Anda di halaman 1dari 10

BERITA ACARA PEMERIKSAAN TERGUGAT

PERKARA PERDATA PERBUATAN MELAWAN HUKUM


No. 358/PDT.G/2021/PN Jkt.Sel PENGADILAN JAKARTA SELATAN

ANTARA

SUTOYO
(PENGGUGAT)

MELAWAN

PT. TUGU HATI BUNDA


(TERGUGAT I)

Dr. ADIMANA KUNCOROWIDININGRAT


(TERGUGAT II)

Dr. BAMBANG HERMAWAN


(TERGUGAT III)

Dr. ERIC MANGKUBUWOMO


(TERGUGAT IV)
Kepada Yth:
KETUA PENGADILAN NEGERI
PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN
Di Tempat

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Para Tergugat dengan ini ingin menyampaikan berita acara pemeriksaan
Tergugat untuk selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III,
dan TERGUGAT IV dalam hal pembuktian mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli yaitu Prof.
Dr. dr. Ferza Gradino, Sp.PD.Ph.D., dengan bersumpah menerangkan sebagai berikut:

1. Bahwa ahli adalah seorang dosen kedokteran serta ilmuwan spesialis Kesehatan
dalam bidang hukum serta salah seorang anggota majles dalam MKDKI yang
memeriksa aduan penggugat terhadap tergugat 1;
2. Bahwa sesuai dengan bukti T-1dan T-2 berupa keputusan majelis kehormatan
kedokteran Indonesia (MKDKI), dapat dijelaskan yang pada intinya teradu (Tergugat
1) tidak melakukan perbuatan yang sifatnya sebagai, kelalaian, kesengajaan atau dan
melakukan perbuatan melawan hukum, baik dalam hukum pidana maupun hukum
perdata. Tetapi tergugat I memang malukan pelanggaran namun terbatas pada norma
disiplin administrasi;
3. Mencermati substansi bahwa dasar dari gugatan penggugat sebagaimana yang terurai
pada kedudukan para pihak dalam pokok perkara gugatan, maka gugatan penggugat
tersebut tidak pada tempatnya. Tidak seharusya PT. TUGU HATI BUNDA alias
pemilik Rs Tugu Bunda. Oleh karena PT. TUGU HATI BUNDA merupakan badan
hukum yang bergerak dalam hospitality, hanya berperan sebagai partners/mitra dalam
pelayanan medis dengan para dokter ahli yang saat ini menjadi Tergugat;
4. Bahwa Penggugat tidak memahami logika medis, bahwa upaya medis merupakan
upaya yang penuh uncertainty dan hasilnya pun tidak dapat diperhitungkan secara
matematis karena sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar kontrol dokter
untuk mengendalikannya;
5. Bahwa dalam praktek sehari-hari ada 3 (tiga) kaidah pokok yang meniadi standar
dalam penilaian suatu norma disiplin, yaitu:
a. Standar profesionalisme (dalam hal ini yang menjadi subjek penilaian adalah dokter
yang melakukan tindakan medis, apakah dokter yang melakukan pekerjaannya telah
melakukan standar profesionalisme kejuruannya atau specialisasinya);
b. Standar pelayanan (dalam hal ini pemerintah menjadi subjek penilaian, apakah
penerapan kebijakan sudah memenuhi kebutuhan pasien maupun rumah sakit), dan;
c. Standar prosedur operasional/SOP (standar yang di tujukan kepada instansi/ rumah
sakit dalam hal menjalankan prosedur dan menangani pasien, apakah penerapan sudah
sesuai dengan yang dianjurkankebijakan oleh pemerintah atau tidak, apakah telah
memenuhi syarat dalam hal penanganan pasien dan lain-lain yang berhubungan
dengna rumah sakit);
6. Bahwa dasar MKDKI dalam menjalankan keputusan mengacu pada 3 (tiga) kaidah
pokok tersebut. Contoh apabila yang diajukan adalah dokter, Maka MKDKI akan
melakukan investigasi berdasarkan standar operasional, apa keahlian dokter yang
diadukan tersebut. MKDKI dalam memeriksa aduan terhadap dokter akan membentuk
suatu majelis yang anggotanya berasal dari disiplin ilmu yang berbeda hal tersebut
disebabkan MKDKI hanya berorientasi pada disiplin keilmuan, bukan disiplin hukum,
karena disiplin hukum bukan ranah dari MKDKI;
7. Bahwa disamping Penggugat juga kurang memahami tentang hakikat Penggugat juga
tidak memahami hakikat perikatan yang terjadi antara pasien penggugat dengan
dokter Tergugat I (Health care Receiver care provider) merupakan inspanning
verbintenis yakai perikatan upaya, sembuh schingga konsekuensi hukumnya dokter
tidak dibebani kewajiban untuk careprovider) merupakan inspanning, sembuh
sehingga konsekuensi hukumnya dokter tidak dibebani kewajiban untuk mewujudkan
hasil berupa kesembuhan melainkan hanya dibebani melakukan Upaya sesuai standar
(Standar Ofcare) yaitu suatu tingkat kualitas layanan medis yang mencerminkan telah
diterapkan ilmu, keterampilan, pertimbangan dan perhatian yang layak sebagaimana
yang dilakukan oleh dokter pada umumnya;
8. Bahwa untuk membedakan disiplin ilmu bukan disiplin hukum dapat dicontohkan
dalam kasus berikut apabila seorang dokter akan melakukan operasi, maka dia harus
mencuci tangannya terlebih dahulu. Hal tersebut merupakan standar professional
maupun standar operasional. Jika dokter tersebut tidak mencuci tangan sebelum
melakukan operasi, kemudian pasien yang dioperasi tadi sembuh dan tidak ada
masalah. Maka dalam disiplin keilmuan dokter tadi harus tetap diproses dan diperiksa
oleh MKDKI, namun dalam disiplin ilmu hukum dokter tadi tidak akan diproses
karena tidak ada masalah terhadap pasien;
9. Bahwa MKDKI adalah lembaga yang menegakkan disiplin keilmuan terhadap dokter,
apakah dia dalam melakukan tindakan tersebut melakukan yang tidak seharusnya dia
lakukan, dan/atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan;
10. Bahwa dalam bidang hukum kesehatan, perjanjian yang timbul dari hubungan hukum
antara dokter dengan pasien adalah perjanjian terapeutik yaitu perjanjian yang
melahirkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Jika dilihat dari karakter perjanjian
terapeutik tersebut maka perjanjian ini dapat dikategorikan sebagai inspanning
verbintenis Karena hasil yang dikehendaki adri suatu tindakan medic (baik berupa
diagnosis maupun terapis/perawatan) adalah upaya-upaya yang tepat untork
menghasilkan kesembuhan pada pasien dan bukan kepastian kesembuhan pasien itu
sendiri;
11. Bahwa inti dari keputusan MKDKI tersebut yaitu MKDKI menjatuhkan sanksi
administratif kepada tergugat I. Dalam pemeriksaan disiplin tersebut tergugat 1
terbukti tidak melakukan tindakankan yang seharusnya dia lakukan, operasi terhadap
anak penggugat dilakukan tergugat I harus melalui tahapan-tahapan yang telah
ditetapkan seharusnya tergugat I meyakinkan penggugat bahwa terhadap anak
penggugat harus di lakukan tindakan operasi lanjutan namun kenyataannya tergugat I
tidak melakukan tindakan operasi lanjutan dalam hal ini tergugat I melewati salah
tahapan yaitu kelalaian karena telah meninggalkan alat medis operasi di perut anak
penggugat;
12. Bahwa setiap operasi memiliki potensi resiko berat. Operasi kecil yang diangap
sebagai bedah ringan pun memiliki resiko yang teramat besar. Setiap 1 (satu)
sayatan/irisan, maka akan terpotong ribuan pembuluh darah sehingga tergantung ke
ilmuan dokter yang menangani, apakah dapat mengatasi hal tersebuta apa tidak;
13. Bahwa secara Hukum Para Tergugat tidaklah berhak untuk menahan penggugat untuk
tetap dirawat di Rumah Sakit Tergugat, adalah hak pasien untuk menolak Tindakan
medic dan memilih tempat perawatan, akan tetapi scharusnya penggugat juga patut
menyadari bahwa dengan tidak patuhnya nasihat dan anjuran dokter apalagi
penggugat pindah Rumah sakit, sangatlah tidak wajar apabila Para Tergugat I dan II
dituntut pertanggungjawaban, karena secara hukum dengan berpindahnya penggugat
ke tangan dokter yang lain, maka saat itu pula hubungan hukum penggugat dengan
Tergugat berakhir;
14. Bahwa apabila ada aduan perihal standar prosedur operasional, maka akan dilakukan
investigasi terhadap rumah sakit yang bersangkutan. Pasien pindah rumah sakit lain
itu di benarkan jika ada rujukan (dan biasannya di rumah sakit sebelumnnya sarana
dan prasarana tidak memadai) dan jika hal ini terjadi, hingga tiba di rumah sakit yang
di tuju. Namun berbeda halnya jika pasien pindah rumah sakit tanpa adanya rujukan,
maka tanggung jawab rumah sakit akan berakhir segera setelah pasien meninggalkan
rumah sakit tersebut;
15. Bahwa sesuai Permenkes Nomor 290, persetujuan tindakan operasi ada 2 (dua) jenis,
yaitu secara lisan jika resiko yang dihadapi rendah dan secara tertulis jika resiko yang
akan dihadapi nantinya tinggi;
16. Bahwa tidaklah dapat diterima dan harus ditolak serta dikesampingkan adanya, karena
tidak mengandung kebenaran dan tidak sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya
dalil gugatan penggugat dalam point 1(c) Sifat Perbuatan Melawan Hukum. Karena
sesuai dengan ketentuan hukum rekaman medik itu adalah milik dokter dan rumah
sakit yang merawat, akan tetapi pasien berhak atas isi rekaman medis. Oleh karena itu
yang seharusnya memberikan isi rekaman medis adalah RS Tugu Bunda, karena anak
penggugat sedang dirawat disana;
17. Bahwa sebelum dilakukan operasi keluarga pasien sudah harus tahu jenis penyakit
yang diidap pasien, jenis tindakan yang akan dilakukn terhadap pasien, tujuan
dilakukannya tindakan medis dan segala resiko yang mungkin timbul serta prediksi
besaran biaya. Biasanya seluruh hal tersebut sudah diketahui pasien dan keluarganya
sejak awal atau sejak pasein masuk dan rawat inap. Sejak pasien dirawat inap
dilakukan obeservasi dan visit dokter, sejak itulah pasien sudah harus tahu segalanya,
dengan demikian jika dilakukan tindakan operasi keluarga pasien sudah mengetahui
dan kemudian menandatangani persetujuan operasi;
18. Bahwa rekam medis wajib dibuat oleh setiap dokter rekam medis berisi riwayat
pasien secara keseluruhan dari awal masuk rumah sakit hingga meninggalkan rumah
sakit. Rekam medis merupakan kewenangan mutlak rumah sakit dan menjadi arsip
rumah sakit. Apabila pasien dan keluarga pasien meminta rekam medis kepada pihak
rumah sakit, maka rumah sakit berhak memberikan atau tidak memberikan, namun
setidaknya pasien dapat di beri resume medis. Biasanya dalam berkas aduan yang di
periksa MKDKI tidak di lengkapi rekam medis oleh pengadu MKDKI mendapatkan
rekam medis setelah melakukan investigasi langsung:
19. Bahwa benar rumah sakit memiliki tugas pengawasan, akan tetapi tugas pengawasan
tersebut tugas pengawasan dimaksud hanya terbatas pada administrasi, dan dalam
kaitannya dengan perkara a quo jelas dan nyata bahwa Tergugat III dan Tergugat IV
dalam melaksanakan tugasnya telah sesuai dengan ketentuan hukum berkenaan
dengan administrasi pelayanan/tindakan medic, hal ini dibuktikan sebelum Tergugat
III dan Tergugat IV telah lebih dahulu memberikan penjelasan dan informasi yang
cukup kepada penggugat sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Tindakan Medis
yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak keluarga penggugat dalam hal lain diwakil
oleh Sutoyo orangtua dari penggugat, Tanggal 1 Juni 2021.
20. Bahwa apabila saat operasi terjadi hal yang tidak diinginkan, maka harus dilihat dari
hal yang tidak diinginkan tersebut. Setiap selesai opersai, setiap instrument yang
digunakan saat opersai harus diperiksa kembali, apabila ada tahapan yang tidak dilalui
dalam pemeriksaan instrument tersebut, maka rumah sakit dapai dimintai pertanggung
jawaban. Begitupula halnya dengan dokter, apabila dalam melakukan operasi ada
tahapan yang tidak dilalui maka dia dapat dijatuhi sanksi, pada hal sanksi yang dapat
dijatuhkan terhadap dokter dan /atau rumah sakit jika di temukan ada pelanggaran
hanya berupa sanksi administratif saja, andaikata pasien cacat karena operasi maka
untuk menentukan apakah dokter dan/atau rumah sakit telah melakukan perbuatan
melawan hukum harus di buktikan di pengadilan;
21. Bahwa dalam persetujuan tindakan medis tersebut secara tegas dinyatakan bahwa
Sutoyo Selaku orangtua dari penggugat menyatakan dengan sesungguhnya telah
memberikan PERSETUJUAN untuk dilakukan tindakan medis berupa operasi usus
buntu kepada sdr, David Pramulya pada tanggal 12 Mei 2021, yang juga
ditandatangani oleh Nina selaku saksi perawat rumah sakit;
22. Bahwa dalam persetujuan tindakan medis tersebut secara tegas juga dinyatakan bahwa
Sutoyo selaku ayah dari penggugat menyatakan dengan sesungguhnya bahwa "tujuan,
sifat dan perlunya tindakan medis tersebut diatas, serta resiko yang dapat
ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh Dr. Bambang Hermawan tergugat III dan
ia mengerti sepenuhnya;
23. Bahwa persetujuan tindakan medis (informed consent) dapat dikategorikan sebagai
akta dibawah tangan, sebagai akta karena merupakan wujud dari persetujuan yang
menimbulkan perikatan antara Penggugat dengan Tergugat oleh karenanya sifat
pembuktiannya adalah sempurna dan mengikat bagi Penggugat dan Tergugat Dalil
gugatan penggugat pada point (6) dan point (8) Uraian fakta hukum tidak perlu
ditanggapi oleh karena dalil gugatan penggugat tersebut tidak berdasar hukum
sehingga tidak relevan untuk dipertimbangkan;
24. Bahwa secara Hukum Tergugat I tidak berhak untuk menahan penggugat untuk tetap
dirawat di Rumah Sakit Tergugat, adalah hak pasien untuk menolak tindakan medis
dan memilih tempat perawatan, akan tetapi seharusnya penggugat juga patut
menyadari bahwa dengan tidak patuhnya nasihat dan anjuran dokter apalagi
penggugat pindah Rumah Sakit, sangatlah tidak wajar apabila Tergugat I dituntut
pertanggungjawaban, karena secara hukum dengan berpindahnya penggugat ke
tangan dokter yang lain, maka saat itu pulalah hubungan hukum penggugat dengan
Tergugat I berakhir;
25. Bahwa oleh karena Tergugat II tidak terbukti meletakan persetujuan maka tuntutan
penggugat pada petitum point (4) yang menyatakan Tergugat I, Tergugat II dan
Tergugat III dihukum untuk membayar kerugian penggugat baik secara materiil
maupun secara moril adalah tuntutan yang tidak berdasar hukum bertentangan dengan
ketentuan perundangan yang berlaku sehingga harus ditolak;
26. Bahwa dalam pemeriksaan Tergugat III dianggap memberikan informasi tidak benar
dan menyesatkan. Apa yang disampaikan, disepakati dan dijanjikan tidak seperti yang
dikerjakan dan dilaksanakan. Karena ternyata tidak dilakukan operasi terhadap patah
tulang tersebut;
27. Bahwa Tergugat III dikecam beberapa kali melakukan kelalaian dan kesalahan dalam
proses pengobatan dan perawatan terhadap sdr. David Pramulya, sehingga bukan
semakin membaik tetapi mengalami demam yang semakin tinggi dan merasakan nyeri
hebat pada bagian bekas operasi. Bahwa dalam doktrin ilmu hukum yang dimaksud
dengan perbuatan melawan hukum adalah:
1. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri;
2. Bertentangan dengan hak orang lain;
3. Bertentangan dengan kesusilaan;
4. Bertentangan dengan sikap hati-hati yang harus diindahkan dalam pergaulan
masyarakat terhadap orang lain atau benda.
28. Dalil gugatan penggugat pada point (13) dan point (14). Uraian fakta hukum adalah
tidak benar/keliru, bahwa pihak Managemen Rumah sakit memberikan surat yang
akan dikirimkan tertanggal 21 Mei 2021 oleh penggugat terkait permintaan rekam
medis penggugat selama di rawat di RS Tugu Bunda. Namun surat jawaban yang
dimaksud belum sempat dilayangkan kepada penggugat oleh karena pada tanggal 1
Juni 2021 Penggugat telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
29. Bahwa apabila dicermati Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia atas pengaduan Nomor 1412/MKDKI/VII/2021, dalam amar putusannya
sudah secara jelas dinyatakan bahwa pelanggaran teradu tidak diartikan sebagai
"culpa" (lalai) maupun opzet (sengaja), juga bukan merupakan pelanggaran dalam arti
"opzet bij mogelijkheid "(keinsyafan akan kemungkinan) dan melawan hukum, baik
dalam hukum pidana maupun hukum perdata. Dalam penertian malpraktik kedokteran
secara hukum "pelanggaran" tersebut terbatas pada norma disiplin administratif,
sehingga tidak serta merta dapat diartikan sebagai "pelanggaran" maupun "Perbuatan
Melawan Hukum" yang memerlukan persyaratan luas berupa "Professional
Competency of Experts dan "Geographic of Experts".
30. Bahwa dengan adanya Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
atas Pengaduan Nomor 1412/MKDKI/VII/2021jo. Putusan Majelis Pemeriksa Displin
(MPD) tanggal 28 Juni 2021, yang mempunyai Irah-Irah: "Demi Kehormatan Profesi
Kedokteran dan Kedokteran Gigi Indonesia Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa",
yang berarti bahwa putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap "Incraht van gewijde
"sehingga dalil (14) fakta hukum yang dipaparkan penggugat yang mengatakan
bahwa Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum adalah dalil yang salah
dan keliru sehingga harus ditolak dan dikesampingkan;
31. Bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum yang
memenuhi ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata adalah jika didalam perbuatan tersebut
memnuhi unsur-unsur berikut;
a. Perbuatan yang melawan hukum;
b. Adanya kesalahan;
c. Adanya kerugian;
d. Adanya huungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan
32. Bahwa sesuai dengan fakta-fakta hukum yang sebenarnya dihubungkan dengan
Keputusan Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia atas pengaduan Nomor
1412/MKDKI/VII/2021 jo. Putusan Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD) tanggal 28
Juni 2021 jo. Putusan Majelis Pemeriksa Displin (MPD) tanggal 27 Juni 2014,
perbuatan Tergugat I tidaklah dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan
hukum karena dalam perbuatan Tergugat I tidak ditemukan adanya kesalahan dan
tidak ditemukan adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian yang
ditimbulkan;
33. Bahwa apabila saat operasi yang dilakukan oleh dokter telah terjadi hal yang tidak
diinginkan, maka harus dilihat dari hal yang tidak diinginkan tersebut. Setiap selesai
operasi dan setiap instrument yang telah selesai digunakan saat operasi harus
diperiksa kembali apabila ada tahapan yang tidak dilalui dalam pemeriksaan
instrument tersebut maka rumah sakit dapat dimintai pertanggung jawaban begitu pula
halnya dengan dokter yang menangany pasien tersebut maka dapat dijatuhi sanksi
pada hal sanksi yang dapat di jatuhkan dokter dan/atau rumah sakit jika ditemui
adanya pelanggaran hanya berupa sanksi administratif saja. Andaikata pasien infeksi
pada ususnya karena operasi maka untuk menentukan apakah dokter dan/atau rumah
sakit telah melakukan perbuatan melawan hukum harus dibuktikan di pengadilan;
34. Bahwa akibat dari perbuatan Tergugat IV dianggap melakukan praktik kedokteran
dengan penanganan yang tidak wajar, tidak sesuai kebutuhan medis, tidak beriktikad
baik, tidak jujur, tidak murni, tidak tulus maupun tidak suci, hanys mengutamakan
komersialisasi dan mengejar keuntungan materi semata serta untuk memperkaya diri
sendiri dan orang lain yaitu dalam hal ini Rumah Sakit Tugu Bunda Hospital Jakarta
Selatan, dimana Tergugat III bekerja, juga menyesatkan sehingga Penggugat mau
menerima pelayanan dari Tergugat III di Rumah Sakit Tugu Bunda Hospital Jakarta
Selatan, milik Tergugat I, juga ditindak lanjuti dengan bujuk rayu beserta penjelasan
yang begitu meyakinkan olch Tergugat III yang teryata tidak sesuai dengan apa yang
dijanikan, disepakati maupun pembicaran awal, disertai segala kesalahan dan
kelalaian yang dilakukan oleh Tergugat II schingga mengakibatkan sdr. David anak
kandung Penggugat mengalami penderitaan yang berkepanjangan, yang berakibat
secara otoratis merugikan Penggugat dengan kerugian yang sangat besar sekali, tak
terhitung dan tak dapat diprediksi sama sckali, maka hubungan hukum antara
Tergugat I, Tergugat I dan Terggugat III sangat jelas serta merupakan suatu rangkaian
perbuatan causal (sebab akbat) terjadinya kerugian yang dialami Penggugat. Oleh
karena itu Para Tergugat secara tanggung renteng harus mengganti kerugian yang
dialami Penggugat harus dapat dibuktikan di pengadilan
35. Bahwa sesuai dengan fakta-fakta hakum yang sebenarnya dihubungkan dengan
Keputusan Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia atas pengaduan Nomor:
25/P/KDKI/V1/2021 jo. Putusan Majelis Pemeriksa Displin (MPD) tanggal 27 Juni
2021, perbuatan Tergugat II tidaklah dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan
melawan hukum karena dalam perbuatan Tergugat II tidak ditemukan adanya
kesalahan dan tidak ditemukan adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan dan
kerugian yang ditimbulkan;

HAKIM KETUA MAJELIS

Steven Brotowali, S.H., M.H.

PANITERA

Nasywa Meila Calista, S.H.

Anda mungkin juga menyukai