Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat
meliputi sub segmen paru atau seluruh paru. Atelektasis merupakan
pengembangan paru yang tidak sempurna dan dapat dikatakan juga bahwa alveoli
pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Atelektasis
dapat disebabkan oleh intrinsik maupun ekstrinsik. Atelektasis dapat terjadi pada
wanita, pria dan bahkan semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang
lebih muda dari pada anak yang lebih tua dan remaja.
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1 juta
penderita paru yang mengalami atelektasis. Di Amerika Serikat diperkirakan 5,5
juta penduduk menderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Dan di
Jerman sekitar 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar dan perlu
mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien dengan penyakit paru
yang mengalami atelektasissecara komprehensif bio, psiko, sosial dan
spiritual. Penderita penyakit paru pertama kali di Indonesia yang mengalami
atelektasis ditemukan pada tahun 1971. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah
kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan jumlah
35,19 per 100.000 penduduk. Pada tahun 1999 menurun tajam, namun tahun-
tahun berikutnya cenderung meningkat.
Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan
atelektasis (atau kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu
bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus. Secara patologik,
hampir selalu ada kelainan-kelainan lain selain tidak adanya udara dalam lobus.

1
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas tentang
atelektasis serta memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
atelektasis.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa definisi atelectasis ?

2. Bagaimana klasifikasi atelectasis ?

3. Bagaimana etiologi atelectasis ?

4. Bagaimana patofisiologi atelectasis ?

5. Bagaimana WOC atelectasis ?

6. Bagaimana manifestasi klinis atelectasis ?

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang atelectasis ?

8. Bagaimana penatalaksanaan medis atelectasis ?

9. Bagaimana komplikasi pada atelectasis ?

10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien atelectasis ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini adalah:

1. Mengetahui definisi atelectasis


2. Mengetahui klasifikasi atelectasis
3. Mengetahui etiologi atelectasis
4. Mengetahui patofisiologi atelectasis
5. Mengetahui WOC atelectasis
6. Mengetahui manifestasi klinis atelectasis
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang atelectasis
8. Mengetahui penatalaksanaan medis atelectasis
9. Mengetahui komplikasi atelectasis
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien atelectasis
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis

2
Memperoleh penegtahuan tentang asuhan keperawatan pada atelectasis serta
meningkatkan keterampilan dan wawasan.
2. Bagi pembaca
Memperoleh dan menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan
atelectasis
3. Bagi FKK
Bahan masukan bagi calon perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dengan asuhan keperawatan pada pasien atelectasis

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Atelectasis
Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup
kolaps jaringan paru-paru atau unit fungsional paru. Atelektasis merupakan
masalah umum klien pascaoperasi.(Niluh Gede Yasmin dkk,2003)
Atelektasis adalah suatu kondisi dimana paru-paru tidak dapat mengembang
secara sempurna. (Irman Somantri, 2009)

3
Atelektasis yang juga dikenal sebagai kolaps, adalah berkurangnya volume
paru akibat tidak memadainya ekspansi rongga udara. Kelainan ini menyebabkan
pengalihan darah yang kurang teroksigenasi dari arteri ke vena paru sehingga
terjadi ketidak seimbangan ventilasi-perfusi dan hipoksia. (Kumar dkk, 2007)
Atelektasis adalah kolapsnya alveolus atau jaringan paru. Hal ini terjadi ketika
alveolustidak terisi udara karena udara di dalamnya sudah diserap dan alveolus
tidak mendapatkan penggatian udara dari proses bernafas. Penyebab umum dari
atelektasis antara lain iritasi yang disebabkan inhalasi anestesi, penyumbatan
lokal saluran pernafasan,surfaktan paru yang kurang, atau peningkatan elastisitas
paru. (Joyce M.Black dkk,2014)

2.2 Klasifikasi Atelectasis

Atelectasis dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Atelektasis Bawaan (Neonatorum)


Atelectasis bawaan adalah atelectasis yang terjadi sejak lahir, dimana paru-
paru tidak dapat berkembang sempurna. Terjadi pada bayi (aterm/premature)
yang dilahirkan dalam kondisi telah meninggal (still brown) atau lahir dalam
keadaan hidup lalu bertahan hanya beberapa hari dengan ernapasan buruk.
Paru-paru tampak padat, kempis, dan tidak berisi udara.

Atelectasis Resorbsi yaitu kondisi bayi yang mampu bernafas dengan baik,
tetapi terjadi hambatan pada jalan nafas yang mengakibatkan udara dalam

4
alveolus diserap sehingga alveolus mengempis kembali (timbul pada penyakit
membrane hyaline)

2. Atelectasis Didapat
Atelectasis didapat dibagi menjadi:
a. Atelectasis Obstruksi
Terjadi akibat adanya obstruksi total pada jalan nafas, mulai dari laring
sampai dengan bronkhiolus. Udara dalam alveolus diserap sampai rongga
alveolus kolaps. Faktor lain penyebab atelectasis adalah melemahnya
gerakan nafas (otot parasternal/diafragma).
Atelectasis obstruksi dapat terjadi pada pasien dengan :
1) Asma bronchial
2) Bronkhitis kronis
3) Bronkhiektasis
4) Aspirasi benda asing
5) Pasca bedah
6) Aspirasi darah beku
7) Neoplasma bronchus

Kondisi lain yang menyebabkan atelectasis antara lain: usia (sudah tua
atau usia anak-anak) dan kondisi tubuh dengan kesadaran menurun
(pengaruh anestesi) yang mengakibatkan kelemahan otot-otot nafas
sehingga tidak dapat mengeluarkan sumbatan pada jalan nafas.

5
Gejala klinis: dispnea, sianosis, dan kolaps, bagian dada yang atelectasis
yang tidak bergerak, dan pernafasan terdorong ke arah yang sakit. Pada
pemeriksaan foto toraks didapatkan bayangan padat serta diafragma
menonjol ke atas

b. Atelectasis Kompresi

Terjadi akibat adanya tekanan dari luar, tekanannya dapat berisfat


1) Menyeluruh (Complete)
a) Terjadi bila tekanan besar dan merata.
b) Terjadi pada hidrotoraks, hemotoraks, empyema, dan
pneumotoraks.
c) Terjadi terutama pada bagian basal.
2) Sebagian (Partial)
a) Terjadi bila tekanan hanya terlokalisasi (setempat)
b) Terjadi misalnya pada: tumor dan kardiomegali.

2.3 Etiologi Atelectasis

Penyebab dari atelektaksis antara lain : (Soemantri,Irman, 2009)

6
1. Obstruktif
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.
Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda
asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh
sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah
bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan
terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.
Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum,
lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
a. Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus
seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan
penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor
sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
b. Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah,
cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga
thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum.
c. Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan
perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus
poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang
terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan
ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan
memperberat keadaan atelektasis.
d. Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang
menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran
sekret bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis.
2. Non-obstruktif (menurut SEMA FK-UNAIR, SIE BURSA. KUMPULAN
KULIAH RADIOLOGI I. Surabaya : LAB/UPF Radiologi RSUD dr.
Soetomo : 20-21 :
a. pasif → pneumothorax, operasi
b. cicatrix → perlekatan-perlekatan
c. adhesive → RDS (Respiratory Distress Syndrome)
d. Pneumonitis radiasi, pneumonia, uremia.
e. kompresi → Pneumothorax, pleural effusion, tumor.

7
2.4 Patofisiologi Atelectasis
Pada saat terjadi sumbatan pada bronkus, udara bagian paru yang
bersangkuatan akan terjebak. Lambat laun udara tersebut akan dihisap oleh aliran
darah yang melalui daerah itu. Cepat lambatnya atau luas tidaknya atelectasis
yang terjadi akan tergantung oleh beberapa hal, misalnya: susunan gas yang ada
didalam udara yang terjebak, yaitu oksigen akan lebih cepat diserap dari pada
nitrogen atau helium, ada tidaknya saluran yang dapat meloloskan udara yang
terjebak itu dan kemungkinan yang dapat terjadi adalah adanya ventilasi korateral
sehinga udara dapat lolos melalui pori yang terdapat antara alveoli atau melalui
fistula bronkiolo-alveolar yang terjadi antara daerah atelektasis dengan daerah
paru disekelilingnya yang tak terjadi penyumbatan.
Adanya masa intratoraks dapat menyebabkan terjadinya kempis paru karena
penekanan langsung oleh masa tersebut terhadap paru misal oleh tumor atau
saluran pencernaan yang masuk kedalam rongga toraks karena adanya hernia
diafrakmatika atau eventerasi diafragma. Meningginya tekanan intrapleural dapat
pula menyebabkan terjadinya atelektasis, misal bila terjadi pengumpulan udara,
darah, eksudat dan lain lain dalam rongga pleura.
Kelainan yang dapat menimbulkan kempis paru ialah kelainan yang sifatnya
non-obstruktif. Hal yang cukup dikenal karena sering dijumpai pada bayi baru
lahir adalah atelektasis yang disebabkan oleh defek pada lapisan alveoli yang
dikenal dengan nama surfaktan. Dalam keadaan normal, surfaktan sanggup
mencegah kempisnya alveoli karena tegangan permukaan yang diciptakannya
dapat mengimbangi perubahan tekanan didalam alveoli itu sendiri. Kelainan non-
obstruktif lain yang dapat menimbulkan atelektasis adalah kelain neuromuscular,
misal kelumpuhan diafragma,otot interkosta dan lain-lain.

8
2.5 WOC Atelectasis

9
2.6 Manifestasi Klinis Atelectasis

Manifestasi klinis dari Atelectasis yaitu:


1. Makroskopis
a. Paru-paru yang kolaps tampak cekung, berwarna merah kebiruan, padat,
pleura pada daerah tersebut mengkerut. (Irman Somantri,2009)
2. Miskroskopis
a. Alveolus yang menyempit tampak sebagai celah yang memanjang.
b. Kongesti pembuluh darah septum alveolus. (Irman Somantri,2009)

2.7 Pemeriksaan Penunjang Klinis

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas darah : Po2: 35 mmHg
b. Pco2: 49 mmHg
c. Leukosit banyak di dalam sputum.
d. Pemeriksaan Sputum: BTA (+)
2. Pemeriksaan radiologis pada atelektasis dengan penyebab TB paru sering
ditemukan adanya infiltrate khas TB paru dan gambaran adanya atelektasis
paru. (Arif Muttaqin, 2012)
Pemeriksaan radiologis :
a. Foto rontgen thorax
1) Tampak gambaran radiologis atelektasis adalah pengurangan volume
bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru.
2) Pada kavitas bayangan berupa cincin.
3) Pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi.
b. CT Scan
c. Bronkografi

3. Pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru


karena TB.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi konvensial

10
Pemeriksaan rontgen thoraks ada kalanya dapat memberikan petunjuk
untuk mendiagnosis atelektasis. Bentuk- bentuk kolaps pada atelektasis
secara klinis dan radiologi, sebagai berikut:
1) Kolaps paru menyeluruh

a) Opasifikasi hemithoraks
b) Pengeseran mediastinum ke sisi yang terkena
c) Diafragma terangkat
2) Kolaps lobus kanan atas

a) Fisura horizontal normal terletak pada anterior kanan iga ke empat


b) Pada kolaps yang parah, lobus menjadi datar berlawanan dengan
mediastinum posterior
3) Kolaps lobus tengah kanan

11
a) Sumbatan pada perbatasan jantung kanan sering tampak
b) Proyeksi Lordotik AP memperlihatkan pengeseran fisura
4) Kolaps lobus bawah

a) Opasitas terlihat pada proyeksi frontal


b) Gambaran wedge-shaped shadows
c) Hilus tertekan dan berputar ke medial

5) Kolaps lingual
a) Gambaran radiologi mirip dengan gambaran kolaps lobus tengah
kanan
b) Proyeksi frontal perbatasan jantung kiri menjadi kabur
6) Kolaps lobus kiri atas

12
a) Terlihat jelas pada proyeksi frontal
b) Pergeseran anterior di seluruh celah obliq, hamper sejajar pada
dinding dada anterior
c) Opasitas kabur terlihat di bagian atas, tengah dan kadang-kadang
pada daerah bawah
d) Opasitas yang paling padat di dekat hilus
e) Elevasi hilus
f) Trakea sering menyimpang ke kiri
b. Computer Tomography Scan ( CT-SCAN )
Adanya campuran densitas pada paru-paru yang mengalami kolaps
diakibatkan bronkus berisi cair.

1) Kolaps lobus kiri atas

a) Opasitas kabur terlihat dibagian atas, tengah dan kadang-kadang


pada daerah bawah

13
b) Opasitas yang paling padat di dekat hilus
c) Kadang seperti nodus limfatik yang mengalami klasifika
2) Kolaps paru menyeluruh
a) Opasifikasi hemithoraks
b) Adanya herniasi di kedua paru retrostenal dan refleksi
azygoesofagus. Esophagus berisi sedikit udara.
2.8 Penatalaksanaan medis Atelectasis
Menurut Smeltzer (2002), tujuan penatalaksanaan atelektaksis adalah untuk
memperbaiki ventilasi dan membuang sekresi. Beberapa penatalaksanaan pada
klien atelektasis yang biasanya di lakukan adalah :
1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena
kembali bisa mengembang
2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur
lainnya
3. Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
4. Lakukan perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
5. Posisikan postural drainase utuk mengeluarkan secret yang ada.
6. Pemberian antibiotik diberikan untuk semua infeksi
7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya

Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang,


menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru
yang terkena mungkin perlu diangkat

Jika atelektasis terjadi sebgai akibat efusi pleura atau pneumotorak, tekanan
cairan atau udara mungkin dibuang dengan aspirasi jarum. Jika penyebabnya
obstruksi bronchial, obstruksi harus di hilangkan untuk memungkinkan udara
memasuki bagian paru tersebut.

2.9 Komplikasi pada Atelectasis


Adapun komplikasi pada Atelektasis yaitu:
1. Asthma Bronchiale
2. Bronchotis Chronica
3. Bronchiektasis
4. Aspirasi Benda Asing
5. Keadaan Pasca Bedah
6. Aspirasi Beku Darah (Operasi Rongga Mulut)
7. Neoplasma Bronchus

14
Menurut Madappa (2010), komplikasi atelektaksis di antaranya adalah :
1. Pnemonia akut
2. Bronkietaksis
3. Hipoksemia dan gagal nafas
4. Sepsis
5. Efusi plura dan empyema

2.10 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Atelectasis


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama :
Umur : Terjadi pada bayi yang baru lahir, anak-anak atau pada usia tua.
Jenis Kelamin: bisa terjadi pada pria maupun wanita.
Pekerjaan: Bisa terjadi pada orang yang bekerja pada daerah dengan polusi
tinggi.
2. Riwayat Penyakit
Keluhan utama
Pada atelectasis keluhan utama yang dirasakan adalah
a. Sesak nafas
b. Nyeri dada
3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien merasakan sesak nafas, setelah beraktivitas dan merasakan nyeri dada
pada bagian yang terkena atelectasis

4. Riwayat penyakit keluarga

Pasien tidak mempunyai penyakit menurun

5. Riwayat penyakit dahulu

Pada saat lahir pasien pernah mengalami kelainan yaitu setelah lahir belum
sempat terjadi tangis yang pertama.

6. Riwayat psiko social

15
Pasien merasakan cemas karena mengalami nyeri, Pasien jarang
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar

7. Pola aktivitas sehari-hari


Mobilisasi berkurang Karena pasien sesak nafas jika pasien banyak
melakukan aktivitas
Pola istirahat, tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur
Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang

8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan thoraks yang cermat, yang mencakup inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi, sering kali menunjukkan diagnosis kelainan paru yang terjadi.
Hasil pemeriksaan fisik pada atelectasis (obstruksi lobaris) yang sering
ditemukan adalah:
Tanda-tanda vital:
TD : Hipertensi
S : Hipertermi > 39 ° C
RR : Dipsnea 30x/menit
N : Takikardi 130x/menit
Inspeksi : berkurangnya gerakan pada sisi yang sakit, adanya sianosis pada
bibir dan ujung jari
Pasien terlihat pucat
Palpasi : fremitus berkurang, trakea dan jantung bergeser
Perkusi : batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma
meninggi.
Auskultasi : Suara nafas melemah, dan terdengar ronki

Pengkajian pola fungsi Gordon

1. Pola persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan


Pengkajian pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan bertujuan untuk
mengetahui bagaimanakah persepsi klien mengenai sehat-sakit dan
kesehatannya saat ini.
2. Pola Nutrisi Metabolik
a. Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.

16
b. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu di perhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentan normal. Kada elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135-145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait era dengan fungsi
ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi.
3. Pola Eliminasi
Pada pasien dengan gangguan pernafasan sedikit dijumpai yang mengalami
gangguan eliminasi urin dan bowel
4. Pola Aktifitas dan latihan

AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Makan/Minum
Toileting

Skore 0 : Mandiri
Skore 1 : dibawa sebagian
Skore 2 : perlu di bantu orang lain
Skore 3 : perlu bantuan orang lain dan alat
Skore 4 : tergantung/tidak mampu
5. Pola Istirahat tidur
Selama sakit : pada pasien dengan gangguan pernapasan sering dijumpai
bahwa pada istirahat tidur mereka terganggu dengan keluhan utama dan
beberapa faktor lain yang mempengaruhi.
6. Pola Kognitif dan Sensori

17
Pada pasien dengan gangguan pernapasan sering dijumpai pasien kesulitan
berbicara karena tidak dapat mengontrol pola pernafasan.
7. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Pada umumnya seseorang yang mengalami sakit pasti merasakan perubahan
dalam dirinya.
8. Pola Koping
Koping individu dan keluarga yang berbeda-beda menghasilkan respon yang
berbeda pula. Jika koping individu dan keluarga baik maka respon yang
muncul adalah adaptif. Jika koping individu dan keluarga buruk maka
responnya akan akan maladatif.
9. Pola Seksual Reproduksi
Pada pasien dengan gangguan pernafasan sering dijumpai pola seksual
reproduksinya terganggu.
10. Pola Peran Hubungan
Klien dengan gangguan pernapasan selama sakit ia merasa kehilangan peran
di dalam keluarga dan masyarakat.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Pada pasien dengan gangguan pernapasan sering ditemukan klien mengatakan
ibadahnya agak terganggu.

Review Of System (ROS) dan Pemeriksaan Fisik

a. B1 (breathing)
Inspeksi : sesak, batuk, nyeri dada, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragmadan perut meningkat, pernafasan cuping hidung, pola
nafas cepat dan dangkal, retraksi otot bantu pernafasan.
Palpasi : fremitus berkurang, biasanya terdapat perbedaan pada garis dinding
thorak, gerak sela iga dan diafragma.
Perkusi : pekak atau datar
Auskultasi : suara pernafasan tidak terdengar, terdengar suara ronchi pada
lapang paru (karena penumpukan secret)
b. B2 (blood)
Pada umumnya klien atelectasis mengalami peningkatan leukosit dan LED,
BGA menunjukkan derajat hipoksemia (penurunankadar oksigen dalam
darah), terkadang kadar HB pada darah menurun, denyut nadi meningkat
(takhikardi), dan sianosis
c. B3 (brain)

18
Pada klien atelectasis biasanya dapat terjadi penurunan kesadaran
dikarenakanpenurunan suplay O2 ke otak, gelisah, kejang.
d. B4 (bladder)
Terkadang produksi urine menurun
e. B5 (bowel)
Mual dan terkadang juga muntah
f. B6 (bone)
Pada umumnya tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dengan mengambil sample (secret) dari pasien untuk diperiksa di laboratorium.

Prosedur visualisasi :

1. Rontgen Thorax
Rontgen thorax dilakukan untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur
dan proses-proses abnormal.
2. CT-SCAN
CT-SCAN dilakukan untuk mengidentifikasi adanya massa abnormal.
3. Broncoscopy
Broncoscopy dilakukan untuk memperoleh sample biopsy dan cairan atau
sample sputum atau benda asing yang menghambat jalan nafas
4. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan untuk memberikan informasi tentang
difusi gas melalui membrane alveolar dan keadekuatan oksigenasi.

19
20
B. DIAGNOSA MEDIS

Analisis Data

N
Data P (Masalah) E (Etiologi)
no.
1. DS (Data Subjek): Domain 11 : Sekresi yang tertahan
Keamanan/Perlindungan
 Pasien mengeluh sesak nafas sejak
Kelas 2 :
dua hari
Cedera Fisik
 Pasien mengatakan batuk berdahak
Diagnosa :
dan berdarah tapi berkurang dan
00031. Ketidakefektifan bersihan jalan
lendir sulit dikeluarkan
napas

DO (Data Objek):

 Bunyi nafas ronki


 Bunyi nafas pasien melemah
 Frekwensi nafas px >16x/m
Daftar diagnosa keperawatan:

21
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang tertahan ditandai dengan bunyi napas
ronki, bunyi napas pasien melemah, frekuwensi napas pasien > 16x/m.

Analisis Data

N
Data P (Masalah) E (Etiologi)
o.
2. DS (Data Subjek): Domain 4 : Hiperventilasi
 Pasien mengatakan sakit kepala pada Aktifitas / Istirahat
saat bangun tidur Kelas 4 :
 Pasien merasakan sesak napas Respons kardiovaskular/pulmonal
DO (Data Objek): Diagnosa :
 Ketidaknormalan frekuensi,irama, 00032. Ketidakefektifan Pola Napas
dan kedalaman pernafasan
 Gas darah arteri yang tidak normal
 Sianosis
 Pola napas abnormal
Daftar diagnosa keperawatan:

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan ketidaknormalan frekuensi,
irama, dan kedalam pernapasan, sianosis, takikardia, gas darah arteri yang tidak normal, sianosis, pola napas abnormal.

22
Analisis Data

N
Data P (Masalah) E (Etiologi)
o.
3. DS (Data Subjek): Domain 3 : Ketidakseimbangan
Eliminasi dan pertukaran ventilasi – perfusi
 Pasien mengatakan sakit kepala saat
Kelas 4 :
bangun tidur
Fungsi Respirasi
 Pasien mengalami sesak napas
Diagnosa :
00030. Hambatan Pertukaran Gas
DO (Data Objek):

 Pasien terlihat lemah

 Pasien terlihat gelisah

 Warna kulit abnormal (pucat,


kehitaman)

 Takikardi

 Hipoksemia

 pH arteri abnormal

23
 gas darah arteri abnormal

 penurunan carbondioksida
Daftar diagnosa keperawatan:

Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi ditandai dengan lemah,
gelisah, warna kulit abnormal, takikardi, hipoksemia, Ph arteri abnormal, gas darah arteri abnormal, penurunan
carbondioksida.

Analisis Data

N
Data P (Masalah) E (Etiologi)
o.
4. DS (Data Subjek): Domain 4 : Ketidakseimbangan
Aktifitas / Istirahat antara suplai dan
 Pasien mengatakan
Kelas : 4 kebutuhan oksigen
ketidaknyamanan saat aktivitas

24
 Pasien mengatakan sesak napas saat Fungsi Respirasi
beraktivitas Diagnosa :
00092. Intoleran Aktivitas
DO (Data Objek):

 Respons tekanan darah abnormal


terhadap aktivitas

 Respons frekuensi jantung abnormal


terhadap aktivitas

 Perubahan pada EKG

 Pasien terlihat lemah

 Pasien terlihat letih

Daftar diagnosa keperawatan:

25
Intoleran Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan
respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas, perubahan EKG,
kelemahan, dan keletihan.

26
C. INTERVENSI

KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS

27
NOC NIC
KOD
HASIL KODE INTERVENSI
E
Tujuan : Domain 2 Fisiologis:
kompleks (LANJUTAN)
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 1 x 30 menit Kelas K : Manajemen
diharapkan ketidakseimbangan pernapasan
bersihan jalan napas dapat
3140 Intervensi:
teratasi dengan kriteria hasil
sebagai berikut : Manajemen Jalan Napas

Domain II Kesehatan Fisiologis 1. Posisikan pasien


untuk
Kelas E Jantung Paru
memaksimalkan
Outcome: ventilasi
041004
Status pernafasan: Kepatenan 2. Lakukan
jalan nafas fisioterapi dada,
sebagaimana
1. Frekuensi pernafasan
041005 mestinya
deviasi yang cukup
berat dari kisaran 3. Buka jalan napas
normal 2 dengan teknik chin
ditingkatkan ke lift, jaw thrust,
divisiasi ringan dari sebagaimana
kisaran normal 4 mestinya
030113
2. Irama pernafasan 4. Buang secret

041012 devisiasi yang cukup dengan


berat dari kisaran memotivasi pasien
28
normal skala 2 untuk melakukan
ditingkatkan ke batuk atau
KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS

29
NOC NIC
KODE HASIL KODE INTERVENSI
Tujuan : Domain 2 Fisiologis:
kompleks (LANJUTAN)
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan Kelas K : Manajemen
selama 1 x 30 menit pernapasan
diharapkan
3350 Intervensi:
ketidakseimbangan pola
napas dapat teratasi dengan Monitor pernapasan

kriteria hasil sebagai 1. Monitor


berikut : kecepatan,

Domain II Kesehatan irama,

Fisiologis kedalaman dan


0415
kesulitan
Kelas E Jantung Paru
bernapas
041501
Outcome: 2. Catat pergerakan
dada, catat
Status pernafasan
ketidaksimestris
an, penggunaan
1. Frekuensi pernapasan otot-otot bantu
041502
dipertahankan pada deviasi napas, dan
berat dari kisaran normal retraksi pada
skala 2 di tingkatkan ke otot
deviasi ringan dari kisaran supraclavikulas
normal menjadi skala 4 dan interkosta.
041513
2.Irama pernapasan 3. Monitor suara
041503
dipertahankan pada deviasi napas tambahan
yang cukup berat dari 30
seperti ngorok
kisaran normal skala 2 atau mengi
ditingkatkan ke deviasi 4. Monitor pola
HAMBATAN PERTUKARAN GAS

31
NOC NIC
KODE HASIL KODE INTERVENSI
Tujuan : Domain 2 Fisiologis:
kompleks (LANJUTAN)
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan Kelas K : Manajemen
selama 1 x 30 menit pernapasan
diharapkan hambatan
Intervensi:
pertukaran gas dapat
teratasi dengan kriteria 1. Auskultasi suara

hasil sebagai berikut : napas, catat area


yang ventilasinya
Domain II Kesehatan
menurun atau tidak
Fisiologis
ada dan adanya
0402 Kelas E Jantung Paru suara tambahan.
2. Ajarkan pasien
Outcome:
040208 Bagaimana
Status pernafasan: menggunakan
pertukaran gas inhaler sesuai resep
sebagai mestinya
1. Tekanan pasrsial oksigen 3. Posisikan untuk

di darah arteri (PaO2) meringankan sesak


040209 napas
dipertahankan pada deviasi
yang cukup berat dari 4. Monitor status

kisaran normal skala 2 pernapasan dan


ditingkatkan ke deviasi oksigenasi,
ringan dari kisaran normal sebagaimana
skala 4 mestinya
2.tekanan parsial 32
040210
carbondioksida di darah
arteri (PaCO2)
INTOLERAN AKTIVITAS

33
NOC NIC
KODE HASIL KODE INTERVENSI
Tujuan : Domain 2 Fisiologis:
kompleks (LANJUTAN)
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan Kelas K : Manajemen
selama 1 x 30 menit pernapasan
3320
diharapkan intoleran
Intervensi:
aktivitas dapat teratasi
dengan kriteria hasil Terapi oksigen

sebagai berikut : 1. Bersihkan mulut,

Domain I Fungsi hidung, dan sekresi

Kesehatan trakea dengan teapt


2. Pertahankan
0005 Kelas A Pemeliharaan
kepatenan jalan
Energi
napas
000502
Outcome: 3. Monitor aliran
oksigen
Toleransi terhadap aktivitas

00503 1. Frekuensi nadi ketika


beraktivitas dipertahankan
pada banyak terganggu
skala 2 ditingkatkan ke
sedikit terganggu skala 4
00504 2.frekuensi pernapasan
ketika beraktivitas
dipertahankan pada banyak
00505 terganggu skala 2 34
ditingkatkan ke sedikit
terganggu skala 4
BAB 3

JURNAL DAN PEMBAHASAN

1. Judul Jurnal : The Role of Ventilation-induced Surfactant Dysfunction and


Atelectasis in Causing Acute Respiratory Distress Syndrome (Peran Disfungsi
Surfaktan yang diinduksi Ventilasi dan Atelektasis dalam Menyebabkan Sindrom
Distress Pernapasan Akut)
Halaman : 702 – 708
Tahun : 2012
Penulis : Richard K. Albert
Pembahasan :
Skenario patofisiologi saat ini dari ARDS termasuk cedera paru yang diinduksi
ventilator sebagai faktor yang dapat memperburuk keparahan sindrom. Literatur
yang ditinjau di atas dokumen bahwa ventilasi spontan atau mekanik paru-paru
normal mengubah surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan, yang
meningkatkan tegangan permukaan diperlukan dan cukup untuk menyebabkan
atelektasis, atelektasis yang ditambah dengan posisi supine dan sedasi, bahwa
ventilasi VT konstan membatasi pelepasan surfaktan dari tipe II pneumocytes,
dan bahwa perubahan surfaktan terjadi sebelum onset ARDS. Temuan ini
menunjukkan skenario patofisiologi baru untuk ARDS, satu di mana daerah paru
yang normal menjadi atelectatic dari peningkatan tegangan permukaan yang
dihasilkan dari penurunan surfaktan secara spontan atau mekanis yang diinduksi,
bersama dengan pendekatan kami saat ini terhadap posisi pasien dan sedasi.
Ventilasi spontan atau mekanis dari daerah ateletik ini kemudian menyebabkan
cedera paru-paru awal melalui atelectrauma. Jika skenario yang diusulkan benar,
setidaknya beberapa contoh ARDS mungkin dicegah dengan secara rutin
mengelola napas napas selain ventilasi dengan VT rendah dan setidaknya level
rendah PEEP, dengan menghindari posisi terlentang, dengan meningkatkan
frekuensi reposisi dan penggunaan posisi rawan atau semiprone, dengan
membatasi penggunaan sedasi, dan dengan menerapkan perubahan ini dalam
praktik dari saat pasien dirawat dan / atau ventilasi mekanis dimulai daripada
menunggu sampai ARDS telah dikembangkan. Meskipun ide-ide ini didukung

35
oleh literatur yang cukup, mereka tetap hipotesis yang memerlukan pengujian
pada pasien yang berisiko ARDS.
2. Judul Jurnal : Recurrent Lobar Atelectasis In An Adult Asthmatic Patient: The
Importance Of Collateral Ventilation (Atelektasis Lobar berulang dalam Pasien
Asma Dewasa: Pentingnya Ventilasi Agunan)
Halaman : -
Tahun : 2014
Penulis : S. Lee, P. Dammert , J. Kass
Pembahasan :
Iklan lengkap fisura mayor kanan dan minor yang dapat menjelaskan
kecenderungannya pada atelektasis. Atelektasis berulang dari lendir lendir jarang
terjadi pada pasien asma dewasa karena ada mekanisme untuk intra dan Konklusi:
ventilasi agunan interlobar. Perawatannya adalah penyedotan lendir bronkoskopik
dan fisioterapi dada.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan

36
Atelektasis adalah suatu keadaan dimana paru-paru tidak dapat mengembang
secara sempurna. Penyebab utama penyakit atelektasis adalah obstruksi bronkus.
Obstruksi tersebut menganggu jalannya udara dari dan ke alveoli yang normalnya
menerima udara melalui bronkus. Udara alveolar yang terperangkap terserap
kembali ke pembuluh darah tatapi udara luar tidak dapat menggantikan udara
yang diserap karena obstruksi. Akibatnya, bagian paru yang terisolasi mengalami
kekurangan udara dan ukurannya menyusut. Hal ini menyebabkan bagian paru
lainya( sisanya) mengembang secara berlebihan.
Atelektasis tidak akan menimbulkan dampak yang terlalu besar pada tubuh
bila tidak disertai dengan infeksi. Untuk pengobatan Atelektasis paru tanpa infeksi
pengobatannya cukup sederhana dan mudah namun, bila disertai infeksi harus
diberikan antibiotik.
4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah Atelektasis ini, diharapkan nantinya akan memberikan
manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan terutama pada pasien
yang mengalami gangguan atelektasis. Namun penulis juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan
makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis
atau pihak lain yang membutuhkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2002. Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC Volume I.

37
Fakultas Kedokteran UI. 1973. Patologi Anatomik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sylvia A .Price, Patofisiologi . EGC

38

Anda mungkin juga menyukai