Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KOMUNIKASI KG

Komunikasi Dokter Gigi dengan Pasien Usila



Disusun Oleh :
KELOMPOK II (GENAP)

Farida Hanum 09/280346/KG/08398
Gilang Jati Pamungkas 11/311746/KG/08812
Syelvi Agustin 11/311789/KG/08814
Kristika Maharani 11/311844/KG/08816
Mika Cendy Permatasari 11/311871/KG/08818
Ela Novitasari Kadoli 11/311938/KG/08820
Nurul Imanda Syafjon 11/311942/KG/08822
Pipit Rezita Aprilliani 11/311985/KG/08824
Athistya Diska .P. 11/312001/KG/08826
Rita K.Darise 11/312026/KG/08828
Khalifa Unsa Maulidiya 11/312057/KG/08830


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
Rahmat-Nya lah para penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.Makalah Ilmu
Komunikasi Kedokteran Gigi yang berjudul Komunikasi Dokter Gigi dengan Pasien Usila ini
kami buat dalam rangka menyelesaikan tugas kelompok kami.Para penulis berharap makalah
yang telah kami buat ini bisa menjadi tambahan informasi dan pengetahuan.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
berperan dan membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.Kami mengakui makalah ini
masih jauh dari sempurna.Namun, kami berusaha semaksimal mungkin agar makalah ini dapat
terhindar dari kesalahan dan kekurangan.
Kami mengharapkan koreksi, saran, dan kritik yang membangun sebagai bahan acuan
bagi kami dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya
bagi kami dan umumnya bagi seluruh pembaca.


Yogyakarta, November 2013
Hormat kami,


Penulis



DAFTAR ISI
MAKALAH KOMUNIKASI KG ........................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 4
BAB II ..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
I. KOMUNIKASI ....................................................................................................................... 6
I.1. Pengertian Komunikasi ........................................................................................................... 6
I.2. Elemen Komunikasi ................................................................................................................ 6
I.3. Proses Komunikasi .................................................................................................................. 7
II. KOMUNIKASI EFEKTIF ...................................................................................................... 8
II.1. Pengertian Komunikasi Efektif ............................................................................................... 8
II.2. Keberhasilan Komunikasi Efektif ........................................................................................... 9
III. KOMUNIKASI DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN USILA ......................................... 10
III.1. Pasien Usila ........................................................................................................................... 10
III.2. Hambatan Saat Berkomunikasi dengan Pasien Usila ............................................................ 11
III.3. Teknik Berkomunikasi Dengan Pasien Usila dan Goal (Tujuan) yang Diharapkan ........... 13
III.4. Komunikasi Terapeutik ......................................................................................................... 15
BAB III ................................................................................................................................................. 18
KESIMPULAN ................................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 19












BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan aktivitas penting manusia dalam menjalanikehidupan.Sebagai
bagian dari makhluk sosial yang syarat dengan keberagaman, kebutuhan, dan kepentingan
serta harapan-harapan yang ingin dicapai, manusia tidak bisa lepas dari aktivitas
komunikasi.Dokter gigi sebagai salah satu profesi kesehatan yang mempunyai waktu paling
lama berinteraksi dengan klien dituntut mempunyai keterampilan komunikasi.
Komunikasi verbal dan non verbal adalah saling mendukung satu sama lain. Perilaku
non verbal sama pentingnya pada orang dewasa seperti, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan
nada suara memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa. Sedangkan
komunikasi pada lansia yang harus di perhatikan yaitu, faktor fisik, psikologi, dan
keterampilan komunikasi yang tepat.Selain itu, dalam komunikasi terhadap lansia juga
dibutuhkan keterampilan, di karenakan lansia mengalami berbagai penurunan diantaranya
adalah mengalami penurunan fungsi pendengaran.
Penerapan dalam kemampuan berkomunikasi antara dokter gigi dan pasien tidaklah
mudah.Situasi yang tidak mudah bisa terlihat dimana pasien membutuhkan komunikasi yang
khusus.Yang mana dalam situasi itulah diperlukan kepekaan dan strategi yang khusus agar
komunikasi bisa berjalan dengan efektif. .
Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia berbagai masalah
klinis pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktek klinis
khusunya mengenai keadaan rongga mulut penduduk lanjut usia. Dokter gigi yang berpraktek
perlu memahami kebutuhan yang unik pada populasi pasien lanjut usia ini sehingga mereka
akan lebih siap berkomunikasi secara efektif selama kunjungan pasien lanjut usia tersebut.
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak
hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian
terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun


pelayanan kesehatan gigi pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap
memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan
persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam
keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien
lanjut usia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian komunikasi?
2. Apa yang dimaksud dengan pengertian komunikasi efektif?
3. Apa yang dimaksud dengan komunikasi pada lansia?
4. Apa saja hambatan saat berkomunikasi dengan pasien lansia?
5. Bagaimana teknik berkomunikasi dengan pasien lansia?
6. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui definisi dari komunikasi.
2. Mengetahui definisi dari komunikasi efektif.
3. Mengetahui definisi dari komunikasi pada lansia.
4. Mengetahui apa saja hambatan saat berkomunikasi pada pasien lansia.
5. Mengetahui teknik saat berkomunikasi dengan pasien lansia.
6. Mengetahui definisi dari komunikasi terapeutik.









BAB II
PEMBAHASAN
I. KOMUNIKASI
I.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis yang berarti
'sama' Communico, communicatio atau communicare yang berarti membuat sama (make to
common). Secara sederhana komuniikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara
penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh sebab itu, komunikasi bergantung
pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya (communication
depends on our ability to understand one another).
Komunikasi merupakan transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan
sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang disebut komunikasi. Komunikasi
tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan,
seni dan teknologi.
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum
komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan
penyiaranKomunikasi dapat berupa interaktif, komunikasi transaktif, komunikasi bertujuan,
atau komunikasi tak bertujuan
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat
dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang
disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut. (Wiryanto, 2004)

I.2. Elemen Komunikasi

Dalam komunikasi dibutuhkan elemen komunikasi agar komunikasi dapat diterima
dengan baik. Elemen komunikasi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pengirim/komunikator(sender)
Pengirim/sender merupakan orang yang memulai komunikasi.(Funell, 2009) Pengirim
memulai komunikasi dengan proses encoding dan mengirim pesan melalui saluran.
Proses encoding mentranslasikan ide pengirim menjadi simbol atau bahasa yang


menunjukaan tujuan pengirim.Fungsi dari encodingadalah membuat ide atau tujuan
menjadi sebuah pesan. (Lewis, 2007)
2. Pesan(message)
Pesan(message) merupakan informasi yang ingin dikomunikasikan oleh pengirim
pada penerima dan dapat berupa informasi verbal dan non verbal. (Funell, 2009)Pesan
dapat beruba verbal yaitu berupa kata yang diucapkan dan dituliskan dalam
mengirimkan pesan.Dapat juga berupa nonverbal yang berarti ditunjukkan tanpa kata-
kata tetapi misalnya melalui gerakan tubuh, ekspresi wajah. (Bonewit-West, 2013)
3. Penerima/komunikan(receiver)
Penerima(receiver) merupakan orang penerima pesan. (Funell, 2009)
4. Media/saluran(channel)
Saluran merupakan sarana dalam menyampaikan pesan, misalnya melalui visual,
pendengaran, penciuman, atau taktil.Sebagai contoh, kata yang diucapkan
menyampaikan pesan melalui saluran pendengaran dan menyentuh pasien pada saat
berkomunikasi merupakan contoh komunikasi menggunkan saluran taktil. (Funell,
2009)
5. Umpan balik(feedback)
Umpan balik(feedback) merupakan konfirmasi pesan apakah telah diterima sesuai
yang dimaksud.Umpan balik membantu pengirim mengenali apakah maksud dari
pesan yang disampaikan telah dimengerti. (Funell, 2009)









I.3. Proses Komunikasi

Komunikasi didefinisikan sebagai suatu proses, misalnya seorang komunikator
menyampaikan pesan berupa lambang-lambang yang mengandung arti, lewat saluran tertentu


kepada komunikan. Dalam pengertian itu tampak proses komunikasi yang diawali dengan
komunikator yang menyampaikan pesan dan diakhiri dengan komunikan yang menerima
pesan. Sebagai suatu proses, komunikasi tidak mempunyai titik awal atau titik akhir. Proses
komunikasi berlangsung dalam keadaan dinamik, berkelanjutan, berubah-ubah, on going
tanpa start point atau stopping point. Untuk menganalisis dinamika proses komunikasi, maka
dilakukan pengenalan proses yang telah dihentikan tersebut. Kebanyakan pada studi
komunikasi, penyederhanaaan tersebut diawali dari komunikator (source) yang
menyampaikan pesan (message) melalui saluran (channel) kepada komunikan (receiver)
sampai komunikasi menimbulkan perubahan (effect) pada komunikan.( Wiryanto, 2004)
Contoh proses komunikasi antara dokter dan pasien yaitu pada saat dokter melakukan
anamnesis ke pasien. Dalam melakukan anamnesis, terkadung pengertian komunikasi
interpersonal antara dokter dan pasien. Dalam berkomunikasi, terdapat dua aspek yang
penting yaitu komunikasi verbal dan non verbal.Komunikasi verbal yaitu wawancara dokter
ke pasien terkait keluhan utama yang dirasakan pasien, dan komunikasi non verbal yaitu
pasien menanggukan kepala saat ditanya oleh dokter. Dalam proses anamnesis terjadi proses
komunikasi interpersonal anatara dokter dan pasien. Yang dapat disingkat dalam tiga proses
yaitu pasien bercerita, dokter mendengar dan memperhatikan dan tanya jawab. Ketiga proses
ini terlaksanakan secara simultan, bukan berurutan, atau periodik , berlangsung secara efisien
dalam waktu yang terbatas. Dalam pelaksanaanya terdapat tiga model yaitu :
1. Dokter memberikan kesempatan pada pasien sebanyak-banyaknya untuk menceritakan
keluhannya, baru melakukan tanya jawab.
2. Dokter lebih banyak bertanya, pasien sekedar menjawab.
3. Kombinasi keduanya.


II. KOMUNIKASI EFEKTIF
II.1. Pengertian Komunikasi Efektif

Komunikasi efektif yaitu komunkasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap
(attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikais. Tujuan dari
komunikasi efektif adalah memberikan kemudahan dalam memahami pesan yang


disampaikan antara pemberi komunikasi dan penerima komunikasi sehingga bahasa yang
digunaka oleh pemberi informasi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan
dipahami dengan baik oleh penerima informasi.Syarat untuk berkomuniaksi secara efektif
yaitu :
1. Menciptakan suasana yang menguntungkan,
2. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan mudah dimengerti,
3. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak komunikas,
4. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat menguntungkannya,
5. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak komunikan.
(Wiryanto, 2004)
II.2. Keberhasilan Komunikasi Efektif

Pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien,
dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan
dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang
dilakukan secara verbal dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan
kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari
alternatif untuk mengatasi permasalahannya.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua
pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan komunikasi
dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya
bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak
hal-hal negatif dapat dihindari.Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan
keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat
berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman
ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena
yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa
dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.
Contoh Hasil Komunikasi Efektif:
- Pasien merasa dokter menjelaskan keadaannya sesuai tujuannya berobat. Berdasarkan
pengetahuannya tentang kondisi kesehatannya, pasien pun mengerti anjuran dokter,


misalnya perlu mengatur diet, minum atau menggunakan obat secara teratur,
melakukan pemeriksaan (laboratorium, foto/rontgen, scan) dan memeriksakan diri
sesuai jadwal, memperhatikan kegiatan (menghindari kerja berat, istirahat cukup, dan
sebagainya).
- Pasien memahami dampak yang menjadi konsekuensi dari penyakit yang dideritanya
(membatasi diri, biaya pengobatan), sesuai penjelasan dokter.
- Pasien merasa dokter mendengarkan keluhannya dan mau memahami keterbatasan
kemampuannya lalu bersama mencari alternatif sesuai kondisi dan situasinya, dengan
segala konsekuensinya.
- Pasien mau bekerja sama dengan dokter dalam menjalankan semua upaya
pengobatan/perawatan kesehatannya.

Contoh Hasil Komunikasi Tidak Efektif:
- Pasien tetap tidak mengerti keadaannya karena dokter tidak menjelaskan, hanya
mengambil anamnesis atau sesekali bertanya, singkat dan mencatat seperlunya,
melakukan pemeriksaan, menulis resep, memesankan untuk kembali, atau
memeriksakan ke laboratorium/foto rontgen, dan sebagainya.
- Pasien merasa dokter tidak memberinya kesempatan untuk bicara, padahal ia yang
merasakan adanya perubahan di dalam tubuhnya yang tidak ia mengerti dan karenanya
ia pergi ke dokter. Ia merasa usahanya sia-sia karena sepulang dari dokter ia tetap tidak
tahu apa-apa, hanya mendapat resep saja.
- Pasien merasa tidak dipahami dan diperlakukan semata sebagai objek, bukan sebagai
subjek yang memiliki tubuh yang sedang sakit.
- Pasien ragu, apakah ia harus mematuhi anjuran dokter atau tidak.
- Pasien memutuskan untuk pergi ke dokter lain.
- Pasien memutuskan untuk pergi ke pengobatan alternatif atau komplementer atau
menyembuhkan sendiri (self therapy).
III. KOMUNIKASI DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN USILA
III.1. Pasien Usila

Lansia (Lanjut Usia) atau manusia usia lanjut (Manula) adalah kelompok penduduk
berumur tua. Golongan penduduk yang mendapat perhatian atau pengelompokan tersendiri


ini adalah populasi perumur 60 tahun atau lebih. Klasifikasi pada lansia adalah: Pralansia
seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih, lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat
berinteraksi pada lansia:
1. Menunjukkan rasa hormat, seperti bapak, ibu, kecuali apabila sebelumnya pasien
telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat
yang sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang
cukup saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

Komunikasi dengan lansia adalah suatu proses penyampaian pesan atau gagasan dari
perawat atau pemberi asuhan kepada lansia dan diperoleh tanggapadari lansia, sehingga
diperoleh kesepakatan bersama tentang isi pesan komunikasi. Terjaidnya komunikasi berupa
pesan yang disampaikan oleh komunikator (perawat) sama dengan pesan yang di terima oleh
komunikan. (Nugroho, 2009)
III.2. Hambatan Saat Berkomunikasi dengan Pasien Usila

Berkomunikasi dengan pasien lansia memerlukan kesabaran dan sikap
pengertian.Apalagi biasanya pasien lansia ditemui dengan keadaan fungsi pendengaran dan


penglihatan yang mulai menurun. (Da Silva dkk, 2005) Beberapa pasien menunjukkan defisit
pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam
berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65
tahun mengalami pengurangan pendengaran yangmempengaruhi komunikasi.

Menurut (Hull, 2005) Pasien lansia seringkali menjadi lebih cerewet dan rasa ingin
tahunya tinggi, terutama pada pasien lansia yang biasa hidup sendiri.Oleh karena itu, kita
sebagai dokter gigi harus dengan sabar mendengarkan keluhan yang disampaikan pasien dan
menanggapinya dengan berbicara yang jelas dan sopan kepada pasien lansia tersebut.

Beberapa pasien lansia menunjukkan kendala dalam bahasa, ingatan yang mulai
menurun, kondisi emosional yang menyimpang, dan kesulitan dalam berkonsentrasi,
sehingga biasanya komunikasi verbal dan non verbal akan terpengaruhi. (Gluck, 1998)

Sebagian lansia juga mengalami Parafrenia, yaitu Suatu bentuk skizofrenia pada lansia,
ditandai dengan waham(curiga).Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.

Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang,
tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata.
Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal.
Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan
mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam
lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan
lebih baik.Ketika memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan
untuk bertanya kepada pasien apakahdia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran
mungkin akan menjawab ya tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau
salah memahami beberapa informasi.Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek
pemahaman pasien adalah dengan meminta pasien untuk mengulang instruksi (Adelman et
al ., 2000).

Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan
klinik dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna
kontras untuk membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai


klinik), dan menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda.Setiap
bahan dengan tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas
berwarna. Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk
latar belakang dan lampu tertutup (Roter, 2000)
Saat memasuki ruangan pemeriksaan, anda sebaiknya langsung mengarah ke
pasiendengan tenang, menjaga kontak mata dan menampilkan ekspresi yang bersahabat.
Pergunakan nada suara yang tenang dan lembut sembari menyentuh bahu pasien dengan
lembut akan menunjukkan anda peduli dan ingin berbagi. Anda harus memperkenalkan diri,
walaupun anda telah mengenal pasien ini cukup lama.Akan cukup efektif bila anda
menghabiskan beberapa menit untuk mengobrol dan mengingatkan pasien pada keadaan
sosialnya. Proses mengingatkan ini merupakan tehnik komunikasi yang cukup efektif karena
hal ini akan membangkitkan memori jangka panjang mereka, membuat kilas balik masa lalu,
saat ini dan masa akan datang dalam pikiran mereka serta mengurangi ketegangan (Puentes,
1998).
III.3. Teknik Berkomunikasi Dengan Pasien Usila dan Goal (Tujuan) yang
Diharapkan

Komunikasi yang baik akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional,
sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia. Komunikasi efektif dapat
mengikutsertakan partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan sehingga membantu
proses mengingat, berpengaruh terhadap ketaatan & kepuasan serta berpengaruh terhadap
emosional bahkan fisik pasien lanjut usia (Hidayat, 2013).
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman
yang memadahi tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus
mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung lancar
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Menurut Mundakir (2006), ada beberapa teknik
komunikasi yang dapat diterapkan antara lain:
1. Teknik Asertif
Asertif adalah sikap dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukkan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti.Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika komunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas
kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.


2. Responsif
Berespon artinya bersikap aktif, tidak menunggu permintaan bantuan dari klien.
Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menimbulkan perasaan tenang bagi pasien.
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan tentang perubahan tersebut,
misalnya dengan mengajukan pertanyaan, apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini?
atau Apa yang bisa saya bantu?.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang diinginkan.Ketika klien mengunggkapkan pertanyaan- pertaanyaan di
luar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan.Upaya ini perlu diperhatikan karena umumnya klien lansia senang
menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugan kesehatan.
4. Supportif
Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien menjadi
termotivasi untuk mandiri dan dapat berkarya sesuai kemampuannya.Dukungan diberikan
baik secara materiil maupun moril.Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek
fisik maupun psikis dapat menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil.Perubahan ini
perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan
mengiyakan, senyum dan mengangguk kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya
sebagai sikap hormat dan menghargai selama lansia berbicara.
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi
tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali agar pembicaraan kita dapat
diterima dan dipersepsikan sama dengan klien.
6. Sabar dan Ikhlas
Terkadang klien lansia mengalami perubahan yang merepotkan dan kekanak
kanakan.Perubahan ini perlu disikapi dengan sabar dan ikhlas agar perawat tidak menjadi


jengkel dan tetap tercipta komunikasi yang terapeutik dan juga tidak menimbulkan
kerusakan hubungan antara klien dengan perawat.
III.4. Komunikasi Terapeutik

Pengaruh proses menua sering menimbulkan bermacam-macam masalah bagi lansia
baik secara biologik, psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual. Penurunan kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan gangguan
psikososial pada lansia.Pada masalah kesehatan jiwa yang sering timbul lansia yaitu
kecemasan.Penyebab kecemasan yang sering dialami lansia adalah kondisi lingkungan atau
tempat tinggal seseorang, emosi yang ditekan, sebab-sebab fisik.Kecemasan tidak sejalan
dengan kehidupan dan berlangsung terus-menerus dalam waktu lama, dapat terjadi kelelahan
yang sangat bahkan kematian.Salah satu terapi yang dapat digunakan untuk menurunkan
kecemasan pada lansia adalah dengan memberikan komunikasi terapeutik (Azizah, 2013).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Seorang tenaga kesehatan yang mendengarkan klien lansia tidak saja memakai
telinganya tetapi seluruh eksistensi dirinya. Memfokuskan seluruh perhatian tidak hanya pada
apa yang disampaikan lansia, tetapi bagaimana lansia itu menyampaikannya. Melalui sikap
tubuh, lansia dapat merasakan apakah perawat atau pemberi asuhan siap dan berminat untuk
mendengarkannya (Mundakir, 2006).
Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah
situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan, mengurangi keraguan,
membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan
egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal
peningkatan derajat kesehatan, mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan
terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proposional dalam rangka membantu
penyelesaian masalah klien (Azizah, 2013).
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang
berbeda pula.
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian


Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan
verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan mendengarkan penuh
perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
b. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan.
c. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
d. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik.
e. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

2. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai seorang
dokter kita tidak harus menerima semua prilaku klien.Dokter sebaiknya menghindarkan
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan
kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan dokter bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai
klien.Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan gunakan
kata-kata dalam konteks sosial budaya klien.Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara
berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, dokter memberikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi
berlanjut.Namun dokter harus berhati-hati ketika menggunakan metode ini, karena
pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, dokter perlu menghentikan pembicaraan untuk
mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting dalam


memberikan pelayanan keperawatan.Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat
perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih
spesifik dan dimengerti.Dokter tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika
menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru.

7. Menyampaikan hasil observasi
Dokter perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.Dokter
menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien.Menyampaikan hasil
pengamatan dokter sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus
bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien terhadap
keadaanya.Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi
klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap dokter. Apabila ada
informasi yang ditutupi oleh dokter, maka dokter perlu mengklarifikasi alasannya.
9. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada dokter dan klien untuk mengorganisir pikirannya.
Penggunaan metode diam memerlukan ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka
akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses
informasi.Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.
10. Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran tentang
perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai
hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut
jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha
keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas
perbuatannya.


(Purba, 2003)















BAB III
KESIMPULAN

1. Komunikasi merupakan transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan
sebagainya.
2. Komunikasi efektif yaitu komunkasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap
(attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi.
3. Tujuan dari komunikasi efektif adalah memberikan kemudahan dalam memahami
pesan yang disampaikan antara pemberi komunikasi dan penerima komunikasi


sehingga bahasa yang digunaka oleh pemberi informasi lebih jelas dan lengkap, sera
dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi.
4. Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata
tambahan bagi pasien yaitu empati.
5. Berkomunikasi dengan pasien lansia memerlukan kesabaran dan sikap pengertian.
Biasanya pasien lansia ditemui dengan keadaan fungsi pendengaran dan penglihatan
yang mulai menurun.
6. Dalam melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain memiliki
pemahaman yang memadahi tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau
perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang dilakukan
dapat berlangsung lancar sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
7. Teknik tersebut diantaranya Teknik Asertif, responsif, fokus, supportif, klarifikasi,
sabar dan ikhlas










DAFTAR PUSTAKA

Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
their physicians. Clin Geriatr Med ;16:124

Adelman et al., 2000;Robinsonet al., 2006

Azizah, Siti., Puji Lestari dan Liya Novitasari. 2013. Pengaruh Komunikasi Terapeutik
Terhadap Kecemasan Lansia yang Tinggal di Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri


Pucang Gading Semarang.PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA
TENGAH.
Bonewit-West, K. 2013.Today`s Medical Assistant: Clinical and Administrative Procedures.
Elsevier. St. Louis, Missouri.

Da Silva, J.D. dkk. 2005. Oxford Handbook of Clinical Dentistry. USA. Oxford University
Press Inc.

Daldiyono.2006. Menuju Ilmu Seni Kedokteran Bagaimana Dokter Berpikir dan Bekerja.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Funell, R., Koutoukidis, G. Dan Lawrence, K. 2009. Tabner`s Nursing Care: Theory and
Practice. Elsevier. Australia.

Gluck, G.M. dkk. 1998. Jongs Community Dental Health.Missouri. Mosby

Hidayat, Veny. 2013. Teknik Bimbingan Konseling Usia Lanjut. Diakses pada tanggal 4
November 2013. http://www.scribd.com.
Hull, R. 2005. The Manual of Dental Assisting. Australia. Ligare Pty Ltd.

Lewis, P. S., Goodman, S. H., Fandt, P. M. dan Michlitsc, J. F. 2007.Management:
Challanges for Tomorrow Leaders. Thomson South-Western. USA.

Mundakir. 2006. Komunikasi keperawatan dalam pelayanaan. Graha Ilmu. Yogyakarta
Nugroho, H.W. 2009.Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Purba, Jenny M. 2003. Komunikasi dalam keperawatan.USU digital library.
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Grasindo:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai