Anda di halaman 1dari 31

BLOK IKGM I

KOMUNIKASI EFEKTIF

DOSEN PEMBIMBING:

Mutiara Rina, drg., M.PH.

KELAS C / KELOMPOK 3
KARLINA RAHMA MAHARANI (201911081)
KEVIN YUAN SAPUTRA (201911082)
KHOFIFAH (201911083)
KIANTI RAESA ISLAMIAH (201911084)
LAURA REGITHA REVIANANDA (201911085)
LIA (201911086)
LIDYA OKTAVIA (201911087)
LITTA IRSANIA (201911088)
LUCKY ANANDA LOURIANDONO (201911089)
M. RAFA DANI UTAMA (201911090)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kemudahan
bagi kami penyusun untuk dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Makalah ini
merupakan tugas dari mata kuliah ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT (IKGM) I
tentang dasar-dasar komunikasi dan komunikasi kesehatan, komunikasi efektif dokter -
pasien dan masyarakat, dan komunikasi interprofesional (hubungan dokter - tenaga
kesehatan - pasien - masyarakat, yang mana dengan tugas ini kami sebagai mahasiswa dapat
mengetahui lebih jauh dari materi yang diberikan dosen presentator.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta
membantu penyelesaian makalah ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT (IKGM) I,
terutama kepada Mutiara Rina, drg., M.PH selaku fasilitator. Makalah ini kiranya tidak akan
selesai tanpa bantuan dari beberapa pihak yang terus mendorong penulis untuk
menyelesaikannya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
menyelesaikan dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima kritik dan saran guna penyempurnaan makalah ini. Akhir kata
kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 22 Oktober 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................................... 1

BAB II ................................................................................................................................ 2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 2

2.1 DASAR-DASAR KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI KESEHATAN ...... 2

2.2 KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER - PASIEN DAN MASYARAKAT ... 12

2.3 KOMUNIKASI INTERPROFESIONAL (HUBUNGAN DOKTER-


TENAGA KESEHATAN-PASIEN-MASYARAKAT) .......................................... 21

BAB III ............................................................................................................................ 27

PENUTUP.................................................................................................................... 27

3.1 KESIMPULAN .............................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Komunikasi memegang peranan penting dalam proses pembelajaran dan


pendidikan. Ini membentuk dasar untuk pertukaran ide atau informasi dan memainkan
peran penting dalam kehidupan sehari-hari manusia. Pendidik kesehatan harus tahu
bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang yang kepadanya ia
memberikan pendidikan kesehatan. Komunikasi dapat dianggap sebagai proses dua
arah untuk bertukar atau membentuk ide, perasaan, dan informasi. Seni dan ilmu
komunikasi merupakan landasan utama pendidikan kesehatan dan pencegahan
penyakit.1
Dengan demikian, makalah ini dibuat untuk membahas dan memahami tentang
komunikasi efektif khususnya dasar-dasar komunikasi dan komunikasi kesehatan,
komunikasi efektif dokter-pasien dan masyarakat, dan komunikasi interprofesional
(hubungan dokter-tenaga kesehatan-pasien-masyarakat).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DASAR-DASAR KOMUNIKASI DAN KOMUNIKASI KESEHATAN


2.1.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi merupakan aktivitas manusia yang sangat penting, tidak hanya
dalam kehidupan organisasi, namun dalam kehidupan manusia secara umum.
Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan saat berinteraksi dengan
sesama. Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis yang
berarti 'sama'. Communico, communicatio atau communicare yang berarti membuat
sama (make to common). Komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara
penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan, sehingga komunikasi
bergantung pada kemampuan untuk memahami satu dengan yang lainnya
(communication depends on our ability to understand one another).2
Pengertian komunikasi pada umumnya adalah suatu proses penyampaian
informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Komunikasi
dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.
apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi
masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap
tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, dan cara
seperti ini disebut komunikasi nonverbal. 2
Willbur Schramm mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses berbagi
(sharing process). Konsep definisi komunikasi Schramm mengarah kepada efektivitas
komunikasi antara orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Schramm
melihat sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan
kebersamaan (commonness), kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima
(audience)-nya.3
Menurut Joseph A. De Vito tipe komunikasi terdiri atas empat macam yaitu:
1. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Communication), merupakan komunikasi
yang terjadi dalam diri individu atau proses berkomunikasi dengan diri sendiri.

2
2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), merupakan proses
komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.
3. Komunikasi Publik (Public Communication), merupakan proses komunikasi di
mana pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan
khalayak yang lebih besar.
4. Komunikasi Massa (Mass Communication), merupakan proses komunikasi yang
berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada
khalayak yang sifatnya massal melalui alat yang bersifat mekanis separti radio,
televisi, surat kabar dan film.2

2.1.2 KOMPONEN KOMUNIKASI


Komponen komunikasi merupakan berbagai hal yang harus ada agar komunikasi bisa
berlangsung dengan baik. Menurut Harold Laswell komponen komunikasi adalah:
1. Pengirim atau komunikator (source) adalah pihak yang mengirimkan pesan
kepada pihak lain.
2. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak
kepada pihak lain.
3. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan.
dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang
mengalirkan getaran nada/suara.
4. Penerima atau komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari
pihak lain.
5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan
yang disampaikannya.
6. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu
akan dijalankan ("Protokol").2

3
Gambar 1. Konsep Komponen Komunikasi.3

2.1.3 PROSES KOMUNIKASI

Proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui
saluran tertentu/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan,
saluran/media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi.4
Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi digambarkan, sebagai berikut.
1. Komunikator (sender) yang berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu
pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan berupa informasi
dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua
pihak.
2. Pesan (message) disampaikan melalui suatu media atau saluran secara langsung
maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-
mail, atau media lainnya.
3. Media (channel), alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke
komunikan.
4. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi
pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu
sendiri.
5. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas
pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan
yang dimaksud oleh si pengirim.2

2.1.4 FUNGSI KOMUNIKASI


Secara keseluruhan, fungsi komunikasi menurut Dedy Mulyana, adalah sebagai
berikut:
1. Menyatakan dan mendukung identitas diri.
2. Mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, berperilaku sesuai dengan apa
yang diinginkan.
3. Mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis.
4. Menyelesaikan masalah.
5. Memuaskan rasa penasaran.
6. Menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain.

4
7. Menunjuk ikatan dengan orang lain.
8. Memutuskan untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu.
9. Meningkatkan kesadaran pribadi, kesadaran fisik.2

2.1.5 PRINSIP KOMUNIKASI


A. PRINSIP 1: KOMUNIKASI ADALAH SUATU PROSES SIMBOLIK
Salah satu kelebihan manusia dari makhluk lain (hewan) adalah ia diberi
kemampuan untuk berpikir, Seorang filsuf mengistilahkan sebagai al hayawanu
nathiq manusia adalah hewan yang berpikir. Dengan pikiran itulah manusia
mempunyai kemampuan untuk menggunakan lambang. Ernst Cassier
menyebutkan bahwa yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah
kemampuannya dalam menggunakan simbol (animal symbolicum).5
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk
sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi
kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati
bersama. Kata kunci dari lambang atau simbol ini adalah adanya kesepakatan
sekelompok orang, tanpa adanya kesepakatan tersebut maka simbol tersebut tidak
akan dapat dijadikan sebagai komunikasi. 5
Lambang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Lambang bersifat sembarang, manasuka, atau sewenang-wenang.
Sebagaimana dalam muqaddimah bahwa hal yang paling utama dalam
lambang adalah adanya kesepakatan, maka apa pun bentuknya dapat dijadikan
sebagai lambang, baik berupa kata-kata, isyarat anggota tubuh, hewan,
tumbuhan, dan sebagainya. Sebagai contoh bahwa kenapa buah yang berduri
itu disebut durian, atau hewan yang berkokok itu disebut ayam, penyebutan
tersebut tentunya karena orang bersepakat.5
2. Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna. Yang memberikan makna
pada sebuah lambang itu adalah pikiran kita, bahkan kata-kata itu pun
merupakan pemaknaan dari pikiran kita. Tentu akan menjadi hal yang sulit
apabila suatu perkataan tidak dimaknai dengan makna yang sama, maka hal ini
akan menjadikan miss communication.5
3. Lambang itu bervariasi. Yang dimaksud dengan bervariasi adalah bahwa
lambang itu akan berubah dari konteks waktu ke konteks waktu yang lain, dari
suatu tempat ke tempat lain dan dari satu budaya ke budaya lain. 5

5
B. PRINSIP 2: SETIAP PELAKU MEMPUNYAI POTENSI KOMUNIKASI
Setiap orang tidak bebas nilai, pada saat orang tersebut tidak bermaksud
mengkomunikasikan sesuatu, tetapi dimaknai oleh orang lain maka orang tersebut
sudah terlibat dalam proses berkomunikasi. Gerak tubuh, ekspresi wajah
(komunikasi nonverbal) seseorang dapat dimaknai oleh orang lain menjadi suatu
stimulus.5
Kita tidak dapat berkomunikasi (we cannot not communicate). Tidak
berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi
bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. 5

C. PRINSIP 3: KOMUNIKASI PUNYA DIMENSI ISI DAN DIMENSI


HUBUNGAN
Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi sedangkan dimensi
hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya dan mengisyaratkan,
bagaimana hubungan para peserta komunikasi dan bagaimana seharusnya pesan
itu ditafsirkan. Dimensi isi disandi secara verbal, sedangkan dimensi hubungan
disandi secara nonverbal. Sebagai contoh kalimat “Makan.. tuh” dengan nada
lembut bermakna perintah untuk makan sedangkan apabila menggunakan intonasi
tinggi maka bermakna larangan memakannya. Ketika seseorang tahu bahwa
temannya sedang makan ia pun tetap menyapa dengan kalimat “makan…?” hal
itu bermakna menyapa agar tidak dikatakan sebagai orang yang judes atau cuek. 5

D. PRINSIP 4: KOMUNIKASI ITU BERLANGSUNG DALAM BERBAGAI


TINGKAT KESENGAJAAN
Komunikasi dilakukan manusia dari yang tidak sengaja hingga yang
sengaja dan sadar serta terencana melakukan komunikasi. Kesadaran akan lebih
tinggi ketika berkomunikasi dalam situasi-situasi khusus. Sebagai contoh ketika
kita bercakap-cakap dengan seorang yang baru dikenal tentunya akan berbeda cara
berkomunikasi kita dibanding ketika kita bercakap-cakap dengan teman yang
sudah biasa bergaul sehari-hari. Akan tetapi, kita juga akan bisa berkomunikasi
dengan kesadaran yang lebih tinggi dengan teman sehari-hari kita apabila teman
tersebut menyampaikan berita yang sangat menarik bagi kita. 5
Adanya perilaku-perilaku dalam berkomunikasi akan menimbulkan
asumsi-asumsi orang lain yang bisa benar atau belum tentu benar secara mutlak.
Sebagai contoh ketika seorang mahasiswa mempresentasikan makalahnya dengan

6
sering menggaruk-garuk kepalanya maka kita akan berasumsi bahwa mahasiswa
tersebut kurang siap, walaupun mahasiswa tersebut tidak demikian. Untuk
membuktikan bahwa niat atau kesengajaan bukan syarat mutlak berkomunikasi
dapat dilihat dari contoh kasus sebagai berikut; Ketika anak muda yang belum
tahu tata krama Yogya-Solo berjalan di depan orang yang lebih tua pada
masyarakat Yogyakarta dan Solo klasik dan ia tidak membungkukkan badan maka
dia akan dicap sebagai anak yang tidak punya tata krama walaupun anak itu tidak
sengaja.5

E. PRINSIP 5: KOMUNIKASI TERJADI DALAM KONTEKS RUANG DAN


WAKTU
Pesan komunikasi yang dikirim oleh pihak komunikan baik secara verbal
maupun nonverbal disesuaikan dengan tempat, di mana proses komunikasi itu
berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirim dan kapan komunikasi itu
berlangsung.5
Seseorang yang berkomunikasi akan menimbulkan makna-makna tertentu,
sedangkan makna tersebut berhubungan dengan konteks fisik/ruang, waktu, sosial,
dan psikologis. Sebagai contoh bahwa komunikasi berhubungan dengan ruang
adalah akan dianggap “kurang sopan” apabila menghadiri acara protokoler
dengan memakai kaos oblong. Adapun waktu dapat memengaruhi makna
komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut seoarang yang berlangganan koran
Republika dan koran itu selalu datang jam 05.30 kemudian dengan tiba-tiba
datang jam 09.00 tentunya pelanggan tersebut akan mempunyai persepsi-persepsi
tertentu.5

F. PRINSIP 6: KOMUNIKASI MELIBATKAN PREDIKSI PESERTA


KOMUNIKASI
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku
komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau
tata krama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana
orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari,
dan sering berlangsung cepat. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang
lain berdasarkan peran sosialnya, misalnya Anda mengetahui bagaimana tata
krama dalam berbahasa ketika Anda berhadapan dengan orangtua Anda atau

7
orang yang lebih tua. Misalnya tidak dapat menyapa orangtua Anda dengan
“kamu” atau “elu”.5

G. PRINSIP 7: KOMUNIKASI ITU BERSIFAT SISTEMIK


Setiap Individu adalah suatu sistem yang hidup (A Living System). Organ-
organ dalam tubuh kita saling berhubungan. Kerusakan mata dapat membuat
kepala kita pusing. Bahkan unsur diri kita yang bersifat jasmani juga berhubungan
dengan unsur kita yang bersifat rohani. 5
Komunikasi juga menyangkut suatu sistem dari unsur-unsurnya setidaknya
dua sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi itu sistem internal dan
eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang di bawah oleh
seseorang individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia serap selalu
sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya (keluarga, masyarakat
setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, dan lain-lain).
Sistem internal ini mengandung semua unsur yang membentuk indi-vidu yang
unik. Kita hanya dapat menduganya lewat kata-kata yang ia ucapkan dan perilaku
yang ia tunjukkan. Jumlah sistem internal ini adalah sebanyak individu yang ada. 5
Sistem eksternal terdiri dari unsur-unsur dalam lingkungan di luar
individu, termasuk kata-kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik,
kegaduhan di sekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan.
Lingkungan dan objek memengaruhi komunikasi kita namun persepsi kita atas
lingkungan kita juga memengaruhi kita berperilaku. 5

H. PRINSIP 8: SEMAKIN MIRIP LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA


SEMAKIN EFEKTIFLAH KOMUNIKASI
Jika dua orang melakukan komunikasi berasal dari suku yang sama,
pendidikan yang sama, maka ada kecenderungan dua pihak tersebut mempunyai
bahan yang sama untuk berkomunikasi.5
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan
harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Dalam
kenyataannya, tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka
kembar. Namun adanya kesamaan sekali lagi akan mendorong orang-orang untuk
saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka
menjadi lebih efektif.5

8
I. PRINSIP 9: KOMUNIKASI BERSIFAT NONSEKUENSIAL
Proses komunikasi bersifat sirkular dalam arti tidak berlangsung satu arah.
Melibatkan respon atau tanggapan sebagai bukti bahwa pesan yang dikirimkan itu
diterima dan dimengerti.5

J. PRINSIP 10: KOMUNIKASI BERSIFAT PROSESUAL, DINAMIS, DAN


TRANSAKSIONAL
Konsekuensi dari prinsip bahwa komunikasi adalah sebuah proses adalah
komunikasi itu dinamis dan transaksional. Ada proses saling memberi dan
menerima informasi di antara pihak-pihak yang melakukan komunikasi.5

K. PRINSIP 11: KOMUNIKASI BERSIFAT IRREVERSIBLE


Setiap orang yang melakukan proses komunikasi tidak dapat mengontrol
sedemikian rupa terhadap efek yang ditimbulkan oleh pesan yang dikirimkan.
Komunikasi tidak dapat ditarik kembali, jika seseorang sudah berkata menyakiti
orang lain, maka efek sakit hati tidak akan hilang begitu saja pada diri orang lain
tersebut.5

L. PRINSIP 12: KOMUNIKASI BUKAN PANASEA UNTUK


MENYELESAIKAN BERBAGAI MASALAH
Dalam arti bahwa komunikasi bukan satu-satunya obat mujarab yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah. Banyak persoalan dan konflik
antarmanusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukanlah
panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu, karena
konflik atau persoalan tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural. 5

2.1.6 KOMUNIKASI KESEHATAN


Menurut Notoatmodjo (2007), komunikasi kesehatan adalah usaha yang
sistematis untuk memengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan
menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan
komunikasi interpersonal, maupun komunikasi massa. Komunikasi kesehatan
meliputi informasi tentang pencegahan penyakit, promosi kesehatan, kebijakan
pemeliharaan kesehatan, kebijaksanaan pemeliharaan kesehatan, regulasi bisnis dalam
bidang kesehatan, yang sejauh mungkin mengubah dan membarui kualitas individu
dalam suatu komunitas atau masyarakat dengan mempertimbangkan aspek ilmu

9
pengetahuan dan etika. (Health Communication Partnership’s M/MC Health
Communication Materiels Database, 2004).2

2.1.7 RUANG LINGKUP KOMUNIKASI KESEHATAN


Ruang lingkup komunikasi kesehatan meliputi pencegahan penyakit, promosi
kesehatan, serta kebijakan kesehatan.2
1. Pencegahan Penyakit (Preventif)
Dalam garis besarnya usaha-usaha kesehatan, dapat dibagi dalam empat
golongan, yaitu:
a. Usaha pencegahan (usaha preventif).
b. Usaha pengobatan (usaha kuratif).
c. Usaha promotif.
d. Usaha rehabilitatif.2

Dari keempat jenis usaha ini, usaha pencegahan penyakit mendapat tempat
yang utama, karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil yang lebih
baik, serta memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan usaha
pengobatan maupun rehabilitasi. Dapat kita mengerti bahwa mencegah agar kaki
tidak patah akan memberikan hasil yang lebih baik serta memerlukan biaya yang
lebih murah dibandingkan dengan mengobati kaki yang sudah patah ataupun
merehabilitasi kaki patah dengan kaki buatan. 2
Leavell dan Clark dalam bukunya “Preventive Medicine for the Doctor in
his Community”, membagi usaha pencegahan penyakit dalam lima tingkatan yang
dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Usaha-usaha
pencegahan itu, yaitu:
a. Masa sebelum sakit.
b. Mempertinggi nilai kesehatan (health promotion).2

Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada


umumnya. Beberapa usaha di antaranya:
a. Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitasnya.
b. Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, seperti: penyediaan air rumah
tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran dan air
limbah, dan sebagainya.
c. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

10
d. Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian yang baik.
e. Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific
protection).2

2. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam
masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang
berguna untuk dirinya dan masyarakat, semaksimalnya sesuai dengan
kemampuannya. Rehabilitasi ini terdiri atas:
a. Rehabilitasi fisik
Yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan fisik semaksimalnya,
misalnya seorang yang karena kecelakaan, patah kakinya, perlu mendapatkan
rehabilitasi dari kaki yang patah yaitu dengan menggunakan kaki buatan yang
fungsinya sama dengan kaki yang sesungguhnya. 2
b. Rehabilitasi mental
Yaitu agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri dalam hubungan
perorangan dan sosial secara memuaskan sering kali bersamaan dengan
terjadinya cacat badania muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan mental
untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum
kembali ke dalam masyarakat.2
c. Rehabilitasi sosial vokasional
Yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan/ jabatan dalam
masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimalnya sesuai dengan
kemampuan dan ketidak mampuannya.2
d. Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa
keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak
dapat dikembalikan misalnya: penggunaan mata palsu. Usaha pengembalian
bekas penderita ini ke dalam masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian
dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami
keadaan mereka (fisik mental dan kemampuannya) sehingga memudahkan
mereka dalam proses penyesuaian dirinya dalam masyarakat dalam keadaan
yang sekarang ini. Sikap yang diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai
dengan falsafah Pancasila yang berdasarkan unsur kemanusiaan dan keadilan

11
sosial. Mereka yang direhabilitasi ini memerlukan bantuan dari setiap warga
masyarakat, bukan hanya berdasarkan belas kasihan semata-mata, melainkan
juga berdasarkan hak asasinya sebagai manusia.2

3. Promosi Kesehatan
Menurut Leavell dan Clark (1965), dari sudut pandang kesehatan
masyarakat, terdapat lima tingkat pencegahan terhadap penyakit, yaitu:
1. Promotion of health;
2. Specific protection;
3. Early diagnosis and prompt treatment;
4. Limitation of disability; dan
5. Rehabilitation.1

Organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk definisi


mengenai promosi kesehatan : “Health promotion is the process of enabling
people to increase control over, and improve, their health. To reach a state of
complete physical, mental, and social, well-being, an individual or group must be
able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or cope
with the environment.” (Ottawa Charter, 1986).2
Jadi, dapat disimpulkan dari kutipan di atas bahwa promosi kesehatan
adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan
yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu
mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah
atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya).
Dalam konferensi ini, health promotion dimaknai sebagai perluasan dari health
education atau pendidikan kesehatan.2

2.2 KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER - PASIEN DAN MASYARAKAT


Komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai
dokter. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian
masalah kesehatan pasien. Komunikasi yang efektif diharapkan dapat mengatasi kendala
yang dialami oleh kedua belah pihak. Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif

12
justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih
sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Dalam pemberian
pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan
kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan
masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. 6
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi
yang digunakan:
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication style.
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara
individu merupakan pengalaman unik. Keberhasilan komunikasi antara dokter dan
pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah
pihak.6

Tujuan komunikasi yang relevan dengan profesi dokter menurut Yusa (2006) adalah:
1. Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).
2. Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk
kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan
finansial.
3. Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan pasien.
4. Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit atau
masalah yang dihadapinya.
5. Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau hal-hal
yang telah disetujui pasien.6

Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi
keduanya (Kurtz, 1998).6
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), berdasarkan hari penelitian,
manfaat komunikasi efektif dokter-pasien adalah:

13
1. Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau
institusi pelayanan medis.
2. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan
dokter-pasien yang baik.
3. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.6

2.2.1 KOMUNIKASI INTRAPERSONAL


Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) adalah penggunaan
bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Merupakan
keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-
pesan. Individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan
balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi ini
dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi lainnya. Aktivitas komunikasi intrapersonal
yang dilakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya: berdo'a,
bersyukur, introspeksi diri, reaksi hati nurani, mendayagunakan kehendak bebas, dan
imajinasi secara kreatif. Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan
perubahan yang terjadi dalam hidup seseorang. Kita tidak terlahir dengan pemahaman
akan siapa diri kita, tetapi perilaku kita selama ini memainkan peranan penting
bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi. Pengetahuan mengenai diri
pribadi melalui proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi
saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Menurut Fisher
(1987), kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu
pada identitas spesifik dari individu sebagai berikut:
a. Konsep diri
Konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri.
Konsep diri sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Jika pengetahuan
seseorang baik, maka konsep diri seseorang itu baik pula, demikian pula
sebaliknya. Konsep diri dilakukan dengan penggolongan karakteristik sifat
pribadi, karakteristik sifat sosial, dan peran sosial.2
● Karakteristik pribadi, adalah sifat-sifat yang dimiliki seseorang, paling tidak
dalam persepsinya mengenai dirinya sendiri. Karakteristik ini dapat bersifat
fisik (laki-laki, perempuan, tinggi, rendah, cantik, tampan, gemuk, dsb) atau

14
dapat juga mengacu pada kemampuan tertentu (pandai, pendiam, cakap,
dungu, terpelajar, dsb).
● Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang ditampilkan dalam hubungan
seseorang dengan orang lain (ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert,
banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian atau tidak pedulian, dsb). Hal hal
ini mempengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang mencakup
hubungan dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu.
● Peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka seseorang
mendefinisikan hubungan sosialnya dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau
guru. Peran sosial ini juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama.
Meskipun pembahasan mengenai 'diri' yang mengacu pada diri sebagai
identitas tunggal, namun sebenarnya setiap orang memiliki berbagai identitas
diri yang berbeda (multiple selves).
b. Identitas diri yang berbeda
Identitas berbeda atau multiple selves adalah seseorang saat melakukan
berbagai aktivitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika terlibat komunikasi
antarpribadi, seseorang memiliki dua diri dalam konsep diri, yakni:

1. Persepsi mengenai diri sendiri, dan persepsi seseorang tentang persepsi orang
lain terhadap dirinya (meta persepsi).
2. Identitas berbeda dilihat saat seseorang memandang 'diri ideal' nya, yaitu saat
bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa dirinya 'sebenarnya' dan bagian
lain memperlihatkan seseorang ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri). 2

Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara, yaitu:
1. Cermin diri (reflective self), terjadi saat seseorang menjadi subyek dan obyek
diwaktu yang bersamaan.
2. Pribadi sosial (social self), adalah saat seseorang menggunakan orang lain
sebagai kriteria untuk menilai konsep dirinya, hal ini terjadi saat seseorang
berinteraksi. Dalam interaksi, reaksi orang lain merupakan informasi
mengenai diri seseorang, dan kemudian dia menggunakan informasi tersebut
untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep dirinya.

15
3. Perwujudan diri (becoming self), dimana perubahan konsep diri tidak terjadi
secara mendadak atau drastis, melainkan terjadi tahap demi tahap melalui
aktivitas sehari hari seseorang.2

Dalam komunikasi intrapersonal, dijelaskan bagaimana seseorang


menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya dan menghasilkannya
kembali. Proses pengolahan informasi tersebut, meliputi:
1. Sensasi
Tahap paling awal dalam penerimaan informasi adalah sensasi.
Menurut Dennis Coon, “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera,
yang tidak memerlukan penguraian verbal. Simbolis, atau konseptual, dan
terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera”. Sensasi adalah
proses menangkap stimuli. Dikelompokan tiga macam indera penerima, sesuai
sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal/
eksteroseptor, misal: mata,telinga) atau dari dalam diri (internal/ interoseptor,
misal: peredaran darah). Gerakan tubuh diindera oleh proprioseptor (misalnya,
organ vestibular). Melalui alat indra, manusia dapat memahami kualitas fisik
lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat indralah manusia memperoleh
pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, sensasi merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh alat-alat indera manusia untuk menginterpretasikan lingkungan
disekitarnya.2

2. Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).
Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi adalah proses memberi makna
pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata
lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Persepsi, seperti juga
sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya
yang mempengaruhi persepsi, yakni perhatian. Perhatian adalah proses mental
ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada
saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen) Faktor eksternal penarik

16
perhatian ditentukan oleh faktor situasional personal. Faktor situasional
terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau
penarik perhatian (attention getter).2

3. Memori
Memori adalah sistem terstruktur yang menyebabkan organisme
sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya
untuk membimbing perilakunya. Memori adalah proses menyimpan informasi
dan memanggilnya kembali. Pemanggilan pada memori, dapat diketahui
dengan empat cara, yakni:
a. Pengingatan (Recall), Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta
dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang
jelas.
b. Pengenalan (Recognition), Agak sukar untuk mengingat kembali
sejumlah fakta, lebih mudah mengenalnya.
c. Belajar lagi (Relearning), Menguasai kembali pelajaran yang sudah
kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
d. Reintegrasi (Redintegration), Merekonstruksi seluruh masa lalu dari
satu petunjuk memori kecil.2

4. Berpikir
Menurut Floyd L. Ruch, berpikir adalah manipulasi atau organisasi
unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga
tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Jelas berpikir
melibatkan penggunaan lambang, visual, atau grafis. Berpikir dilakukan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan
persoalan, dan menghasilkan yang baru. Berpikir adalah mengolah dan
memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan
respons. Terdapat 3 (tiga) macam alur berpikir, yaitu:
a. Deduktif: mengambil kesimpulan umum ke khusus.
b. Induktif: mengambil kesimpulan dari hal yang khusus digeneralisir.
c. Evaluatif: menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya. 2

17
2.2.2 KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Kegiatan komunikasi interpersonal merupakan kegiatan sehari-hari yang
paling banyak dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi
interpersonal (interpersonal communication) merupakan komunikasi yang
berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih. Menurut Effendi,
hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan
komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam mengubah sikap,
pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan.
Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan saat itu
juga.2
Komunikasi interpersonal dapat juga disebut sebagai komunikasi diadik
(dyadic). Menurut Redding (dalam Muhammad: 2004) komunikasi interpersonal
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Interaksi intim, termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili, dan
orang yang mempunyai ikatan emosional kuat.
b. Percakapan sosial, interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana.
c. Interogasi atau pemeriksaan, adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam
kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang lain.
d. Wawancara, salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang
terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. 2

Menurut Deddy Mulyana (2005), ciri-ciri komunikasi diadik adalah:


1. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat
2. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan,
baik secara verbal maupun nonverbal.2

Kenyataan komunikasi interpersonal ini membuat manusia merasa lebih akrab


dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat
kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggih pun.2
Menurut Muhammad (2004), komunikasi interpersonal mempunyai beberapa
tujuan, yakni:
a. Menemukan Diri Sendiri Salah
Satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau
pribadi. Bila terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar

18
banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi interpersonal
memberikan kesempatan untuk berbicara tentang apa yang disukai, atau mengenai
diri kita. Dengan membicarakan diri dengan orang lain, bisa memberikan umpan
balik pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita. 2

b. Menemukan Dunia Luar Dengan


Komunikasi interpersonal dapat memahami lebih banyak tentang diri
sendiri dan orang lain. Banyak informasi yang diketahui datang dari komunikasi
interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi yang datang dari media massa
seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami melalui interaksi
interpersonal.2

c. Membentuk Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti


Salah satu keinginan paling besar adalah membentuk dan memelihara
hubungan dengan orang lain. Banyak waktu digunakan dalam komunikasi
interpersonal diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan
orang lain.2

d. Berubah Sikap Dan Tingkah Laku


Banyak waktu digunakan mengubah sikap dan tingkah laku dengan
pertemuan interpersonal. Kita menginginkan mereka memilih cara tertentu,
misalnya mencoba diet baru, membeli barang tertentu, melihat film, menulis
membaca buku, memasuki bidang tertentu dan percaya bahwa sesuatu itu benar
atau salah.2

e. Untuk Bermain dan Kesenangan


Bermain mencakup semua aktivitas yang tujuan utama mencari
kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas waktu akhir pekan,
diskusi mengenai olahraga, menceritakan cerita lucu merupakan pembicaraan
untuk menghabiskan waktu.2

f. Untuk Membantu
Ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan komunikasi
interpersonal dalam kegiatan profesional untuk mengarahkan kliennya. Kita
semua berfungsi membantu orang lain dalam interaksi interpersonal sehari-hari.

19
Berkonsultasi dengan teman yang putus cinta, dengan mahasiswa tentang mata
kuliah yang sebaiknya diambil dan lain sebagainya. 2

Menurut Devito (1997) komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika memiliki :
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu tiga aspek komunikasi interpersonal, yakni:
Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya
berinteraksi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri
mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan
diri ini patut. Kedua. kesediaan komunikator bereaksi secara jujur terhadap
stimulus yang datang. Orang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap merupakan
peserta percakapan yang menjemukan. Diharapkan bereaksi secara terbuka
terhadap apa yang kita ucapkan. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak
acuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita
memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang
lain. Ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran yakni mengakui
perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang milik anda dan
bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini
adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama
tunggal).2

2. Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) empati adalah ”kemampuan seseorang untuk
‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari
sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di
pihak lain adalah merasakan bagian orang lain atau merasa ikut bersedih.
Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang
mengalaminya. Orang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman
orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk
masa mendatang. Secara nonverbal, dapat mengkomunikasikan empati dengan:
(1) keterlibatan aktif melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2)
konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan
kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.2

3. Sikap mendukung (supportiveness)

20
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Diperlihatkan sikap
mendukung dengan bersikap: (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan
strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin. 2

4. Sikap positif (positiveness)


Mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal ada dua
cara: (1) menyatakan sikap positif, dan (2) secara positif mendorong teman
berinteraksi. Sikap positif mengacu sedikitnya dua aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki
sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk
komunikasi sangat penting untuk interaksi efektif. Tidak ada yang lebih
menyenangkan berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi, atau
tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.2

5. Kesetaraan (Equality)
Di Setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang
mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis dari
yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.
Komunikasi interpersonal lebih efektif bila suasananya setara. Harus ada
pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan
berharga, dan para pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Kesetaraan tidak mengharuskan menerima dan menyetujui begitu saja semua
perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti menerima pihak lain,
atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan
”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.2

2.3 KOMUNIKASI INTERPROFESIONAL (HUBUNGAN DOKTER-TENAGA


KESEHATAN-PASIEN-MASYARAKAT)
Menurut the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE,
1997), IPE adalah dua atau lebih profesi belajar dengan, dari, dan tentang satu sama lain
untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan. IPE merupakan pendekatan

21
proses pendidikan dua atau lebih disiplin ilmu yang berbeda berkolaborasi dalam proses
belajar-mengajar dengan tujuan untuk membina interdisipliner/interaksi interprofessional
yang meningkatkan praktek disiplin masing-masing (ACCP, 2009). Menurut Cochrane
Collaboration, IPE terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa profesi kesehatan yang
berbeda melaksanakan pembelajaran interaktif bersama dengan tujuan untuk
meningkatkan kolaborasi interprofesional dan meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan
pasien.7
Komunikasi Interprofesional Education (IPE) meliputi :
1. Hubungan Dokter Gigi dengan Pasien

Komunikasi antara dokter dan pasien adalah bentuk komunikasi kesehatan


yang sifatnya interpersonal yang komplek. Proses komunikasi ini dikontrol bagaimana
bentuk hubungan yang berlangsung dalam proses komunikasi tersebut. Dalam
mengevaluasi pola kontrol komunikasi antara dokter dan pasien menurut Roter dan
Hall (1992) menggambarkan empat dasar bentuk hubungan antara dokter dan pasien
yaitu : bentuk standar (default), bentuk paternalistik (paternalistic), konsumtif
(consumerist) dan mutualistik (mutualistic). Hubungan standar ditandai dengan
kurangnya kontrol di kedua pihak baik dokter maupun si pasien , dan jelas jauh dari
ideal. Bentuk paternalistik ditandai hubungan oleh dokter yang dominan dan pasien
pasif, sedangkan konsumerisme dikaitkan dengan sebaliknya, dengan itu fokus pada
“hak dan kewajiban” dokter kepada pasien. Akhirnya, bentuk hubungan mutualistik
ditandai oleh berbagi dalam pengambilan keputusan, dan sering menganjurkan jenis
hubunga terbaik untuk saling memahami (Dianne Berry, 2007;75).8
Bentuk hubungan Komunikasi antara dokter dan pasien ditekankan pada
terjadinya komunikasi efektif antara dokter dan pasien yang memberikan manfaat.
Edelmann (2000) mengidentifikasi empat faktor utama yang mungkin mempengaruhi
sifat dan efektivitas komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu :
1. Karakteristik dokter (jenis kelamin dan pengalaman).
2. Karakteristik pasien (jenis kelamin, kelas sosial, usia, pendidikan dan keinginan
akan informasi).
3. Perbedaan antara kedua belah pihak dalam hal kelas sosial dan pendidikan sikap,
keyakinan dan harapan.
4. Faktor-faktor situasional (beban pasien, tingkat kenalan dan sifat masalah yang
diajukan). Dalam komunikasi kesehatan, pasien sering kali terjadi justru pasien

22
yang mengalami derajat kecemasan ketika mengunjungi dokter, dan
mempengaruhi interaksi di antara mereka. Masuk ke rumah sakit dapat menjadi
pengalaman yang sangat mengganggu. Pasien sering menemukan diri mereka di
lingkungan yang asing, terpisah dari keluarga dan teman-teman, dengan
kehilangan ruang pribadi, privasi dan kemandirian, dan sering merasa tidak pasti
tentang masalah kesehatan dan pengobatan. Faktor-faktor ini sering menyebabkan
mereka merasa sangat rentan, dan cenderung mempengaruhi cara mereka
berkomunikasi dengan dokter atau profesional kesehatan lainnya (Dianne Berry,
2007: 12).8
Hal ini menuntut kemampuan seorang dokter untuk memiliki kemempuan
berkomunikasi dengan baik terhadap pasiennya untuk mencapai sejumlah tujuan yang
berbeda. Sejalan dengan hal ini, menurut Ong, dkk (1995) yang dikutip oleh Dianne
Berry, (2007: 28 ) mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) tujuan yang berbeda
komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu : (1) menciptakan hubungan interpersonal
yang baik (creating a good interpersonal relationship), (2) pertukaran informasi
(exchange of information), dan (3) pengambilan keputusan medis (medical decision
making).8

2. Hubungan Dokter Gigi dengan Tenaga Kesehatan


Menurut Berridge (2010), komunikasi interprofesi merupakan faktor yang
sangat berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien, karena melalui
komunikasi interprofesi yang berjalan efektif, akan menghindarkan tim tenaga
kesehatan dari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan medical error, sehingga
perlu adanya kurikulum pembelajaran IPE yang mampu melatih kemampuan
mahasiswa dalam sebuah kolaborasi interprofesi.7
Berikut ini adalah karakter dalam komunikasi interprofesi kesehatan yang
kami temukan melalui serangkaian penelitian ilmiah bersama dengan profesi dokter,
perawat, apoteker dan gizi kesehatan dan telah mendapatkan validasi oleh pakar
komunikasi dari Indonesia maupun Eropa (Claramita, et.al, 2012) :
1. Mampu menghormati (Respect) tugas, peran dan tanggung jawab profesi
kesehatan lain, yang dilandasi kesadaran atau sikap masing-masing pihak bahwa
setiap profesi kesehatan dibutuhkan untuk saling bekerjasama demi keselamatan
pasien (Patient Safety) dan keselamatan petugas kesehatan (Provider Safety).

23
2. Membina hubungan komunikasi dengan prinsip kesetaraan antar profesi
kesehatan.
3. Mampu untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif antar petugas kesehatan
yang berbeda profesi dalam.
4. Berinisiatif membahas kepentingan pasien bersama profesi kesehatan lain.
5. Pembahasan mengenai masalah pasien dengan tujuan keselamatan pasien bisa
dilakukan antar individu ataupun antar kelompok profesi kesehatan yang berbeda.
6. Mampu menjaga etika saat menjalin hubungan kerja dengan profesi kesehatan
yang lain.
7. Mampu membicarakan dengan profesi kesehatan yang lain mengenai proses
pengobatan (termasuk alternatif/tradisional).
8. Informasi yang bersifat komplimenter/saling melengkapi: kemampuan untuk
berbagi informasi yang appropriate dengan petugas kesehatan dari profesi yang
berbeda (baik tertulis di medical record, verbal maupun non-verbal).
9. Paradigma saling membantu dan melengkapi tugas antar profesi kesehatan sesuai
dengan tugas, peran dan fungsi profesi masing-masing.
10. Negosiasi: Kemampuan untuk mencapai persetujuan bersama antar profesi
kesehatan mengenai masalah kesehatan pasien.
11. Kolaborasi: Kemampuan bekerja sama dengan petugas kesehatan dari profesi
yang lain dalam menyelesaikan masalah kesehatan pasien. 9

3. Hubungan Dokter Gigi dengan Masyarakat


Seorang dokter juga diharapkan dapat menjadi agen perubahan dalam
kesehatan masyarakat. Seorang dokter yang ideal salah satunya harus mampu berlaku
sebagai komunikator yang melakukan persuasi kepada individu, keluarga dan
masyarakat untuk melaksanakan gaya hidup yang sehat dan menjadi mitra dalam
program kesehatan (Boelen, 1994).10
Upaya untuk melakukan perubahan perilaku kesehatan dalam bentuk kegiatan-
kegiatan promosi kesehatan yang telah lama digagas sejak Konferensi Ottawa tahun
1986 tetaplah relevan dengan permasalahan saat ini. Sudah banyak studi yang
menyimpulkan bahwa penyakit-penyakit tidak menular dan penyakit kronis seperti
penyakit kardiovaskuler dan kanker sangat erat kaitannya dengan gaya hidup.
Penanganan penyakit-penyakit kronis tersebut membutuhkan penanganan dengan
pendekatan integratif, mulai dari aspek preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif

24
sejak di tingkat pelayanan kesehatan primer. 10 Oleh karena itu, seorang dokter harus
ikut serta pula dalam membangun mediasi dan advokasi kesehatan dengan melibatkan
masyarakat selain harus mampu menangani kesehatan individual. 11

Perkembangan media pada dewasa ini sangat potensial untuk menunjang


peran dokter sebagai komunikator. Di berbagai negara telah tumbuh berbagai ragam
intervensi untuk mengubah perilaku kesehatan masyarakat. Salah satu bentuk
intervensi tersebut adalah konseling kepada pasien, baik secara langsung maupun
melalui media interpersonal tertentu misalnya telepon dan email. Suatu projek pilot
untuk mengubah perilaku diet untuk mengurangi risiko penyakit kronis menunjukkan
bahwa konseling lewat telepon (delapan kali konseling) dapat mengubah perilaku
pasien untuk mengkonsumsi sayur dan buah lebih banyak.12

4. Hubungan Tenaga Kesehatan dengan Pasien


Menurut Uchjana (2008), komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara
komunikator dengan seorang komunikan, dalam hal ini antara perawat dengan pasien.
Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap,
pendapat, dan perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan.
Pentingnya komunikasi interpersonal bagi perawat ialah karena perawat dapat
mengetahui diri pasien selengkap-lengkapnya. Perawat dapat mengetahui namanya,
pekerjaannya, pendidikannya, agamanya, pengalamannya, cita-citanya, dan
sebagainya, yang penting adalah dapat mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya.
Dengan demikian perawat dapat mengarahkan pasien kesuatu tujuan sebagaimana
pasien inginkan, dengan begitu pasien akan merasa puas dan terpenuhi harapannnya.
Memuaskan dalam hal ini adalah apa yang dirasakan pasien, misalnya seperti
bagaimana perawat merespon dengan cepat setiap keluhan yang dirasakan pasien,
keterampilan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan sehingga pasien merasa
aman dan nyaman, membantu pasien dan memberikan jasa dengan cepat, tepat dan
tanggap, serta tanggung jawab dalam pelayanan terhadap pasien. 13

5. Hubungan Tenaga Kesehatan dengan Masyarakat


Tenaga kesehatan seharusnya tidak bersikap menggurui terhadap masyarakat,
tetapi berbincang pada tingkat yang sama dan dapat mengkomunikasikan
penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan. Pada dasarnya komunikasi
antara masyarakat dengan petugas kesehatan mempunyai tujuan agar antara tenaga

25
kesehatan dan klien dapat saling bertukar pikiran, membantu menyelesaikan masalah
yang dihadapi klien, membantu membuat keputusan dan dapat melakukan tindakan
yang sesuai dengan kehidupan klien. Mendengarkan merupakan alat yang paling
penting bagi petugas dan klien untuk menerima pesan secara utuh satu sama lain. 14

26
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Komunikasi adalah suatu aktivitas dua pihak atau lebih yang memberikan
informasi. Unsur-unsur penting dari komunikasi ialah pengirim pesan, isi pesan, dan
penerima pesan yang mengirimkan feedback. Terdapat 12 prinsip komunikasi yang bisa
diterapkan pada kegiatan sehari-hari agar komunikasi dapat berjalan dengan baik dan
efektif. Dari prinsip-prinsip tersebut kita dapat mengetahui strategi-strategi yang harus
dilakukan dalam komunikasi.
Komunikasi kesehatan sendiri adalah proses pengiriman pesan (interpersonal
atau komunikasi massa) yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku kesehatan
masyarakat. Ruang lingkup dari komunikasi kesehatan terdiri dari aktivitas pencegahan
(preventif), rehabilitasi, dan promosi kesehatan. Dari ketiga hal tersebut, pencegahan
(preventif) adalah cara utama untuk meningkatkan perilaku masyarakat yang baik.
Komunikasi Interprofessional Education menurut the Center for the
Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997) adalah dua atau lebih
profesi belajar dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi
dan kualitas pelayanan. Komunikasi Interprofesional Education (IPE) meliputi : (1)
Hubungan Dokter Gigi dengan Pasien, (2) Hubungan Dokter Gigi dengan Tenaga
Kesehatan, (3) Hubungan Dokter Gigi dengan Masyarakat, (4) Hubungan Tenaga
Kesehatan dengan Pasien, (5) Hubungan Tenaga Kesehatan dengan Masyarakat.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. John J. Textbook of Preventive and Community Dentistry. Edisi 3. India: CBS Publishers
& Distributors; 2017.
2. Adhani R. Etika & Komunikasi Dokter - Pasien - Mahasiswa. Banjarmasin: Grafika
Wangi Kalimantan; 2014. 1-7 p. 13-22 p.
3. Bahfiarti T. Buku Ajar Dasar-Dasar Teori Komunikasi. Makassar: Universitas
Hasanuddin; 2012. 9 p.
4. Nurbeti M. Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Kompetensi Dokter Umum. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia. 2012: 177 p.
5. Harahap RA, Putra FE. Buku Ajar Komunikasi Kesehatan. Edisi Pertama. Jakarta:
Prenamedia Group; 2019. 98-104 p.
6. Fourianalistyawati E. Komunikasi Yang Relevan dan Efektif antara Dokter dan Pasien.
Jakarta: Universitas YARSI; 2012. 85-86 p.
7. Yayi Suryo, Fatwasari. Buku Acuan Umum CFHC – IPE. Fak. Ked. UGM. 2014
8. Arianto. Jurnal Komunikasi Kesehatan (Komunikasi antara dokter dan pasien). Univ
Tadakulo - Palu. 2013.
9. Claramita M, Sedyowinarso M, Huriyati E, Wahyuningsih MS. 2012. Interprofessional
Communication Guideline using principle of “Greet-Invite-Discuss”.
10. Beaglehole R, Epping-Jordan J, Patel V, Chopra M, Ebrahim S, Kidd M. et al. Improving
the prevention and management of chronic disease in low-income and middle-income
countries: a priority for primary health care. Lancet 2008;372 (9642): 940-949 p.
11. Liliweri A. Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2008.
12. Newman VA, Flatt SW, Pierce JP. Telephone counseling promotes dietary change in
healthy adults: results of a pilot trial. J Am Diet Assoc 2008;108(8):1350-1354.
13. Mirnawati S. Hubungan komunikasi interpersonal perawat dengan kepuasan pasien
rawat inap di ruang cempaka rsud aw sjahranie samarinda. Ej Psi. 2014; 2(1): 107 p.
14. Hutagaol EE, Agustin H. Komunikasi interpersonal petugas Kesehatan dalam kegiatan
posyandu diwilayah kerja puskesmas muara siberut kabupaten mentawai. J KesMas.
2012 Mar-Sep;6(2); p 108.

28

Anda mungkin juga menyukai