PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor. 812 / Menkes /
SK / VII /2007 tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari kemudian nyata
sangat besar. Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum
dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker,
penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,stroke,
Parkinson, gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan penyakit
infeksi seperti HIV/ AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping
kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun saat ini,
pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium
lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi
juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan
keluarganya.
1
perawatan paliatif. (Doyle & Macdonald, 2003: 5) Masyarakat menganggap
perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan
segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan
pentingnya integrasi perawatan.
Paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat
diatasi dengan baik Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan
dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik
sampai akhir hayatnya. (Doyle & Macdonald, 2003: 5) Rumah sakit yang
mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih
terbatas di 5 (lima) ibu kota propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya,
Denpasar dan Makassar. Ditinjau dari besarnya kebutuhan dari pasien,
jumlah dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif juga
masih terbatas. Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia
masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan
pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan
kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi
sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan
paliatif. (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian penyakit terminal ?
2. Apa saja kriteria penyakit terminal ?
3. Apa jenis – jenis penyakit terminal ?
4. Apa tujuan perawatan terminal ?
5. Apa masalah pada pasien terminal ?
6. Apa prinsip perawatan terminal ?
2
3. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis penyakit terminal
4. Untuk mengetahui dan memahami tujuan perawatan terminal
5. Untuk mengetahui dan memahami masalah pada pasien terminal
6. Untuk mengetahui dan memahami prinsip perawatan terminal
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulis sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang diagnosa keperawatan serta
meningkatkan keterampilan dan wawasan.
2. Bagi Pembaca
Memperoleh dan menambah wawasan mengenai diagnosa keperawatan
3. Bagi FKK
Bahan masukan bagi calon perawat dalam meningkatan mutu pelayanan
keperawatan dengan masalah keperawatan diagnosa keperawatan
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Penyakit Terminal Illness
3
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang
menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker
atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak
ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang
di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.
(White, 2002).
4
dibutuhkan dan menjadi hal yang penting, dan untuk membuat klien
merasa lebih nyaman dan mampu membuat klien menjadi tenang
pada saat menjelang ajal.
b. Penyakit infeksi
Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai
radang membran pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum
tulang belakang, yang mana keseluruhan tersebut di sebut meningen.
Bahayanya adalah Apabila Meningitis telah masuk stadium terminal
dan tidak ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah yang
akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3 pekan.
c. Gagal ginjal/Congestif Renal Falure (CRF)
Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal
yang berlangsung secara progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi
urin dan sampah nitrogen lain dalam tubuh). (Brunner and Suddarth
, hal. 1448).
Patofisiologi terjadinya gagal ginjal kronik setelah berbagai macam
penyakit yang merusak nefron ginjal sehingga menyebabkan fungsi
ginjal turun dari 25% ban nefron-nefron sisa yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan
fungsi nefron yang masih normal, sisa yang normal akan terjadi
hipertrofi sehingga kerusakan renal bertambah/jumlah nefron yang
normal menurun dalam usaha untuk melaksanakan beban kerja
ginjal, terjadi peningkatan filtrasi beban solut dan reabsorbsi dan
berakibat pada diuresis osmotik, ketidakseimbangan cairan disertai
poliuria dan haus yaitu peningkatan aliran kemih dan penurunan
konsentrasi, maka penderita bisa menjadi dehidrasi dan cenderung
terjadi retensi garam dan air yang normal diekskresikan dalam urine,
di dalam aliran darah terjadi uremia yang mempengaruhi semua
sistem tubuh, ketidakmampuan mengeluarkan urine (oliguria)
menyebabkan kepekatan urine meningkat sehingga semakin banyak
5
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin besar namun
gejala akan berkurang setelah dialisis (Hemodialilsa). Penyusutan
progresif pada nefron-nefron terjadi pembentukan jaringan parut
dan aliran darah ke ginjal berkurang. Pelepasan renin meningkat dan
mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron dan tahanan
perifer meningkat dan berakibat hipertensi, dan gangguan
pemekatan retensi garam akibatnya kelebihan cairan dapat menjurus
ke gagal jantung kongestif (CHF). Dengan berkembangnya penyakit
renal terjadi asidosis metabolik yang disebabkan ketidakmampuan
ginjal mengekskresikan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal
mengekresi amonia (NH+) dan absorbsi natrium bikarbonat
(HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga
terjadi penderita uremia sering terjadi manifestasi gastrointestinal,
meliputi nausea, muntah, anoreksia, foetor uremik dan pada uremia
lanjut stomatitis esofagitis, manifestasi pada kardiovaskuler pada
gagal ginjal kronis mencakup hipertensi akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas angiotensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak
napas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner
akibat arteriosklerosis dini, edema akibat penimbunan cairan, gejala
hematologi, anemia disebabkan berkurangnya fungsi eritroprotein,
sehingga rangsangan entropcoesis pada sumsum tulang menurun,
hemolisis, defisiensi besi, masa perdarahan panjang, fagositosis,
fungsi limfosit menurun. Gejala pada endokrin, gangguan seksual,
libido/ereksi menurun, pada laki-laki impoten, ammenorrea pada
wanita, gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolik lemak.
Gejala pada sistem saraf adalah retless leg syndrome, burning feet
syndrome, dan enselofati metabolik, dan manifestasi
pada kulit adalah kulit berwarna pucat, gatal, ekimosis, uremik frost,
kulit tipis, kuku mudah rapuh, kusam dan rontok, gejala psikologi,
cemas, penolakan, depresi.
d. Stroke Multioe Sklerosis
6
Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf
dari sistim syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau
spinal cord) memburuk atau degenerasi. Myelin, yang menyediakan
suatu penutup atau isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki
pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf
dan juga adalah penting untuk memelihara kesehatan dari syaraf-
syaraf. Pada multiple sclerosis, peradangan menyebabkan myelin
akhirnya menghilang. Sebagai konsekwensinya, impuls-impuls
listrik yang berjalan sepanjang syaraf-syaraf memperlambat, yaitu
menjadi lebih perlahan. Sebagai tambahan, syaraf-syaraf sendiri
menjadi rusak. Ketika semakin banyak syaraf-syaraf yang
terpengaruh, seorang pasien mengalami suatu gangguan yang
progresif pada fungsi-fungsi yang dikontrol oleh sistim syaraf
seperti penglihatan, kemampuan berbicara, berjalan, menulis, dan
ingatan.
e. Akibat kecelakaan fatal
Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada
usia kurang dari 50 tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun
tidak terdapat luka yang menembus tulang tengkorak. Berbagai
cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang
memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan
mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak
bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada
sisi yang berlawanan. Cedera ini disebut coup contrecoup (bahasa
Perancis untuk hit-counterhit)
f. HIV/AIDS
adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
virus HIV atau infeksi virus-virus lain. Virusnya sendiri
bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
7
oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
8
d. Menghargai keinginan pasien dalam mengambi keputusan
e. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
f. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam
perawatan pasien
g. Menghindari tindakan medis yang sia-sia
h. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai
dengan kondisinya sampai akhir hayat
i. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.
Penyakit Terminal
9
Tawar Gangguan Menerima
syok Marah
Menawar hubungan kondisi
soaial
2.8 Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal
Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan
kehilangan. Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal
tersebut. Komunikasi dengan klien penyakit terminal merupakan
10
komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki pengethauan
tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang proses
berduka dan kehilangan. Dalam berkomunikasi perewat menggunakan
konsep komunikasi terapeutik.Saat berkomunikasi dengan klien dengan
kondisi seperti itu bisa jadi akan timbul penolakan dari klien. Dalam
menghadapi kondisi tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapetik.
Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan klien dan keluarga
melaui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi
pelayanan paliatif (Mok dan Chiu, 2004 dikutip dari Potter dan Perry 2010).
11
b. Mutual Pretense
Dalam hal ini klien, keluarag, team kesehatan tahu bahwa kondisinya
terminal tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari
membicarakan kondisi yang dihadapi klien. Ini berat bagi klien karena
tidak dapat mengekspresikan kekuatannya.
c. Open Awareness
Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada
diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk
membicarakannya. Pada tahap ini klien dapat dilibatkan untuk proses
intervensi keperawatan.
12
6. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental
seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat
berpikir secara rasional
7. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit terminal merasa dirinya berubah
mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir
secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini
dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah
8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
Contohnya : seseorang ayah yang memilikiki peran dalam
keluarga mencari nafkah akibat penyakit teminalnya , ayah
tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut
2.11 Adaptasi Dengan Penyakit Terminal
Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan penyakit terminal sesuai
dengan umurnya sebagai berikut:
1. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik
oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa
kematian adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang
kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari.
Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk
didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari
realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati akan
“pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur.Pada anak yang
mengalami penyakit terminal kesadaran mereka akan muncul secara
bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit
tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak
bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari teman
seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu
mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
13
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui
sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan
dapat mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan
orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang
tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak
terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat,
jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan
mempertahankan hubungan yang saling mempercayai dengan orang
tuanya.
2. Remaja atau Dewasa muda
Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada
usia muda cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-
tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka
menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa
marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta
tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih
dekat. Menderita penyakit terminal terutama pada pasien yang
memiliki anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat
merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya
tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya,
dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi
ketika hidupnya diancam terminal illness.
14
hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan
beradaptasi dengan penyakit terminal.
BAB 3
APLIKASI TEORI
3.1 Pengkajian
a. Pengkajian terhadap identitas klien
b. Pengkajian terhadap identitas penangguang jawab klien (keluarga)
c. Pengkajian terhadap riwayat kesehatan klien
15
d. Mengkaji kebutuhan dasar klien berdasarkan teori 14 dasar
kebutuhan dasar manusia
e. Melakukan pemeriksaan fisik pada klien
f. Mengkaji data penunjang klien
g. Mengkaji kondisi keluarga klien dalam menghadapi kondisi klien
dan kesiapan keluarga akan kehilangan klien dengan penyakit
terminal yang sulit disembuhkan :
1) Fase Denial
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap denial
(penolakan) yang ditunjukan keluarga klien pada saat
mendengar kondisi klien dengan penyakit terminal, yang
kemudian dicocokan dengan tanda dan gejala pada fase ini
sesuai teori.
2) Fase Anger
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap anger (marah)
yang ditunjukan keluarga klien pada saat mendengar kondisi
klien dengan penyakit terminal, yang kemudian dicocokan
dengan tanda dan gejala pada fase ini sesuai teori. Pada fase
ini perawat mengkaji hanya berdasarkan observasi sebab
kluarga pasien tidak mungkin menjawab pertanyan perawat
pada fase ini.
3) Fase Bargaining (Tawar Menawar)
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap bargaining (tawar
menawar) yang ditunjukan keluarga klien pada saat
mendengar kondisi klien dengan penyakit terminal, yang
kemudian dicocokan dengan tanda dan gejala pada fase ini
sesuai teori. Pada fase ini perawat masih bisa mengkaji klien
dengan wawancara namun perhatikan kuantitas serta kulitas
pertanyaan untuk menjaga kestabilan kondisi keluarga klien.
4) Fase Depresi
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap depresi yang
ditunjukan keluarga klien pada saat mendengar kondisi klien
16
dengan penyakit terminal, yang kemudian dicocokan dengan
tanda dan gejala pada fase ini sesuai teori. Pada tahap ini
perawat dapat mengkaji keluarga klien namun sedikit, dan
terkadang tidak mendapatkan respon sebab kondisi keluarga
klien dalam keadaan tertekan, dan perawat dapat
mengkomunikasikan kondisi keluarga klien.
5) Fase Acceptance (Penerimaan)
Perawat dapat mengkaji gejala pada tahap acceptance
(penerimaan) yang ditunjukan keluarga klien pada saat
mendengar kondisi klien dengan penyakit terminal, yang
kemudian dicocokan dengan tanda dan gejala pada fase ini
sesuai teori. Pada kondisi ini perawat lebih leluasa mengkaji
kondisi kesiapan keluarga klien dalam menghadapi resiko
kehilangan klien yang mengalami penyakit terminal, sebab
pada fase ini kleuarga klien biasanya mulai pasrah atau sudah
dapat menerima kondisi kerabatnya.
h. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang penyakit yang
diderita klien pada saat sekarang.
b) Riwayat kesehatan dahulu Berisi tentang keadaan klien
apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit
yang sama.
c) Riwayat kesehatan keluarga apakah anggota keluarga
pernah menderita penyakit yang sama dengan klien.
i. Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat.
a) Pasien kurang rensponsif.
b) Fungsi tubuh melambat.
c) Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja.
d) Rahang cendrung jatuh.
e) Pernafasan tidak teratur dan dangkal.
17
f) Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan
melemah.kulit pucat.mata memelalak dan tidak ada respon
terhadap cahaya
j. Cara Mengkaji Tingkat Kesadaran
Kesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya
dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran
dibagi 3 :
a. Closed Awarness
b. Mutual Pretense
c. Open Awarness
Teknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan
metode GCS (Glasgow Coma Scale) .
c. Kata-kata tidak 2
teratur 1
d. Suara tidak jelas
e. Tidak ada
18
Respon buka mata
( Eye Opening E )
a. Spontan 4
b. Terhadap suara 3
c. Terhadap nyeri 2
d. Tidak ada
1
Keterangan:
a. Skor GCS 14-15 : Compos Mentis/Alert/Sadar Penuh
b. Skor GCS 11 – 13 : Somnolent
c. Skor GCS 9 – 11 : Sopor
d. Skor GCS 3-8 : Koma
b. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi
terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang
terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi
wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal
antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan.
19
Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang
terjadi pada klien terminal.
Menurut Kubler Ross (1969) seseorang yang menjelang ajal
menunjukan lima tahapan, yaitu :
a. Denial (menolak), pada tahap ini individu menyangkal dan
bertindak seperti tidak terjadi sesuatu, dia mengingkari
bahwa dirinya dalam kondisi terminal. Pernyataan seperti
‘ tidak mungkin, hal ini tidak akan terjadi pada saya, saya
tidak akan mati karena kondisi ini’ umum dilontarkan
klien.
b. Anger (Marah) individu melawan kondisi terminalnya, dia
dapat bertindak pada seseorang atau lingkungan di
sekitarnya. Tindakan seperti tidak mau minum obat,
menolak tindakan medis, tidak ingin makan, adalah respon
yang mungkin ditunjukan klien dalam kondisi terminal.
c. Bargaining (Tawar Menawar), individu berupaya
membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kematian. Seperti “ Tuhan beri saya
kesembuhan, jangan cabut nyawaku, saya akan berbuat
baik dan mengikuti program pengobatan’.
d. Depresion (Depresi), ketika ajal semakin dekat atau
kondisi semakin memburuk klien merasa terlalu sangat
kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi
kesenjangan, klien banyak berdiam diri dan menyendiri.
e. Aceptance (Penerimaan), reaksi fisiologis semakin
memburuk, klien mulai menyerah dan pasrah pada
keadaan atau putus asa. Peran perawat adalah mengamati
perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi
terminal terhadap perilaku, dan memberikan dukungan
yang empatik.
c. Faktor Sosial
20
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri,
mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya
tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan
sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa
mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat
memberikan dukungan social bisa dari teman dekat,
kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat
terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah
semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui
disaat- saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh
agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
21
a. Berduka berhubungan dengan penyakit terminal (kanker) di tandai dengan
merasa sedih, menangis, marah, dan tampak panik.
b. Distres spiritual berhubugan dengan penyakit terminal (kanker) di tandai
dengan merasa menderita atau tidak berdaya, tidak mampu beribadah,
mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah), koping tidak efektif .
c. Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan penyakit kronis
(kanker) ditandai dengan merasa di abaikan, tidak toleran, terlalu khawatir
dengan anggota keluarga dan perilaku sehat terganggu.
22
3.3 Intervensi Keperawatan
SIKI SLKI
No SDKI
Kode Hasil Kode Hasil
1. Kategori : Psikologis L.09097 Tingkat Depresi I.09274 Dukungan Proses Berduka
Subkategori: Integritas 1. Sedih dari skala 1 (meningkat) Tindakan:
Ego menjadi skala 3 (sedang) Observasi:
Kode: D.0081 2. Pikiran mencederai diri sendiri 1. Identifikasi
Berduka dari skala 1 (meningkat) menjadi kehilangan yang
Penyebab: skala 3 (sedang) dihadapi
1. Kematian keluarga atau 3. Pikiran bunuh diri dari skala 1 2. Identifikasi proses
orang yang berarti (meningkat) menjadi skala 3 berduka yang dialami
2. Kehilangan (sedang) 3. Identifikasi
3. Antisipasi Kehilangan 4. Marah dari skala 1 (meningkat) keterkaitan pada
4.Antisipasi kematian menjadi skala 3 (sedang) benda yang hilang
keluarga atau orang yang 5. Menangis dari skala 1 atau orang yang
berarti (meningkat) menjadi skala 3 meninggal
Gejala dan Tanda (sedang) 4. Identifikasi reaksi
Minor: 6. Pola tidur dari skala 1 awal terhadap
Subjektif: (memburuk) menjadi skala 3 kehilangan
1. Mimpi buruk atau pola (sedang) Terapeutik:
mimpi berubah 7. Perasaan tidak berharga dari skala 1. Motivasi agar mau
2. Merasa tidak berguna 1 (meningkat) menjadi skala 3 mengungkapkan
3. Phobia (sedang) perasaan kehilangan
Objektif: 2. Tunjukkan sikap
1. Marah menerima dan empati
2. tampak panik 3. Fasilitasi
3. Fungsi imunitas mengekspresikan
terganggu
23
Gejala dan Tanda perasaan dengan cara
Mayor: nyaman
Subjektif: Edukasi:
1. Merasa sedih 1. Jelaskan kepada
2. Tidak menerima pasien dan keluarga
kehilangan bahwa sikap
3. Merasa tidak ada mengingkari, marah,
harapan tawar menawar,
Objektif: sepresi dan menerima
1. Menangis adalah wajar dalam
2. Pola tidur berubah menghadapi
3. Tidak mampu kehilangan
berkonsentrasi 2. Anjurkan identifikasi
Kondisi Klinis Terkait: ketakutan terbesar
1. Kematian anggota pada kehilangan
keluarga atau 3. Anjurkan
orang terdekat mengekspresikan
2. Amputasi kehilangan perasaan
3. Penyakit terminal tentang kehilangan
(kanker) 4. Ajarkan melewati
proses berduka secara
bertahap
24
Kode: D.0082 1. Vibrasi makna dan tujuan hidup 1. Identifikasi perasaan
Distres Spiritual dari skala 1 (menurun) menjadi khawatir, kesepian
Penyebab: skala 3 (sedang) dan ketidakberdayaan
1. Menjelang ajal 2. Perilaku marah pada tuhan dari 2. Identifikasi
2. Kondisi penyakit skala 1 (meningkat) menjadi skala pandangan tentang
kronis 3 (sedang) hubungan aantara
3. Kematian orang 3. Vibrasi perasaan bersalah dari spiritual dan
terdekat skala 1 (meningkat) emnajdi skala kesehatan
4. Perubahan pola 3 (sedang) 3. Identifikasi harapan
hidup 4. Kemampuan beibadah dari skala 1 dan kekuatan pasien
5. Kejadian hidup (memburuk) menjadi skala 3 4. Identifikasi ketaatan
yang tidak (sedang) dalam beragama
diharapkan 5. Interaksi dengan orang Terapeutik:
terdekat/tokoh agama dari skala 1 1. Berikan kesempatan
Gejala dan Tanda (memburuk) menjadi skala 3 mengekspresikan
Mayor: (sedang) perasaan tentang
Subjektif: 6. Koping dari skala 1 (memburuk) penyakit dan
1. Mempertanyakan menjadi skala 3 (sedang) kematian
makna dan tujuan 2. Berikan kesempatan
hidupnya untuk
2. Menyatakan mengekspresikan dan
hidupnya terasa mereakan marah
tidak/kurang secara tepat
bermakna 3. Yakinkan bahwa
3. Merasa perawat bersedia
menderita/tidak mendukung selama
berdaya masa
ketidakberdayaan
Objektif:
25
1. Tidak mampu 4. Sediakan privasi dan
beribadah waktu tenang untuk
2. Marah pada tuhan aktivitas spiritual
Gejala dan Tanda 5. Diskusikan keyakinan
Minor: tentang makna dan
Subjektif: tujuan hidup
1. Menyatakan 6. Fasilitasi melakukan
hidupnya terasa kegiatan ibadah
tidak tenang Edukasi:
2. Merasa bersalah 1. Anjurkan berinteraksi
3. Merasa tersaingi dengan keluarga,
Objektif: teman, dana tau orang
1. Menolak lain
berinteraksi 2. Anjurkan
dengan orang berpartisipasi dalam
terdekat kelompok pendukung
2. Tidak mampu 3. Anjurkn metode
beraktifitas relaksasi, meditasi,
3. Koping tidak dan imajinasi
efektif terbimbing
Kondisi Klinis Terkait:
1. Penyakit kronis Kolaborasi:
2. Penyakit terminal 1. Atur kunjungan
dengan rohaniawan
(mis. Ustad, pendeta,
room, biksu)
3. Kategori : Psikologis L.09088 Status Koping Keluarga I.09260 Dukungan Koping Keluarga
Tindakan:
26
Subkategori: Integritas 1. Perasaan diabaikan dari skala 1 Observasi:
Ego (meningkat) menjadi skala 3 1. Identifikasi respons
Kode: D.0093 (sedang) emosional terhadap
Krtidakmampuan Koping 2. Kekhawatiran tentang anggota kondisi saat ini
Keluarga keluarga dari skala 1 (meningkat) 2. Identifikasi beban
Penyebab: menjadi skala 3 (sedang) secara prognosis
1. Hubungan 3. Komunikasi antar keluarga dari 3. Identifikasi
keluarga skala 1 (meningkat) menjadi skala pemahaman tentang
ambivelen 3 (sedang) keputusan perawatan
2. Pola koping yang 4. Komitmen pada setelah pulang
berbeda diantara perawatan/prngobatan dari skala 1 4. Identifikasi
klien dan orang (meningkat) menjadi skala 3 kesesuaian antara
terdekat (sedang)_ harapan pasien,
3. Resistensi 5. Perasaan tertekan dari skala 1 keluarga, dan tenaga
keluarga terhadap (meningkat) menjadi skala 3 kesehatan
perawatan (sedang) Terapeutik:
/pengobatan yang 6. Perilaku menolak perawatan dari 1. Dengarkan masalah,
kompleks skala 1 (meningkat) menjadi skala perasaan, dan
4. Ketidakmampuan 3 (sedang) pertanyaan keluarga
orang terdekat 7. Perilaku sehat dari skala 1 2. Diskusikan rencana
mengungkapkan (memburuk) menjadi skala 3 medis dan perawatan
perasaan (sedang) 3. Fasilitas
Gejala dan Tanda pengumgkapan
Mayor: perasaan antara
Subjektif: pasien dan keluarga
1. Merasa diabaikan atau antar anggota
Objektif: keluarga
4. Fasilitas
pengambilan
27
1. Tidak memenuhi keputusan dalam
kebutuhan merencanakan
anggota keluarga perawatan jangka
2. Tidak toleran panjang
3. Mengabaikan 5. Hargai dan dukung
anggota keluarga mekanisme koping
Gejala dan Tanda adaptif yang
Minor: digunakan
Subjektif: Edukasi:
1. Terlalu khawatir 1. Informasikan
dengan anggota kemajuan pasien
keluarga secara berkala
2. Merasa tertekan 2. Informasikan fasilitas
(depresi) perawatan kesehatan
Objektif: yang tersedia
1. Perilaku sehat Kolaborasi:
terganggu 1. Rujuk untuk terapi
2. Mengabaikan keluarga, jika perlu
perawatan/pengob
atan
3. Tidak komitmen
28
BAB 4
APLIKASI KASUS
Kasus Semu
Ny. M berusia 49 tahun berjenis kelamin perempuan di bawa ke rumah sakit K. dengan
keluhan pasien merasakan nyeri di bagian payudara sebelah kanan, pasien mengatakan
nyeri disebabkan karena adanya luka payudara di bagian sebelah kanan. Pasien merasa
nyerinya di tusuk-tusuk, pasien tampak meringis kesakitan. Pasien mengurangi rentang
gerak karena pasien merasakan nyeri hebat pada daerah luka dengan skala nyeri 8. Pasien
mengatakan nyeri datangnya secara tiba-tiba berlangsung selama 3 jam. Pasien mengalami
pembengkakan di payudara kurang lebih 3 bulan yang lalu. Pasien merasa tidak ada
harapan hidup, tidak mampu berkonsentrasi, merasa tidak berguna, panik, Pasien nampak
tertekan. Sedih, tidak mampu menerima kondisi yang di hadapinya.
4.1 Pengkajian
Biodata Identitas Pasien:
Nama: Ny. M
Jenis kelamin: Perempuan
Umur: 49 Tahun
Status Perkawinan: Sudah Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat: Jl. Kodomo
Tanggal Pengkajian: 10 Oktober 2019
Diagnosa Medis: Kanker Payudara
1. Keluhan Utama
Klien merasakan nyeri dibagian payudara sebelah kanan
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Provocative/palliative
a. Apa penyebabnya
Pasien mengatakan nyeri disebebkan karena adanya luka pada bagian payudara
sebelah kanan.
b. Hal – hal yang memperbaiki keadaan:
Pasien mengatakan pada saat nyeri kambuh klien berdoa
b. Quantiy/Quality
29
a) Bagaimana di rasakan
Pasien merasakan nyerinya seperti di tusuk-tusuk
b) Bagaimana di lihat
Pasien merasa meringis kesakitan
c. Region
a) Dimana lokasinya :
Payudara sebelah kanan
b) Apakah menyebar:
Menyebar
d. Scale
a) Skala Nyeri angka 8
e. Time
a) Pasien mengatakan nyerinya datang secara tiba-tiba dan berlangsung selama 3 jam
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Penyakit yang pernah di alami
Pasien mengalami pembengkakan di payudara kurang lebih 2 bulan yang lalu.
b. Pengobatan atau tindakan yang dilakukan
Pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan
c. Pernah di rawat atau di operasi
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat atau di operasi
d. Lama di rawat
Tidak ada
e. Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi
f. Imunisasi
Pasien mengatakan tidak mengetahui apakah di imunisasi atau tidak
30
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat gangguan
jiwa.
E. Anggota Keluarga yang Meninggal
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang meninggal.
F. Penyebab Meninggal
Tidak Ada
31
a) Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan agama yang dianut adalah
agama islam, klien juga mengatakan selalu mempercayai agama yang klien
anut sejak kecil.
b) Kegiatan ibadah : Pasien mengatakan tidak pernah melaksanakan
ibadah shalat 5 waktu pada saat sakit.
i) Status Mental
Tingkat Kesadaran : Pasien tampak sadar penuh (compos mentis)
Penampilan : Pasien tampak tidak rapi
Alam Perasaan : Pasien tampak lesu, tidak ada harapan
hidup, tidak mampu berkonsentrasi, merasa tidak
berguna, panik, pasien nampak tertekan, marah,
tidak mampu
Pembicaraan : Pasien tampak berbicara dengan lama selama
interaksi wawancara
6. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum:
Keadaan umum pasien tampak lemas, tidak mampu berkosentrasi, panik dan
pasien tampak tertekan, marah, menangis, sedih.
B. Tanda-Tanda Vital:
- Nadi : 84 x/i
- Pernafasan : 20x/i
- Skala nyeri :8
- TB : 155 cm
- BB : 55 kg
32
C. Pemeriksaan Head To Toe
Kepala dan rambut:
Bentuk : bentuk kepala simateris
Wajah:
Hidung:
Tulang hidung dan posisi septum nasi
33
Lubang hidung : Normal dan simteris
Telinga:
Keadaan gusi dan gigi : Gusi dan gigi terlihat kurang bersih
Keadaan lidah : lidah tampak bersih
Orofaring : Tidak ditemukan adanya kelainan.
Leher:
34
Kehangatan : Suhu tubuh klien dalam keadaan
normal
Warna : Kulit berwarna sawo matang
Pernafasan : 20 x / i
Perkusi : Resonan
35
Inspeksi : Tidak ada kelaianan
Perkusi : Normal
36
Kebersihan gigi dan mulut : gigi dan mulut klien tampak
kurang bersih, terlihat banyak sisa
makanan yang terselip di gigi
pasien.
Kebersihan kuku kaki dan tangan
1. BAB:
mengalami perdarahan
menggunakan laksatif.
2. BAK:
37
Penggunaan diuretic : Pasien mengatakan tidak menggunakan diuretic
F. Mekanisme Koping
a. Denial (menolak), Pasien mengatakan “tidak mungkin, hal ini tidak akan
terjadi pada saya, saya tidak akan mati karena kondisi ini’ klien masih blm
bisa menerima kenyataan tentang kondisi yang di hadapinya.
b. Anger (Marah) tidak mau minum obat, menolak tindakan medis, tidak ingin
makan, tidak mau sholat 5 waktu.
c. Bargaining (Tawar Menawar), Pasien mengatakan “Tuhan beri saya
kesembuhan, jangan cabut nyawaku, saya akan berbuat baik dan mengikuti
program pengobatan”. Dan pasien akan melakukan pengobatan yang terbaik
untuk kesembuhannya.
d. Depresion (Depresi), ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin
memburuk pasien merasa terlalu sangat kesepian dan menarik diri.
Komunikasi terjadi kesenjangan, pasien banyak berdiam diri dan
menyendiri.
e. Aceptance (Penerimaan), reaksi fisiologis semakin memburuk, pasien mulai
menyerah dan pasrah pada keadaan atau putus asa. Peran perawat adalah
mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh kondisi terminal
terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empa
38
ANALISA DATA
39
P: Nyeri disebebkan karena adanya luka Nyeri seperti di
pada bagian payudara sebelah kanan. tusuk – tusuk
40
4.3 Intervensi Keperawatan
SIKI SLKI
No SDKI
Kode Hasil Kode Hasil
1. Kategori : Psikologis L.09088 Status Koping Keluarga I.09260 Dukungan Koping Keluarga
Subkategori: Integritas 1. Perasaan diabaikan dari skala 1 Tindakan:
Ego (meningkat) menjadi skala 3 Observasi:
Kode: D.0093 (sedang) 1. Identifikasi respons
Krtidakmampuan Koping 2. Kekhawatiran tentang anggota emosional terhadap
Keluarga keluarga dari skala 1 (meningkat) kondisi saat ini
Penyebab: menjadi skala 3 (sedang) 2. Identifikasi beban
1. Hubungan 3. Komunikasi antar keluarga dari secara prognosis
keluarga skala 1 (meningkat) menjadi skala 3. Identifikasi
ambivelen 3 (sedang) pemahaman tentang
2. Pola koping yang 4. Komitmen pada keputusan perawatan
berbeda diantara perawatan/prngobatan dari skala 1 setelah pulang
klien dan orang (meningkat) menjadi skala 3 4. Identifikasi
terdekat (sedang)_ kesesuaian antara
3. Resistensi 5. Perasaan tertekan dari skala 1 harapan pasien,
keluarga terhadap (meningkat) menjadi skala 3 keluarga, dan tenaga
perawatan (sedang) kesehatan
/pengobatan yang 6. Perilaku menolak perawatan dari Terapeutik:
kompleks skala 1 (meningkat) menjadi skala 1. Dengarkan masalah,
4. Ketidakmampuan 3 (sedang) perasaan, dan
orang terdekat Perilaku sehat dari skala 1 (memburuk) pertanyaan keluarga
mengungkapkan menjadi skala 3 (sedang) 2. Diskusikan rencana
perasaan medis dan perawatan
Gejala dan Tanda 3. Fasilitas
Mayor: pengumgkapan
Subjektif: perasaan antara
41
1. Merasa diabaikan pasien dan keluarga
Objektif: atau antar anggota
1. Tidak memenuhi keluarga
kebutuhan 4. Fasilitas
anggota keluarga pengambilan
2. Tidak toleran keputusan dalam
3. Mengabaikan merencanakan
anggota keluarga perawatan jangka
Gejala dan Tanda panjang
Minor: 5. Hargai dan dukung
Subjektif: mekanisme koping
1. Terlalu khawatir adaptif yang
dengan anggota digunakan
keluarga Edukasi:
2. Merasa tertekan 1. Informasikan
(depresi) kemajuan pasien
Objektif: secara berkala
1. Perilaku sehat 2. Informasikan fasilitas
terganggu perawatan kesehatan
2. Mengabaikan yang tersedia
perawatan/pengob Kolaborasi:
atan Rujuk untuk terapi keluarga,
3. Tidak komitmen jika perlu
42
2. Kategori : Psikologis L.08066 Tingkat Nyeri I.08238 Manajemen Nyeri
Subkategori: Nyeri dan 1. Keluhan Nyeri dari skala 1 Tindakan:
Kenyamanan (meningkat) menjadi skala 3 Observasi:
Kode: D.0078 (sedang) 1. Identifikasi lokai,
Nyeri Kronis 2. Kesulitan tidur dari skala 1 karakteristik, durasi,
Penyebab: (meningkat) menjadi skala 3 frekuensi, kualitas,
1. Kondisi (sedang) intensitas nyeri
muskuluskeletal 3. Gelisah dari skala 1(meningkat) 2. Identifikasi skala
kronis menjadi skala 3 (sedang) nyeri
2. Kerusakan sistem 4. Menarik diri dari skala 1 3. Identifikasi respon
syaraf (meningkat) menjadi skala 3 nyeri non verbal
3. Penekanan saraf (sedang) 4. Identifikssi faktor
4. Gangguan fungsi 5. Kemampuan menuntaskan aktivitas yang memperberat
emosional dari skala 1 (menurun) menjadi dan memperingan
5. Gangguan skala 3 (sedang) nyeri
imunitas Terapeutik:
6. Tekanan
emosional
43
Gejala dan Tanda 1. Berikan teknik non
Mayor: farmakologis untuk
Subjektif: mengurangi rasa nyeri
1. Mengeluh nyeri 2. Control lingkungan
2. Merasa depresi yang memperberat
(tertekan) rasa nyeri
Objektif: 3. Pertimbangkan jenis
1. Tampak meringis dan sumber nyeri
2. Gelisah dalam pemilihan
3. Tidak mampu startegi meredakan
menuntaskan nyeri.
aktivitas Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
Gejala dan Tanda periode, dan pemicu
Minor: nyeri
Subjektif: 2. Jelaskan strategi
1. Merasa takut meredakan nyeri
mengalami cidera 3. Ajarkan teknik non
ulang farmakologi untuk
Objektif: mengurangi rasa nyeri
1. Bersifat protektif Kolaborasi
2. Waspada 1. Kolaborasi pemberian
3. Pola tidur berubah analgetik.
4. Anoreksia
5. Fokus menyempit
6. Berfokus pada diri
sendiri
44
1. Kondisi kronis
2. Infeksi
3. Kondisi pasca
trauma
4. Tumor
45
Hari/Tgl./
No. Dx. Implementasi
Jam
10 -10-2019 1. 1. Rujukan untuk terapi keluarga
08.00
S: Pasien mengatakan
memiliki hubungan tidak
baik dengan keluarga karena
diabaikan semenjak sakit
O: Pasien tampak tenang
setelah dilakukan terapi
keluarga
R: Pasien Koperatif
12.00 2. Mengidentifikasi respons emosional terhadap
S: Pasien mengatakan
kondisi saat ini
masih belum bisa menerima
kondisi saat ini
O: pasien tampak belajar
secara bertahap tentang
edukasi merespon
emosional dengan baik.
R: Pasien Koperatif
46
14.00 3. .Mengidentifikasi beban secara prognosis S: Pasien mengatakan
beban akan penyakit yang
diderita
O: Pasien tampak bercerita
tentang perasaannya tentang
penyakit yang dideritanya
R: Pasien Koperatif
47
penyakit yang diderita
pasien
R: Pasien Kooperatif, dan
Keluarga mendukungnya
5. Memfasilitasi pengungkapan perasaan antara
16.00 pasien dan keluarga atau antar anggota keluarga S: Pasien mengatakan
memiliki hubungan
keluarga yang tidak baik
karena diabaikan oleh
keluarganya
O: Pasien tampak tenang
setelah mengungkapkan
perasaanya
Keluarga tampak tenang
mengerti keadaan pasien
yang butuh akan support
dari pihak keluarga
R: Pasien kooperatif,
keluarga mendukungnya
48
6. Menginformasikan kemajuan pasien secara
18.00 berkala S: Pasien mengatakan sudah
bisa menerima keadaan
penyakit yang diderita
pasien
O: Pasien tampak bahagia,
tenang bersama keluarga
Keluarga selalu memberi
support dan dukungan
untuk pasien dalam masa
pemulihan
R: Pasien kooperatif dan
Keluarga kooperatif
49
kanan, nyeri di sebabkan
Karena adanya luka
payudara sebelah kanan,
merasa nyerinya ditusuk-
tusuk, dan tampak meringis
kesakitan. Serta nyerinya
datang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 jam.
Dan pasien merasakan nyeri
nya dengan skala 8.
O: Pasien tampak lebih
tenang setelah diberi obat
analgesic untuk mengurangi
rasa nyerinya
R: Pasien Koperatif
12.00 2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, S:Pasien mengatakan nyeri
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri berada di payudara sebelah
kanan, nyerinya seperti di
50
tusuk-tusuk selama 3 jam
dam skala nyeri 8
O: Pasien tampak lebih
tenang setelah diberikan
obat analgesic
R: Pasien Koperatif
51
S: Pasien mengatakan
nyerinya sudah berkurang
secara bertahap
O: Pasien tampak senang,
tenang setelah dilakukan
edukasi teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyerinya
dengan teknik Distraksi,
TENS (Stimulasi saraf
transkutan), terapi es, dan
terapi relaksasi
52
pasien tentang penyakit yang dideritanya selama
ini di pihak keluarga
O:
1. Pasien mampu mengontrol emosi
2. Pasien tampak lebih tenang setelah dilakukan
terapi keluarga
A : Tujuan tercapai
1. Komunikasi antar keluarga dari skala 1
(meningkat) menjadi skala 3 (sedang)
Nyeri Kronis 11-10-2019 S : Pasien mengatakan nyeri sudah mulai ANIK FATIMATUR
08.00 RUSDIYAH
berkurang
O:
53
1. Pasien lebih tenang setelah dilakukan
pemberian obat analgetik untuk mengatasi nyeri
yang diderita
2. Pasien tampak tidak cemas lagi setelah di
ajarkan teknik relaksasi, TENS (Stimulasi saraf
transkutan) teknik distraksi, dan terapi es
A : Tujuan tercapai
1. Keluhan Nyeri dari skala 1 (meningkat)
menjadi skala 3 (sedang)
2. Kesulitan tidur dari skala 1 (meningkat)
menjadi skala 3 (sedang)
3. Gelisah dari skala 1 (meningkat) menjadi
skala 3 (sedang)
P : Intervensi dihentikan karena nyeri sudah
teratasi dengan teknik non farmakologi (teknik
relaksasi, TENS (Stimulasi saraf transkutan),
teknik distraksi, dan terapi es.
54
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang
menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau
penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi
obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan
di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. (White,2002).
Asuhan keperawatan Terminal Iilnes dengan masalah keperawatan
Berduka berhubungan dengan penyakit terminal (kanker) di tandai dengan
merasa sedih, menangis, marah, dan tampak panik. Distres spiritual berhubugan
dengan penyakit terminal (kanker) di tandai dengan merasa menderita atau
tidak berdaya, tidak mampu beribadah, mengeluh tidak dapat menerima
(kurang pasrah), koping tidak efektif. Ketidakmampuan koping keluarga
berhubungan dengan penyakit kronis (kanker) ditandai dengan merasa di
abaikan, tidak toleran, terlalu khawatir dengan anggota keluarga dan perilaku
sehat terganggu.
Asuhan Keperawatan pada Ny. M dengan prioritas diganosa
Ketidakefektifan Koping Keluarga berhubungan dengan hubungan yang tidak
baik karena diabaikan dengan keluarga semenjak sakit ditandai dengan Pasien
terlalu khawatir dengan anggota keluarga dan Pasien merasa tertekan (depresi)
Nyeri kronis berhubungan dengan Nyeri di bagian payudara sebelah kanan di
tandai dengan skala nyeri 8 dan nyeri datang secara tiba-tiba berlangsung
selama 3 jam.
5.2 Saran
1. Bagi perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainya dalam
memberikan asuhan keperawatan agar lebih maksimal. Dan perawat
55
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang professional terutama
dalam menfasilitasi pasien dalam memenuhi kebutuhan
2. Bagi Penulis
Perlu untuk menambah dan meningkatkan kemampuan dalam
memberikan asuhan keperawatan. Serta perlu memperbaiki agar karya
tulis ini lebih sempurna.
56
DAFTAR PUSTAKA
Butar-Butar, A. (2013). Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kualitas Hidup Pasien
Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara.
Campbel, M. L. (2014). Nurse to Nurse Perawatan Paliatif. Jakarta: Salemba Medika.
KEPMENKES RI NOMOR: 812. (2007). KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF
(pp. 1–10). https://doi.org/10.1016/B978-14160-3001-0.50005-8 NCP. (2013).
National Consensus Project. Retrieved from http://nationalconsensusproject.or g/.
diperoleh 2 mret 2017.
Nurchayati, S. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Terapi Hemodialisis Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Pekanbaru, Vol 1.
Nursalam, & Batticaca, F. B. (2011). Sistem Perkemihan (1st ed.). Jakarta: Salemba
Medika. Rehabilitation Institute of Chicago. (2014). WHO Quality of LifeBREF
(WHOQOL-BREF).
57
PERTANYAAN DAN JAWABAN
ATUS (1130017026)
1. Bagaimana anda sebagai perawat melakukan intervensi pada anak dengan penyakit
terminal illness?
Jawaban: Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan
menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih
tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan
mempertahankan hubungan yang saling mempercayai dengan orang tuanya.
58
3. Ekspresi tidak ada harapan atau tidak berdaya (misalnya, ”aku tidak dapat”).
4. Sumber ansietas (misalnya, nyeri malfungsi tubuh, penghinaan, pengabaian,
kegagalan, akibat negatif dari survivor).
M. ADI REZA JUNAEDI (1130017052)
4. Bagaimana perawat menyampaikan kabar buruk pada penyakit terminal illness?
Jawaban: Sebenarnya yang berperan dalam menyampaikan kabar buruk adalah dokter
karena dokter akan mneyampaikan hasil pemeriksaan dan diagnosis penyakit terminal
pada pasien atau disebut dengan Bad News. Dalam penyampaian kabar buruk harus
tetap menggunakan pendekatan pasien sentris, namun juga harus mampu juga
menunjukkan dukungan emosi pada pasien dan keluarga, menunjukkan ketersediaan
untuk membantu menyampaikan harapan yang masih mungkin dicapai pasien tidak
dominan dalam komunikasi dan pengambilan keputusan.
Langkah- langkah menyampaikan kabar buruk pada pasien terminal yaitu:
1. Persiapan
a) Mempersiapkan ruangan yang dapat menjamin privasi pasien dan
k,eluarganya
b) Tanyakan apakah peru ditemani oleh keluarganya atau tidak
c) Sebaiknya penyampaian kabar buruk disampaikan dalam keadaan
duduk
d) Bina hubungan baik dengan pasien, buatlah pasien merasa mendapat
perhatian dokter dengan kontak mata yang cukup
e) Menannyakan tentang pemahaman kondisi pasien dan penyakitnya
f) Mulailah dengan pertanyaan terbuka
g) Tanyakan keinginan pasien akan keingintahuannya atas informasi akan
diagnosis prognosis dan pilihan tata laksana yang ada
h) Dokter dapat memberikan informasi mengenai tidak adanya terapi
modalitas untuk menyembuhkan pasien namun masih ada hal yang lebih
baik
59
i) Tentukan bersama langkah-langkah yang akan dilaksanakan
selanjutnya, nyatakan dukungan secara empatik pada pasien dan bangun
harapan pasien.
60