KOMUNIKASI EFEKTIF
DOSEN PEMBIMBING:
KELAS C / KELOMPOK 3
KARLINA RAHMA MAHARANI (201911081)
KEVIN YUAN SAPUTRA (201911082)
KHOFIFAH (201911083)
KIANTI RAESA ISLAMIAH (201911084)
LAURA REGITHA REVIANANDA (201911085)
LIA (201911086)
LIDYA OKTAVIA (201911087)
LITTA IRSANIA (201911088)
LUCKY ANANDA LOURIANDONO (201911089)
M. RAFA DANI UTAMA (201911090)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kemudahan
bagi kami penyusun untuk dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Makalah ini
merupakan tugas dari mata kuliah ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT (IKGM) I
tentang dasar-dasar komunikasi dan komunikasi kesehatan, komunikasi efektif dokter -
pasien dan masyarakat, dan komunikasi interprofesional (hubungan dokter - tenaga
kesehatan - pasien - masyarakat, yang mana dengan tugas ini kami sebagai mahasiswa dapat
mengetahui lebih jauh dari materi yang diberikan dosen presentator.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta
membantu penyelesaian makalah ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT (IKGM) I,
terutama kepada Mutiara Rina, drg., M.PH selaku fasilitator. Makalah ini kiranya tidak akan
selesai tanpa bantuan dari beberapa pihak yang terus mendorong penulis untuk
menyelesaikannya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
menyelesaikan dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima kritik dan saran guna penyempurnaan makalah ini. Akhir kata
kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
i
DAFTAR ISI
BAB I ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................................ 2
PENUTUP.................................................................................................................... 27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), merupakan proses
komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.
3. Komunikasi Publik (Public Communication), merupakan proses komunikasi di
mana pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan
khalayak yang lebih besar.
4. Komunikasi Massa (Mass Communication), merupakan proses komunikasi yang
berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada
khalayak yang sifatnya massal melalui alat yang bersifat mekanis separti radio,
televisi, surat kabar dan film.2
3
Gambar 1. Konsep Komponen Komunikasi.3
Proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui
saluran tertentu/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan,
saluran/media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi.4
Secara ringkas, proses berlangsungnya komunikasi digambarkan, sebagai berikut.
1. Komunikator (sender) yang berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu
pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan berupa informasi
dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua
pihak.
2. Pesan (message) disampaikan melalui suatu media atau saluran secara langsung
maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui telepon, surat, e-
mail, atau media lainnya.
3. Media (channel), alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator ke
komunikan.
4. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi
pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan itu
sendiri.
5. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas
pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan
yang dimaksud oleh si pengirim.2
4
7. Menunjuk ikatan dengan orang lain.
8. Memutuskan untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu.
9. Meningkatkan kesadaran pribadi, kesadaran fisik.2
5
B. PRINSIP 2: SETIAP PELAKU MEMPUNYAI POTENSI KOMUNIKASI
Setiap orang tidak bebas nilai, pada saat orang tersebut tidak bermaksud
mengkomunikasikan sesuatu, tetapi dimaknai oleh orang lain maka orang tersebut
sudah terlibat dalam proses berkomunikasi. Gerak tubuh, ekspresi wajah
(komunikasi nonverbal) seseorang dapat dimaknai oleh orang lain menjadi suatu
stimulus.5
Kita tidak dapat berkomunikasi (we cannot not communicate). Tidak
berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi
bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. 5
6
sering menggaruk-garuk kepalanya maka kita akan berasumsi bahwa mahasiswa
tersebut kurang siap, walaupun mahasiswa tersebut tidak demikian. Untuk
membuktikan bahwa niat atau kesengajaan bukan syarat mutlak berkomunikasi
dapat dilihat dari contoh kasus sebagai berikut; Ketika anak muda yang belum
tahu tata krama Yogya-Solo berjalan di depan orang yang lebih tua pada
masyarakat Yogyakarta dan Solo klasik dan ia tidak membungkukkan badan maka
dia akan dicap sebagai anak yang tidak punya tata krama walaupun anak itu tidak
sengaja.5
7
orang yang lebih tua. Misalnya tidak dapat menyapa orangtua Anda dengan
“kamu” atau “elu”.5
8
I. PRINSIP 9: KOMUNIKASI BERSIFAT NONSEKUENSIAL
Proses komunikasi bersifat sirkular dalam arti tidak berlangsung satu arah.
Melibatkan respon atau tanggapan sebagai bukti bahwa pesan yang dikirimkan itu
diterima dan dimengerti.5
9
pengetahuan dan etika. (Health Communication Partnership’s M/MC Health
Communication Materiels Database, 2004).2
Dari keempat jenis usaha ini, usaha pencegahan penyakit mendapat tempat
yang utama, karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil yang lebih
baik, serta memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan usaha
pengobatan maupun rehabilitasi. Dapat kita mengerti bahwa mencegah agar kaki
tidak patah akan memberikan hasil yang lebih baik serta memerlukan biaya yang
lebih murah dibandingkan dengan mengobati kaki yang sudah patah ataupun
merehabilitasi kaki patah dengan kaki buatan. 2
Leavell dan Clark dalam bukunya “Preventive Medicine for the Doctor in
his Community”, membagi usaha pencegahan penyakit dalam lima tingkatan yang
dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Usaha-usaha
pencegahan itu, yaitu:
a. Masa sebelum sakit.
b. Mempertinggi nilai kesehatan (health promotion).2
10
d. Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian yang baik.
e. Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific
protection).2
2. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam
masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang
berguna untuk dirinya dan masyarakat, semaksimalnya sesuai dengan
kemampuannya. Rehabilitasi ini terdiri atas:
a. Rehabilitasi fisik
Yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan fisik semaksimalnya,
misalnya seorang yang karena kecelakaan, patah kakinya, perlu mendapatkan
rehabilitasi dari kaki yang patah yaitu dengan menggunakan kaki buatan yang
fungsinya sama dengan kaki yang sesungguhnya. 2
b. Rehabilitasi mental
Yaitu agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri dalam hubungan
perorangan dan sosial secara memuaskan sering kali bersamaan dengan
terjadinya cacat badania muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan mental
untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum
kembali ke dalam masyarakat.2
c. Rehabilitasi sosial vokasional
Yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan/ jabatan dalam
masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimalnya sesuai dengan
kemampuan dan ketidak mampuannya.2
d. Rehabilitasi aesthetis
Usaha rehabilitasi aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa
keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak
dapat dikembalikan misalnya: penggunaan mata palsu. Usaha pengembalian
bekas penderita ini ke dalam masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian
dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami
keadaan mereka (fisik mental dan kemampuannya) sehingga memudahkan
mereka dalam proses penyesuaian dirinya dalam masyarakat dalam keadaan
yang sekarang ini. Sikap yang diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai
dengan falsafah Pancasila yang berdasarkan unsur kemanusiaan dan keadilan
11
sosial. Mereka yang direhabilitasi ini memerlukan bantuan dari setiap warga
masyarakat, bukan hanya berdasarkan belas kasihan semata-mata, melainkan
juga berdasarkan hak asasinya sebagai manusia.2
3. Promosi Kesehatan
Menurut Leavell dan Clark (1965), dari sudut pandang kesehatan
masyarakat, terdapat lima tingkat pencegahan terhadap penyakit, yaitu:
1. Promotion of health;
2. Specific protection;
3. Early diagnosis and prompt treatment;
4. Limitation of disability; dan
5. Rehabilitation.1
12
justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih
sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Dalam pemberian
pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan
kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan
masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien. 6
Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi
yang digunakan:
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication style.
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara
individu merupakan pengalaman unik. Keberhasilan komunikasi antara dokter dan
pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah
pihak.6
Tujuan komunikasi yang relevan dengan profesi dokter menurut Yusa (2006) adalah:
1. Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan pasien).
2. Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien, untuk
kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk kemampuan
finansial.
3. Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah kesehatan pasien.
4. Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang penyakit atau
masalah yang dihadapinya.
5. Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah atau hal-hal
yang telah disetujui pasien.6
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi
keduanya (Kurtz, 1998).6
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), berdasarkan hari penelitian,
manfaat komunikasi efektif dokter-pasien adalah:
13
1. Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau
institusi pelayanan medis.
2. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan
dokter-pasien yang baik.
3. Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
4. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam
menghadapi penyakitnya.6
14
dapat juga mengacu pada kemampuan tertentu (pandai, pendiam, cakap,
dungu, terpelajar, dsb).
● Karakteristik sosial adalah sifat-sifat yang ditampilkan dalam hubungan
seseorang dengan orang lain (ramah atau ketus, ekstrovert atau introvert,
banyak bicara atau pendiam, penuh perhatian atau tidak pedulian, dsb). Hal hal
ini mempengaruhi peran sosial kita, yaitu segala sesuatu yang mencakup
hubungan dengan orang lain dan dalam masyarakat tertentu.
● Peran sosial merupakan bagian dari konsep diri, maka seseorang
mendefinisikan hubungan sosialnya dengan orang lain, seperti: ayah, istri, atau
guru. Peran sosial ini juga dapat terkait dengan budaya, etnik, atau agama.
Meskipun pembahasan mengenai 'diri' yang mengacu pada diri sebagai
identitas tunggal, namun sebenarnya setiap orang memiliki berbagai identitas
diri yang berbeda (multiple selves).
b. Identitas diri yang berbeda
Identitas berbeda atau multiple selves adalah seseorang saat melakukan
berbagai aktivitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika terlibat komunikasi
antarpribadi, seseorang memiliki dua diri dalam konsep diri, yakni:
1. Persepsi mengenai diri sendiri, dan persepsi seseorang tentang persepsi orang
lain terhadap dirinya (meta persepsi).
2. Identitas berbeda dilihat saat seseorang memandang 'diri ideal' nya, yaitu saat
bagian kala konsep diri memperlihatkan siapa dirinya 'sebenarnya' dan bagian
lain memperlihatkan seseorang ingin 'menjadi apa' (idealisasi diri). 2
Proses pengembangan kesadaran diri ini diperoleh melalui tiga cara, yaitu:
1. Cermin diri (reflective self), terjadi saat seseorang menjadi subyek dan obyek
diwaktu yang bersamaan.
2. Pribadi sosial (social self), adalah saat seseorang menggunakan orang lain
sebagai kriteria untuk menilai konsep dirinya, hal ini terjadi saat seseorang
berinteraksi. Dalam interaksi, reaksi orang lain merupakan informasi
mengenai diri seseorang, dan kemudian dia menggunakan informasi tersebut
untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep dirinya.
15
3. Perwujudan diri (becoming self), dimana perubahan konsep diri tidak terjadi
secara mendadak atau drastis, melainkan terjadi tahap demi tahap melalui
aktivitas sehari hari seseorang.2
2. Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).
Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi adalah proses memberi makna
pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata
lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Persepsi, seperti juga
sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya
yang mempengaruhi persepsi, yakni perhatian. Perhatian adalah proses mental
ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada
saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen) Faktor eksternal penarik
16
perhatian ditentukan oleh faktor situasional personal. Faktor situasional
terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau
penarik perhatian (attention getter).2
3. Memori
Memori adalah sistem terstruktur yang menyebabkan organisme
sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya
untuk membimbing perilakunya. Memori adalah proses menyimpan informasi
dan memanggilnya kembali. Pemanggilan pada memori, dapat diketahui
dengan empat cara, yakni:
a. Pengingatan (Recall), Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta
dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang
jelas.
b. Pengenalan (Recognition), Agak sukar untuk mengingat kembali
sejumlah fakta, lebih mudah mengenalnya.
c. Belajar lagi (Relearning), Menguasai kembali pelajaran yang sudah
kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
d. Reintegrasi (Redintegration), Merekonstruksi seluruh masa lalu dari
satu petunjuk memori kecil.2
4. Berpikir
Menurut Floyd L. Ruch, berpikir adalah manipulasi atau organisasi
unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga
tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Jelas berpikir
melibatkan penggunaan lambang, visual, atau grafis. Berpikir dilakukan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan
persoalan, dan menghasilkan yang baru. Berpikir adalah mengolah dan
memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan
respons. Terdapat 3 (tiga) macam alur berpikir, yaitu:
a. Deduktif: mengambil kesimpulan umum ke khusus.
b. Induktif: mengambil kesimpulan dari hal yang khusus digeneralisir.
c. Evaluatif: menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya. 2
17
2.2.2 KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Kegiatan komunikasi interpersonal merupakan kegiatan sehari-hari yang
paling banyak dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Komunikasi
interpersonal (interpersonal communication) merupakan komunikasi yang
berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih. Menurut Effendi,
hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan
komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam mengubah sikap,
pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan.
Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan saat itu
juga.2
Komunikasi interpersonal dapat juga disebut sebagai komunikasi diadik
(dyadic). Menurut Redding (dalam Muhammad: 2004) komunikasi interpersonal
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Interaksi intim, termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili, dan
orang yang mempunyai ikatan emosional kuat.
b. Percakapan sosial, interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana.
c. Interogasi atau pemeriksaan, adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam
kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang lain.
d. Wawancara, salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang
terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. 2
18
banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi interpersonal
memberikan kesempatan untuk berbicara tentang apa yang disukai, atau mengenai
diri kita. Dengan membicarakan diri dengan orang lain, bisa memberikan umpan
balik pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita. 2
f. Untuk Membantu
Ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan komunikasi
interpersonal dalam kegiatan profesional untuk mengarahkan kliennya. Kita
semua berfungsi membantu orang lain dalam interaksi interpersonal sehari-hari.
19
Berkonsultasi dengan teman yang putus cinta, dengan mahasiswa tentang mata
kuliah yang sebaiknya diambil dan lain sebagainya. 2
Menurut Devito (1997) komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika memiliki :
1. Keterbukaan (Openness)
Kualitas keterbukaan mengacu tiga aspek komunikasi interpersonal, yakni:
Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya
berinteraksi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri
mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan
diri ini patut. Kedua. kesediaan komunikator bereaksi secara jujur terhadap
stimulus yang datang. Orang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap merupakan
peserta percakapan yang menjemukan. Diharapkan bereaksi secara terbuka
terhadap apa yang kita ucapkan. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak
acuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita
memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang
lain. Ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran yakni mengakui
perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah memang milik anda dan
bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini
adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama
tunggal).2
2. Empati (empathy)
Henry Backrack (1976) empati adalah ”kemampuan seseorang untuk
‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari
sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di
pihak lain adalah merasakan bagian orang lain atau merasa ikut bersedih.
Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang
mengalaminya. Orang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman
orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk
masa mendatang. Secara nonverbal, dapat mengkomunikasikan empati dengan:
(1) keterlibatan aktif melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2)
konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan
kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.2
20
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Diperlihatkan sikap
mendukung dengan bersikap: (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan
strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin. 2
5. Kesetaraan (Equality)
Di Setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang
mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis dari
yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.
Komunikasi interpersonal lebih efektif bila suasananya setara. Harus ada
pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan
berharga, dan para pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Kesetaraan tidak mengharuskan menerima dan menyetujui begitu saja semua
perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti menerima pihak lain,
atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan
”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.2
21
proses pendidikan dua atau lebih disiplin ilmu yang berbeda berkolaborasi dalam proses
belajar-mengajar dengan tujuan untuk membina interdisipliner/interaksi interprofessional
yang meningkatkan praktek disiplin masing-masing (ACCP, 2009). Menurut Cochrane
Collaboration, IPE terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa profesi kesehatan yang
berbeda melaksanakan pembelajaran interaktif bersama dengan tujuan untuk
meningkatkan kolaborasi interprofesional dan meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan
pasien.7
Komunikasi Interprofesional Education (IPE) meliputi :
1. Hubungan Dokter Gigi dengan Pasien
22
yang mengalami derajat kecemasan ketika mengunjungi dokter, dan
mempengaruhi interaksi di antara mereka. Masuk ke rumah sakit dapat menjadi
pengalaman yang sangat mengganggu. Pasien sering menemukan diri mereka di
lingkungan yang asing, terpisah dari keluarga dan teman-teman, dengan
kehilangan ruang pribadi, privasi dan kemandirian, dan sering merasa tidak pasti
tentang masalah kesehatan dan pengobatan. Faktor-faktor ini sering menyebabkan
mereka merasa sangat rentan, dan cenderung mempengaruhi cara mereka
berkomunikasi dengan dokter atau profesional kesehatan lainnya (Dianne Berry,
2007: 12).8
Hal ini menuntut kemampuan seorang dokter untuk memiliki kemempuan
berkomunikasi dengan baik terhadap pasiennya untuk mencapai sejumlah tujuan yang
berbeda. Sejalan dengan hal ini, menurut Ong, dkk (1995) yang dikutip oleh Dianne
Berry, (2007: 28 ) mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) tujuan yang berbeda
komunikasi antara dokter dan pasien, yaitu : (1) menciptakan hubungan interpersonal
yang baik (creating a good interpersonal relationship), (2) pertukaran informasi
(exchange of information), dan (3) pengambilan keputusan medis (medical decision
making).8
23
2. Membina hubungan komunikasi dengan prinsip kesetaraan antar profesi
kesehatan.
3. Mampu untuk menjalin komunikasi dua arah yang efektif antar petugas kesehatan
yang berbeda profesi dalam.
4. Berinisiatif membahas kepentingan pasien bersama profesi kesehatan lain.
5. Pembahasan mengenai masalah pasien dengan tujuan keselamatan pasien bisa
dilakukan antar individu ataupun antar kelompok profesi kesehatan yang berbeda.
6. Mampu menjaga etika saat menjalin hubungan kerja dengan profesi kesehatan
yang lain.
7. Mampu membicarakan dengan profesi kesehatan yang lain mengenai proses
pengobatan (termasuk alternatif/tradisional).
8. Informasi yang bersifat komplimenter/saling melengkapi: kemampuan untuk
berbagi informasi yang appropriate dengan petugas kesehatan dari profesi yang
berbeda (baik tertulis di medical record, verbal maupun non-verbal).
9. Paradigma saling membantu dan melengkapi tugas antar profesi kesehatan sesuai
dengan tugas, peran dan fungsi profesi masing-masing.
10. Negosiasi: Kemampuan untuk mencapai persetujuan bersama antar profesi
kesehatan mengenai masalah kesehatan pasien.
11. Kolaborasi: Kemampuan bekerja sama dengan petugas kesehatan dari profesi
yang lain dalam menyelesaikan masalah kesehatan pasien. 9
24
sejak di tingkat pelayanan kesehatan primer. 10 Oleh karena itu, seorang dokter harus
ikut serta pula dalam membangun mediasi dan advokasi kesehatan dengan melibatkan
masyarakat selain harus mampu menangani kesehatan individual. 11
25
kesehatan dan klien dapat saling bertukar pikiran, membantu menyelesaikan masalah
yang dihadapi klien, membantu membuat keputusan dan dapat melakukan tindakan
yang sesuai dengan kehidupan klien. Mendengarkan merupakan alat yang paling
penting bagi petugas dan klien untuk menerima pesan secara utuh satu sama lain. 14
26
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Komunikasi adalah suatu aktivitas dua pihak atau lebih yang memberikan
informasi. Unsur-unsur penting dari komunikasi ialah pengirim pesan, isi pesan, dan
penerima pesan yang mengirimkan feedback. Terdapat 12 prinsip komunikasi yang bisa
diterapkan pada kegiatan sehari-hari agar komunikasi dapat berjalan dengan baik dan
efektif. Dari prinsip-prinsip tersebut kita dapat mengetahui strategi-strategi yang harus
dilakukan dalam komunikasi.
Komunikasi kesehatan sendiri adalah proses pengiriman pesan (interpersonal
atau komunikasi massa) yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku kesehatan
masyarakat. Ruang lingkup dari komunikasi kesehatan terdiri dari aktivitas pencegahan
(preventif), rehabilitasi, dan promosi kesehatan. Dari ketiga hal tersebut, pencegahan
(preventif) adalah cara utama untuk meningkatkan perilaku masyarakat yang baik.
Komunikasi Interprofessional Education menurut the Center for the
Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997) adalah dua atau lebih
profesi belajar dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi
dan kualitas pelayanan. Komunikasi Interprofesional Education (IPE) meliputi : (1)
Hubungan Dokter Gigi dengan Pasien, (2) Hubungan Dokter Gigi dengan Tenaga
Kesehatan, (3) Hubungan Dokter Gigi dengan Masyarakat, (4) Hubungan Tenaga
Kesehatan dengan Pasien, (5) Hubungan Tenaga Kesehatan dengan Masyarakat.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. John J. Textbook of Preventive and Community Dentistry. Edisi 3. India: CBS Publishers
& Distributors; 2017.
2. Adhani R. Etika & Komunikasi Dokter - Pasien - Mahasiswa. Banjarmasin: Grafika
Wangi Kalimantan; 2014. 1-7 p. 13-22 p.
3. Bahfiarti T. Buku Ajar Dasar-Dasar Teori Komunikasi. Makassar: Universitas
Hasanuddin; 2012. 9 p.
4. Nurbeti M. Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Kompetensi Dokter Umum. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia. 2012: 177 p.
5. Harahap RA, Putra FE. Buku Ajar Komunikasi Kesehatan. Edisi Pertama. Jakarta:
Prenamedia Group; 2019. 98-104 p.
6. Fourianalistyawati E. Komunikasi Yang Relevan dan Efektif antara Dokter dan Pasien.
Jakarta: Universitas YARSI; 2012. 85-86 p.
7. Yayi Suryo, Fatwasari. Buku Acuan Umum CFHC – IPE. Fak. Ked. UGM. 2014
8. Arianto. Jurnal Komunikasi Kesehatan (Komunikasi antara dokter dan pasien). Univ
Tadakulo - Palu. 2013.
9. Claramita M, Sedyowinarso M, Huriyati E, Wahyuningsih MS. 2012. Interprofessional
Communication Guideline using principle of “Greet-Invite-Discuss”.
10. Beaglehole R, Epping-Jordan J, Patel V, Chopra M, Ebrahim S, Kidd M. et al. Improving
the prevention and management of chronic disease in low-income and middle-income
countries: a priority for primary health care. Lancet 2008;372 (9642): 940-949 p.
11. Liliweri A. Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2008.
12. Newman VA, Flatt SW, Pierce JP. Telephone counseling promotes dietary change in
healthy adults: results of a pilot trial. J Am Diet Assoc 2008;108(8):1350-1354.
13. Mirnawati S. Hubungan komunikasi interpersonal perawat dengan kepuasan pasien
rawat inap di ruang cempaka rsud aw sjahranie samarinda. Ej Psi. 2014; 2(1): 107 p.
14. Hutagaol EE, Agustin H. Komunikasi interpersonal petugas Kesehatan dalam kegiatan
posyandu diwilayah kerja puskesmas muara siberut kabupaten mentawai. J KesMas.
2012 Mar-Sep;6(2); p 108.
28