Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Dalam arti umum surat keterangan adalah surat yang dibuat sebagai bukti
untuk menerangkan atau menyatakan sesuatu.Dalam menjalankan tugas
profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat
keterangan medis. Surat keterangan medis adalah surat-surat keterangan yang
dikeluarkan berdasarkan kesimpulan dari hasil pemeriksaan seorang dokter
tentang keadaan tubuh dan jiwa manusia. Biasanya surat keterangan medis juga
menyangkut dengan kepentingan dari pihak ketiga.1
Aspek formal surat keterangan medis adalah yang berhubungan dengan penerbit
surat keterangan medis. Untuk aspek materilnya adalah yang berhubungan dengan
isi yang dijelaskan di dalam surat keterangan medis tersebut.Dokter yang
menerbitkannya harus betul-betul yakin apa yang dituliskan atau dinyatakannya.
Karena dokter telah mengucapkan sumpah kedokterannya. Adapun Pedomannya
antara lain: Bab I Pasal 7 KODEKI, Setiap dokter hanya memberikan keterangan
dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya, Bab II Pasal 12
KODEKI, Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia dan Paragraf
4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang praktik Kedokteran. Dokter dianggap
melanggar etik apabila ia mengetahui secara sadar menerbitkan surat keterangan
yang tidak mengandung kebenaran.1,2
Penyimpangan dalam pembuatan surat keterangan, selain tidak etis juga
merupakan pelanggaran terhadap pasal 267 KUHP sebagai berikut : Seorang
dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan, atau cacat diancam dengan hukuman penjara
paling lama empat tahun.3,2Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk
1MKEK IDI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2012, Jakarta, 2012, Hal. 4.
2 Republik Indonesia.2004.Paragraf 4 Pasal 48 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran. Jakarta. Hal. 16.3 Soerodibroto, Soenarto R. KUHP dan KUHAP. Jakarta : Divisi
Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada. 2012.

memasukkan seseorang dalam rumah sakit gila atau untuk menahannya disitu,
dijatuhkan hukuman penjara paling lama delapan tahun enam bulan.Diancam
dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memberikan surat
keterangan palsu itu seolah-olah sesuai dengan kebenaran.3 Selanjutnya dalam
pasal 179 KUHAP tercantum sebagai berikut : Setiap orang yang diminta
pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.3 Semua ketentuan tersebut di
atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli,
dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.3 Maka dari itu melihat penjelasan di atas
surat keterangan medis sangatlah penting. Surat tersebut harus digunakan sesuai
dengan aturan yang berlaku dan tidak boleh digunakan dengan sembarangan.

Soerodibroto, Soenarto R. KUHP dan KUHAP. Jakarta : Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja
Grafindo Persada. 2012.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SURAT KETERANGAN MEDIS


Surat keterangan medis adalah keterangan tertulis
yang dibuat oleh dokter untuk tujuan tertentu tentang
kesehatan atau penyakit pasien atas permintaan pasien atau
atas permintaan pihak ketiga dengan persetujuan pasien
atau

atas

perintah

undang-undang.

Pembuatan

surat

keterangan medis harus berdasarkan hasil pemeriksaan, dan


dokter pembuatnya harus mampu membuktikan kebenaran
keterangannya apabila diminta.

2.2. PEDOMAN SURAT KETERANGAN DOKTER :


1. BAB I Pasal 7 KODEKI : Setiap Dokter hanya memberikan keterangan
dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya
2. BAB II Pasal 12 KODEKI :Setiap Dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah
pasien meninggal dunia
3. Paragraph 4 Pasal 48 Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran
1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka

penegakan

hukum,

permintaan

pasien

sendiri,

atau

berdasarkan ketentuan perundang-undangan.


3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan
Peraturan Menteri.

2.3.

JENIS SURAT KETERANGAN MEDIS


2.3.1. Surat Keterangan Lahir
Surat keterangan kelahiran berisikan tentang waktu (tanggal dan
jam) lahirnya bayi, kelamin, BB dan nama orang tua.Diisi sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya oleh karena sering adanya
permintaan khusus daripasien.
Hal yang sering menjadi masalah :
1. Anak yang lahir dari inseminasi buatan dari semen donor
(Arteficial Insemination by Donor = AID)
2. Anak yang lahir hasil bayi tabung yang sel telur dan/atau sel
maninya berasal dari donor (In vitro Fertilization by Donor)
3. Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami
2.3.2. Surat Keterangan Meninggal
1. Surat keterangan untuk

keperluan

penguburan,

perlu

dicantumkan identitas jenazah, tempat, dan waktu meninggalnya.


2. Surat Keterangan kematian, mengenai hal ini perlu diisi sebab
kematiansesuai dengan pengetahuan dokter. Karena bedah mayat
klinik belum dapat dilakukanhingga waktu ini, sebab kematian
secara klinik saja dilaporkan. Lamanya menderita sakithingga
meninggal dunia juga harus dicantumkan. Jika jenazah dibawa ke
luar daerah atau luar negeri maka adanya kematian karena
penyakit menular harus diperhatikan.
2.3.3. Surat Keterangan Sehat
Adapun kegunaan surat keterangan sehat ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk Asuransi Jiwa
Dalam menulis laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa,
perlu diperhatikan agar :
Laporan dokter harus objektif, jangan dipengaruhi oleh
keinginan calon nasabah atau agen perusahaan asuransi jiwa

yang bersangkutan.
Sebaliknya jangan menguji kesehatan seorangcalon yang
masih atau pernah menjadi pasien sendiri untuk menghindari

timbulnya

kesukaran

dalam

mempertahankan

wajib

menyimpan rahasia jabatan


Jangan memberitahukan kesimpulan hasil pemeriksaan medik
kepada pasien, langsung kepada perusahaan asuransi itu
sendiri.
Dokter selaku ahli, bukan orang kepercayaan perusahaan

asuransi kesehatan.Pemeriksaan oleh dokter yang dipilih pasien


pada dasarnya untuk kepentingan pihak asuransi oleh karena
sebagai dokter penguji kesehatan tersebut, dokter wajib
memberitahukan kepada perusahaan tentang segala sesuatu yang
ia ketahui dari orang yang kesehatannya diuji. Dapat terjebak
melanggar wajib simpan rahasia jabatan. Seharusnya dokter
keluarga menolak untuk menguji kesehatan pasiennya.
2. Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM)
Perlu diperhatikan olehkarena pengendara atau faktor
manusia merupakan faktor utama penyebab kecelakaan lalu
lintas.
3. Untuk Nikah
Selain pemeriksaan medis, dokter juga harus memberikan
edukasi reproduksi dan pendidikan seks kepada pasangan calon
suami-istri. Yang sering menjadi dilema adalah apakah dokter
harusmemberitahukan kepada salah satu calon suami-istri
tersebut apabila menemukan kelainan-kelainan atau penyakitpenyakit yang diderita salah satu calon pasangannya.
2.3.4. Surat Keterangan Sakit
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan sandiwara
(simulasi) atau melebih-lebihkan (agrravi) pada waktu memberikan
keterangan mengenai cuti sakit seorang yang meminta surat
keterangan sakit. Ada kalanya cuti sakit disalahgunakan untuk tujuan
lain. Surat keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan seorang
dokter dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP.
2.3.5. Surat Keterangan Cacat

Surat keterangan cacat adalah surat yang menerangkan kondisi


seseorang apakah orang tersebut dalam keadaan cacat ataupun
normal. Surat keterangan cacat hanya boleh diisi oleh dokter yang
memeriksa orang tersebut. Surat keterangan cacat berisikan tentang
riwayat medis dan bagaimana kondisi cacat yang diderita
mempengaruhi kehidupan orang tersebut. Dalam surat keterangan
cacat terdapat juga keterangan yang menyatakan apakah seseorang
tersebut mengalami cacat tetap atau hanya cacat sementara. Surat
keterangan cacat juga berhubungan erat dengan besarnya tunjangan
maupun uang pensiun yang akan diterima oleh pekerja berdasarkan
keterangan dokter mengenai sifat dari cacat yang diderita orang
tersebut
2.3.6. Surat Keterangan Cuti Hamil
Hak cuti hamil seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu sekitar 1 bulan
sebelum dan 2 bulan setelahpersalinan. Tujuan : agar si ibu cukup
istirahat dan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi proses
persalinan, dan mulai kerja kembali setelah masa nifas.
2.3.7. Visum et Repertum
1. Pengertian Visum et Repertum
Dalam undang-undang terdapat satu ketentuan hukum yang
Menuliskan langsung tentang Visum et Repertum, yaitu pada
Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1937 No.350 pasal 1 dan
pasal 2 yang menyatakan:
Pasal 1: Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas
sumpah jabatan yang diucapkan pada3 waktu menyelesaikan
pelajaran di negeri belanda ataupun di Indonesia, merupakan alat
bukti yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta
tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan
ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa. 1
3 Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Rahmadan, Medan, 2005,
Hal.

Pasal 2:Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan


baik di negeri Belanda ataupun di Indonesia, sebagai tersebut
dalam pasal 1 diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai
berikut: saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter
akan

membuat

pernyataan-pernyataan

atau

keterangan-

keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan peradilan


dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang
4

sebaik-baiknya. Semoga tuhan yang maha pengasih dan

penyayang melimpahkan kekuatan lahir dan batin 1


Bila dirinci isi Staatsblad ini mengandung makna:

Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan


pendidikannya di negeri belanda ataupun di Indonesia,
ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah khusus dapat

membuat VeR
VeR mempunyai daya bukti yang syah/alat bukti yang syah

dalam perkara pidana


VeR berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat,
ditemukan pada benda-benda/korban yang diperiksa.
Ketentuan dalam Staatsblad ini sebetulnya merupakan

terobosan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dokter dalam


membuat visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah tiap kali
sebelum membuat visum. Seperti dikteahui setiap keerangan
yang akan disampaikan untuk pengadilan haruslah keterangan
dibawah sumpah. Dengan adanya ktetantuan ini, maka sumpah
yang telah diikrarkan dokter waktu menamatkan pendidikannya,
dianggap sebagai sumpah yang syah untuk kepentingan membuat
VeR biarpun lafal dan maksudnya berbeda. Oleh karena itu
sampai sekarang pada bagian akhir cisum, masih dicantumkan
41Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Rahmadan, Medan, 2005,
Hal. 2

ketetntuan hukum ini untuk mengingatkan yang membuat


maupun yang menggunakan visum, bahwa dokter waktu
membuat visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang
apa yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban
menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.1
Pada seminar lokakarnya VeR di Medan ahun 1981
pengertian visum dirumuskan lebih jelas, yaitu:laporan tertulis
untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji
yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat
pemberitaan tentang segala hal (fakta) yang dilihat dan
ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia (hidup atau
mati) atau benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa
dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya dan
pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan
tersebut. 1
2. Dasar Hukum Visum et Repertum
Dasar hukum Visum et Repertum dalam Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 133
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu
disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.2
Dalam KUHAP kedudukan atau nilai VeR adalah satu alat
bukti yang sah KUHAP pasal 184. Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi

b. 5Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa. 1
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang
pengadilan
Pasal 187 (c)
Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarka keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi kepadanya.2
3. Fungsi dan Peran Visum et Repertum
Visum et Repertum dapat berperan

dalam

proses

pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa


manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP,
Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses
peradilan, yang berupa keterangan ahli, surat, dan petunjuk.
Dalam penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa
keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik
merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter
selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini diperjelas
pada Pedoman

Pelaksanaan

KUHAP

dalam

Keputusan

Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang


menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh dokter bukan
ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, semua
hasil Visum et Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis
forensik maupun dokter bukan spesialis forensik merupakan alat
bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.3
Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan
51Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Rahmadan, Medan, 2005,
Hal.

medis telah diuraikan di dalam bagian Pemberitaan. Karena


barang bukti yang diperiksa tentu saja akan mengalami
perubahan alamiah, seperti misalnya luka yang telah sembuh,
jenazah yang mengalami pembusukan atau jenazah yang
telah dikuburkan yang tidak mungkin dibawa ke persidangan,
maka Visum et Repertummerupakan pengganti barang bukti
tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah oleh dokter ahli.4
Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut
berturut-turutadalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, dan

keterangan terdakwa. Beban pembuktian dari

masing-masing

alat

bukti

tersebut

berbedansesuai dengan

urutannya. Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih


dipercaya oleh hakim bila dibandingkan dengan keterangan
terdakwa. Demikian halnya dengan keterangan ahli yang
diberikan oleh seorang dokter spesialis forensik tentunya akan
mempunyai

beban

pembuktian

yang

lebih

besar

bila

dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh dokter


bukan spesialis forensik. Sehingga, kedudukan

Visum et

Repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik masih lebih


tinggi dibandingkan dengan Visum et Repertum yang dibuat
oleh dokter bukan spesialis forensik.4
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan
suatu duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat
meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru. Sesuai
dengan Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat meminta
kemungkinan untuk dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang
atas barang bukti jika memang timbul keberatan yang beralasan
dari terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap suatu hasil
pemeriksaan.4
4. Jenis-jenis Visum et Repertum
Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup
dapat dibedakan atas:

1. Visum seketika adalah visum yang langsung diberikan setelah


korban selesai diperiksa. Visum inilah yang paling banyak
dibuat oleh dokter.
2. Visum sementara adalah visum yang diberikan pada korban
yang masih dalam perawatan. Biasanya visum sementara ini
diperlukan penyidik untuk menentukan jenis kekerasan,
sehingga dapat menahan tersangka atau sebagai petunjuk
dalam menginterogasi tersangka. Dalam visum semsentara ini
belum ditulis kesimpulan.
3. Visum lanjutan adalah visum diberikan setelah korban
sembuh atau meninggal dan merupakan lanjutan dari visum
semsentara yang telah diberikan sebelumnya. Dalam visum
ini harus dicantumkan nomor dan tanggal dari visum
sementara yang telah diberikan. Dalam visum ini dokter telah
membuat kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh
dokter yang membuat visum sementara, tetapi oleh dokter
yang terakhir merawat penderita.1
Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum
dibagi menjadi dua yaitu:
1. Objek psikis
Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et
Repertum psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat
karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi
Barangsiapa

melakukan

perbuatan yang tidak dapat

dipertanggung jawabkan padanya

disebabkan

karena

jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena


penyakit tidak dipidana.2
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang
yang menderita penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang
dengan retardasi mental. Apabila penyakit jiwa (psikosis)
yang ditemukan, maka harus dibuktikan apakah penyakit
itu telah ada sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan. Tentu

saja, jika semakin panjang jarak antara saat kejadian dengan


saat pemeriksaan, maka akan semakin sulit bagi dokter
untuk menentukannya sehingga diperlukan pemeriksaan
lanjutan. Demikian pula jenis penyakit jiwa yang bersifat
hilang timbul juga akan mempersulit pembuatan kesimpulan
dokter.3
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk
tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi
korban sebagaimana Visum et Repertum lainnya. Selain
itu, Visum et Repertumpsikiatrikum menguraikan tentang
segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia.
Oleh karena Visum et Repertum psikiatrikum menyangkut
masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak
pidana yang dilakukannya, maka lebih baik pembuat Visum
et

Repertum psikiatrikum ini adalah dokter

spesialis

psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit


umum.3
2. Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu
1. Visum et Repertum orang hidup
Visum et Repertum perlukaan atau keracunan
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban
hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka atau sakit
dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Terhadap
setiap pasien, dokter harus membuat catatan medis atas
semua hasil pemeriksaan medisnya.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke
dokter setelah melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian,
sehingga mereka datang dengan membawa serta surat
permintaan Visum et Repertum. Sedangkan para korban
dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau
rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat
permintaan Visum
terlambat.

et

Keterlambatan

Repertum-nya

akan

surat permintaan

datang
Visum et

Repertumini dapat diperkecil dengan diadakannya kerja


sama yang baik antara dokter atau institusi kesehatan
dengan penyidik atau instansi kepolisian.3
Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan
dokter sebaiknya menentukan juga derajat keparahan luka
yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi
luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam
menegakkan keadilan.1
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah
menyatakan pasien mengalami luka ringan, sedang, atau
berat. Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang
tidak menimbulkan halangan dalam menjalankan mata
pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari-hari.
Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan
dalam undang-undang yaitu yang diatur dalam KUHP pasal
90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka ringan
dan luka berat. 1
KUHP pasal 90
Luka berat berarti:
1. Luka yang mengancam nyawa.
2. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali
3. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencaharian.
4. Kehilangan salah satu panca indra
5. Mendapat cacat berat
6. Menderita sakit lumpuh
7. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
8. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.1,2
Penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352
dan penganiayaan sedang diatur dalam KUHP pasal 351
ayat 1.

KUHP pasal 352


Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
empat ribu lima ratus rupiah. 1
KUHP pasal 351
Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah
1. Jika perbuatan itu menjadikan luka berat dyang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
2. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun
3. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan. 1
2. Visum et Repertum korban kejahatan susila
Pada umumnya, korban kejahatan susila yang
dimintakan Visum et Repertum-nya kepada dokter adalah
kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman
oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP
meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan pada
wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan wanita
yang belum cukup umur.2
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban
untuk membuktikan

adanya

persetubuhan,

adanya

kekerasan, serta usia korban. Selain itu, dokter juga


diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual,
kehamilan, dan kelainan psikiatri atau kejiwaan sebagai
akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani
pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan

adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang


pengadilan.2
Visum et Repertum orang mati (jenazah)
Visum et Repertum jenazah dibuat

terhadap

korban yang meninggal. Tujuan pembuatan Visum et


Repertumini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan
mekanisme kematian.

Jenazah yang akan dimintakan

Visum et Repertum-nya
memuat

identitas

harus

mayat,

diberi

label

yang

di-lak dengan diberi cap

jabatan, yang dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian


tubuh lainnya. Pada surat permintaan
Repertum-nya harus jelas tertulis

jenis

Visum et
pemeriksaan

yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenazah


atau pemeriksaan bedah jenazah (autopsi) (Pasal 133
KUHAP). 1,2
- Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar
Pemeriksaan
luar
jenazah
pemeriksaan
keutuhan

berupa

jaringan

tindakan tanpa
jenazah.

adalah
merusak

Pemeriksaan

ini

dilakukan dengan teliti dan sistematik, serta kemudian


dicatat secara rinci, mulai dari bungkus atau tutup
jenazah, pakaian, benda-benda di sekitar jenazah,
perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda
tanatologi, gigi geligi, dan luka atau cedera atau
kelainan yang ditemukan di seluruh bagian luar.
Apabila
penyidik
hanya
meminta
pemeriksaan luar saja, maka kesimpulan Visum et
Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang
ditemukan

dan

jenis

kekerasan

penyebabnya,

sedangkan sebab matinya tidak dapat ditentukan


karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah jenazah.
Bila

dapat

diperkirakan,

lama

mati

sebelum

pemeriksaan (perkiraan
-

waktu

kematian)

dapat

dicantumkan dalam bagian kesimpulan.


Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan
dalam
Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi,
maka penyidik wajib memberi tahu kepada keluarga
korban

dan

menerangkan

pemeriksaan.

Autopsi

maksud

dilakukan

dan

jika

tujuan
keluarga

korban tidak keberatan, atau bila dalam dua hari tidak


ada tanggapan apapun dari keluarga korban (Pasal
134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa dapat juga
berupa

jenazah

yang

didapat

dari

penggalian

kuburan (Pasal 135 KUHAP).3


Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh
dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada,
perut, dan panggul. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti
pemeriksaan histopatologi,
dan

lain

sebagainya.

toksikologi,

serologi,

Dari pemeriksaan dapat

disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka atau


kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan perkiraan
waktu kematian.3
5. Struktur Visum et Repertum
Visum et Repertum terdiri dari 5 kerangka dasar yang
terdiri dari:
1. Pro justitia
Menyadari

bahwa

semua

surat

baru

sah

dipengadilan bila dibuat diatas kertas materai dan hal ini


akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang
dibuatnya harus memakai kertas bermaterai. Berpedoman
kepada peraturan pos, maka bila dokter menulis projustitia dibagian atas visum, maka itu sudah dianggap
sama dengan kertas materai.
2. Pendahuluan

Bagian pendahuluan berisi tentang siapa yang


memeriksa, siapa yang diperiksa, saat pemeriksaan
(tanggal, hari, dan jam), dimana diperiksa, mengapa
diperiksa, dan atas permintaan siapa visum itu dibuat.
Data diri korban diisi sesuai degnan yang tercantum
dalam permintaan visum.
3. Pemberitaan
Bagian terpenting dari visum sebetulnya terletak
pada bagian ini, karena apa yang dilihat dan ditemukan
dokter sebagai terjemahan dari Visum et Repertum itu
terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter
melaporkan

hasil

pemeriksaannya

secara

objektif.

Biasanya pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera,


dan kelainan pada tubuh korban seperti apa adanya.
Misalnya didapati suatu luka dokter menuliskan dalam
visum suatu luka mulai dari panjang, lebar, dalam, tepi
luka, dan jarak luka.
4. Kesimpulan
Untuk pemakai visum, ini adalah bagian yang
terpenting, karena diharpkan dokter dapat menyimpulkan
kelainan yang terjadi pada korban menurut keahliannya.
Pada korban luka perlu penjelasan tentang jenis
kekerasan, hubungan sebab-akibat dari kelainan, tentang
derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan
bagaimana harapan kesembuhan.
Pada korban perkosaan
kesusilaan

perlu

penjelasan

atau

pelanggaran

tentang

tanda-tanda

persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban


serta bila perlu umur korban.
5. Penutup
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai
visum bahwa laporan tersebut dibuat dengan sejujurjujurnya dan mengingat sumpah. 1

Selain dari 5 bagian diatas, Visum et Repertum dapat


juga disertakan lampiran foto. Lampiran foto terutama perlu
untuk memudahkan pemakai visum memahami laporan yang
disampaikan dalam visum. Pada luka yang sulit disampaikan
dengan kata-kata, dengan lampiran foto akan memudahkan
pemakai visum memahami apa yang ingin disampaikan
dokter. 1
6. Tata Cara Permohonan dan Pencabutan Visum et Repertum
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan saat pihak
berwenang meminta dokter untuk membuat Visum et Repertum.
Syarat Visum et Repertum korban hidup yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan
2. Surat permohonan visum harus diserahkan langsung kepada
dokter dari penyidik, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarga korban. Juga tidak diperbolehkan melalui jasa pos
3. Bukan kejadian yang sudah lewat
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kedokter
5. Ada identitas korban
6. Ada identitas peminta
7. Mencantumkan tanggal permintaannya
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa
Jika korban sudah meninggal dunia, sesuai dengan KUHP
pasal 133 maka permintaan dilakukan secaraq tertulis dan
disebutkan secara jelas apakah untuk pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat, serta pada saat mayat dikirim
kerumah sakit harus diberi label mayat yang memuat identitas
mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu
jari atau bagian lain badan mayat.
Pada kenyataanya dilapangan sering terjadi ketidak
pahaman dari pihak penegak hukum tentang tata cara
permohonan visum kepada dokter, sehingga dapat menyebabkan
kerugian pada pihak korban. Maka dari itu diterbitkan instruksi

polisi

No.

Pol.

INS/E/20/IX/75

tentang

tata

cara

permohonan/pencabutan Visum et Repertum.


Pada dasarnya penarikan/pencabutan Visum et Repertum
tidak dapat dibenarkan. Bila terpaksa Visum et Repertum yang
sudah diminta harus diadakan pencabutan/penarikan kembali,
maka hal tersebut hanya diberikan oleh koman 6dan kesatuan
paling rendah tingkat Komres dan untuk kota hanya oleh
DANTES.
2.3.8. SURAT KETERANGAN IBU HAMIL BEPERGIAN DENGAN
PESAWAT UDARA
Sesuai dengan ketentuan internasional Aviation, Ibu hamil tidak
dibenarkan bepergian dengan pesawat udara, jika mengalami :
1. Hiperemesis atau emesis gravidarum
2. Hamil dengan komplikasi (perdarahan, preeklamsi dsb)
3. Hamil >36 minggu
4. Hamil dengan penyakit-penyakit lain yang beresiko.
2.3.9. LAPORAN PENYAKIT MENULAR
Diatur dalam UU No. 4 tahun 1984 tentang wabah.
Pasal 1 UU No. 4 tahun 1984:
1. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah
kejadian berjangkitnyasuatu penyakit menular dalam masyarakat
yang jumlah penderitanya meningkat secaranyata melebihi dari
pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapatmenimbulkan malapetaka.
2. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan bendabenda yang mengandungdan/atau tercemar bibit penyakit, serta
yang dapat menimbulkan wabah.
Pasal 2 UU No. 4 tahun 1984
Maksud

dan

tujuan

Undang-Undang

ini

adalah

untuk

melindungi penduduk dari malapetaka yangditimbulkan wabah sedini


6

mungkin, dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk


hidup sehat.
2.3.10. KUITANSI
Sering diminta sebagai bukti pembayaran, tidak menimbulkan
masalah

apabila

sesuai

dengan

keadaan

yang

sebenarnya.

Berhubungan dengan penggantian biaya berobat dari perusahaan tepat


pasien atau pasangannya bekerja.
Contoh :
.....perusahaan hanya mengganti 50% biaya pengobatan, pasien minta
dibuatkan kuitansi sebesar 2 kali imbalan jasa yan diterima dokter
.....pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dengan sisa
imbalan dibagi 50-50% antara dokter dan pasien,
.....Pasien meminta agar biaya pengangkutan pulang pergi dari luar
kota ke tempat berobat dimasukkan dalam kuitansi berobat (built in),
sedangkan dokter tidak menerima bagian dari biaya pengangkutan
tersebut.
Ketiga contoh di atas jelas malpraktik etik dan malpraktik
kriminil.
2.4.

SANKSI

HUKUM

PELANGGARAN

DALAM

PENERBITAN

SURAT KETERANGAN MEDIS


Adapun pelanggaran dalam pembuatan surat keterangan medis
dapat menyebabkan seorang dokter dituntut menurut pasal 263, 267, dan
268 KUHP :
1. Pasal 263 KUHP
1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang
dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan
hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu,
diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian,
karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam
tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja


memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika
pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
2. Pasal 267 KUHP
1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan
palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan
seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di
situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam
bulan.
3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai
dengan kebenaran.
3. Pasal 268 KUHP
1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan
dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau
cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau
penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud
yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang
dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu

Anda mungkin juga menyukai