PENDAHULUAN
Surat keterangan dokter dapat didefinisikan sebagai surat keterangan yang diberikan oleh
seorang dokter secara profesional mengenai keadaan tertentu yang diketahuinya dan dapat
dibuktikan kebenarannya.
Surat keterangan berbadan sehat adalah surat keterangan yang diberikan dokter untuk
pemohon yang dinyatakan berbadan sehat setelah melalui serangkaian pemeriksaan. Surat
Keterangan Sehat berlaku selama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Surat keterangan dokter yang biasa diberikan oleh dokter antara lain adalah: Surat
keterangan sehat (untuk berbagai keperluan seperti memperoleh SIM, mengajukan klaim
asuransi, menikah, melamar pekerjaan, dan lain-lain), Surat keterangan sakit/istirahat sakit,
Surat keterangan kelahiran, Surat keterangan kematian, Surat keterangan kematian untuk
asuransi, Surat keterangan cacat, Surat keterangan ahli yang berkaitan dengan pemeriksaan
forensik (Visum et Repertum); mengenai pembuatan Visum et Repertum dibahas dalam bab
tersendiri, Laporan mengenai penyakit menular, dan Kuitansi.
Aturan yang terkait dengan pembuatan surat keterangan dokter adalah: Bab I Pasal 7
KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) , Bab II Pasal 12 KODEKI dan Paragraph 4
Pasal 48 Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
Implikasi Hukum terhadap Standar Kompetensi Dokter : Hukum Pidana (Pasal 263, 267,
268), Hukum Perdata (Pasal 322, 1365, 1366, 1367), Pelanggaran Disiplin Medis (MKDKI) ,
Pelanggaran Etika Kedokteran (KODEKI) , UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan UU No. 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Surat keterangan dokter dapat didefinisikan sebagai surat keterangan yang diberikan oleh
seorang dokter secara profesional mengenai keadaan tertentu yang diketahuinya dan dapat
dibuktikan kebenarannya.
Surat keterangan berbadan sehat adalah surat keterangan yang diberikan dokter untuk
pemohon yang dinyatakan berbadan sehat setelah melalui serangkaian pemeriksaan. Surat
Keterangan Sehat berlaku selama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Perlu dipahami bahwa praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Adanya
pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter
dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Dokter yang telah memiliki STR mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran
(legal) sesuai pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang
tidak ada apotek.
B. Macam-macam Surat Keterangan Dokter
Surat keterangan dokter yang biasa diberikan oleh dokter antara lain adalah:
1. Surat keterangan sehat (untuk berbagai keperluan seperti memperoleh SIM, mengajukan
klaim asuransi, menikah, melamar pekerjaan, dan lain-lain)
Untuk Asuransi Jiwa
Dalam menulis laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa, perlu diperhatikan agar :
- Laporan dokter harus objektif, jangan dipengaruhi oleh keinginan calon nasabah atau
agen perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
- Sebaliknya jangan menguji kesehatan seorangcalon yang masih atau pernah menjadi
pasien sendiri untuk menghindari timbulnya kesukaran dalam mempertahankan wajib
menyimpan rahasia jabatan.
- Jangan memberitahukan kesimpulan hasil pemeriksaan medik kepada pasien,
langsung kepada perusahaan asuransi itu sendiri.
Dokter selaku ahli, bukan orang kepercayaan perusahaan asuransi
kesehatan. Pemeriksaan oleh dokter yang dipilih pasien pada dasarnya untuk kepentingan
pihak asuransi oleh karena sebagai dokter penguji kesehatan tersebut, dokter wajib
memberitahukan kepada perusahaan tentang segala sesuatu yang ia ketahui dari orang
yang kesehatannya diuji. Dapat terjebak melanggar wajib simpan rahasia jabatan.
Seharusnya dokter keluarga menolak untuk menguji kesehatan pasiennya.
Untuk Nikah
Selain pemeriksaan medis, dokter juga harus memberikan edukasi reproduksi dan pendidikan
seks kepada pasangan calon suami-istri. Yang sering menjadi dilema adalah apakah dokter
harus memberitahukan kepada salah satu calon suami-istri tersebut apabila menemukan
kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit yang diderita salah satu calon pasangannya.
2. Surat keterangan sakit/istirahat sakit
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan sandiwara (simulasi)
atau melebih-lebihkan (agrravi) pada waktu memberikan keterangan mengenai cuti sakit
seorang karyawan. Ada kalanya cuti sakit disalahgunakan untuk tujuan lain. Surat keterangan
cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter dituntut menurut pasal 263 dan 267
KUHP.
9. Kuitansi
Sering diminta sebagai bukti pembayaran, tidak menimbulkan masalah apabila sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. Berhubungan dengan penggantian biaya berobat dari
perusahaan tepat pasien atau pasangannya bekerja.
Contoh :
1. perusahaan hanya mengganti 50% biaya pengobatan, pasien minta dibuatkan kuitansi
sebesar 2 kali imbalan jasa yan diterima dokter,
2. pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dengan sisa imbalan dibagi 50-
50% antara dokter dan pasien,
3. Pasien meminta agar biaya pengangkutan pulang pergi dari luar kota ke tempat
berobat dimasukkan dalam kuitansi berobat (built in), sedangkan dokter tidak
menerima bagian dari biaya pengangkutan tersebut.
Ketiga contoh di atas jelas malpraktik etik dan malpraktik kriminil.
C. Ketentuan dalam Pembuatan Surat Keterangan Dokter
“Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya.’’
‘’Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”.
a) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
b) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.
c) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Maka dalam melaksanakan praktik kedokteran, dokter yang berpraktik sesuai
pendidikan dan kompetensi yang dimiliki (Kesehatan Jiwa) memiliki kewajiban untuk
mengikuti standar pelayanan kedokteran (pedoman yang harus diikuti oleh dokter dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran). Selain itu, wajib juga untuk memberikan pelayanan
medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis
pasien.
Apabila dokter tidak melaksanakan kewajiban melakukan pelayanan medis dengan
tidak sesuai standarnya, dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 50 juta.
1. Pasal 48
a. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
b. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
2. Pasal 57 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
a. Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
b. Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
1) Perintah undang-undang;
2) Perintah pengadilan;
3) Izin yang bersangkutan;
4) Kepentingan masyarakat; atau
5) Kepentingan orang tersebut.
3. Pasal 58 UU No 36 Tahun 2009 tetang Kesehatan
a. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
4. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
1) Pasal 150
a. Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum (visum et repertum
psikiatricum) hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa pada
fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Penetapan status kecakapan hukum seseorang yang diduga mengalami gangguan
kesehatan jiwa dilakukan oleh tim dokter yang mempunyai keahlian dan kompetensi
sesuai dengan standar profesi.
5. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Pasal 38
1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.
2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk
kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Kesehatan Fisik:
a. Sistem saraf:
1) Disabilitas motorik sehingga tidak mampu mandiri, yang tidak dapat
dikoreksi; termasuk disabiltas koordinasi.
2) Disabilitas sensorik: keseimbangan, pendengaran, penglihatan,
3) Gangguan komunikasi verbal;
b. Sistem jantung dan pembuluh darah: Disabilitas sistem jantung dan pembuluh
darah yang mengakibatkan kemampuan fisik yang rendah (dispnoe d’effort)
c. Sistem pernapasan: (sudah termasuk dalam disabilitas jantung dan pembuluh
darah) Penyakit-penyakit menular sistem pernapasan (TBC yang belum
diobati)
d. Bidang penglihatan sebagai berikut:
1) Buta warna
2) Tidak mampu membaca tulisan font 12 tanpa menggunakan loop.
e. Bidang Telinga Hidung Tenggorokan (THT) sudah termasuk dalam
komunikasi)
1) Tuli yang tidak dapat dikoreksi dengan alat bantu dengar;
2) Disfonia (”gangguan suara”) berat yang menetap, sehingga menyulitkan
untuk komunikasi verbal;
f. Sistem hati dan pencernaan: (Sudah masuk dalam disability yang
mempengaruhi kemampuan fisik)
g. Sistem Endokrin
h. Sistem Urogenital (ginjal dan saluran kemih)
i. Sistem Muskuloskeletal (alat gerak): Gangguan fungsi muskuloskeletal
ekstrimitas atas yang tidak bisa melakukan tugas profesi.