Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KOMUNIKASI KEPERAWATAN
“KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL
PERAWAT DENGAN PERAWAT”

FASILITATOR:
Umdatus Soleha, S.ST.,M.Kes
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9 KELAS 3B
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Nadia Ameliawati NIM. 1130017049
2. Imroatul Mahmudah NIM. 1130017059
3. Luluk Atun Muzayyanah NIM. 1130017064
4. Windha Setyo Oetamie NIM. 1130017077

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat –
Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah yang berjudul “Komunikasi
Efektif Interpersonal Perawat dengan Perawat”. Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.

Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya.

Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini bermanfaat untuk masyarakat dan dapat memberikan inspirasi
terhadap pembaca.

Surabaya, 03 November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Komunikasi............................................................................................3
2.2 Prinsip-prinsip Komunikasi.....................................................................................3
2.3 Syarat Komunikasi Efektif.......................................................................................8
2.4 Kiat Komunikasi yang Efektif...............................................................................10
2.5 Komunikasi Efektif Hubungan Antara Perawat dengan Perawat..........................10
BAB 3 JURNAL DAN REVIEW JURNAL
3.1 Jurnal......................................................................................................................14
3.2 Review Jurnal.........................................................................................................27
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................................34
4.2 Saran......................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................35

iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia ada berbagai macam profesi dalam kesehatan. Profesi tersebut
juga mengakibatkan banyaknya institusi kesehatan, diantaranya dokter, bidan, ahli
gizi, kesehatan masyarakat, radiologi, teknobiomedik, farmasi, analis kesehatan,
dan perawat. Semua profesi tadi diwajibkan saling bekerjasama dalam
menjalankan profesionalitas profesinya masing-masing.
Perawat merupakan satu dari banyaknya profesi kesehatan yang ada. Semua
profesi kesehatan yang ada tentu memiliki visi yang sama yakni terwujudnya
pelayanan kesehatan yang prima. Namun dalam pelaksanaannya perawat tidak
sendirian. Perawat ditemani oleh dokter, analis kesehatan, tim kesehatan
masyarakat, analis kesehatan, ahli gizi, radiologi dan lainnya.
Kemudian bagaimana caranya supaya tugas antar profesi keperawatan dapat
berjalan secara harmonis dan pelayanan kesehatan menjadi maksimal ?
Kolaborasi pendidikan dan praktik antar profesi kesehatan tentunya sangat
dibutuhkan. Semua jenis profesi harus mempunyai keinginan untuk berkolaborasi.
Perawat, bidan, dokter, dan semua profesi lain merencanakan dan
mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di bangku pelajar. Ketergantungan antar
profesi pun dapat tetap ada asalkan dalam batas-batas lingkup praktik yang sesuai
dengan aturan yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari komunikasi
2. Apa saja prinsip-prinsip komunikasi?
3. Apa saja syarat komunikasi efektif?
4. Apa saja kiat komunikasi yang efektif?
5. Bagaimana hubungan komunikasi antara perawat dengan perawat?

1
1.3 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Memahami arti dari komunikasi
2. Memahami prinsip-prinsip komunikasi
3. Memahami syarat komunikasi yang efektif
4. Memahami kiat komunikasi efektif
5. Memahami komunikasi efektif dalam hubungan interpersonal dengan
sesama perawat.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Komunikasi


Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998) menekankan bahwa hakikat dari
komunikasi adalah sebagai suatu hubungan yang dapat menimbulkan perubahan sikap
dan tingkah laku, serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-
orang yang terlibat dalam komunikasi. Oleh karena itu, kesamaan simbol, kesamaan
arti, maupun kesamaan Bahasa sangat mempengaruhi informasi untuk diterima oleh
komunikasi.
Menurut Cangara, H (2004) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan
bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia
ingin hidup maka ia perlu komunikasi. Komunikasi merupakan kebutuhan yang
sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat Karena tanpa
komunikasi masyarakat tidak akan terbentuk. (Abdul Nasir, dkk. 2009)
Menurut Potter dan Perry (1993) Komunikasi terjadi pada tiga
tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini
difokuskan pada komunikasi interpersonal yang terapeutik. Komunikasi
interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau
dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan. Komunikasi
interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide,
pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal. (Potter and Perry, 2006)
2.2 Prinsip-Prinsip Komunikasi
Prinsip-prinsip komunikasi seperti halnya fungsi dan definisi komunikasi
mempunyai uraian yang beragam sesuai dengan konsep yang dikembangkan
oleh masing-masing pakar. Istilah prinsip yang dikemukakan oleh Deddy
Mulyana membuat istilah baru yaitu prinsip-prinsip komunikasi. Terdapat dua
belas prinsip komunikasi yang dikatakan sebagai penjabaran lebih jauh dari
definisi dan hakikat komunikasi yaitu: (Nasir Abdul, dkk. 2009)

3
1. Komunikasi adalah suatu proses simbolik
Kesepakatan menggunakan lambang atau symbol dalam suatu
komunitas merupakan syarat terjadinya komunikasi antarmanusia. Hal
tersebut sangat berbeda sekali dengan hewan yang tidak memerlukan symbol
dalam berkomunikasi. Lambang atau symbol tersebut berupa: kata-kata (pesan
verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.
Namun, selain adanya symbol atau lambang, masih ada sarana lain yang dapat
dijadikan komunikasi yaitu ikon dan indeks. Ikon merupakan suatu benda
fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikan
dengan ditandai kemiripan ikon serta lambang yang banyak dipertukarkan dan
banyak orang yang tidak membantah. Sedangkan, indeks merupakan tanda
yang secara alamiah mempresentasikan objek lainnya.
2. Setiap prilaku mempunyai potensi komunikasi
Komunikasi terjadi apabila seseorang memberi makna pada perilaku
orang lain atau perilaku diri sendiri. Penafsiran perilaku seseorang membuat
orang tersebut berkomunikasi pada diri sendiri maupun kepada orang lain.
Ketika perawat melihat klien duduk termenung, dapat ditafsirkan bermacam-
macam, mungkin klien tersebut sedih, memikirkan sesuatu, dan mungkin ada
hal-hal yang lain. Hal ini memberikan pelajaran bagi perawat terhadap
perilaku sensitif akan masalah yang terjadi pada klien yang ditunjukkan
melalui respons nonverbal dengan penafsiran-penafsiran yang rasional dengan
menghubung-hubungkan pada masa yang lalu.
3. Komunikasi punya dimensi isi dan hubungan
Setiap pesan komunikasi mempunyai dimensi isi dimana dari dimensi
isi tersebut kita bisa memprediksi dimensi hubungan yang ada diantara pihak-
pihak yang melakukan proses komunikasi. Dimensi isi disebut secara verbal,
sementara dimensi hubungan disebut secara nonverbal. Dimensi isi
menunjukkan muatan (isi) komunikasi yang antara lain berisi apa yang
dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaiamana cara
mengatakannya yang mengisyaratkan Bagaimana hubungan para peserta

4
komunikasi dan Bagaimana pesan itu ditafsirkan. Namun, tidak semua orang
bisa menyampaikan pesan sesuai dengan karakter isi pesan yang disampaikan.
4. Komunikasi itu berlangsung dalam berbagi tingkat kesengajaan
Setiap tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang bisa terjadi
mulai dari tingkat kesengajaan yang dimulai dari tidak disengaja atau tidak
direncanakan (apa saja yang akan dikatakan atau apa saja yang akan dilakukan
tanpa mengharapkan respons), sampai pada tindakan komunikasi yang betul-
betul disengaja (pihak komunikan mengharapkan respons dan berharap
tujuannya tercapai).
5. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu
Pesan komunikasi yang dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara
verbal maupun nonverbal disesuaikan dengan tepat, dimana proses
komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirimkan, dan kapan
komunikasi itu berlangsung. Komunikasi juga mampu menembus faktor
ruang dan waktu. Tidak sepatutnya perawat mengajak klien berdiskusi pada
saat jam tidur. Selain itu, tidak baik perawat melakukan pengkajian di ruang
tertutup kecuali melakukan pemeriksaan dengan tujuan menjaga kenyamanan
klien. Demikian juga apabila perawat mengajak untuk diskusi, perlu juga
memperhatikan suasana psikologisnya agar tidak terjadi penolakan dari klien.
6. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi
Ketika mengajak berkomunikasi atau berbicara dengan klien,
seharusnya perawat bisa meramalkan efek prilaku klien. Untuk itu harus
memilih strategi tertentu berdasarkan Bagaimana klien merespons. Perawat
harus bisa memprediksi perilaku komunikasi klien berdasarkan peran
sosialnya. Hal ini dilakukan untuk mencapai derajat keteraturan pada perilaku
komunikasi manusia.
7. Komunikasi itu bersifat sistemik
Agar pesan yang disampaikan perawat dapat diteriima oleh klien
dalam setiap komunikasi, perawat harus memperlihatkan sistem internal dan
sistem eksternal sangat mempengaruhi penyerapan pesan yang disampaikan

5
oleh perawat. Kedua sistem tersebut harus duperlihatkan saat mengadakan
komunikasi terutama saat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien.
Sistem internal merupakan seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu
ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia serap selama sosialisasinya
dalam berbagai lingkungan sosialnya, nilai tersebut antara lain:
a. Kerangka rujukan
b. Bidang pengalaman
c. Struktur kognitif
d. Pola pikir
e. Keadaan internal
f. Sikap

Sedangkan, sistem eksternal merupakan unsur-unsur yang berada


diluar dari individu, antara lain:

a. Kata-kata yang dipilih untuk dibicarakan


b. Isyarat fisik peserta komunikasi
c. Kegaduhan disekitar
d. Penataan ruangan
e. Cahaya
f. Temperatur ruangan, dan lain-lain

Tiap individu mempunyai sistem internal yang berbeda, maka setiap


orang tindakan akan memiliki bidang perseptual yang sama, meskipun mereka
duduk di ruang yang sama. Maka dapat dikatakan bahwa komunikasi
merupakan produk dari perpaduan sistem internal dan sistem eksternal.

8. Semakin mirip latar belakang sosial budaya akan semakin efektif komunikasi
Jika dua orang melakukan komunikasi dari suku yang sama, pendidikan yang
sama, maka ada cenderungan dua pihak tersebut mempunyai bahan yang sama
untuk saling saling dikomunikasikan. Mempunyai makna yang sama terhadap

6
simbol-simbol yang saling dipertukarkan. Makna suatu pesan baik verbal
maupun non verbal pada dasarnya terikat budaya.
9. Komunikasi bersifat non-sekuensial
Proses komunikasi bersifat sirkular dalam arti tidak dalam satu arah.
Melibatkan respons-tanggap-respons sebagai bukti bahwa pesan yang
dikirimkan itu diterima, dimengerti, dan direfleksikan sebagai umpan balik
sehingga dijadikan bahan untuk melakukan respons selanjutnya.
Komunikasi sirkuler ditandai dengan:
a. Orang-orang berkomunikasi dianggap setara, tidak ada status yang baku,
dengan kata lain mereka mengirim dan menerima pesan pada saat yang
sama.
b. Proses komunikasi berjalan timbal balik dan bukan linear,
c. Dalam praktiknya, kita tidak lagi membedakan pesan dan umpan balik,
d. Komunikasi yang terjadi sebenarnya jauh lebih rumit, ada proses kimiawi,
interpretasi pesan yang masuk dengan terjadinya interkoneksi,proses
penginderaan, dan lain-lain.
10. Komunikasi bersifat prosesual, dinamis, dan transaksional
Keputusan untuk menggunakan gagasan atau ide tersebut merupakan hak dari
komunikan.dunia periklanan sangat erat kaitannya dengan komunikasi
transaksional. Seorang akan menilai sebuah produk yang dipasarkan
berdasarkan iklan yang disampaikan apakah menarik atau tidak, tergantung
masyarakat yang menilai. Konsekunsi dari prinsip bahwa komunikasi
merupakan sebuah proses adalah komunikan itu dinamis dan transaksional,
oleh karena itu komunikasi dijalankan menurut sistem yang ada. Melalui
proses yang sistematis, komunikasi berproses secara berurutan agar siapapun
yang mendengarkan bisa menerima dengan baik.
11. Komunikasi bersifat ireversibel
Setiap orang yang melakukan proses komunikasi tidak dapat mengontrol efek
yang ditimbulkan oleh pesan yang dikirimkan. Komunikasi tidak dapat ditarik
kembali, jika seorang perawat membentak atau menyakiti klien, maka efek

7
sakit hati klien tidak akan hilang begitu saja pada diri klien tersebut. Prinsip
irreversible ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai sebuah proses yang
selalu berubah dan yang menyadarkan kita agar selalu hati-hati dalam
menyampaikan sebuah kesan kepada orang lain terutama kepada klien. Sebab
dalam komunikasi, sekali kita mengirimkan pesan, kita tidak dapat
mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak, apalagi
menghilangkan efek pesan.
12. Komunikasi bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah
Prinsip ini berarti bahwa komunikan bukan satu-satunya obat mujarab yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini karena setiap
persoalan atau konflik mungkin berkaitan dengan masalah structural,
perbedaan prinsip, dan lain-lain. Agar komunikasi berjalan efektif, maka
kendala harus diatasi.

2.3 Syarat komunikasi efektif

a. Dapat dipercaya (Credible)


Dalam arti harfiah, Credible diartikan seseorang mempunyai
kelebihan dan merupakan pengakuan komunikan terhadap keberadaan
komunikator atau sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh posisi dan
kedudukan strata sosiokultural tertentu sangat mempengaruhi
pengakuan dan kredibilitas seseorang.
a) Kompetensi merupakan penguasaan ilmu luas yang dimiliki
oleh komunikator pada masalah yang dibahas.
b) Sikap merupakan karakter pribadi sebagai penguatan sehingga
pembicarannya dipercaya oleh khalayak (penerima pesan)
c) Tujuan inti dari adanya komunikasi adalah terjadinya
perubahan perilaku sehingga apa yang disampaikan seharusnya
mempunyai tujuan yang baik.
d) Kepribadian merupakan suasana hangat dan bersahabat dengan
memperlihatkan kultural setempat saat menyampaikan isi

8
pesan akan membawa khalayak atau penerima pesan larut
dalam pembicara.
e) Dinamis merupakan kualitas dari isi pesan yang mampu
menarik perhatian khalayak atau penerima pesan.
b. Konteks (Context)
Pesan yang disampaikan hendaknya sesuai dengan kepentingan
sasaran. Materi yang kontekstual berarti materi yang akan
dismapaikan didesain untuk memenuhi kepentingan sasaran yang
berarti bahwa materi yang akan disampaikan sesuai dengan yang
dibutuhkan saat ini. Pemilihan materi pesan yang akan disampaikan
tergantung dari Bagaimana perawat menyimpulkan sebuah rumusan
masalah sehingga muncul diagnosis keperawatan, dan dari diagnosis
keperawatan tersebut perawat memulai menyusun materi.
c. Isi (Content)
Isi materi merupakan inti dari kegiatan komunikasi. Hal ini sesuai
dengan tujuan komunikasi yang akan dilakukan, dengan harapan akan
memberikan efek positif yaitu terjadinya perubahan perilaku dari
komunikan.
d. Kejelasan (Clarity)
Selain harus dapat dimengerti dan diterima, maka kejelasan dari pesan
itu sendiri perlu dipertegas sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagi penafsiran yang berlainan.
e. Kesinambungan dan konsistensi (Continuity and Consistency)
Pesan yang disampaikan sebaiknya konsisten dan berkesinambungan
serta tidak menyimpang dari topik ataupun tujuan komunikasi yang
telah ditetapkan. Apabila terlalu menyimpang, maka akan kembali ke
konteks semula seperti yang telah dibicarakan sebelumyan.
f. Saluran (Channel)
Saluran yang digunakan dalam komunikasi sesuai dan memungkinkan
penerimaann yang baik dan cermat oleh komunikan. Pada seseorang

9
dengan gangguan bicara karena adanya gangguan fungsi syaraf, maka
saluran yang dipakai adalah dengan menulis dikertas, dan sebagainya.
Intinya saluran yang akan digunakan disesuaikan dengan kondisi saat
ini termasuk menggunakan alat atau tidak. Pada penyuluhan sebaiknya
menggunakan flip chart.
g. Kepabilitas sasaran (Capability of Audience)
Materi dan teknik penyampaikan pesan disesuaikan dengan
kemampuan penerimaan sasaran, sedangkan pesan itu sendiri tidak
membingungkan.

2.4 Kiat komunikasi yang efektif


Komunikasi keperawataan merupakan wahana utama dalam praktek
keperawatan yang dilakukan antar :

1) Perawat-klien
2) Perawat-keluarga klien
3) Perawat-perawat
4) Perawat-dokter
5) Perawat-petugas lain yang terkait.

2.5 Komunikasi Efektif Hubungan Interpersonal Antara Dengan Sesama


Perawat
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi
antar tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting.
Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah,
sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau
komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.

Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan


keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan
struktural dan hubungan intrapersonal.

10
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan
hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab
yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.

Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan


jabatan atau struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas
berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada
perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang
tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala
ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang
lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan
ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa
pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

  Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien komunikasi antar


tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan
perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan
dengan baik. Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan
struktural dan hubungan intrapersonal. (Mundakir,2006)

a) Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan


yang terjadi  karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama
dalam memberikan pelayanan.
b) Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan
atau struktur  masing- masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan
wewenang dan  tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Laporan perawat pelaksana  tentang kondisi klien kepada
perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang

11
tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan
kepala  ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan
struktural.
c) Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang
lazim dan  terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan
ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa
pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.(Mundakir,2006)

Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang


memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.

Tunjukkan sikap memupuk rasa persaudaraan dengan cara:

      1.  Silih Asuh

Yaitu sesama perawat dapat saling membimbing, menasihati,


menghormati, dan mengingatkan bila sejawat melakukan kesalahan atau
kekeliruan sehingga terbina hubungan yang serasi.

      2.  Silih Asih

Yaitu dalam menjalankan tugasnya, setiap perawat dapat saling


mrnhargai satu sama lain, saling mengahrgai antar anggota profesi, saling
bertenggang rasa, serta bertoleransi yang tinggi sehingga tidak terpengaruh
oleh hasutan yang dapat menimbulkan sikap saling curiga dan benci.

      3. Silih Asah

Yaitu perawat yang merasa lebih pandai/tahu dalam hal ilmu


pengetahuan, dapat mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya kepada rekan
sesama perawat tanpa pamrih.

12
BAB 3
JURNAL & REVIEW JURNAL
3.1 Jurnal
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI TERHADAP KINERJA
PERAWAT PELAKSANA MENURUT PERSEPSI PERAWAT DI RUMAH
SAKIT PERTAMINA PANGKALAN BRANDAN
TAHUN 2014

13
Nurhikmah Panjaitan
Email: nurhikmah_panjaitan @ yahoo.com

ABSTRACT:

Applied leadership in an organization can help create a positive work effectiveness


for employees. In addition to leadership, internal communication also has a very
important role in creating a positive work effectiveness. The purpose of this study
was to determine the relationship of leadership and communication on the
performance of head room nurses at Pertamedika Hospital Pangkalan Brandan 2014.
Research type is descriptive cross sectional correlation. The number of sample as
many as 36 people. The results of chi-square analysis between leadership variables
with performance room nurses obtained p = 0.012 and variable head room
communication with nurses performance obtained value of p = 0.002. p value < 0.005
so that there is a relationship between leadership and communication with
performance head room nurses at Pertamina Hospital Pangkalan Brandan. It is
expected that the management of public hospitals improve the function of leadership
as a treatment room nurses effort to improve performance
Keywords : Performance

ABSTRAK

Kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi dapat membantu menciptakan


efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Selain kepemimpinan, komunikasi intern
juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan efektivitas kerja
yang positif. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan kepemimpinan
dan komunikasi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana menurut persepsi

14
perawat di Rumah Sakit Pertamedika Pangkalan Brandan Tahun 2014. Jenis
penelitian ini ialah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Jumlah
sampel penelitian sebanyak 36 orang. Hasil analisis chi square antara variabel
kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana diperoleh nilai p =
0,012 dan variabel komunikasi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana
diperoleh nilai p = 0,002. Nilai p < 0,005 sehingga terdapat hubungan antara
kepemimpinan dan komunikasi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di
Rumah Sakit Pertamina Pangkalan Brandan. Diharapkan pihak manajemen rumah
sakit meningkatkan fungsi kepemimpinan kepala ruang perawatan sebagai upaya
meningkatkan kinerja perawat pelaksana
Jurkessutra (Jurnal Kesehatan Menganalisis hubungan kepemimpinan
Surya Nusantara) dan komunikasi kepala ruangan
terhadap kinerja perawat pelaksana
Vol. 1 No 05 januari 2015 2 menurut persepsi perawat di Rumah
Kata Kunci : Kinerja Sakit Pertamina Pangkalan Brandan
Tahun 2014.
PENDAHULUAN
Tujuan Khusus
Latar belakang
a. Untuk mengetahui bagaimana
Salah satu masalah yang ada dalam kepemimpinan kepala ruangan di
manajemen sumber daya manusia di Rumah Sakit Pertamina Pangkalan
rumah sakit adalah masalah kinerja Brandan Tahun 2014.
karyawan. Kinerja karyawan dianggap
penting bagi organisasi karena b. Untuk mengetahui bagaimana
keberhasilan suatu organisasi komunikasi kepala ruangan di Rumah
dipengaruhi oleh kinerja itu sendiri. Sakit Pertamina Pangkalan Brandan
Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil Tahun 2014.
kerja yang dicapai oleh seorang c. Untuk mengetahui bagaimana
karyawan dalam melakukan tugas kinerja perawat pelaksana di Rumah
sesuai tanggung jawab yang diberikan Sakit Pertamina Pangkalan Brandan
kepadanya (Harahap, 2012). Faktor Tahun 2014.
kepemimpinan dalam organisasi
memegang peranan penting, karena d. Untuk mengetahui bagaimana
bawahan bekerja tergantung dari hubungan kepemimpinan terhadap
kemampuan pimpinannya. Pemimpin kinerja perawat pelaksana menurut
yang efektif akan mampu menularkan persepsi perawat di Rumah Sakit
optimisme dan pengetahuan yang Pertamina Pangkalan Brandan Tahun
dimilikinya dalam mencapai tujuan 2014.
organisasi. Menurut Robbins (2006)
kepemimpinan merupakan e. Untuk mengetahui bagaimana
kemampuan untuk mempengaruhi hubungan komunikasi kepterhadap
suatu kelompok ke arah tercapainya kinerja perawat pelaksana menurut
suatu tujuan. persepsi perawat di Rumah Sakit
Pertamina Pangkalan Brandan Tahun
Tujuan Penelitian 2014.

15
artinya seluruh populasi dijadikan
sampel penelitian yakni sebanyak 36
Manfaat Penelitian orang. Validitas intrumen adalah suatu
Bagi Penelitian Keperawatan Hasil ukuran yang menunjukkan tingkat
penelitian ini diharapkan dapat kevalidan atau keshahihan suatu
menjadi referensi penelitian instrumen (Arikunto, 2006). Suatu
selanjutnya. instrumen dikatakan valid jika mampu
mengukur apa yang diinginkan dengan
Bagi Rumah Sakit Diharapkan mengungkap variabel yang diteliti
penelitian ini dapat menjai masukan secara tepat. Uji validitas digunakan
bagi kepala ruangan dalam memimpin untuk mengetahui apakah alat ukur
dan berkomunikasi kepada perawat di yang digunakan benar-benar mengukur
rumah sakit. apa yang di ukur (Notoatmodjo, 2002).
Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini Kuisioner divalidasi dengan
diharapkan memberikan sumbangan menggunakan validitas isi (content
dan memperkaya hasil penelitian yang validity) yaitu instrumen dibuat
telah ada dan dapat memberi informasi berdasarkan isi dan menjelaskan isi.
mengenai pengaruh kepribadian Kemudian pengujian validitas isi
dengan perilaku caring seorang dilakukan dengan memberikan konsep
perawat. yang digunakan kepada seorang yang
ahli dibidangnya (Arikunto, 2003).
METODE PENELITIAN Ahli yang diminta untuk melakukan uji
validitas adalah dosen keperawatan
Penelitian ini menggunakan desain
yang ahli dalam bidang manajemen
penelitian deskriptif korelasional.
keperawatan. Proses validasi dilakukan
Rancangan dalam penelitian ini untuk
dengan memberikan keterangan
mengidentifikasi hubungan
mengenai tujuan penelitian dan
kepemimpinan dan komunikasi
selanjutnya ahli dari uji validitas akan
terhadap kinerja perawat pelaksana
menelaah lebih lanjut isi
yang dilihat dari evaluasi tindakan
perawat dalam melaksanakan asuhan proposal dan kuesioner. Pada beberapa
keperawatan. Populasi adalah item pernyataan dilakukan perubahan
keseluruhan subyek penelitian yang sebelum instrumen ini dikatakan valid.
akan diteliti (Notoatmojo, 1993 dalam
Setiadi, 2007). Populasi yang diambil Reliabilitas Instrumen
dalam penelitian ini adalah seluruh Uji reliabilitas digunakan untuk
perawat pelaksana di Rumah Sakit mengetahui sejauh mana hasil
Pertamina Pangkalan Brandan yang pengukuran tetap konsisten bila
berjumlah 36 orang. Sampel dilakukan pengukuran dua kali atau
merupakan bagian populasi yang akan lebih terhadap variabel yang sama
diteliti atau sebagian jumlah dari dengan menggunakan alat ukur yang
karakteristik yang dimiliki oleh sama (Notoatmodjo, 2002). Instrumen
populasi (Alimul, 2003). Dalam yang reliabel akan dapat menghasilkan
penelitian ini teknik sampel yang data yang dapat dipercaya atau benar
digunakan adalah total sampling, sesuai kenyataannya (Polit & Hungler,

16
1999). Uji reliabilitas ini dilakukan variabel terikat. Hasil analisis antara
dengan menggunakan bantuan variabel kepemimpinan kepala ruangan
komputerisasi untuk analisa cronbach dengan kinerja perawat pelaksana
alpha. Polit & Hunger (1999) menurut persepsi perawat mempunyai
menjelaskan bahwa suatu instrumen hubungan yang bermakna yang
dikatakan reliabel jika memiliki nilai ditandai dengan nilai p < 0,05 (p =
reliabilitas lebih dari 0.70. Uji 0,012) sehingga Ho ditolak dan Ha
reliabilitas instrumen dilakukan pada diterima yakni ada hubungan antara
bulan Maret Tahun 2014 di Rumah kepemimpinan dengan kinerja perawat
Sakit Umum Insani Stabat. Uji coba pelaksana menurut persepsi perawat di
dilakukan terhadap 30 orang perawat Rumah Sakit Pertamina Pangkalan
pelaksana di rumah sakit tersebut. Brandan. Hasil analisis antara variabel
Kuesioner kepemimpinan diperoleh komunikasi kepala ruangan dengan
hasil 0.922, kuesioner komunikasi kinerja perawat pelaksana menurut
diperoleh hasil 0,767 dan kuesioner persepsi perawat mempunyai
kinerja perawat pelaksana diperoleh hubungan yang bermakna yang
hasil 0,793, artinya semua hasil ditandai dengan nilai p<0,05 (p =
reliabel kuesioner > 0.70 sehingga 0,002) sehingga Ho ditolak dan Ha
dapat disimpulkan bahwa instrumen diterima yakni ada hubungan antara
ketiga instrumen telah reliabel. komunikasi dengan kinerja perawat
pelaksana menurut persepsi perawat di
HASIL Rumah Sakit Pertamina Pangkalan
Berdasarkan Tabel 4.1. diatas, dapat Brandan.
dilihat bahwa kategori kepemimpinan
kepala ruangan mayoritas dengan
kategori baik yakni sebanyak 34 PEMBAHASAN
responden (94,4%) dan minoritas
Kinerja Perawat Pelaksana
dengan kategori kurang dengan jumlah
Berdasarkan Tabel 4.3. pada Bab IV
responden 2 orang (5,6%).
diatas, dapat dilihat bahwa kategori
Berdasarkan Tabel 4.2. diatas, dapat
kinerja perawat pelaksana mayoritas
dilihat bahwa kategori komunikasi
baik yakni sebanyak 27 responden
kepala ruangan mayoritas baik yakni
(75%) dan minoritas kurang yakni
sebanyak 29 responden (80,6%) dan
sebanyak 9 responden (25%).
minoritas kurang yakni sebanyak 7
responden (19,4%). Berdasarkan Tabel a. Pengkajian Kinerja perawat
4.3. diatas, dapat dilihat bahwa pelaksana pada aspek pengkajian
kategori kinerja perawat pelaksana secara umum diatas 50% yakni
mayoritas baik yakni sebanyak 27 mencapai nilai 61,1% dinilai dari item
responden (75%) dan minoritas kurang nomor 1 dan 2 dari kuesioner
yakni sebanyak 9 responden (25%). pengukuran kinerja perawat pelaksana.
Pada analisa bivariat menggunakan uji Pengkajian data pasien serta penyakit
Chi Square untuk melihat hubungan yang dideritanya merupakan tahap
dan tingkat masing-masing variabel awal yang menjadi acuan bagi proses
yaitu variabel bebas dianalisis dengan asuhan keperawatan pada tahap

17
berikutnya. Apabila pada tahap c. Perencanaan Perencanaan tindakan
pengkajian tidak dilakukan dengan keperawatan ditemukan dilakukan
baik maka akan berdampak kepada 5,6% perawat pelaksana. Rendahnya
kurang akuratnya tahap diagnosis kegiatan perencanaan tindakan
sampai kepada pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan perawat
keperawatan. pelaksana di RSU Pertamina
Pangkalan Brandan berdampak kepada
b. Diagnosa Pelaksanaan asuhan kualitas asuhan keperawatan yang
keperawatan tahap diagnosis, dilakukan kepada pasien. Konsep
ditemukan merupakan yang paling perencanaan tindakan keperawatan
tinggi dari semua aspek asuhan yang dilakukan kepada pasien
keperawatan yakni mencapai 69,45% mencakup kebutuhan pasien secara
perawat pelaksana. Hal ini menyeluruh, dan dasar menyusun
menunjukkan kegiatan diagnosis yang rencana tindakan keperawatan tersebut
dilakukan perawat pelaksana di RSU adalah data yang telah dikumpulkan
Pertamina Pangkalan Brandan telah pada tahap asuhan keperawatan
mendukung pelaksanaan asuhan sebelumnya yaitu pengkajian dan
keperawatan secara keseluruhan. diagnosis. Oleh karena itu kesesuaian
Keberhasilan suatu asuhan data pasien antar shift kerja perawat
keperawatan kepada pasien sangat perlu dikomunikasikan sehingga dapat
ditentukan oleh pemilihan metode dirumuskan suatu rencana tindakan
pemberian asuhan keperawatan keperawatan yang sesuai dengan
profesional. Dengan semakin kebutuhan pasien serta menghindari
meningkatnya kebutuhan masyarakat terjadinya kesalahan menetapkan
akan pelayanan keperawatan dan tindakan keperawatan (Yulia, 2006).
tuntutan perkembangan ilmu Komunikasi secara profesional sesuai
pengetahuan dan teknologi di bidang dengan lingkup tanggung jawab
keperawatan, maka metode sistem merupakan dasar pertimbangan
pemberian asuhan keperawatan harus penentuan model. Model asuhan
efektif dan efisien (Nurachmad, 2001). keperawatan diharapkan akan dapat
Berdasarkan orientasi tugas dari meningkatkan hubungan interpersonal
filosofi keperawatan perawat yang baik antara perawat dengan
melaksanakan tugas (tindakan) tertentu perawat lain maupun dengan tenaga
berdasarkan jadwal kegiatan yang ada, kesehatan lainnya.
salah satunya adalah metode
fungsional dilaksanakan oleh perawat d. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
dalam pengelolaan asuhan Pelaksanaan tindakan keperawatan
keperawatan sebagai pilihan utama yang dilakukan perawat pelaksana
pada saat perang dunia kedua. Pada dinyatakan 28,7% responden perawat.
saat itu, karena masih terbatasnya Pada model asuhan keperawatan
jumlah dan kemampuan perawat maka fungsional, pemberian asuhan
setiap perawat hanya melakukan 1-2 keperawatan ditekankan pada
jenis intervensi keperawatan kepada penyelesaian tugas dan prosedur
semua pasien di ruang perawatan keperawatan. Setiap perawat diberikan
(Yulia, 2006). satu atau beberapa tugas untuk

18
dilaksanakan kepada semua pasien sebesar 0%, kategori sering 97,2% dan
yang dirawat di suatu ruangan. kategori kadang-kadang sebesar 2,8%
Seorang perawat mungkin bertanggung yang melakukan evaluasi tindakan
jawab dalam pemberian obat, keperawatan, yaitu mengevaluasi
mengganti balutan, monitor infus dan kemampuan seluruh pasien setelah
sebagainya. Prioritas utama yang diberi tindakan keperawatan kepada
dikerjakan adalah pemenuhan pasien dan mengevaluasi kemampuan
kebutuhan fisik sesuai dengan keluarga pasien tentang merawat
kebutuhan pasien dan kurang pasien. Sesuai dengan konsep dan
menekankan kepada pemenuhan fungsi evaluasi dalam teori manajemen
kebutuhan pasien secara holistik, adalah untuk mengukur kesesuaian
sehingga dalam penerapannya kualitas pelaksanaan kegiatan keperawatan
asuhan keperawatan sering terabaikan, dengan pedoman asuhan keperawatan
karena pemberian asuhan yang yang berlaku di rumah sakit serta
terfragmentasi. Komunikasi antara untuk mengetahui kendala atau
perawat sangat terbatas, sehingga tidak hambatan yang dihadapi perawat
ada satu perawat yang mengetahui pelaksana dalam melaksanakan asuhan
tentang satu klien secara keperawatan. Kurangnya pelaksanaan
komprehensif, kecuali mungkin kepala kegiatan evaluasi berdampak kepada
ruangan. Hal ini sering menyebabkan kurang berkembangnya pelayanan
klien kurang puas dengan pelayanan keperawatan di RSU Pertamina
asuhan keperawatan yang diberikan, Pangkalan Brandan. Keseluruhan
karena seringkali klien tidak mendapat asuhan keperawatan di RSU Pertamina
jawaban yang tepat tentang hal-hal Pangkalan Brandan Brandan.
yang ditanyakan, dan kurang Keseluruhan asuhan keperawatan di
merasakan adanya hubungan saling RSU Pertamina Pangkalan Brandan
percaya dengan perawat. Dalam model sebagai indikator kinerja perawat
fungsional koordinasi antar perawat pelaksana belum terlaksana secara
sangat kurang sehingga seringkali optimal. Hubungan Kepemimpinan
pasien harus mengulang berbagai terhadap Kinerja Perawat Pelaksana
pertanyaan atau permintaan kepada Menurut Persepsi Perawat di Rumah
semua petugas yang datang kepadanya Sakit Umum Pertamina Pangkalan
dan kepala ruanganlah yang Brandan Hasil analisis antara variabel
memikirkan setiap kebutuhan pasien kepemimpinan kepala ruangan dengan
secara komprehensif. Informasi yang kinerja perawat pelaksana menurut
disampaikan bersifat verbal, yang persepsi perawat mempunyai
seringkali terlupakan karena tidak hubungan yang bermakna yang
didokumentasikan dan tidak diketahui ditandai dengan nilai p < 0,05 (p =
oleh staf lain yang memberikan asuhan 0,012) sehingga Ho ditolak dan Ha
keperawatan (Nurachmad, 2001). diterima yakni ada hubungan antara
kepemimpinan dengan kinerja perawat
e. Evaluasi Dari kelima aspek dalam pelaksana menurut persepsi perawat di
asuhan keperawatan, ditemukan Rumah Sakit Pertamina Pangkalan
persentase terendah pada kategori Brandan. Indikator kepemimpinan
selalu melakukan evaluasi yakni yang digunakan dalam penelitian ini

19
yang mengadopsi pendapat Gillies diciptakan atau dibentuk sebagai
(1994) lebih mengarah sebagai bentuk wahana untuk mecapai sesuatu tujuan
aplikatif kepemimpinan dalam tertentu. Kenyataan yang selalu
pelayanan keperawatan. Jika dikaji dihadapi oleh organisasi ialah bahwa
secara teoritis maka kepemimpinan sarana dan prasarana yang tersedia
yang dimaksud dalam penelitian ini mungkin terbatas sedangkan tujuan
lebih relevan dengan teori fungsi yang hendak dicapai adalah sifatnya
kepemimpinan sebagaimana yang tidak terbatas. Pada gilirannya
disebutkan dalam teori kepemimpinan situasi kelangkaan yang selalu
kontingensi yang dalam dihadapi organisasi menuntut agar
perkembangannya dikenal “teori seluruh komponen dan jajaran suatu
kepemimpinan situasional”. Teori ini organisasi bekerja optimal sehingga
dikembangkan oleh Fiedler dan dalam penyelenggaraan berbagai
Chemers (Thoha, 2006), menyatakan kegiatan tidak terjadi pemborosan
bahwa efektifitas kepemimpinan karena akan membuat jalannya
seseorang adalah tergantung pada organisasi tidak efektif.
interaksi antara kepribadian pemimpin
dan situasi. Fungsi kepemimpinan b. Kemampuan Memecahkan Masalah
sebagaimana dinyatakan dalam secara Efektif Kemampuan
kepemimpinan kontingensi meliputi: memecahkan masalah secara efektif
(a) pimpinan sebagai penentu arah, sebagai perilaku kepemimpinan kepala
ruang perawatan relevan dengan fungsi
(b) pimpinan sebagai wakil dan juru kepemimpinan sebagai wakil dan juru
bicara organisasi, bicara organisasi dalam teori
kepemimpinan kontigensi (Thoha,
(c) pemimpin sebagai komunikator 2006). Dalam fungsi kepemimpinan ini
yang efektif dan dijelaskan bahwa setiap organisasi
(d) pemimpin sebagai mediator. dalam usaha pencapaian tujuan harus:
menyatukan persepsi yang tepat
Keterkaitan antara indikator tentang organisasi tersebut, adanya
kepemimpinan dalam penelitian ini pemahaman bebagai kebijaksanaan
berdasarkan pendapat Gillies (1994) yang ditempuh oleh organisasi dalam
dengan fungsi kepemimpinan rangka pencapaian tujuannya serta
kontigensi menjadi bahan pembahasan mencegah timbulnya salah pengertian
dengan melihat relevansi antara kedua tentang arah yang ditempuh oleh
aspek tersebut. organisasi.
a. Kepiawaian Menggunakan Posisi c. Ketegasan Sikap dan Komitmen
Kepiawaian menggunakan posisi dalam Pengambilan Keputusan Tugas-
sebagai perilaku kepemimpinan kepala tugas pimpinan yang terkait dengan
ruang perawatan relevan dengan fungsi sikap dalam mengambil keputusan
kepemimpinan sebagai penentu arah adalah sebagai pengambil keputusan
dalam teori kepemimpinan kontigensi itu sendiri, sebagai pemikul tanggung
(Thoha, 2006). Telah umum dari jawab dengan mengerahkan sumber
fungsi kepemimpinan tersebut daya untuk mencapai tujuan sebagai
diketahui bahwa setiap organisai

20
pemikir konseptual. Dengan demikian bertugas banyak (manajer, seorang
kepala ruangan harus memiliki sebagai pemberi asuhan yang trampil, seorang
pemikir konseptual dan bertanggung ahli dalam hubungan antar manusia,
jawab sehingga dapat memutuskan seorang negosiator, penasihat dan
segala sesuatu untuk peningkatan sebagainya), interdependensi peran
asuhan keperawatan. Hal tersebut (Peran perawat pelaksana dalam
hanya dapat dilakukan oleh kepala praktek pribadi tidak akan serumit
ruangan yang memiliki pengalaman seperti peran perawat dalam tim
dan pengetahuan yang memadai kesehatan yang multidisiplin),
dengan kriteria asertif, self direction, kekaburan tugas (diakibatkan oleh
kemampuan mengambil keputusan peran yang mendua), perbedaan
yang tepat, menguasai keperawatan (sekelompok orang dapat mengisi
klinis, akuntabel, serta mampu peran yang sama tetapi perilaku sikap,
berkolaborasi dengan berbagai displin emosi, dan kognitif orang - orang ini
ilmu. Sesuai dengan pendapat Thoha terhadap peran mereka bisa berbeda),
(2006) yang menyatakan bahwa kekurangan sumber daya (persaingan
ketegasan sikap dan komitmen dalam ekonomi, pasien, jabatan, adalah
pengambilan keputusan sebagai sumber absolut dari konflik antar
perilaku kepemimpinan kepala ruang pribadi dan antar kelompok),
perawatan relevan dengan fungsi perubahan, imbalan, dan masalah
kepemimpinan selaku penentu arah komunikasi. Cara-cara penanganan
yang akan ditempuh dalam usaha konflik ada beberapa macam, meliputi:
pencapaian tujuan. Pemimpin yang bersaing, berkolaborasi, menghindar,
membuat keputusan dengan mengakomodasi dan berkompromi,
memperhatikan situasi sosial dengan uraian sebagai berikut : Yulia
kelompok organisasinya, akan (2006)
dirasakan sebagai keputusan bersama
yang menjadi tanggung jawab bersama 1. Mengatasi konflik dengan bersaing
pula dalam melaksanakannya. Dengan adalah penanganan konflik dimana
demikian akan terbuka peluang bagi seseorang atau satu kelompok
pemimpin untuk mewujudkan fungsi- berupaya memuaskan kepentingannya
fungsi kepemimpinan sejalan dengan sendiri tanpa mempedulikan
situasi sosial yang dikembangkannya. dampaknya pada orang lain atau
d. Kemampuan Menjadi Media dalam kelompok lain. Cara ini kurang sehat
Penyelesaian Konflik Kinerja Secara bila diterapkan karena bisa
teoritis konflik didefinisikan sebagai menimbulkan potensi konflik yang
suatu perselisihan atau perjuangan lebih besar terutama pada pihak yang
yang timbul bila keseimbangan antara merasa dikalahkan. Untuk itu
perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku organisasi sebaiknya menghindari
seseorang yang terancam. Terdapat metode penyelesaian konflik jenis ini.
sembilan faktor umum yang berkaitan 2. Berkolaborasi adalah upaya yang
dengan semua kemungkinan penyebab ditempuh untuk memuaskan kedua
konflik, yaitu: spesialisasi, (sebuah belah pihak yang sedang berkonflik.
kelompok yang bertanggung jawab Cara ini adalah salah satu bentuk
untuk suatu tugas tertentu), peran yang

21
kerjasama. Berbagai pihak yang pihak tersebut. Dalam upaya ini tidak
terlibat konflik didorong ada salah satu pihak yang menang atau
menyelesaikan masalah yang mereka kalah. Ini adalah lose-lose solution di
hadapi dengan jalan mencari dan mana masing-masing pihak akan
menemukan persamaan kepentingan mengorbankan kepentingannya agar
dan bukan perbedaan. Situasi yang hubungan yang dijalin tetap harmonis.
diinginkan adalah tidak ada satu
pihakpun yang dirugikan. Istilah lain e. Keterampilan dalam Komunikasi
cara penyelesaian konflik ini disebut dan Advokasi Kelemahaan kepala
juga win-win solution. ruangan dalam komunikasi dan
advokasi merupakan hambatan yang
3. Menghindar adalah cara sangat besar dalam pelayanan
menyelesaikan konflik dimana pihak keperawatan, karena hubungan antara
yang sedang berkonflik mengakui kepala ruangan dengan perawat
adanya konflik dalam interaksinya pelaksana dalam setiap kegiatan di
dengan orang lain tetapi menarik diri rumah sakit tidak dapat lepas dari
atau menekan konflik tersebut (seakan- proses komunikasi. Sebagai kepala
akan tidak ada konflik atau masalah). ruangan juga berperan sebagai
Cara ini tidak dianjurkan dalam upaya penghubung interpersonal, yaitu
penyelesaian konflik karena masalah merupakan simbul suatu kelompok
mendasar tidak diselesaikan, dalam melakukan tugas secara hukum
penyelasaian yang terjadi adalah dan sosial, mempunyai tanggung
penyelesaian semu. Untuk itu tidak jawab dan memotivasi, mengatur
dianjurkan organisasi untuk tenaga dan mengadakan
menggunakan metode ini. pengembangan serta merupakan
penghubung jaringan kerja di luar
4. Akomodasi adalah upaya kelompok atau tim keperawatan.
menyelesaikan konflik dengan cara Sebagai pemberi informasi, yaitu
salah satu pihak yang berkonflik memonitor informasi yang ada di
menempatkan kepentingan pihak lain lingkungan unit kerjanya,
yang berkonflik dengan dirinya lebih menyebarluaskan informasi dari
tinggi. Salah satu pihak yang pimpinan rumah sakit kepada perawat
berkonflik mengalah kepada pihak pelaksana dan mewakili kelompok
yang lain. Ini suatu upaya lose – win (unit kerjanya) sebagai pembicara
solution. Upaya penyelesaian konflik kepada manajemen RSU Pertamina.
dengan akomodasi sebaiknya juga Ketrampilan berkomunikasi juga
tidak digunakan terlalu sering karena diperlukan ketika pemimpin perawat
kepuasan tidak terjadi secara penuh melakukan lobi ke berbagai pihak
dan bisa menimbulkan potensi konflik terutama penentu kebijakan yang
di masa mendatang. berhubungan dengan profesi
5. Kompromi adalah cara penyelesaian keperawatan. Komunikasi yang
konflik di mana semua pihak yang dilakukan seyogyanya tidak
berkonflik mengorbankan menimbulkan ancaman atau ketidak
kepentingannya demi terjalinnya nyamanan pihak yang sedang dilobi,
keharmonisan hubungan dua belah sehingga kegiatan negosiasi dapat

22
dilakukan tanpa disadari dan diterima dengan baik oleh para pasien
berpotensi menghasilkan sesuatu yang sehingga semua itu bisa berdampak
positif. 5.3. Pengaruh Komunikasi pada kegiatan keperawatan yang
terhadap Kinerja Perawat Pelaksana nantinya akan berpengaruh pada
Menurut Persepsi Perawat di Rumah perkembangan kesehatan kejiawaan
Sakit Umum Pertamina Pangkalan para pasien kearah yang lebih baik.
Brandan Berdasarkan Tabel 4.2. diatas, Salah satu diantara keterampilan
dapat dilihat bahwa kategori kepemimpinan adalah human relation,
komunikasi kepala ruangan mayoritas disamping dua keterampilan lainnya,
baik yakni sebanyak 29 responden yaitu conceptual skills, dan technical
(80,6%) dan minoritas kurang yakni skills. Keterampilan human relation,
sebanyak 7 responden (19,4%). Belum ialah suatu keterampilan yang
optimalnya fungsi komunikasi dalam didalamnya meliputi berbagai
pelaksanaan asuhan keperawatan di penguasaan dan kemampuan,
RSU Pertamina Pangkalan Brandan
diakibatkan kurangnya keterbukaan diantaranya “kemampuan
dan rasa empati kepala ruangan kepada berkomunikasi secara jelas dan
perawat pelaksana serta dalam proses efektif”. Dengan demikian
komunikasi belum ditunjukkan kepala kemampuan berkomunikasi
ruangan sikap mendukung dan sikap merupakan bagian dari keterampilan
sportif tentang materi yang “human relation” sebagai bagian dari
dikomunikasikan serta kepala ruangan kualitas atau persyaratan utama yang
tidak merasa ada kesetaraan dengan mutlak diperlukan oleh seorang
perawat pelaksana. Hasil analisis pemimpin, disamping
antara variabel komunikasi kepala keterampilanketerampilan yang lain.
ruangan dengan kinerja perawat a. Keterbukaan (Openness) Proses
pelaksana menurut persepsi perawat komunikasi antara kepala ruangan
mempunyai hubungan yang bermakna dengan perawat pelaksana harus
yang ditandai dengan nilai p<0,05 (p = didukung dengan adanya kesediaan
0,002) sehingga Ho ditolak dan Ha untuk membuka diri, mengungkap
diterima yakni ada hubungan antara informasi yang biasanya
komunikasi dengan kinerja perawat disembunyikan asalkan pengungkapan
pelaksana di Rumah Sakit Pertamina diri tersebut dilakukan secara pantas.
Pangkalan Brandan. Sesuai dengan Komunikasi antara perawat sangat
penelitian Salfiya (2011) menemukan terbatas, sehingga tidak ada satu
bahwa keterbukaan, empati, perilaku perawat yang mengetahui tentang satu
suportif, perilaku positif, kesetaraan klien secara komprehensif, kecuali
merupakan faktor penunjang kepala ruangan. Hal ini sering
efektivitas komunikasi antarpribadi menyebabkan klien kurang puas
perawat dalam menyampaikan dengan pelayanan asuhan keperawatan
pesannya kepada pasien di Rumah yang diberikan, karena seringkali
Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. pasien tidak mendapat jawaban yang
Karena dengan faktor-faktor tersebut tepat tentang hal-hal yang ditanyakan,
sebuah pesan yang disampaikan dan kurang merasakan adanya
perawat kepada para pasien bisa hubungan saling percaya dengan

23
perawat. Salah satu ciri dalam Model interpersonal yang efektif merupakan
Praktik Keperawatan Profesional suatu kemampuan merasakan orang
(MPKP) adalah penerapan komunikasi lain, artinya sejauhmana kepala
yang efektif. Beberapa bentuk ruangan merasakan apa yang dirasakan
komunikasi dalam MPKP adalah : (a) oleh perawat pelaksana. Jika kepala
Operan, yaitu komunikasi dan serah ruangan mampu berempati kepada
terima antara shift pagi, sore dan perawat pelaksana maka perawat
malam. Operan dari dinas malam ke pelaksana tersebut akan berada dalam
dinas pagi dan dari dinas pagi ke dinas posisi yang lebih baik serta dapat
sore dipimpin oleh kepala ruangan, mendorong dirinya melaksanakan
sedangkan operan dari dinas sore ke asuhan keperawatan dengan baik. c.
dinas malam dipimpin oleh Sikap Mendukung (Supportiveness)
penanggung jawab shift sore, (b) Pre Komunikasi supportif mengandung
Conference yaitu komunikasi kepala landasan orientasi pada masalah,
ruang perawatan (ketua tim) dan diberikan secara verbal dan non-verbal
perawat pelaksana setelah selesai yang sinkron, menekankan pada
operan untuk rencana kegiatan pada pembenaran sehingga orang yang
hari tersebut yang dipimpin oleh ketua sedang berkomunikasi merasa nyaman
tim atau penanggung jawab tim. Jika karena berarti telah memberi
yang dinas pada tim tersebut hanya pengakuan akan kehadiran, keunikan
satu orang, maka pre conference dan arti penting dari orang lain yang
ditiadakan. Isi pre conference adalah diajak berkomunikasi. Komunikasi
rencana suportif juga bersifat spesifik, terkait
logis dengan informasi sebelumnya,
Jurkessutra (Jurnal Kesehatan Surya dan diakui secara nyata, serta
Nusantara) mengandung sikap mau mendengar
dan memberi informasi. Pimpinan
yang sadar bahwa pengembangan
Vol. 1 No 05 januari 2015 10 potensi orang lain terletak sebagian
besar pada dirinya sebagai pemimpin,
maka pimpinan juga harus bersedia
tiap perawat (rencana harian), dan untuk memberi umpan balik dan
tambahan rencana lainnya, (c) Post dorongan positif. Salah satu tugas
Conference yaitu komunikasi kepala dasar seorang pemimpin adalah
ruang perawatan dan perawat memberi umpan balik tentang kinerja
pelaksana tentang hasil kegiatan dan perilaku yang diperlihatkan
sepanjang shift dan sebelum operan bawahan. Umpan balik baik yang
kepada shift berikut. Isi post positif maupun
conference adalah hasil asuhan
keperawatan tiap perawat dan hal negatif harus diberikan dengan tepat,
penting untuk operan (tindak lanjut). b. sesuai tempat, dan waktu sehingga
Empati (Empathy) Fungsi empati dapat membantu bawahan untuk
dalam komunikasi antara kepala tumbuh dan berkembang serta menjadi
ruangan dengan perawat pelaksana kekuatan untuk memotivasinya dalam
sesuai dengan konsep komunikasi berkinerja dan berperilaku lebih baik.

24
Umpan balik yang diberikan sebaiknya KESIMPULAN DAN SARAN
pada akhir peristiwa, bersifat spesifik, Kesimpulan Hasil analisis antara
memberi kesempatan pada bawahan variabel kepemimpinan kepala ruangan
untuk menjelaskan, dan berfokus pada dengan kinerja perawat pelaksana
perilaku bukan personal bawahan. d. mempunyai hubungan yang bermakna
Sikap Positif (Positiveness) Sesuai yang ditandai dengan nilai p < 0,05 (p
penelitian Muhajir, dkk (2007) tentang = 0,012) dan hasil analisis antara
komunikasi antar shift di instalasi variabel komunikasi kepala ruangan
rawat inap RSUD dr. H. M. Rabain dengan kinerja perawat pelaksana
Kabupaten Muara Enim Provinsi mempunyai hubungan yang bermakna
Sumatera Selatan, menemukan bahwa yang ditandai dengan nilai p < 0,05 (p
strategi komunikasi yang konsisten = 0,002) sehingga terdapat hubungan
adalah untuk meningkatkan efektifitas, antara kepemimpinan dan komunikasi
efisiensi, akses data, dan deteksi kepala ruangan dengan kinerja perawat
kesalahan. Jenis komunikasi yang pelaksana di Rumah Sakit Pertamina
dominan adalah bentuk tertulis. Media Pangkalan Brandan.
komunikasi yang langsung
dimanfaatkan dalam transfer informasi Saran
adalah media yang berhubungan 1. Bagi Rumah Sakit Manajemen
dengan pasien. Media tersebut adalah rumah sakit hendaknya meningkatkan
tatap muka, status pasien, buku fungsi kepemimpinan kepala ruang
laporan, dan buku injeksi. Transfer perawatan sebagai upaya
informasi dominan tidak lengkap meningkatkan kinerja perawat
perpasien. e. Kesetaraan (Equality) pelaksana melalui sistem penjenjangan
Perilaku lain yang dapat yang terarah untuk jabatan kepala
memperlihatkan integritas dan ruang perawatan dan memberikan
kredibilitas pemimpin adalah kesempatan untuk mengikuti pelatihan
kemampuan berkomunikasi. Seorang mengenai kepemimpinan dan
pemimpin akan memilih kalimat, komunikasi.
mengucapkan kata-kata dan bahasa
tubuh yang dapat memberikan 2. Bagi Kepala Ruangan Setiap kepala
pengaruh pada orang lain. Selain itu, ruang perawatan perlu melakukan
materi komunikasi yang disampaikan komunikasi yang efektif dengan
dapat memberi inspirasi pada bawahan perawat pelaksana, khususnya bersikap
atau orang lain. Bahasa yang objektif dalam berkomunikasi dengan
digunakan oleh seorang pemimpin perawat pelaksana.
yang memahami bahwa teknik DAFTAR PUSTAKA
komunikasi dapat memperlancar
pencapaian tujuan merupakan Bass, B.M dan Avolio. (1990). The
kekuatan internal diri yang Implications of Transaksional and
memberikan pengaruh mendalam agar Transformational, Team and
bawahan terlarut dalam pemikiran Organization Development Brich, P.
yang diharapkan pemimpin. (2001). Latihan Praktis, Efektif,
Motivasi, Instant Leadership.

25
Erlangga, Jakarta. Cangara, H. (2006). Perusahaan, Penerbit Rosda Karya:
Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Raja Bandung Mulyadi. (1997). Akuntansi
Grafindo Persada, Jakarta. Davis, K. Manajemen: Konsep, Manfaat dan
(2004). Fundamental Organization Rekayasa. (Edisi kedua). Bagian
Behavior. Diterjemahkan Agus Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Dharma Penerbit Erlangga, Jakarta. Ekonomi, YKPN: Yogyakarta
Depkes RI. (2001). Petunjuk Nurachmad E. (2001). Asuhan
Pelaksanaan Indikator Pelayanan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit.
Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Jakarta: http//www.pdpersi.co.id
Republik Indonesia. Jakarta. Gaffar, Nurahmah, E. (2005). Leadership
La Ode. (1999). Pengantar dalam Keperawatan. Artikel FK UI,
Keperawatan Profesional. EGC: Tidak diterbitkan Nursalam. (2007).
Jakarta Gibson, James, L.John M, Manajemen Keperawatan Aplikasi
Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. dalam Praktik Keperawatan
(1996). Organisasi: Perilaku, Struktur, Profesional. Salemba Medika: Jakarta
Proses. Binarupa Aksara, Jilid I, Rivai V. (2005). Manajemen Sumber
Diterjemahkan oleh: Nunuk Adiarni, Daya Manusia untuk Perusahaan dari
Edisi Kedelapan, Jakarta. Gillies. Teori ke Praktik. PT.Raja Grafindo
(1994). Nursing Management. Persada: Jakarta Robbin, S.P. (2006).
Philadhelpia: W.B. Saunders Perilaku Organisasi. Jilid I, (Edisi ke-
Company. Harahap, N. (2012). 10 terjemahan). PT. Gramedia: Jakarta
Pengaruh Kepemimpinan dan Siboro, E.D.S. (2011). Pengaruh
Komunikasi terhadap Kinerja Perawat Motivasi terhadap Kinerja Perawat
Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Pelaksana di Rumah Sakit Umum
Kota Padangsidimpuan. Ilmu Daerah Perdagangan Kabupaten
Kesehatan Masyarakat Universitas Simalungun. Tesis
Sumatera Utara: Medan Kabul, I.
Siregar, H.S. (2009). Pengaruh Gaya
(2005). Kepemimpinan Partisipasif
Kepemimpinan dan Kemampuan
dalam Meningkatkan Prestasi Kerja
Berkomunikasi Kepala Bidang
Anggota Organisasi. Jurnal Keuangan
terhadap Kinerja Pegawai Pelayanan
dan Perbankan, Th. IX, No 2,
Keperawatan Jiwa di Rumah Sakit
Surabaya. Kron, T. (1981). The
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Manajement of Patient Care. 4 TH
Tesis. Sekolah Pascasarjana
Edition Philadelphia: W.B. Saunders
Universitas Sumatera Utara: Medan
Company Liliweri, A. (2007).
Simamora, H. (2004). Manajemen
Komunikasi Antar Pribadi. CV
Sumber daya Manusia. Edisi III, STIE
Mandar Maju: Bandung Luthans, F.
YPKN: Yogyakarta Situmorang U.S.
(2006). Perilaku Organisasi. Edisi
(2011)
Sepuluh, ANDI: Yogyakarta
Mangkunegara, A.A. Prabu. (2002).
Manajemen Sumber Daya Manusia.

26
3.2 Review Jurnal
Judul Jurnal : HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI
TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA MENURUT PERSEPSI
PERAWAT DI RUMAH SAKIT PERTAMINA PANGKALAN BRANDAN

Penulis : Nurhikmah Panjaitan

Volume & Halaman : Vol. 1 No. 5 Januari 2015, Hal: 1-11

Tahun : 2015
Jurnal : Jurnal Kesehatan Surya Nusantara
Hasil :
1. Latar Belakang
Alasan : Masalah Kinerja Karyawan. Kinerja karyawan dianggap penting
bagi organisasi karena keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja
itu sendiri. Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melakukan tugas sesuai tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Harahap, 2012). Faktor kepemimpinan dalam organisasi
memegang peranan penting, karena bawahan bekerja tergantung dari
kemampuan pimpinannya. Pemimpin yang efektif akan mampu menularkan
optimisme dan pengetahuan yang dimilikinya dalam mencapai tujuan
organisasi.
Tujuan Penelitian :
Menganalisis hubungan kepemimpinan dan komunikasi kepala ruangan
terhadap kinerja perawat pelaksana menurut persepsi perawat di Rumah Sakit
Pertamina Pangkalan Brandan Tahun 2014.
Teori dan Hasil penelitian sebelumnya:
Hasil analisis antara variabel komunikasi kepala ruangan dengan kinerja
perawat pelaksana menurut persepsi perawat mempunyai hubungan yang

27
bermakna yang ditandai dengan nilai p<0,05 (p = 0,002) sehingga Ho ditolak
dan Ha diterima yakni ada hubungan antara komunikasi dengan kinerja
perawat pelaksana menurut persepsi perawat di Rumah Sakit Pertamina
Pangkalan Brandan.
2. Metode Eksperimen
Subjek Penelitian : seluruh perawat pelaksana di Rumah Sakit Pertamina
Pangkalan Brandan yang berjumlah 36 orang.
Teknik Pengumpulan Data : total sampling, Validitas intrumen, (content
validity), uji reliabilitas
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil :
kategori kepemimpinan kepala ruangan mayoritas dengan kategori baik yakni
sebanyak 34 responden (94,4%) dan minoritas dengan kategori kurang dengan
jumlah responden 2 orang (5,6%). kategori komunikasi kepala ruangan
mayoritas baik yakni sebanyak 29 responden (80,6%) dan minoritas kurang
yakni sebanyak 7 responden (19,4%). kategori kinerja perawat pelaksana
mayoritas baik yakni sebanyak 27 responden (75%) dan minoritas kurang
yakni sebanyak 9 responden (25%). Hasil analisis antara variabel komunikasi
kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana menurut persepsi perawat
mempunyai hubungan yang bermakna yang ditandai dengan nilai p<0,05 (p =
0,002) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yakni ada hubungan antara
komunikasi dengan kinerja perawat pelaksana menurut persepsi perawat di
Rumah Sakit Pertamina Pangkalan Brandan.
Pembahasan :
1. Kinerja Perawat Pelaksana
bahwa kategori kinerja perawat pelaksana mayoritas baik yakni sebanyak 27
responden (75%) dan minoritas kurang yakni sebanyak 9 responden (25%).

28
a. Pengkajian

Pengkajian data pasien serta penyakit yang dideritanya merupakan


tahap awal yang menjadi acuan bagi proses asuhan keperawatan pada tahap
berikutnya. Apabila pada tahap pengkajian tidak dilakukan dengan baik maka
akan berdampak kepada kurang akuratnya tahap diagnosis sampai kepada
pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Diagnosa

Pelaksanaan asuhan keperawatan tahap diagnosis, ditemukan


merupakan yang paling tinggi dari semua aspek asuhan keperawatan yakni
mencapai 69,45% perawat pelaksana.

c. Perencanaan

Konsep perencanaan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada


pasien mencakup kebutuhan pasien secara menyeluruh, dan dasar menyusun
rencana tindakan keperawatan tersebut adalah data yang telah dikumpulkan
pada tahap asuhan keperawatan sebelumnya yaitu pengkajian dan diagnosis.
Oleh karena itu kesesuaian data pasien antar shift kerja perawat perlu
dikomunikasikan sehingga dapat dirumuskan suatu rencana tindakan
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien serta menghindari
terjadinya kesalahan menetapkan tindakan keperawatan (Yulia, 2006).

d. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Pada model asuhan keperawatan fungsional, pemberian asuhan


keperawatan ditekankan pada penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan.
Komunikasi antara perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu perawat
yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin
kepala ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak

29
mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang
merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.

e. Evaluasi

Sesuai dengan konsep dan fungsi evaluasi dalam teori manajemen


adalah untuk mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan keperawatan dengan
pedoman asuhan keperawatan yang berlaku di rumah sakit serta untuk
mengetahui kendala atau hambatan yang dihadapi perawat pelaksana dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.

2. Hubungan Kepemimpinan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Menurut


Persepsi Perawat di Rumah Sakit Umum Pertamina Pangkalan Brandan

a. Kepiawaian Menggunakan Posisi


b. Kemampuan Memecahkan Masalah secara Efektif
c. Ketegasan Sikap dan Komitmen dalam Pengambilan Keputusan
d. Kemampuan Menjadi Media dalam Penyelesaian Konflik Kinerja
e. Keterampilan dalam Komunikasi dan Advokasi

3.Pengaruh Komunikasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Menurut Persepsi


Perawat di Rumah Sakit Umum Pertamina Pangkalan Brandan

Belum optimalnya fungsi komunikasi dalam pelaksanaan asuhan


keperawatan di RSU Pertamina Pangkalan Brandan diakibatkan kurangnya
keterbukaan dan rasa empati kepala ruangan kepada perawat pelaksana serta
dalam proses komunikasi belum ditunjukkan kepala ruangan sikap
mendukung dan sikap sportif tentang materi yang dikomunikasikan serta
kepala ruangan tidak merasa ada kesetaraan dengan perawat pelaksana. Hasil
analisis antara variabel komunikasi kepala ruangan dengan kinerja perawat
pelaksana menurut persepsi perawat mempunyai hubungan yang bermakna
yang ditandai dengan nilai p<0,05 (p = 0,002) sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima yakni ada hubungan antara komunikasi dengan kinerja perawat
pelaksana di Rumah Sakit Pertamina Pangkalan Brandan. Sesuai dengan

30
penelitian Salfiya (2011) menemukan bahwa keterbukaan, empati, perilaku
suportif, perilaku positif, kesetaraan merupakan faktor penunjang efektivitas
komunikasi antarpribadi perawat dalam menyampaikan pesannya kepada
pasien di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Karena dengan faktor-faktor
tersebut sebuah pesan yang disampaikan perawat kepada para pasien bisa
diterima dengan baik oleh para pasien sehingga semua itu bisa berdampak
pada kegiatan keperawatan yang nantinya akan berpengaruh pada
perkembangan kesehatan kejiawaan para pasien kearah yang lebih baik Salah
satu diantara keterampilan kepemimpinan adalah human relation, disamping
dua keterampilan lainnya, yaitu conceptual skills, dan technical skills.
Keterampilan human relation, ialah suatu keterampilan yang didalamnya
meliputi berbagai penguasaan dan kemampuan, diantaranya “kemampuan
berkomunikasi secara jelas dan efektif”. Dengan demikian kemampuan
berkomunikasi merupakan bagian dari keterampilan “human relation” sebagai
bagian dari kualitas atau persyaratan utama yang mutlak diperlukan oleh
seorang pemimpin, disamping keterampilan keterampilan yang lain.

a. Keterbukaan (Openness)
Proses komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana harus
didukung dengan adanya kesediaan untuk membuka diri, mengungkap
informasi yang biasanya disembunyikan asalkan pengungkapan diri
tersebut dilakukan secara pantas. Salah satu ciri dalam Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) adalah penerapan komunikasi yang
efektif. Beberapa bentuk komunikasi dalam MPKP adalah : (a) Operan,
(b) Pre Conference, (c) Post Conference
b. Empati (Empathy)
Fungsi empati dalam komunikasi antara kepala ruangan dengan perawat
pelaksana sesuai dengan konsep komunikasi interpersonal yang efektif
merupakan suatu kemampuan merasakan orang lain, artinya sejauhmana
kepala ruangan merasakan apa yang dirasakan oleh perawat pelaksana.

31
Jika kepala ruangan mampu berempati kepada perawat pelaksana maka
perawat pelaksana tersebut akan berada dalam posisi yang lebih baik serta
dapat mendorong dirinya melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik.
c. Sikap Mendukung (Supportiveness)
Komunikasi supportif mengandung landasan orientasi pada masalah,
diberikan secara verbal dan non-verbal yang sinkron, menekankan pada
pembenaran sehingga orang yang sedang berkomunikasi merasa nyaman
karena berarti telah memberi pengakuan akan kehadiran, keunikan dan arti
penting dari orang lain yang diajak berkomunikasi. Komunikasi suportif
juga bersifat spesifik, terkait logis dengan informasi sebelumnya, dan
diakui secara nyata, serta mengandung sikap mau mendengar dan
memberi informasi.
d. Sikap Positif (Positiveness)
Strategi komunikasi yang konsisten adalah untuk meningkatkan
efektifitas, efisiensi, akses data, dan deteksi kesalahan. Jenis komunikasi
yang dominan adalah bentuk tertulis. Media komunikasi yang langsung
dimanfaatkan dalam transfer informasi adalah media yang berhubungan
dengan pasien. Media tersebut adalah tatap muka, status pasien, buku
laporan, dan buku injeksi. Transfer informasi dominan tidak lengkap
perpasien.
e. Kesetaraan (Equality)
Perilaku lain yang dapat memperlihatkan integritas dan kredibilitas
pemimpin adalah kemampuan berkomunikasi. Seorang pemimpin akan
memilih kalimat, mengucapkan kata-kata dan bahasa tubuh yang dapat
memberikan pengaruh pada orang lain. Selain itu, materi komunikasi yang
disampaikan dapat memberi inspirasi pada bawahan atau orang lain.
4. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan : Hasil analisis antara variabel kepemimpinan kepala ruangan
dengan kinerja perawat pelaksana mempunyai hubungan yang bermakna yang
ditandai dengan nilai p < 0,05 (p = 0,012) dan hasil analisis antara variabel

32
komunikasi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana mempunyai
hubungan yang bermakna yang ditandai dengan nilai p < 0,05 (p = 0,002)
sehingga terdapat hubungan antara kepemimpinan dan komunikasi kepala
ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Pertamina
Pangkalan Brandan.

Saran :

1. Bagi Rumah Sakit Manajemen rumah sakit hendaknya meningkatkan


fungsi kepemimpinan kepala ruang perawatan sebagai upaya meningkatkan
kinerja perawat pelaksana melalui sistem penjenjangan yang terarah untuk
jabatan kepala ruang perawatan dan memberikan kesempatan untuk mengikuti
pelatihan mengenai kepemimpinan dan komunikasi.

2. Bagi Kepala Ruangan Setiap kepala ruang perawatan perlu melakukan


komunikasi yang efektif dengan perawat pelaksana, khususnya bersikap
objektif dalam berkomunikasi dengan perawat pelaksana

33
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa
berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah
dokter, ahli gizi, apoteker, dsb. Setiap tenaga profesi tersebut mempunyai
tanggung jawab terhadap kesehatan pasien. Bila setiap profesi telah dapat
saling menghargai, maka hubungan kerja sama akan dapat terjalin dengan
baik. Selain itu perawat juga mempunyai tanggung jawab dan memiliki untuk:

1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama


perawat baik dalam memelihara kerahasiaan suasana lingkungan
kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh.
2. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan
dan pengalamannya kepada sesama perawat dalam rangka
meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.

  Dan karna itu seorang perawat dituntut haru bisa menjaga hubungan
disetiap kalangan termasuk hubungan perawat dengan perawat. Setiap perawat
harus mampu mejaga komunikasi dengan setiap kalangan masyarakat, dan
bisa menciptakan kondisi hubungan yang baik.

4.2 Saran

Hendaknya mahasiswa sangat memperhatikan materi ini, karna


sebagai perawat materi ini sangat berguna untuk kita, saat kita sudah terjun
dalam dunia kerja dan berhadapan langsung dengan berbagai macam kalangan
masyarakat kita mampu menciptakan kondisi hubungan yang baik dan bisa
membangun kepercayaan diantara kita.

34
DAFTAR PUSTAKA

Mundakir, 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.Yogyakarta:


Graha Ilmu

Nasir Abdul, Muhith Abdul, Sajidin, Mubarak Wahit Iqbal. 2009.Komunikasi


dalam keperawatan:teori dan aplikasi.Jakarta: Salemba Medika.

Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

35

Anda mungkin juga menyukai