Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH ROLEPLAY

KOMUNIKASI TERAUPETIK PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT


TERMINAL

(Blok Komunikasi Keperawatan II)

Dosen Pengampu : Ns. Yusnilawati, S.Kep., M.Kep

Oleh :

1. Indah Widya Astuti Nasution (G1B119022)


2. Syifa Inayati (G1B119023)
3. Vinola Adiesty Pratami (G1B119024)
4. Muhammad Nasril Lukman (G1B119026)
5. Rizki Dini Maharani (G1B119029)
6. Okti Maghfirawati (G1B119032)
7. Putri Dwi Azizi (G1B119033)
8. Sri Mulyani (G1B119034)
9. Tasya Nabila (G1B119040)
10. Esa Surya Aulia (G1B119042)
11. Septia Dwi Mawarti (G1B119050)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang mana atas berkah dan rahmat- Nya,
maka saya dapat menyelesaikan makalah roleplay “Komunikasi Terapeutik pada Pasien
Terminal”.
Dalam pembuatan makalah roleplay ini banyak pihak yang telah membantu. Tak
lupa saya ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya, juga kepada dosen mata kuliah
yang telah membantu dan membimbing saya. Saya juga menyadari bahwa apa yang saya
sampaikan disini masih belum atau masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat saya harapkan dari pembaca, agar makalah ini lebih
sempurna lagi, yang pada akhirnya akan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi
kita semua tenaga kesehatan dan dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan tugas sehari-
hari.
Akhir kata saya sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadikan
sesuatu yang berguna bagi pelaksanaan tugas sehai-hari, menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca, dan semoga hal ini selalu mendapat ridho dari Allah SWT.
Amin

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. i


Daftar Isi ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Landasan Teori ............................................................................................ 2
A. Definisi Komunikasi ..................................................................................... 2
B. Definisi Komunikasi Terapeutik ................................................................. 3
C. Tujuan Komunikasi Terapeutik ................................................................. 4
D. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik ....................................................... 5
E. Jenis Komunikasi Terapeutik ...................................................................... 6
F. Karakteristik Komunikasi Terapeutik........................................................ 7
G. Teknik Teknik Komunikasi Terapeutik ...................................................... 7
H. Definisi Penyakit Terminal .......................................................................... 10
I. Tujuan Keperawatan Pasien dengan Kondisi Terminal ............................ 11
J. Perawatan Pada Pasien dengan Penyakit Terminal ................................... 13
K. Peran Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada
Pasien Terminal ........................................................................................... 15
L. Teknik Teknik Komunikasi Pada Pasien dengan Penyakit Terminal ....... 17
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 20
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 21
2.1 Judul ............................................................................................................. 21
2.2 Setting Tempat ............................................................................................. 21
2.3 Penokohan .................................................................................................... 21
2.4 Skenario dan Naskah ................................................................................... 22
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 32
3.1 Kesimpulan................................................................................................... 32
3.2 Saran............................................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang
selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak
dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya.
Hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan
kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut sebagai
interàksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan
yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi
dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya
tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi,
(Riswandi, 2009).
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan
selama 20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama
dalam pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat
komunikasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan,
dan norma sosial, yang kesemuanya berperan sebagai prekursor pada perubahan
perilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena
didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan
pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan
pencegahan. (Riswandi, 2009) Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu
bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang
didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010).
Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat
komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi

1
sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang
diberikan berupa bantuan-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. (Mungin, 2008).

1.2 Landasan Teori

A. Definisi Komunikasi
Istilah „komunikasi‟ (communication) berasal dari Bahasa Latin
„communicatus‟ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan
demikian komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk
mencapai kebersamaan. Secara harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa Latin:
“Communis” yang berarti keadaan yang biasa, membagi. Dengan kata lain,
komunikasi adalah suatu proses di dalam upaya membangun saling pengertian.
Jadi kominukasi dapat diartikan suatu proses pertukaran informasi di antara
individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
(Riswandi, 2009).
Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia
sebagai makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya
stimulus yang masuk pada diri individu yang ditangkap melalui panca indera.
Stimulus diolah di otak dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang
dimiliki individu. (Wiryanto, 2004) Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai
sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh seseorang terhadap informasi,
sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan, pembicaraan, gerak-
gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang membuat
reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada
pengalaman yang pernah dialami. (Mungin, 2008) Komunikasi merupakan suatu
proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan
respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu : mempengaruhi
orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat
digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi

2
informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan
atau tidak berguna (menghambat/ blok penyampaian informasi atau perasaan).
Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh
seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks
maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman.
Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan
secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui
komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan. (Pendi, 2009)

B. Definisi Komunikasi Terapeutik


Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik,
dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi
bagi proses penyembuhan pasien.Komunikasi terapeutik adalah suatu
pengalaman bersama antara perawat-pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah pasien. Maksud komunikasi adalah untuk mempengaruhi perilaku orang
lain. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien
dapat dipenuhi. Di dalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur
kepercayaan. (Pendi, 2009)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar
dan bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan
merupakan komunikasi professional mengarah pada tujuan untuk penyembuhan
pasien. (Suryani, 2005) Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat
dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi interpersonal adalah adanya
saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan
pasien menerima bantuan. (Purwanto, 2011) Komunikasi Terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

3
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. (Suparyanto, 2010) Jadi, komunikasi
terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang di rencanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.

C. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Tujuan komunikasi terapeutik adalah dengan memiliki ketrampilan
berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling
percaya dengan pasien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan
asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan professional
dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi. Komunikasi
terapeutik dalam arti luas bertujuan untuk mengembangkan pribadi pasien
kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan pasien.
Adapun tujuan komunikaasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen (2009)
meliputi :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri
pasien. Pasien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal
umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu
menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri,
penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa
putus asa dan depresi.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik,
pasien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan
komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima pasien apa adanya,
perawat akan dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam membina
hubungan saling percaya.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang realistis. Terkadang pasien menetapkan ideal diri
atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Individu yang
merasa dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi

4
sedangkan individu yang merasa hidupnya jauh dari ideal dirinya akan
merasa rendah diri.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai
rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi
terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan
integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
e. Komunikasi terapeutik memberikan pelayanan prima (survey excellence
atau tanpa cacat), sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien.

D. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu
terbentuknya hubungan yang konstruktif diantara perawat-pasien. Tidak seperti
komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu
pasien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat
penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik
menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai berikut :
a. Hubungan perawat dan pasien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip „humanity of nurses and
clients‟. Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong
(helper/ perawat) dengan pasiennya, tetapi hubungan antara manusia
yang bermartabat.
b. Perawat harus menghargai keunikan pasien, menghargai perbedaan
karakter, memahami perasaan dan perilaku pasien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu
menjaga harga dirinya dan harga diri pasien.
d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
(trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan

5
memberikan alternatif pemecahan masalah. Hubungan saling percaya
antara perawat dan pasien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

E. Jenis Komunikasi Terapeutik


Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Suparyanto (2010) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal,
tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik :
a. Komunikasi Verbal Jenis
Komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan
di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih
akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai
untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga
untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat
seseorang.
b. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering
digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat,
pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain.
c. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan
verbal dan non-verbal yang disampaikan pasien mulai dan saat
pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non
verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi
suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

6
F. Karakteristik Komunikasi Teraupetik
Menurut Suparyanto (2010), ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu :
a. Ikhlas (Genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien
harus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non
verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk
mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
b. Empati (Empathy) Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi
pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien
dan tidak berlebihan.
c. Hangat (Warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan
diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa
rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih
mendalam.

G. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik


Adapun teknik-teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen
(2009) adalah sebagai berikut :
a. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat
mengetahui perasaan pasien, memberi kesempatan lebih banyak pada
pasien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan
tetap kritis dan korektif bila apa yang disampaikan pasien perlu
diluruskan. Tujuan teknik ini adalah memberi rasa aman pasien dalam
mengungkapkan perasaannya dan menjaga kestabilan emosi/ psikologis
pasien
b. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Teknik ini memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan
perasaannya sesuai kehendak pasien tanpa membatasi, contoh : “Apa
yang sedang Saudara pikirkan?”, “Apa yang akan kita bicarakan hari
ini?”. Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya,

7
perawat dapat memberi dorongan dengan cara mendengar atau
mengatakan “saya mengerti yang saudara katakan”.
c. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan pasien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan pasien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan pasien. Misalnya: “Ooh..jadi Saudara tadi malam tidak bisa
tidur karena....”.
d. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau pasien
berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang
diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah.
Contoh: “dapatkah Anda menjelaskan kembali tentang....?”. Gunanya
untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi perawat-
pasien.
e. Refleksi
Refleksi merupakan reaksi perawat-pasien selama berlangsungnya
komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
 Refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi
ide yang diekspresikan pasien dengan pengertian perawat.
 Refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan
pasien terhadap isi pembicaraan agar pasien mengetahui dan
menerima perasaannya.
f. Memfokuskan
Membantu pasien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting
serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih
jelas, dan berfokus pada realitas. Contoh : Pasien : “Petugas kesehatan
yang ada di rumah sakit ini kurang perhatian pada pasiennya”. Perawat :
“Apakah Saudara sudah minum obat?”
g. Membagi persepsi
Meminta pendapat pasien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.
Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi

8
informasi. Contoh: “Anda tertawa, tetapi saya rasa Anda marah kepada
saya”.
h. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami pasien yang
muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan
mengeksplorasi masalah yang penting. Misalnya: “Saya lihat dari semua
keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar
belakang masalahnya?”
i. Diam (Silence)
Cara yang sukar biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan.
Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi pasien
untuk bicara. Pada pasien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat
menerima pasien. Misalnya : Pasien : Saya jengkel kepada suami saya.
Perawat : Diam (memberi kesempatan pasien) Pasien : Suami saya selalu
telat pulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau saya tanya pasti marah.
j. Informing
Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan
kesehatan bagi pasien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab
panas yang dialami pasien. Pasien : Suster, kenapa suhu tubuh saya
masih tinggi? Padahal saya sudah minum obat, kira-kira kenapa ya
Suster? Perawat : Baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh
meningkat dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada
proses infeksi, dehidrasi atau karena metabolisme tubuh yang meningkat.
k. Saran
Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Dapat dipakai pada
fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Misalnya : Kita tadi
sudah cukup banyak bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas,
salah satunya karena merokok. Kami berharap anda dapat mengurangi
atau berhenti merokok.

9
H. Definisi Penyakit Terminal
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian
berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual
bagi individu. (Carpenito, 2004) Penyakit terminal merupakan penyakit progresif
yaitu penyakit yang menuju kearah kematian contohnya seperti penyakit jantung,
dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis,
tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang
dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.
(Nursedarsana, 2010) Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada
obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu bervariasi. ( Stuart &
Sundeen, 2009) Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat
diobati, bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala
dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup. (Heelya, 2009) Pasien penyakit
terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya
telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin
dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien penyakit terminal harus
mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun
tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan. Jadi keadaan terminal adalah suatu
keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi yang sakit
untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu
kecelakaan.

1. Kriteria Penyakit Terminal


Adapun kriteria penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah
sebagai berikut:
a. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi
b. Mengarah pada kematian
c. Diagnosa medis sudah jelas
d. Tidak ada obat untuk menyembuhkan
e. Prognosis jelek f. Bersifat progresif

10
2. Jenis-Jenis Penyakit Terminal
Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal menurut Stuart
& Sundeen (2009) adalah :

a. Penyakit-penyakit kanker
Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara
beberapa jenis kanker, kanker payudara adalah jenis kanker yang paling
berbahaya dan paling sering terjadi. Kanker payudara sangat berbahaya
dikarenakan kanker jenis ini menyerang organ reproduksi luar yaitu
payudara dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker payudara
juga dapat menyebabkan kematian. Kanker payudara yang dapat
menyebabkan kematian adalah kanker payudara stadium IV. Pada kanker
payudara stadium IV seseorang sudah menderita kanker payudara yang
sangat parah atau bahkan tidak memiliki harapan hidup (terminal).
Kondisi terminal pada penderita kanker payudara stadium IV tidak dapat
dihindari dan ini pasti akan dialami oleh setiap penderita yang akan
menjelang ajal. Pada kondisi terminal perubahan utama yang terjadi
adalah perubahan psikologis yang menyertai pasien. Perubahan
psikologis tersebut biasanya mengarah ke arah yang lebih buruk dan
membuat pasien menjadi tidak koperatif. Disini peran perawat sangat
dibutuhkan dan menjadi hal yang penting, dan untuk membuat klien
merasa lebih nyaman dan mampu membuat klien menjadi tenang pada
saat menjelang ajal.
b. Penyakit-penyakit infeksi
Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang
membran pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang
belakang, yang mana keseluruhan tersebut di sebut meningen. Bahayanya
adalah Apabila Meningitis telah masuk stadium terminal dan tidak
ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah yang akan terjadi
dalam waktu kurang lebih 3 pekan.

11
c. Congestif Renal Falure (CRF)
Chonic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
berlangsung secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain
dalam tubuh).
d. Stroke Multiple Sklerosis
Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf dari
sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord)
memburuk atau degenerasi. Myelin, yang menyediakan suatu penutup
atau isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki pengantaran (konduksi)
dari impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan juga adalah penting
untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf.
e. Akibat kecelakaan fatal
Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia
kurang dari 50 tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak
terdapat luka yang menembus tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa
disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya
benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala
membentur objek yang tidak bergerak.
f. AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau : sindrom) yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV atau infeksi virus-virus lain. Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum
benar-benar bisa disembuhkan.

12
I. Tujuan Keperawatan Pasien Dengan Kondisi Terminal
1. Perawatan Penyakit Terminal Tujuan keperawatan pasien dengan kondisi
terminal secara umum menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai
berikut:
a. Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi
b. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna
c. Membantu pasien menerima rasa kehilangan
d. Membantu kenyamanan fisik
e. Mempertahankan harapan (faith and hope)

2. Masalah Yang Berkaitan Dengan Penyakit Terminal, menurut Stuart &


Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :
a. Problem fisik Berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya) : nyeri,
perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.
b. Problem psikologis (ketidakberdayaan) Kehilangan kontrol, ketergantungan,
kehilangan diri dan harapan.
c. Problem sosial Isolasi dan keterasingan, perpisahan.
d. Problem spiritual. Kehilangan harapan dan perencanaan saat ajal tiba
e. Ketidak-sesuaian Antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang
didapat (dokter, perawat, keluarga, dsb).

J. Perawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal


1. Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal
Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan
kehilangan. Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal
tersebut. Komunikasi dengan pasien penyakit terminal merupakan komunikasi
yang tidak mudah. Perawat harus memiliki pengethauan tentang penyakit yang
mereka alami serta pengetahuan tentang proses berduka dan kehilangan.
Dalam berkomunikasi perawat menggunakan konsep komunikasi terapeutik.
Saat berkomunikasi dengan pasien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan
timbul penolakan dari pasien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat

13
menggunakan komunikasi terapeutik. Membangun hubungan saling percaya
dan caring dengan pasien dan keluarga melaui penggunaan komunikasi
terapeutik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif.
(Potter & Perry, 2009) Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan
jujur, tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka,
serta amati respon verbal dan nonverbal pasien dan keluarga. Saat
berkomunikasi mungkin saja pasien akan menghindari topik pembicaraan,
diam, atau mungkin saja menolak untuk berbicara. Hal tersebut adalah respon
umum yang mungkin terjadi. Respon berduka yang normal seperti kesedihan,
mati rasa, penyangkalan, marah, membuat komunikasi menjadi sulit. Jika
pasien memilih untuk tidak mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus
mengizinkan dan katakana bahwa pasien bisa kapan saja mengungkapkannya.
Beberapa pasien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan pribadi atau
budaya, dan pasien lain ragu - ragu untuk mengungkapkan emosi mereka
karena orang lain akan meninggalkan mereka. (Potter & Perry, 2009) Memberi
kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan membuat
hubungan terapeutik dengan pasien berkembang. Terkadang pasien perlu
mengatasi berduka mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang
lain. Ketika pasien ingin membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu
dan tempat yang tepat.

2. Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Penyakit Terminal


Tingkat kesadaran terhadap kondisi penyakit terminal menurut Stuart &
Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :
a. Closed Awareness
Dalam hal ini pasien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak
tahu mengapa sakit dan percaya akan sembuh.
b. Mutual Pretense
Dalam hal ini pasien, keluarga, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal
tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi

14
yang dihadapi pasien. Ini berat bagi pasien karena tidak dapat mengekspresikan
kekuatannya.
c. Open Awareness
Pada kondisi ini pasien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada
diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada
tahap ini pasien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.

K. Peran Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien


Terminal
1. Respon Pasien Terhadap Penyakit Terminal
Menurut Stuart & Sundeen (2009) keadaan terminal dapat menimbulkan respon
Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan diantaranya
adalah:
a. Kehilangan kesehatan Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan
dapat berupa : pasien merasa takut, cemas, pandangan tidak realistis dan
aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan
kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-
kanakan dan ketergantungan
c. Kehilangan situasi Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari
bersama keluarga dan kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat
gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti
pasien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan
fungsi mental seperti pasien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga pasien tidak dapat berpikir secara
rasional
g. Kehilangan konsep diri Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya
berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga pasien tidak dapat berpikir

15
secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat
mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah.
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga Contohnya : seorang ayah
yang memiliki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat penyakit
teminalnya, ayah tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut.

2. Adaptasi Dengan Penyakit Terminal


Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan penyakit terminal sesuai dengan
umurnya menurut Stuart & Sundeen (2009), sebagai berikut :
a. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-
anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup
di tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa
kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang
dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari
realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau
“berada di surga” atau hanya tidur. Pada anak yang mengalami penyakit
terminal kesadaran mereka akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan
menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka
menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian
dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu
mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak
mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat
mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika
anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya,
sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan
yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan
mempertahankan hubungan saling percaya dengan orang tuanya.

16
b. Remaja atau Dewasa muda
Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda
cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika
mereka mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak
terjadi semestinya dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan
“ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan
kehidupannya. Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi
lebih dekat. Menderita penyakit terminal terutama pada pasien yang memiliki
anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan
seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada
saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah dan
mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness.
c. Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut
dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa
mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa
lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan
kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang
melihat masa lalunya dan percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal
penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan
penyakit terminal.

L. Teknik-Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal


Tahap-tahap berduka menurut Kubler-Ross, (1969) dalam Purwanto, (2011)
yaitu:
a. Menolak (Denial) Pada tahap ini pasien tidak siap menerima keadaan
yang sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak.
b. Marah (Anger) Kemarahan terjadi karena kondisi pasien mengancam
kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga
menggagalkan cita-citanya.

17
c. Menawar (Bargaining) Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan
pasien dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi
dengan dirinya.
d. Kemurungan (Depresi) Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak
banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat
untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui
masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima atau Pasrah (Acceptance) Pada fase ini terjadi proses
penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang kondisi yang
terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau
rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya:
ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.

Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut Stuart &
Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :

1. Denial
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi :
a. Listening
 Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata dan
observasi komunikasi non verbal.
 Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan
suasana tenang.
b. Silent
 Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada
pasien secara non verbal.
 Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak
menghindar dari situasi sesungguhnya.
c. Broad opening
 Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang dipikirkan pasien.

18
 Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
2. Anger
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening :
a. Perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien
lalu diklarifikasikan.
b. Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa
yang akan dan sedang terjadi pada mereka.
c. Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
d. Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang
marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah merupakan hal
yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan
lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat
dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut,
serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa
aman.
3. Bargaining
a. Focusing
1) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting
2) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang
bermakna.
b. Sharing perception
1) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
2) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.
c. Depresi
1) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
2) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian
harusnya diklarifikasi.

19
3) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non
verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-
reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
4. Acceptance
a. Informing
Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai
dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.
b. Broad opening
Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-
harapannya.
c. Focusing
Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga
agar tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan
tenang dan damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan
pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan
seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan Umum :
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas praktik
lapangan blok Komunikasi Keperawatan II

Tujuan Khusus :
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pengertian komunikasi
terapeutik pada pasien terminal.
2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan proses prinsip komunikasi
terapeutik pada pasien terminal.
3. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan teknik komunikasi pada
pasien penyakit terminal.

20
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Judul
“Komunikasi Perawat dengan Pasien Terminal”

2.2 Setting Tempat


Rumah Sakit

2.3 Penokohan

Rizki Dini Maharani : Narator

Muhammad Nasril Lukman : Bapak (Pasien Jantung Koroner)

Okti Maghfirawati : Istri (Pasien Jantung Koroner)

Esa Surya Aulia : Anak (Pasien Jantung Koroner)

Vinola Adiesty Pratami : Dokter

Indah Widya Astuti Nasution : Kepala Ruang

Putri Dwi Azizi : Perawat Senior

Syifa Inayati : Perawat 1

Sri Mulyani : Perawat 2

Septia Dwi Mawarti : Perawat 3

Tasya Nabila : Perawat IGD

21
2.4 Skenario dan Naskah

Pada suatu hari, di RSUD Puri Husada ruang Dahlia terlihat seseorang yang
sedang berbaring terkulai lemah tak berdaya. Dia adalah seorang pasien penderita
jantung koroner yang sudah mendapat vonis dari dokter bahwa umurnya sudah tinggal
tujuh hari.

Di ruang keperawatan terdapat sebuah meja dan dua buah kursi dengan
tumpukan buku di atas meja. Diruang tersebut terdapat seorang perawat senior berusia
45 tahun sedang menulis dibuku catatan keperawatan, kemudian seorang perawat
praktek dengan name take yang berwarna merah datang dengan wajah lugunya sesaat
keduanya bercakap-cakap.

Fase Prainteraksi

Perawat Syifa : Assalamualaikum.... (Tersenyum kearah perawat senior)


Perawat Zizi : Walaikumsalam. (Dengan suara ketus) Dek, kamu lagi ada
tugas?

Perawat Syifa : Kebetulan tidak ada mbak.

Perawat Zizi : Kalau begitu sekarang kamu masuk ke ruang Dahlia, disana ada
pasien yang harus dibantu personal hygine karena jadwalnya dia pagi ini harus diberi
itu.

Perawat Syifa : Iya mbak. (Sambil ngangguk)

Perawat Zizi : Bisa dek? (Ketus) Sekalian belajar (Mengangkat alis)

Perawat Syifa : Iya mbak. (Mengangguk)

Perawat Zizi : Kamu tahu, dimana mengambil peralatan?

Perawat Syifa : Iya mbak saya tahu.

Perawat Zizi : Kamu lihat dulu status pasien di ruang keperawatan. (Jari
telunjuk menunjukkan disebuah lemari) Dan ingat jangan sampai keliru, paham kamu!

22
Perawat Syifa : Paham mbak.

Perawat Zizi : Berani dek.

Perawat Syifa : Iya mbak.

Perawat Zizi : Ya, sudah cepat sekarang!

Perawat Syifa : Ya, mbak permisi.

Perawat Zizi : Iya

Dengan wajah mengkerut perawat Syifa pergi meninggalkan perawat


seniornya dan mulai mempersiapkan peralatan, kemudian menuju ruang Dahlia.

Fase Orientasi

Perawat Syifa : Assalamualaikum, selamat pagi bapak, bagaimana tidurnya


semalam,? Bisa tidur atau tidak ?

Pasien : Waalaikumsalam, pagi juga ners, semalam saya kurang tidur


ners, saya merasa cemas.

Perawat Syifa : Benar ini dengan bapak Nasril ?

Pasien : Iya ners

Perawat Syifa : Baik bapak, saya perawat Syifa yang bertugas pagi hari ini.
Disini saya mau membantu bapak melakukan personal hygine, bagaimana pak?

Pasien : Baik ners, terimakasih

Perawat Syifa : Kalau begitu, saya mulai ya pak alat alatnya sudah saya siapkan,
kira kira sekitar 30 menit saja pak

Pasien : Baik ners

23
Fase Kerja

Disaat sedang melaksanakan tugasnya tiba-tiba pasien bertanya kepada


perawat tentang penyakitnya.

Pasien : Maaf ners, sebenarnya saya ada kemungkinan untuk sembuh


atau tidak, soalnya satu pekan kemarin, saya merasa selalu dibuntuti oleh orang berjubah
hitam, itulah yang membuat saya susah tidur.

Perawat Syifa : Maaf bapak, untuk informasi lebih mendalam mengenai


penyakit bapak nanti akan disampaikan kepala ruang sekarang bapak rajin berdo‟a dan
beribadah saja, serahkan semua pada Tuhan, baik dan buruk hasil nanti sudah ada yang
mengatur pak.

Pasien : Iya ners, terimakasih.

Perawat Syifa : Sama sama bapak, saya permisi dulu, nanti saya akan kembali
lagi pak, untuk mengganti infuse bapak.

Disaat perawat Syifa sedang mengganti infuse pasien tersebut, datanglah


dokter dan perawat Sri.

Dokter : Assalamualaikum, selamat pagi bapak. Bagaimana


perkembangan kesehatan bapak hari ini? Apakah merasa sudah membaik ?

Pasien : Waalaikumsalam dok alhamdulilah sudah tidak terlalu lemas


seperti kemarin dok, cuma akhir-akhir ini saya selalu merasakan kecemasan yang
berlebih, apakah itu efek obat ya dok ?

Dokter : Bapak tidak perlu khawatir, kami akan merawat bapak


semaksimal mungkin untuk kesembuhan bapak.

Pasien : Terimakasih banyak, dokter

Dokter : Sama sama pak, kalau begitu saya kembali ke ruangan sebentar
ya pak

24
Pasien : Iya dokter

Sembari keluar ruangan pasien, dokter pun meminta perawat Sri untuk
memanggilkan keluarga pasien.

Dokter : Ners, saya ingin berbicara dengan keluarga pak Nasril di


ruangan, bisa tolong dipanggilkan?

Perawat Sri : Baik dok, akan saya panggilkan

Perawat Sri pun kembali ke ruangan pasien dan bertanya kepada perawat
Syifa.

Perawat Sri : Ners, dokter Vinola ingin berbicara dengan keluarga pasien di
ruangnya. Keluarga pasien dimana ya? (kata perawat Sri pelan)

Perawat Syifa : Baik, keluarga pasien ada di luar, biar saya aja yang akan
mengantarkan keluarga pasien ke ruangan dokter Vinola, tolong gantikan saya sebentar
untuk merawat pak Nasril ya

Perawat Sri : Baik ners

Perawat Syifa pun segera memanggil salah satu keluarga pasien.

Perawat Syifa : Keluarga dari Bapak Nasril

Ibu Okti : Iya ners, saya istrinya

Perawat Syifa : Ibu diminta keruangan dokter, karena ada hal yang ingin dokter
sampaikan mengenai perkembangan kesehatan bapak Nasril.

Ibu Okti : Baik sus, Terimakasih informasinya

Perawat Syifa : Sama sama bu, mari bu saya antar

Dengan wajah harap-harap cemas, ibu Okti pun segera masuk ke ruangan
dokter.

Ibu Okti : Assalamualaikum dokter

25
Dokter : Waalaikumsalam, silahkan duduk bu

Ibu Okti : Dokter memanggil saya?

Dokter : Iya ibu, ibu keluarganya bapak Nasril?

Ibu Okti : Iya dokter, saya istrinya

Dokter : Baik bu, saya akan membacakan hasil diagnose penyakit suami
ibu. Penyakit suami ibu sekarang sudah terlalu kronis, kami sudah melakukan semua
dengan semaksimal mungkin, tapi semua itu sudah menjadi kehendak yang Maha
Kuasa. Harapan hidupnya sudah sangat kecil. Tapi kami akan selalu memantau
perkembangan suami ibu, agar suami ibu tidak cemas menghadapi ini semua.

Ibu Okti : Astaghfirullah…tolong dok, lakukan yang terbaik untuk suami


saya, berapapun biayanya. (sambil cemas dan kemudian menangis)

Dokter : Saya tahu, ini memang berat untuk ibu dan keluarga, tapi ini
diluar kuasa kami. Saya harap ibu dan keluarga bisa menerima kenyataan ini. Saya
harap ibu bisa mendampingi suami ibu, agar di hari-hari terakhirnya suami ibu tidak
merasa kesepian.

Ibu Okti pun keluar sambil menangis sejadi-jadinya. Anaknya pun segera
menghampiri ibunya dan berteriak setelah mendengar kabar tersebut.

Esa : Bu, kenapa ibu menangis? Apa kata dokter bu?

Ibu Okti : (Hanya bisa menangis tersedu-sedu)

Esa : (Seolah bisa mengartikan tangisan ibunya anak pun ikut


menangis).

Ibu Okti : Yang sabar yah nak, kita harus siap dengan kenyataan ini.

Esa : Maksud ibu apa? Aku makin gak ngerti.

Ibu Okti : Penyakit bapak kamu sudah tidak bisa disembuhkan lagi, dan
harapan hidupnya kecil.

26
Esa : (Semakin histeris)

Perawat Indah selaku kepala ruang pun tiba tiba menghampiri keluarga
pasien

Perawat Indah : Ibu yang sabar ya, tenangkan diri ibu. Serahkan semua ini pada
Allah, karena kita semua pasti akan kembali pada-Nya.

Ibu Okti : Kenapa ini terjadi pada keluarga saya ?

Perawat Indah : Allah memberikan cobaan pada setiap makhluknya, dan setiap
manusia diberikan cobaan yang berbeda. Pasti dibalik ini semua akan ada hikmah untuk
keluarga ibu, ibu harus bisa mengikhlaskan semua ini.

Ibu Okti : Baik ners, saya akan berusaha untuk menerima semua ini, dan
mengikhlaskan semuanya, bantu saya untuk menyampaikan berita ini kepada suami saya
yah ners.

Perawat Indah : Iya bu, saya pasti membantu ibu dan tolong hubungi keluarga
jauh ibu, agar di hari terakhir semua keluarga bisa hadir.

Ibu Okti : Baik ners, terima kasih atas sarannya.

Perawat Indah : Iya sama-sama ibu, itu sudah menjadi tugas saya.

Keadaan pasien mulai memburuk.

Ibu Okti : (Melamun)

Pasien : Bu? (dengan nada yang halus), bu? (nada agak tinggi), (ibu tetap
melamun) Pasien pun mulai bingung (sekali lagi), bu?.

Ibu Okti : Iya pak (terkaget)

Pasien : Ibu kenapa, dari tadi melamun saja?

Ibu Okti : Tidak apa apa, ibu hanya sedikit lelah, gimana pak keadaannya?

27
Pasien : Bapak mulai merasa tidak enak bu, tolong jaga anak-anak ya bu,
bapak harap kalian anak-anak menjadi anak-anak yang baik dan bermanfaat, dan jangan
selalu berharap sama bapak lagi ya..!!.

Ibu Okti : Iya pak, ibu akan jaga anak-anak, dan bapak juga harus tenang
dan ikhlas menghadapi semua ini ya.

Tiba tiba perawat Indah masuk kedalam kamar pasien

Perawat Indah : Assalamuallaikum selamat sore bapak, ibu ? Perkenalkan saya


perawat Indah selaku kepala ruang ini.

Pasien : Waalaikumsalam sore juga suster.

Perawat Indah : Bapak, saya akan menyampaikan hasil pemeriksaan penyakit


bapak yang telah diberikan dokter kepada saya.

Pasien : Iya ners, silahkan.

Perawat Indah : Baik bapak, saya harap bapak bisa menerima dan mengikhlaskan
semuanya ya pak.

Pasien : Memang apa yang terjadi dengan penyakit saya ners ?

Perawat Indah : Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilaksanakan oleh dokter


dengan hasil bahwa penyakit bapak sudah tidak bisa disembuhkan lagi dan umur bapak
diprediksi sudah tidak lama lagi pak.

Pasien : (Pasien terkaget dan kemudian teriak). Tidak mungkin ners, saya
masih ingin hidup, dan saya masih punya keluarga yang membutuhkan saya.

Perawat Indah : Bapak yang tenang dan yang sabar ya bapak, bapak pasti kuat
dan bapak harus bisa melewati semuanya, percayakan semuanya pada yang Maha
Kuasa.

Pasien : Ners, apakah ada alternatif lain agar penyakit yang saya derita
sembuh?, saya mohon ners.

28
Perawat Indah : (Menghela nafas panjang, sambil menunduk), tim kami dokter
dan perawat akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan bapak, baiklah pak, saya
tinggal dulu karena ada keperluan lain dengan dokter apabila bapak butuh bantuan,
bapak bisa langsung panggil perawat Syifa atau perawat Septia. Bapak istirahat ya
(Sambil merapikan pasien)

Setelah itu pasien pun beristirahat dengan didampingi istri dan anaknya.
Keesokan harinya tepatnya pada Pukul 08.00 pagi tim pun kembali memeriksa
kondisi pasien, dan membawakannya sarapan.

Perawat Septia : Assalamualaikum selamat pagi bapak, bagaimana tidurnya


semalam?

Pasien : Waalaikumsalam pagi juga ners, alhamdulillah nyenyak ners.

Perawat Septia : Alhamdulillah, kalau keadaan bapak sekarang bagaimana pak?

Pasien : Alhamdulillah baik, ners.

Perawat Septia : Baiklah pak, saya perawat Septia yang hari ini menggantikan
perawat Syifa, sekarang saatnya bapak sarapan ya, apakah bapak ingin dibantu atau
melakukannya sendiri?

Pasien : Biar keluarga saya saja ners yang membantu.

Perawat Septia : Oh baiklah pak.. kalau begitu saya tinggal dulu ya pak.

Pasien : Iya ners

Pasien pun sarapan dengan dibantu keluarganya, Sesudah sarapan pasien


pun beristirahat kembali. Tidak lama kemudian tiba-tiba pasien mengalami sesak
nafas.

Ibu Okti : Pak, bapak kenapa, kok tiba-tiba sesak nafas? (Ibu terlihat
cemas)

Pasien : Bapak enggak tau bu, aduh bu.. tolong (Kesakitan)

29
Ibu Okti pun langsung pergi keluar menuju ruang IGD memanggil tim
kesehatan tergesa-gesa dan cemas.

Ibu Okti : Ners, dok tiba-tiba suami saya mengalami sesak nafas, tolong
dia dokter, ners.

Perawat Tasya : Baik bu, kami akan segera kesana ibu yang tenang

Perawat Tasya dan tim kesehatan lainnya pun tiba

Ibu Okti : Cepat, tolong suami saya.

Perawat Tasya : Iya bu, ibu berdoa saja, semoga tidak terjadi apa-apa

Ibu Okti : Iya ners, terimakasih

Pak Nasril dibawa menuju ruang IGD bersama perawat yang lainnya.
Sesampainya di IGD

Perawat Tasya : Ibu maaf, untuk sekarang ibu tidak dapat masuk kedalam ruang
IGD.

Ibu Okti : Kenapa ners? Saya ingin masuk kedalam untuk menemani suami
saya.

Perawat Tasya : Ibu yang tenang semua pasrahkan kepada kita selaku tim medis.

Ibu Okti : Tapi ners…

Perawat Tasya : Maaf ibu sudah prosedurnya seperti ini tunggu kabar baiknya
ibu berdoa saja ya bu.

Tim kesehatan pun berusaha untuk membantu pasien. Tidak lama


kemudian, kondisi pasien semakin kritis dan tim kesehatan pun tidak bisa
memberikan pertolongan kepada pasien dan akhirnya pasien pun meninggal.

30
Dokter : Ners, tolong sampaikan kepada keluarga pasien jika bapak
Nasril sudah tiada.

Perawat Tasya : Baik dokter

Tibalah perawat Tasya di ruang tunggu keluarga

Fase Terminasi

Ibu Okti : Bagaimana keadaa suami saya?

Esa : Ners gimana keadaan bapak saya?

Ibu Okti : Jawab ners

Perawat Tasya : Ibu, adek yang tenang, sabar dan tawakal. Iklas dan menerima
rencana sang kuasa ya bu, dek. Bapak Nasril sudah tiada.

Ibu Okti : Ya Allah, innalillahi wainna illaihi rojiun bapak (Menangis


pasrah)

Esa : Bapak… (Menangis)

Perawat Tasya : Yang sabar ibu, adek. Ini sudah menjadi takdir, kita semua pasti
akan kembali kepada sang Pencipta. Semoga bapak Nasril diberikan ketenangan dan
tempat terbaik di sisi-Nya. Ibu dan adek harus tabah dan berdoa untuk pak Nasril ya bu,
dek. (Sambil merangkul Ibu Okti dan Anaknya)

Ibu Okti : Iya ners, terimakasih banyak. Saya ikhlas untuk semuanya
(sambil menangis tersedu sedu)

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hubungan perawat dan klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar
bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai
dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai tekhnik kmunikasi agar
perilaku klien berubah kearahyang positif secara optimal.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa
dirinya dari kesadaran diri, klasifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model
yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat
(verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk evaluasi klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu diakukan untuk evaluasi
perkembangan hubungan dan menentukan tekhnik dan keterampilan yang tepat
dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip disini dan saat
ini (here and now). Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada
anak agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.

3.2 Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang sebenarnya
secara spontan. Disamping itu perawat juga harus mampu menghargai klien
dengan menerima klien apa adanya. Menghargai dapat dikomunikasikan melalui
duduk bersam klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien,
dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
Perawat perlu menganalisa tekhnik komunikasi yang cepat setiap kali ia
berhubungan dengan klien. Melalui komunikasi verbal dapat diungkapkan
informasi yang akurat tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan
seluruhnya secara verbal. Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai
berbagai ketrampilan berkomunikasi, diharapkan perawat dapat memakai dirinya
secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi efek terapeutik kepada klien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Nasir,abdul.dkk. 2009. Komunikasi dalam keperawatan Teori dan aplikasi. .Jakarta:


Salemba Medika

Purwanto. 2007. Komunikasi Untuk perawat. Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai