs-mahkamah-agung)
3. https://nasional.kompas.com/read/2013/11/27/1053537/Ini.Tiga.Kesalahan
.Dokter.Ayu.dkk.Menurut.MA?page=all

12

Anda mungkin juga menyukai