Anda di halaman 1dari 6

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II ANGKATAN XXXIII

MATA KULIAH : Hukum Rekam Medik dan Informed Consent


Kode / SKS : Hk - 722 / 2
Pengampu : DR. dr. MC. Inge Hartanti., M.Kes
Sifat : OPEN BOOK
Nama Mahasiswa : Dr. Kristian Darmasaputra, MARS
NIM : 20c20012

1a. Setuju Informed Consent dan Rekam Medis perlu dijaga kerahasiaannya.
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 29 tahun 2004, definisi rekam medik
adalah rekaman atau catatan yang mengatur bahwa setiap dokter dan dokter gigi
dalam menyelenggarakan prakek kedoktera harus membuat rekam medis.
Menurut Permenkes 29/2008, rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan
dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Setiap dokter wajib membuat rekam medis. Bila tidak membuat rekam medis,
maka bisa diancam dengan hukuman penjara maksimal 1 tahun atau denda
sebesar 50 juta rupiah.
Dalam melakukan pelayanan kesehatan seorang dokter diwajibkan membuat
rekam medis dan informed consent. Informed consent adalah suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas tindakan medis yang akan dilakukan oleh
dokter terhadap dirinya setelah pasien mndapat informasi dari dokter mengenai
upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, disertai informasi
mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
1b. Dasar hukum dari kerahasian medik termasuk informed consent dan rekam
medis mempunyai arti penting dalam pelayanan kesehatan, maka bila terjadi
kasus malpraktek kedua dokumen tersebut mempunyai kedudukan hukum
tertentu Ketika berfungsi sebagai alat bukti.
Ketentuan yang melandasi adalah Undang - Undang Praktek Kedokteran,
Kemenkes No. 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelengaraan Praktek
Kedokteran serta Permenkes RI No. 749a/Men.kes/Per/XII/1989 tentang Rekam
Medis, Permenkes RI No. 585/Men.kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Medik
yang kemudian dikaitkan dengan KUHP sebagai Undang - Undang yng belaku
secara umum pada proses beracara dalam kasus - kasus pidana.
1c. Fasilitas kesehatan boleh membuka identitas pasien Covid – 19 tidak
bertentangan dengan hukum dikarenakan telah terjadi pandemi Covid – 19 secara
global. Identitas pasien Covid – 19 bisa dibuka bila diminta oleh dinas
kesehatan/Sudinkes.
Untuk manfaat dan kepentingan umum dinyatakan dapat dibuka rahasia
kedokteran dan tidak bertentangan dengan hukum positif peraturan perundang –
undangan.
Dasar hukumnya Permenkes No. 36 tahun 2012 yang menyatakan rahasia medis
bisa dibuka atas nama kepentingan umum. Pembukaan data pasien Covid – 19
berupa nama dan alamat, maka orang tahu kalau sudah berkomunikasi dengan
orang yang positif Covid – 19 dan ke rumah sakit, sehingga tidak memudahkan
upaya penularan.
1d. Pemusnahan berkas rekam medis dasarnya adalah Permenkes 269/2008
tentang rekam medis dikatakan rekam medis dengan usia 5 tahun sejak
kunjungan terakhir dapat dimusnahkan, kecuali resume medis dan informed
consent dimana disimpan selama 10 tahun lagi.
1e. Bila ada pihak keluarga meminta copy rekam medis ayahnya yang sedang
dirawat tidak dapat diberikan. Resume medis dapat diberikan bilamana ayahnya
yang sedang dirawat telah pulang dari rumah sakit. Dasar hukumnya adalah
Permenkes 269/2008 dimana berkas rekam medis adalah milik sarana kesehatan
dan isinya adalah hak milik pasien, dan wajib dijaga kerahasiannya oleh dokter
dan sarana kesehatan.
2a. Informed refusal atau penolakan tindakan medik merupakan hak pasien yang
berarti suatu penolakan yang dilakukan oleh pasien setelah diberi informasi oleh
dokter. Penolakan tindakan medik ini, pada dasarnya adalah hak asasi dari
seorang untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinya sendiri.
Contohnya rencana operasi appendectomy akut.
2b. Implied consent adalah persetujuan yang bersifat tersirat atau tidak
dinyatakan. Pasien dapat saja melakukan gerakan tubuh yang menyatakan bahwa
mereka mempersilahkan dokter melaksanakan tindakan kedokteran yang
dimaksud. Contohnya seorang dokter gigi ingin mencabut geraham satu sebelah
kanan bawah pasien karena akar gigi telah lepas saat diperiksa.
2c. 4 D Unsur kelalaian medis :
1. Adanya kewajiban dokter terhadap pasien. Misalnya Tidak merujuk pasien
sesuai kewenangan klinis dokter.
2. Dokter melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. Misalnya
Kesalahan diagnosis.
3. Penggugat menderita kerugian. Misalnya menyebabkan kematian.
4. Kerugian tesebut disebabkan oleh tindakan dibawah standar. Misalnya
melakukan operasi tidak dikamar operasi,sehingga menyebabkan abses
pada luka operasi.
2d. Autonomy sebagai salah satu hak pasien digunakan pada kondisi individu yang
maknanya bermacam – macam seperti memerintah sendiri, hak untuk bebas,
pilihan prbadi, kebebasan berkeinginan dan menjadi diri sendiri, contohnya
pasien menolak tindakan operasi cholecystectomy (pengangkatan kantung
empedu).
2e. Hak wavier adala hak pasien untuk melepaskan haknya memperoleh informasi
tentang penyakitnya, atau paien memutuskan bahwa dia tidak ingin diberi
informasi tentang penyakit dan tindakan kedokeran yang akan dilakukan atau
keharusan pasien untuk membuat keputusan atas dirinya, misalnya pasien
dinyatakan menderita kanker.

3.
Judul Makalah : Positif Covid – 19, Keluarga Pasien di RSUD RA Basoeni Mojokerto
Minta Pulang Paksa
1. Akar permasalahan kasus di atas adalah pulang atas permintaan sendiri
(PAPS) merupakan pemutusan kontrak kesepakatan antara rumah sakit dan
pasien sesuai dengan Undang – Undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek
kedokteran. Ini berlaku hanya untuk penyakit biasa. Dalam kasus ini, PAPS
atas nama pasien Nyonya S (50 tahun). Tidak dapat dilakukan dikarenakan
hasil tes swab PCR adalah positif Covid – 19 karena telah melanggar Pasal
14, Undang – Undang No. 4/1984 tentang penyakit menular, menolak atau
menghalangi untuk melakukan pemeriksaan, pengobatan, perawatan,
isolasi, dan upaya penanggulangan penyakit menular lainnya termasuk
Covid -19 dapat dipidana 1 tahun penjara.
2. Seandainya pasien tetap pulang paksa, yang bertanggung jawab adalah
Direktur Rumah Sakit, Dokter Penanggung Jawab Pasien dengan dasar
hukumnya Pasal 14 UUD No. 4/1984 tentang Penyakit Menular Covid – 19.
3a. Pasien dengan gejala klinis mengarah ke Covid menolak pemeriksaan PCR.
Dokter penanggung jawab pasien dan Komite Medis berhak menjelaskan
kembali kepada pasien bahwa pasien dicurigai klinis mengarah ke Covid,
sehingga wajib dilakukan PCR. Bila pasien tetap menolak maka pihak rumah
sakit dapat melaporkan kepada pihak berwajib (Kapolsek) untuk membantu,
mengamankan, dan memberikan pemahaman kepada pasien agar
pemeriksaan PCR wajib dilakukan.
3b. Pasien suspek meninggal di rumah sakit menolak pemakaman protokol
sesuai Covid. Keluarga pasien melanggar Pasal 178 KUHP, ancaman pidana jika
menolak pemakaman jenazah pasien Covid – 19. Ada juga fatwa MUI untuk
pemakaman pasien meninggal yang beragam islam.
3c. Pasien Covid menolak ventilator dan menolak dirujuk. Maka pasien harus
membuat serta menandatangani informed consent tentang keadaan pasien
yang dapat menjadi perburukan dan dapat membahayakan jiwa serta dapat
menyebabkan kematian pasien, bila tidak memakai alat ventilator yang
terdapat di ICU .Dikarnakan keluarga telMah setuju dan mengerti
konsekwensinya. Penandatanganan Informed consent tersebut bahwa bila
terjadi sesuatu pada pasien hingga kematian keluarga tidak dapat menuntut
dokter penanggung jawab pasien dan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai