Anda di halaman 1dari 37

Pada umumnya masyarakat sering mengatakan kalau sakit

pergilah ke dokter untuk untuk minta surat keterangan sakit, agar


tidak bisia masuk bekerja, ataupun masuk sekolah. Pada masa
sekarang ini begitu banyak dokter yang membuka klinik dan
praktek pribadi, karena persaingan begitu ketat, sehingga mungkin
ada saja rekan sejawat yang membisniskan surat keterangan sakit
hanya untuk mendapatkan imbalan materi semata.
Tetapi masih banyak rekan sejawat yang mengacu kepada kode
etik kedokteran sehingga tidak mudah bagi pasien untuk meminta
surat keterangan walaupun kondisinya sakit. Surat keterangan cuti
sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter dituntun dengan
pasal 263 dan 267 KUHP
 Definisi
Surat keterangan dokter adalah surat yang diberikan oleh
seorang dokter secara professional mengenai keadaan tertentu yang
diketahuinya dan dapat dibuktikan kebenarannya
Surat Keterangan Lahir

Surat keterangan kelahiran berisi tentang waktu (tanggal dan jam) lahirnya
bayi, kelamin, berat badan dan nama orang tua. Kewajiban mengeluarkan surat
keterangan mengenai kelahiran hendaklah diisi sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya
 Surat keterangan untuk keperluan penguburan. Perlu dicantumkan identitas

jenazah, tempat, dan waktu meninggalnya.

 Surat keterangan (laporan) kematian.

Mengenai surat keterangan kematian haruslah pula diisi sebab kematiannya sesuai
dengan pengetahuan dokter. Karena bedah mayat klinik belum dapat dilakukan
hingga saat ini, sebab kematian secara klinik saja dilaporkan.
 Untuk Ansurasi Jiwa

Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) darat, laut, udara.

Surat Nikah
 Disalahgunakan :

 mengunjungi keluarga di luar kota,

 tidak bersedia menghadiri sidang pengadilan,

 suatu kegiatan di kantor,

 terlambat kembali bekerja dari cuti tahunan,

 dan sebagainya.

 Surat keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang dokter

dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP.


 waspada  simulasi dan agravasi  keterangan mengenai tingkat

cacat seorang pekerja akibat kecelakaan di tempat kerjanya.

 besar tunjangan atau pension bergantung pada keterangan dokter

tentang sifat cacatnya.


 Berisi identitas pasien dan pernyataan pemberian kuasa

pasien/wali pasien kepada dokter, untuk memberikan data


medisnya kepada perusahaan asuransi bersangkutan
 Hak cuti melahirkan seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu 1 bulan sebelum dan

2 bulan setelah persalinan.

 Tujuan : ibu cukup istirahat dan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi

proses persalinan, dan mulai bekerja kembali setelah habis masa nifas.

 Dalam kenyataannya, ada ibu hamil yang meminta cutinya diberikan sejak

kelahiran bayinya. Dalam hal ini jika dari segi medis tidak keberatan,
terserah pada instansi atau perusahaan tempat ibu tersebut bekerja. Ada
pula peraturan yang tidak memberikan lagi cuti hamil, jika jumlah anaknya
lebih dari 2 (dua).
 Sesuai dengan peraturan International Aviation, ibu hamil
tidak dibenarkan bepergian dengan pesawat udara, jika
mengalami:
 hiperemesis atau emesis gravidarum

 hamil dengan komplikasi (perdarahan, preeklamsi, dsb.)

 Hamil 36 minggu atau lebih, atau

 hamil dengan penyakit-penyakit lain yang berisiko


 Visum et Repertum (VeR) adalah surat keterangan yang dikeluarkan
dokter untuk polisi dan pengadilan.VeR mempunyai daya bukti dari
alat bukti yang sah dalam perkara pidana.

 VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat dan ditemukan
pada benda-benda,/korban yang diperiksa VeR dapat diminta untuk
orang hidup, misalnya korban yang lukaluka karena kekerasan,
keracunan, perkosaan, dan kasus psikiatri. VeR untuk jenazah dapat
dibedakan atas visum dengan pemerilsaan luar dan visum dengan
pemeriksaan luar dan dalam.
 Kewajiban melaporkan penyakit menular di Indonesia diatur dalam

undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang Wabah. Dalam hal ini


mudah dipahami bahwa kepentingan umumlah yang harus
diutamakan. Pasal 50 KUHP berbunyi: Tiada boleh dihukum barang
siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan aturan undang-
undang.
 Dalam praktik sehari-hari tidak jarang seorang dokter diminta tanda

bukti pembayaran (kuitansi) atas imbalan jasa yang diterimanya. Hal


ini tidak menimbulkan masalah asal saja sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Tetapi kadang-kadang timbul masalah
sehubungan dengan penggantian biaya berobat dari perusahaan
dimana pasien atau suaminya bekerja.
 Para dokter dalam memberikan berbagai jenis surat-surat keterangan seperti

tersebut di atas, hendaknya berdasarkan keadaan yang sebenarnya dan


dapat dibuktikan kebenarannya. Penyimpangan dalam pembuatan surat
keterangan, selain tidak etis merupakan pelanggaran terhadap sebagai berikut :
1. Bab I Pasal 7 KODEKI,

” Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang


telah diperiksa sendiri kebenarannya”.

2. Bab II Pasal 12 KODEKI,

“ Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya


tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”
a. KUHP Pasal 263

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu
hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu
hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah
isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian,
karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja pemakai surat palsu atau
yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
b. KUHP pasal 267

(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan


palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacad-cacad
diancam dengan penjara dengan hukuman penjara selama-lamanya
empat tahun.

(2) ”jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan


seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya disitu,
dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan”.
 c. KUHP Pasal 268

 (1) ”barangsiapa membuat secara palsu atau memalsu surat

keterangan dokter tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan,


atau cacad dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau
penanggung, diancam dengan penjara dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun”.

 (2)”diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan

maksud yang sama memakai surat keteragan tidak benar atau yang
palsu, seolah- olah surat itu benar dan tidak dipalsu”.
 (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.

 (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka

perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.


 Pasal 1365 KUH Perdata: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu
karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

 Pasal 1366 KUH Perdata: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk

kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang


disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.

 Pasal 1367 KUH Perdata: Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian

yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang


disebabkan perbuatan- perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan barang- barang yang berada di bawah pengawasannya.
1. Berkaitan dengan kompetensi dokter.
2. Tidak merujuk pasien ke dokter atau fasilitas kesehatan yang lebih kompeten.
3. Menyediakan dr. / drg. Pengganti yang tidak kompeten.
4. Membuka rahasia kedokteran.

5. Membuat keterangan medik tidak benar.


6. Tidak jujur dalam menentukan jasa medik dan menerima imbalan sebagai
hasil korupsi kolusi dan nepotisme.
 Pemberian peringatan tertulis.

 Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi (STR) atau

surat izin praktik (SIP).

 Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi

pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.


 Pasal 7 : Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

 Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan


segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai
keahlian dalam penyakit tersebut.

 Pasal 12 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang


diketahuinya tentang seorang pasien, ahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
 Pelanggaran KODEKI ditangani oleh MKEK.

 Panitia etik RS memecahkan masalah etik di RS.

 Panitia etik RS merujuk pelanggaran etik yang tidak bisa di selesaikan di RS ke

MKEK/MAKERSI ( Majelis Kehormatan Etika Rumah Sakit).

 MKEK juga menangani kasus etik pengaduan masyarakat.

 Dalam penanganan masalah etik harus memperhatikan ketentuan hukum dan etika

lain yang berlaku.


Pasal 48

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik


kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan


kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
a. Pasal 57

(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan.

(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku dalam hal:

a. perintah undang-undang;

b. perintah pengadilan;

c. izin yang bersangkutan;

d. kepentingan masyarakat; atau

e. kepentingan orang tersebut.


b. Pasal 58

Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.

c. Pasal 150

(1) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum (visum et repertum
psikiatricum) hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa pada fasilitas
pelayanan kesehatan.

(2) Penetapan status kecakapan hukum seseorang yang diduga mengalami gangguan
kesehatan jiwa dilakukan oleh tim dokter yang mempunyai keahlian dan kompetensi sesuai
dengan standar profesi.
Pasal38

(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat(1) hanya


dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien,untuk pemenuhan
permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
atas persetujuan pasien sendiri,atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang undangan
Di IGD, YY mengatakan, jadi begini pak, mengenai surat itu, memang iya, saya yang
bikin, tapi saya disuruh/dipaksa oleh atasan saya, waktu itu pas jam 05 sore, Dr. NN, Dr. YN.
Datang sama saya, NN bilang bisa gak ya? Bikin surat keterangan sakit buat keluarga, lalu
saya Tanya, kenapa? Orangnya mana? Dia trus dia bilang ada, dia sakit tidak bisa bangun,
katanya gitu, trus saya bilang gak bias kak, orangnya harus diperiksa dulu baru saya bikin, dia
bilang gak bisa yen, butuh surat nya 15 hari, saya bilang untuk apa surat itu sebanyak 15 hari
kak, gak bisa, kalau di IGD cuman 3 hari kecuali nanti kepanjangannya di polly lalu kerawat
inap baru ke Dokter umum, habis itu kata ibu YN yang waktu itu Wadir pelayanan
Bilang “bikin aja Yen, Tak apa-apa itu”, saya bilang “gak bisa buk, untuk apa sebanyak itu saya
gak mau”, lama mereka nunggu sampai jam 08 malam, kebetulan Dr. NN itu sepupunya pak
HERU, sebenarnya saya gak mau bikin surat keterangan sakit itu, karena saya dipaksa sama
YN dan NN, atasan saya makanya saya bikin surat itu, padahal saya tidak pernah memeriksa
Pak HERU.
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya :

 pemalsuan surat keterangan dokter pada kasus ini

termasuk pada golongan pemalsuan surat sebagai


tindakan murni kriminal karena surat digunakan untuk
membohongi, ataupun merugikan pihak yang lain dan
digunakan sebagai bukti dari kebohongannya.
 Dokter pembuat surat palsu dapat dijerat dengan:

1. pidana : pasal 267 KUHP

2. perdata : pasal 1365 KUHper dan 1366 KUHPer

 Direktur:

pidana : pasal 369 KUHP dan pasal 263 KUHP

 Direktur Utama:

pasal 1367 KUHper

 Pengguna surat:

pasal 263 KUHP


 Pemalsuan surat keterangan dokter dapat didefinisikan sebagai perbuatan

yang melawan hukum dan etika yang dilakukan baik oleh dokter maupun
bukan dokter dengan menyampaikan sesuatu yang tidak sebenarnya pada
surat tersebut.

 Pemalsuan surat keterangan dokter berupa surat keterangan sakit dapat

menimbulkan hak kepada pemakai surat tersebut. Baik pemakain ataupun


pembuat termasuk atasannya dapat dikenakan sanksi dapat berupa pidana,
perdata, etika, ataupun gabungan ketiganya.
 Dokter dapat lebih berhati-hati dalam membuat surat

keterangan sakit terutama pasien-pasien yang sedang dalam


masalah hukum,

 Perhatikan adanya sandiwara (simulasi) dan melebih-

lebihkan (aggravi) mengenai sakitnya.

 Tidak membuat surat keterangan atas apa yang tidak

diperiksanya meskipun dipaksa.

Anda mungkin juga menyukai