dalam Pengalaman
Ketuhaan
-Najwa Putri Diva 3021210028-
01
Berketuhanan
Sejak zaman purbakala hingga Indonesia merdeka, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan
tahun pengaruh agama-agama lokal, (sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan Buddhisme,
(sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen. Sejak zaman batu hingga
pengaruh kebudayaan perunggu, masyarakat pra-sejarah Nusantara telah mengembangkan
sistem kepercayaan tersendiri, yang secara umum bisa dikategorikan bercorak animisme dan
dinamisme. Animisme (dari bahasa Latin anima atau "roh") adalah kepercayaan bahwa setiap
benda di bumi ini (seperti petir, pohon, kawasan tertentu, pokok atau batu besar) mempunyai
jiwa yang mesti dihormati agar roh di balik benda tersebut tidak mengganggu manusia, dan
sebaliknya malah membantu mereka dari roh jahat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Animisme juga memercayai bahwa roh orang yang telah mati bisa masuk ke dalam tubuh hewan.
Kepercayaan animisme ini biasanya bertaut dengan dinamisme, yakni kepercayaan bahwa segala
sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan
usaha manusia dalam mempertahankan hidupnya. Sekitar abad ke-3 dan ke-4 masehi mulai
masuk pengaruh agama sejarah dari India (Hindu dan Buddha), disusul oleh pengaruh Islam dari
Timur Tengah yang dibawa masuk oleh para pedagang dari berbagai ras (Arab, India, China, dan
lain-lain) mulai sekitar abad ke-7 dan tersebar luas setidaknya sejak abad ke-13. Hampir
bersamaan dengan penyebaran Islam, masuk pula pengaruh keagamaan dari China (Konghucu),
menyusul kemudian pengaruh Kristen dari Eropa setidaknya sejak abad ke-16.
Menjelang akhir penjajahan Jepang, pengelompokan kekuatan politik utama pada garis besarnya
terbelah ke dalam 'golongan kebangsaan' dan 'golongan Islam'. Golongan kebangsaan tergabung
dalam Jawa Hokokai, sedangkan golongan Islam tergabung dalam Masyumi. Kedua golongan ini
bersepakat dalam memandang pentingnya nilai-nilai Ketuhanan dalam negara Indonesia
merdeka, namun berselisih mengenai hubungan negara dan agama. Golongan Islam
berpandangan bahwa 'negara' tidak bisa dipisahkan dari 'agama'. Sedangkan golongan
kebangsaan berpandangan bahwa negara hendaknya 'netral' terhadap agama.